Raven memperhatikan Nana yang sedang berada di dapur bersamanya mamanya. Mereka tampak akrab sekali sambil sesekali bercanda. Entah kenapa memperhatikan mereka terasa menyenagkan padahal biasanya Raven tidak begitu peduli dengan urusan orang lain apalagi hal yang di lakukan orang lain. "Raven sini deh, cicipi kue yang mama buat bersama Nana!" Ucap Anggi antusias. Raven bangkit dari duduknya kemudian menghampiri dua wanita itu. Dapat Raven lihat bahwa wajah Nana terlihat malu dan salah tingkah. Raven menyukai hal itu. Nana terlihat sangat menggemaskan. Tapi tentu saja Raven tidak akan menunjukannya di hadapan Anggi atau dia akan jadi bahan ejekan.
"Enak gak?" Tanya anggi ketika Raven merasakan sesuap yang dia sodorkan.
"Enak." Jawab Raven cuek. Anggi mendesah tidak suka dengan ekspesi datar yang ditunjukan oleh putra sulungnya itu.
"Kamu tuh kaku banget sih, masakan calon istri bukannya di puji-puji malah dijawab pakai ekspresi datar begitu." Kesal Anggi yang tidak ditanggapi Raven sedikitpun. Laki-laki itu malah memilih untuk beranjak pergi. "Raveeennnn kamu mau kemana?
"Raven belum mandi mah dari pagi, ini udah siang." Jawab Raven sambil melanjutkan langkahnya membuat Anggi kesal. Diam-diam Raven tersenyum ketika melirik ke arah Nana yang terlihat masih belum terbiasa berada di dekatnya dan keluarga. Gadis itu manis sekali dengan wajah malu-malunya.
"Kamu yang sabar yah Na, Raven memang begitu. Cuek banget dan jarang ngomong. Pokoknya kamu harus bertahan jadi istri Raven sampai selama-lamanya. Mama udah suka banget sama kamu dan mama gak mau menantu lain. Apalagi yang suka genit-genit sama Raven hiiii mama geli liatnya." Ucap Anggi yang diangguki oleh Nana. Pada dasarnya Nana memang gadis penurut dan sekarangpun begitu. Walaupun gadis itu tidak yakin bahwa dia bisa bertahan di samping laki-laki seperti Raven tapi dia tetap mengangguk dan akan mencoba. Lagipula mama Anggi dan papa Raka baik sekali padanya tidak seperti yang dia takutkan sehingga dia sedikit merasa lega
Anggi tersenyum melihat Nana yang sejak tadi membuatnya merasa tidak kesepian. Biasanya dia akan kebosanan di rumah saat tidak ada jadwal di Rumah Sakit atau di stasiun Tv. Apalagi Raven juga jarang berada di rumah dan suaminya sibuk bekerja. Tapi kedatangan Nana hari ini benar-benar menghiburnya hingga dia merasa senang. Nana gadis yang baik, itu kesimpulan yang bisa Anggi dapatkan dari sekilas mengenalnya hari ini. Dia masih polos dan penurut. Selain itu Anggi yakin Nana belum pernah dekat dengan laki-laki lain melihat dari caranya bersikap di hadapan Raven yang tampak malu-malu. Gaya berpakaian Nana juga sederhana, selain itu Nana juga berasal dari keluarga sederhana yang baik latar belakangnya. Ayahnya seorang Dosen dan ibunya seorang guru. Anggi merasa yakin sekali bahwa Nana adalah jodoh yang tepat untuk Raven.
Raven sendiri merupakan seorang anak yang sangat sempurna dimata orang-orang. Tidak pernah melakukan kesalahan, tidak pernah nakal apalagi tawuran. Raven juga berprestasi dan tidak pernah melakukan hal-hal yang aneh. Sehingga ketika beberapa hari lalu Raven melakukan kesalahan dengan berada di dalam kamar Nana, dia juga tidak memakai pakaian atasnya dan dalam posisi yang sangat intim membuat Anggi heran sekaligus penasaran. Terlebih lagi ketika dimintai pertanggungjawaban untuk menikah anak itu juga tidak melakukan penolakan sedikitpun. Padahal selama ini Anggi sudah berusaha menjodohkan Raven dengan beberapa anak temannya mengingat usia Raven yang sudah menginjak dua puluh delapan tahun tapi anak itu selalu menolak. Raka sendiri juga heran karena putranya tidak menolak sehingga dia malah merasa lega karena putranya yang cuek itu mendapatkan calon istri seperti Nana yang tidak neko-neko.
"Nana rencananya mau kuliah yah?" Tanya Anggi penasaran. Gadis itu mengangguk. "Nanti mama bantu bicara sama Raven yah biar kamu masih boleh kuliah." Ucap Anggi lagi membuat wajah Nana berbinar.
"Beneran mah?" Ucapnya tidak percaya. Anggi tersenyum sambil mengangguk.
"Tapi kamu juga bantu mamah bujuk Raven setelah menikah tinggal di rumah ini yah? Atau minimal kalau dia tidak mau cari tempat tinggal yang dekat-dekat sini."
"Baik mah, nanti Nana akan bilang sama Raven." Jawab Nana senang. Anggipun merasa senang karena sekarang punya sekutu di rumahnya.
"Asyikkk mamah seneng deh Raven nikahnya sama kamu." Ucap Anggi jujur. Nana tersenyum saja sambil malu-malu.
"Nanti kita makan di luar yuk! ajak Raven juga. Mama udah lama gak jalan-jalan mereka selalu sibuk."
"Baik mah." Anggi bersorak girang. Bersamaan dengan Raven yang keluar dari kamarnya dengan lebih segar. Menggunakan baju santai yang membuatnya terlihat tampan sekali. Nana mengakui itu dalam hati tapi tentu saja tidak akan dia katakan. Sekarang saja dia tidak sanggup menatap wajah calon suaminya itu apalagi mengakui kalau dia tampan.
"Raven kita jalan yuk ajak Nana juga? Cari makan di tempat yang dulu kita ke sana sama tante Andri itu." Ajak Anggi yang sebenarnya Raven enggan mengabulkannya. Dia tidak terlalu suka berada di keramaian kecuali terpaksa. Tapi melirik ke arah Nana yang terlihat penuh harap akhirnya dia mengangguk. Entahlah, kenapa gadis itu bisa mempengaruhinya sedemikian besar, tapi Raven akan berusaha menerimanya. Dia akui berada di dekat Nana rasanya menyenangkan walaupun dia masih belum berani menyimpulkan bahwa itu adalah cinta.
***
Hari ini suasana Mall lumayan ramai, mungkin karena akhir pekan juga. Anggi dan Nana bergandengan sambil berjalan di depan Raven membuat laki-laki itu merasa sebagai satpam. Tapi melihat Nana tersenyum senang ketika mengunjungi tempat-tempat belanja bersama mamanya, Raven merasa tidak keberatan.
"Raven lihat deh! cantik yah?" Tanya Anggi pada Raven sambil menunjukkan Nana yang sekarang memaki dress berwarna putih pilihan Anggi. Gadis itu menunduk malu tidak berani menatap ke arah Raven dan lagi-lagi itu membuat Raven ingin tersenyum geli. Tapi laki-laki itu mati-matian menahan ekspresi datarnya.
"Iya Cantik." Jawab Raven seadanya.
"Cantik aja apa cantik banget?" Goda Anggi. Raven hanya mendesah saja tidak menjawab membuat Anggi kesal. Nana menurut saja ketika Anggi memilihkan banyak sekali dress cantik dan dengan suka rela mencobanya. Nana sendiri memang jarang sekali pergi ketempat-tempat mahal seperti ini. Biasanya dia hanya akan berjalan-jalan ke taman kota bersama Miko kakaknya dan menikmati jajanan disana. Sejak kecil orangtuanya memang mengajarinya untuk hidup sederhana dan menikmati apapun seadanya.
"Oke deh Saya ambil ini semua." Ucap Anggi antusias membuat Nana bingung.
"Mama beli semuanya buat siapa?" Tanyanya polos. Raven yang mendengar itu menoleh sambil tersenyum diam-diam.
"Buat kamu dong sayang, kamu cantik banget pakai ini semua jadi mama beli aja semua." Ucap Anggi senang. Sejak dulu dia ingin memiliki anak perempuan agar bisa dipilihkan baju begini tapi tuhan malah memberinya dua anak laki-laki semua. Satu Raven dan Satu lagi bernama Jayden. Dia sekolah di Luar Negri ikut dengan neneknya. Tapi dia berencana pulang dalam waktu dekat mengetahui bahwa kakanya yang kaku itu akan menikah.
"Nana tidak biasa dibelikan sesuatu sebanyak ini sebelumnya. Nana nggak mau boleh kan mah?" Tolak Nana halus. Anggi menatap Nana sekilas dengan sedikit kagum karena calon menantunya itu rupanya bukan gadis matre seperti kebanyakan kenalan Raven.
"Gak pa-pa kan mama yang beliin kamu gak minta." Ucap Anggi bersikeras. Wajah Nana tampak sedikit memerah.
"Kalau satu aja gimana mah? Nana takut dimarahin ayah karena dikira manfaatin mamah dan Raven." Ucap gadis itu lagi membuat Anggi tersenyum.
"Yaudah deh kamu pilih yang mana?" Tanya Anggi mengalah. Raven sendiri sedang memperhatikan Nana dengan penuh kekaguman dan itu tertangkap oleh mata Anggi melalui kaca. Anggi tersenyum dalam hati melihatnya.
"Yang ini aja deh mah." Ucap Nana memilih yang paling sederhana. Anggi tersenyum kemudian membayarnya di kasir sambil memasukkan satu baju lagi dengan paksa. Nana menoleh dan terpaksa menerimanya melihat calon mertuanya bersikeras.
"Sekarang kita makan dulu yuk! abis ini kita tengokin progress gaun pengantin kalian yang udah mama pesan yuk!" Ajak Anggi dengan senang lagi. Raven mengangguk saja begitupula dengan Nana
Mereka memilih tempat makan yang tidak terlalu ramai agar nyaman kemudian memilih menu disana. Raven memperhatikan Nana yang terlihat kebingungan kemudian meraih menu di tangan gadis itu dan menunjukan jenis-jenis makanan disana. Anggi diam-diam mengulum senyum. Raven yang perhatian dan Nana yang malu-malu terlihat sangat menggemaskan dimatanya. Karena biasanya Raven adalah anak yang cuek dan tidak peduli. Anggi pura-pura tidak tahu saja.
"Kamu ada Alergi makanan?" Tanya Raven yang dibalas Nana dengan gelengan. "Suka daging sapi?" Nana mengangguk. Kemudian Raven memesankan makanan yang sama dengannya untuk Nana. "Mau minum apa?" Tanya Raven lagi. Nana menunduk dengan malu karena dalam jarak sedekat itu dia bisa mencium aroma tubuh Raven yang memabukkan dan itu membuatnya malu.
"Apa aja deh, sama kaya kamu juga gak pa-pa." Jawabnya malu-malu. Raven mengangguk kemudian memesankan minuman yang sama dengannya juga. Anggi rasanya gatal sekali ingin merekam keuwuan mereka tapi ditahan-tahan karena takut mereka merasa tidak nyaman.
"Raven!!" Panggilan seseorang membuat semuanya menoleh ke arah asal suara. Anggi langsung memasang wajahnya tidak suka melihat seorang wanita cantik dengan pakaian kantoran rapih sedang tersenyum senang karena melihat Raven.
"Vera, ngapain disini?" Tanya Raven basa-basi. Nana diam saja tidak mau tahu usrusan orang lain walaupun dia sebenarnya penasaran.
"Aku abis lembur di kantor terus mampir mau beli makan terus lihat kamu." Ujarnya antusias. "Tante Anggi apa kabar?" Tanyanya sopan.
"Baik." Jawab Anggi datar.
"Oh iya Vera kenalin ini Nana calon istri aku." Ucap Raven membuat mata Nana membulat dan Anggi ingin tertawa terbahak-bahak sambil mengacungi sepuluh jempol ke arah putranya. Terlebih lagi melihat ekspresi gadis bernama Vera itu yang terlihat pias dan pucat.
"Calon istri?" Raven mengangguk. Nana kemudian tersenyum, berdiri dan menyalami Vera dengan sopan. Tapi Vera menatap Nana dengan sorot mata tidak suka yang terlihat jelas.
***Setelah seharian berputar-putar dengan menyenangkan bersama Anggi, sore ini Raven akan mengantar Nana pulang. Sekarang baru pukul empat sore tapi Raven sudah mengajak Nana pulang karena tidak mau ingkar janji tentang jam pulang. Raven terbiasa profesional dalam segala hal agar tidak mengecewakan rekan kerjanya dan sekarangpun dia demikian agar ayah Nana tidak kecewa."Raven tapi ini kan masih jam empat sore." Rengek Anggi sambil memegangi tangan Nana. Masih belum rela berpisah dengan calon menantunya yang manis itu. Nana diam saja tidak bersuara."Raven janji pulangin Nana sebelum jam lima sore mah. Besok-besok kan mama bisa ketemu lagi sama Nana." Jawab Raven dengan nada datar. Nana sendiri heran karena Raven tidak banyak berekspresi padahal wajahnya tampan dan terlihat ramah sebenarnya."Ya kan bisa setengah jam lagi." Anggi bersikeras membuat Raven mendesah."Na, tunggu mas di mobil." Ujar Raven membuat Anggi mengulum senyum dengan sebutan mas yang Rav
Raven sedang sibuk dengan tumpukan pekerjaan di hadapannya ketika pintu kantornya dibuka tampa mengetuk. Sekertarisnya ikut masuk dengan tidak enak bersama seorang gadis yang saat ini sedang cemberut sambil menatapnya. "Maaf pak nona bunga memaksa masuk padahal saya sudah bilang bapak sedang tidak bisa di ganggu." Ucap Fitri, sekertaris Raven. Raven mengangguk saja sambil mengisyaratkan Fitri keluar. Bunga mendekat sambil menghentakkan kakinya."Ada apa lagi?" Tanya Raven karena jika ekspresi Bunga seperti itu maka sudah bisa di tebak bahwa perempuan itu pasti sedang patah hati."Aku diputusin sama Bian Ven, dia selingkuh di belakang aku." Ujar bunga dengan nada manja. Di luar ruangan Fitri menampilkan ekspresi ingin muntahnya mendengar sedikit percakapan mereka. Fitri memang tidak suka pada teman dekat bossnya itu karena sangat centil menurutnya. Tentu saja dia berada di pihak Anggi untuk memusuhi gadis itu dan selalu melaporkan jika gadis itu datang."Kok bisa
Pagi ini Raven tampak bersemangat sekali, membuat Anggi gatal sekali rasanya jika tidak menggodanya. "Tumben mas rambutnya dipakaiin minyak rambut sampai klimis gitu?" Ucap Anggi sambil mengulum senyum geli. Raka menoleh dan memang putranya sedikit berbeda. Biasanya jika hanya rapat dengan staf saja Raven akan terlihat santai. Raven sendiri sudah sangat peka bahawa ibunya sedang menggoda sehingga dia memilih diam saja. Anggi semakin ingin menggoda tentu saja. "Mas Raven suka pura-pura gak denger ahh. Padahal kan tinggal bilang aja pulang meeting langsung kencan." Ucap Anggi lagi seketika membuat Raven tersedak makanannya. Raka ikut tersenyum melihat putranya tampak salah tingkah."Ahh jadi udah mulai cinta-cintaan mah? tumben mamah panggil dia mas?" Raka menimpali. Dan Raven merasa harus segera kabur dari sana atau dia akan jadi bulan-bulanan orang tuanya."Ihh si papah ketinggalan info nih makanya jangan kerja aja dong. Harus peka dong pah jadi orang tua. Ya kalau gak
Raven terdiam, Bunga sedang menangis dihadapannya sekarang. Tapi dia tidak berencana untuk menghampirinya atau memeluknya. Dia merasa bahwa Nana lebih tepat untuk dia prioritaskan sekarang, bagaimanapun sudah bertemu dua keluarga dan sudah menetapkan tanggal pernikahan jadi semua itu harus dia pertanggungjawabkan. Hati Raven masih bergetar mendengar pengakuan cinta Bunga tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa dengan itu. Karena dia tidak mungkin membatalkan semua rencananya dengan Nana. Dia sudah mantap untuk menikahi gadis manis itu sekalipun belum lama mengenalnya. Tidak ada alasan khusus, Raven hanya merasa dia gadis yang tepat itu saja. Masalah cinta dia yakin akan hadir seiring berjalannya waktu.Raven bukannya tak senang mendapat pengakuan cinta dari Bunga. Tapi dia merasa bunga seperti mempermainkannya. Kenapa dia harus mengakuinya sekarang padahal dia tahu kalau Raven menyukainya, Raven yakin Bunga tahu tapi pura-pura tidak tahu dan terus saja berhubungan dengan laki-lak
Raven tersenyum melihat Nana terlihat menikmati makananya sambil sesekali matanya melebar takjub menikmati rasa yang mungkin baru pernah di rasakannya. Gadis itu sempat kesulitan menggunakan sumpit dan Raven langsung menyarankan memakai sendok saja. Dan gadis itu merasa senang. Raven memang sengaja memesan tempat yang privat seperti ini, alasanya bukan hanya karena dia benci keramaian dan diperhatikan orang tapi juga untuk melindungi Nana. Dia takut menjadi beban untuk gadis itu jika makan di tempat asing yang belum pernah dia kunjungi dan diperhatiak banyak orang."Suka rasanya?" Tanya laki-laki itu. Nana mengangguk."Tapi makanan Indonesia tetep jadi favorit Nana mas." Jawab Nana membuat Raven terkekeh."Mas juga lebih suka makanan Indonesia kok. Jadi nanti kalau kamu masakin mas masakan Indonesia pasti mas habisin." Ucap Raven tidak berniat menggoda tapi wajah Nana merona."Mas Raven suka makanan apa?"Sebuah kemajuan Nana mau bertanya tentang Raven. La
Setelah pernyataan cinta Raven Nana tidak bisa tidur malam ini, terlebih membayangkan bibir Raven bergerak-gerak di bibirnya. Beberapa kali Nana bahkan menutupi wajahnya menggunakan bantal padahal tidak ada siapapun di kamarnya. Tiba-tiba saja pintu kamarnya terbuka dan Miko tampak masuk. "Kak Miko gak jadi pergi?" Tanya gadis itu kemudian bangkit dan duduk di ranjang menghadap kakak laki-lakinya itu."Gak jadi soalnya mobil kakak dipakai ayah sama bunda. Mereka kondangan dek." Jawab Miko lembut."Ohh gitu, mau nonton film gak di ruang tengah? Nana lagi pengen nonton film yang waktu itu dibeli kakak itu loh, Nana belum sempet baca." Ucap gadis itu."Boleh dek, tapi kakak mau bicara dulu sama kamu boleh?""Boleh, tentang mas Raven yah kak?" Tebak Nana tepat sasaran. Kemudian mereka berdiri dan berjalan menuju taman belakang rumah mereka."Kakak mau tahu gimana pendapat kamu tentang pernikahan itu?" Tanya Miko langsung pada intinya. Dia harus memasti
Raven bergegas keluar dari kantor setelah menyelesaikan pekerjaanya. Bahkan Bunga yang saat itu datang ke kantor ingin menemuinya Raven tinggalkan. Tadi Haryo-calon mertuanya menghubungi Raven katanya Nana masuk Rumah Sakit karena sakit lambungnya kumat. Setelah itu Anggi juga menghubunginya dengan panik, Raven sendiri jangan ditanya bagaiman paniknya dia, bahkan dia sudah tidak konsentrasi di Meeting terakhirnya sore ini. Tapi Bunga tidak terima di cueki oleh Raven seperti itu sehingga dia mengejar Raven yang sudah hampir sampai di depan pintu lift dan berhasil meraih lengannya sebelum laki-laki itu masuk ke dalam lift. Raven sedikit mengumpat mambuat Bunga semakin kesal."Kamu kok cuekin aku sih Ven? aku jauh-jauh loh datang ke sini dari lokasi pemotretan cuma pengen ketemu kamu dan ajak ngobrol." Rengek Bunga. Yuli yang melihat itu langsung mencibir tanpa ketahuan. Dia memang tidak suka sekali dengan Bunga dan bersyukur sekali karena bossnya itu lebih memilih menikahi Nana
Raven di samping Nana sambil menggenggam sebelah tangan gadis itu. Membuat wajah Nana memerah malu tapi Raven tidak mau melepaskannya. Saat ini mereka hanya berdua saja karena yang lain harus bekerja sementara Raven memutuskan untuk membolos. Dia tidak mau meninggalkan Nana, terlebih karena sebentar lagi mereka harus dipingit. "Udah tahu gak bisa makan pedes terus kenapa masih dimanakan?" Raven memulai omelannya. Nana menggigit bibir bawahnya merasa bersalah sambil menghindari tatapan Raven. "Na, mas lagi ngomong sama kamu loh." Ucap Raven lagi, kemudian Nana menoleh ke arah Raven dengan takut."Iya mas maaf." Ucapnya pelan."Mau di ulang lagi?" Nana menggeleng."Janji?" Gadis itu mengangguk. Kemudian Raven mencium kening Nana membuat wajah gadis itu semakin memerah."Mas marah pokoknya kalau kamu gak nurut.""Iya mas, Nana gak akan makan mie itu lagi." Ucap Nana membuat Raven tersenyum. Nana juga ikut tersenyum membuat sesuatu di dada Raven berget