Stacey Waldermar POV
“Angkatlah telpon itu, Lynch. Sudah 4 kali dia menelponmu, apa dia kekasih barumu?”
“Aku tidak memiliki kekasih baru…”
Alessandra, wanita itu segera menoleh dan dia datang membawa dua gelas teh panas kemudian duduk di hadapanku. “Apa dia tampan? Apa dia actor terkenal? Jangan mencoba menyembunyikan apapun dariku, Lynch. Aku tahu segalanya tentangmu, ayolah, siapa dia, kenapa dia terus menelponmu?”
Aku mendengus. “Bukan siapa-siapa.”
“Apa? Emily, kau mempunyai kekasih baru?”
Suara itu, aku dan Alessandra menoleh bersamaan—aku terpejam sesaat, Brad, pemilik restoran Jepang itu menatapku lebih serius sembari melepaskan jas lalu meletakkan di sandaran kursi kemudian memberikan kecupan pada Alessandra yang biasa dilakukan sepasang kekasih lalu duduk di hadapanku, lebih tepatnya duduk di samping Alessandra.
“Dia bukan kekasihku,” koreksiku.
“Lalu siapa?”
Kedua alisku terangkat bersamaan. “Wow, kalian sangat penasaran dengan kehidupan asmaraku, ternyata. Dia bukan kekasihku, aku tidak mengenal siapa yang menelponku, mereka hanya orang asing yang ingin menelponku,” kataku dengan tenang, meyakinkan mereka bahwa penelpon itu hanya orang yang iseng.
Alessandra terdiam. “Maksudmu?” kali ini kedua alisnya berkerut. “Dia penguntit? Bagaimana bisa mendapatkan nomor ponselmu?”
Aku mengangkat kedua bahuku sebagai jawaban. “Aku tidak tahu, sejak pagi tadi dia sudah menelponku, dia bilang ingin bertemu denganku.”
“Apa kau sering mendapatkan telpon seperti ini darinya?” tatapan Brad kali ini lebih serius dari biasanya. “Berapa kali dia menelponmu hari ini?” tanyanya lagi, kali ini dengan raut wajah khawatir.
“Beberapa dari mereka sering menelponku tapi pagi ini dari orang yang berbeda.”
“Kenapa kau tidak mengganti nomor ponselmu saja?”
Aku membuang napas panjang dan menggeleng. “Brad, mereka akan kembali menelponku, aku pernah mengganti nomorku dan mereka tetap menelponku, mengirimkan pesan dan bahkan melamarku! Yang aku lakukan hanya memblokir, mereka tidak akan menelponku lagi.”
“Kenapa kau tak pernah bilang pada kami, Lynch. Bagaimana nantinya mereka menyakitimu, jangan pernah menyepelekan hal seperti ini. Alessandra juga pernah mendapatkan hal seperti itu dan berakhir terluka, kau tahu apa yang pria itu katakan?” aku menggeleng. “Pria itu bilang dia melakukan ini karena Alessandra tidak membalas pesan dan telponnya.”
“Jika mereka tidak mengganggu kehidupanku, aku tidak akan bertindak, Brad.” keningku berkerut. “Dan, kenapa kalian tidak pernah bercerita jika kau pernah mendapatkan terror seperti ini, kapan kejadiannya?” tanyaku.
“Ah, ya, sudah lama, aku sudah lupa. Lagipula media tidak tahu tentang ini, hanya aku dan Brad yang tau,” sambung Alessandra.
“Mereka sudah mengganggu kehidupanmu bahkan aku terganggu dengan panggilan telpon itu dan kau?” Brad menggeleng pelan. “Bagaimana kau bisa santai dengan hal ini? Emily, kau seorang model, mereka semua mengenalmu, bahkan dimanapun kau berada, mereka tahu, apa yang kau lakukan pun mereka tahu. Dengarkan aku, ganti nomor ponselmu yang baru.”
Aku mencoba untuk tidak memikirkan dan membahas hal ini kepada siapapun termasuk Alessandra dan Brad karena aku tahu bahwa mereka akan mengkhawatirkanku dan mereka akan bertindak lebih jauh sementara aku tidak ingin memperpanjang masalah ini karena aku pernah mendatangi salah satu orang yang terus mengganggu hidupku dan ternyata dia adalah tulang punggung keluarganya, memiliki satu anak laki-laki yang masih berusia empat tahun.
Kami bertiga sudah delapan tahun bersama sejak aku memutuskan untuk masuk ke agensi dan secara tidak sengaja, aku bertemu dengannya dan kami berteman hingga detik ini, aku bahkan menganggap mereka berdua seperti keluargaku sendiri walaupun usiaku terpaut tiga tahun lebih muda dari Alessandra dan dua belas tahun lebih muda dari Brad.
“Ayolah, aku baik-baik saja.”
Brad menggeleng, aku memutar bola mataku malas. “Besok aku ada pemotretan, aku harus pulang, James akan menelponku dan memarahiku jika aku tidak pulang.”
“Kau selalu saja mengalihkan pembicaraan, Emily…” timpal Alessandra.
Aku bangkit dan mengambil tasku di sofa. “Kau bisa menginap malam ini. Jika kau tidak ingin menginap biarkan Brad mengantarmu pulang, aku tidak bisa membiarkanmu pulang sendirian setelah aku tahu selama ini kau merahasiakan penguntit dari kami.”
Alessandra mengangkat lengan kiri dan matanya membulat. “Ini sudah pukul 1:27 pagi!” pekik wanita berambut pirang itu lalu memukul lengan Brad dan menatap pria itu dengan penuh peringatan. “Apa yang kau lakukan di kantor hingga pulang selarut ini, Mr. Fucking Rodney?!”
Brad hanya memutar bola matanya lalu menatapku. “Lihat, bahkan aku bekerja saja dia terus mencurigaiku, Emily!” gerutunya.
Sore tadi, setelah aku menyelesaikan beberapa syuting di salah satu acara talk show, aku langsung pergi ke tempat tinggal Alessandra menemani wanita berambut pirang itu hingga Brad kembali—kami sudah sering seperti ini, menghabiskan waktu bersama Alessandra tetapi satu yang menjanggal, aku belum memberitahu mereka tentang identitas asliku. Aku merasa bersalah kepada mereka berdua tetapi ia ingin menunggu waktu yang tepat untuk ini.
Aku menggeleng. “Aku ingin pulang, Brad, kau tidak perlu mengantarku, aku bawa mobil sendiri dan bagaimana bisa aku pulang dengan tunangan sahabatku sendiri. Bagaimana jika ada paparazzi yang melihat, aku tidak ingin menjadi berita buruk,” kataku seraya melangkah menuju pintu keluar. Kedua alisku terangkat ketika Brad melewatiku untuk membukakan pintu mobilku. “Beruntung sekali kau mendapatkan tunangan seperti Brad, aku sangat iri,” gumamku seraya masuk ke dalam mobil.
“Dia hanya mencari perhatian padamu, Emily. Aku sudah bersamanya sejak kami kecil,” sahut Alessandra bersedekap dada.
Brad yang mendengar itu mendengus. “Itulah yang dilakukan para wanita jika sedang marah, Emily. Dia sendiri yang mengatakan padaku untuk membukakan pintu jika sedang bersama wanita.”
Aku tertawa pelan seraya menyalakan mesin mobilku. “Sudahlah, aku tidak akan pulang jika terus melihat kalian bertengkar seperti ini. Aku harus pulang, jaga dirimu, bye!”
“Seharusnya aku yang mengatakan itu padamu! Telpon aku jika kau sudah sampai, mengerti?”
Stacey mengangguk. “Yes, Miss. Thorne. Aku menyayangimu.”
“Aku juga.”
Aku memundurkan mobil dari garasi kemudian melambaikan tangan pada mereka sebelum aku benar-benar melaju meninggalkan area kompleks rumah mewah tiga lantai itu.
Di perjalanan, aku mengunci semua pintu lalu menyalakan musik, suasana jalan tampak sepi. Suara deruman mobilku menggema jalanan ketika aku baru saja keluar dari kawasan mewah itu. Baru saja music menyala dimenit kedua, suara dering ponsel membuatku melirik, itu James. Pria berusia kepala tiga itu kembali menelponku, sudah terhitung lima kali untuk malam ini aku memutar kedua bola mataku dan segera mengambil earphone di dasbor mobil dan memasang di telingaku.
“Stacey! Dimana kau?!”
“Damn it!” Aku memekik kaget ketika suara James menggema telinga, aku segera menjauhkan benda itu lalu kembali memasangnya. “James! Aku sedang dijalan, berhentilah menelpon dan mengganggu konsenterasiku.”
“Ribuan kali aku sudah mengatakan padamu untuk tidak menyetir sendiri, itu bahaya!”
“Tidak dengan ribuan kali, James. Kau mengatakan itu kurang dari 10 kali, jangan dilebih-lebihkan, tidak baik.”
“MISS. WALDERMAR!”
“That’s me, James, that’s my name,” gumamku seraya melirik kaca spion. “Aku akan sampai dalam 15 menit, jangan menelponku, aku mencintaimu, bye.”
“Hey—”
Aku segera memutuskan sambungan telepon itu lalu menarik earphone dan melempar benda itu ke samping sebelum James kembali bersuara. Aku kembali focus pada jalanan dan menambah kecepatan untuk cepat sampai mansion agar James tidak kehilangan pita suara karena aku terus membuat pria itu marah setiap hari.
Mataku melirik spion kemudian aku membelokkan stir ke kanan dengan kening berkerut, mengernyit bingung saat melihat mobil hitam yang berada di belakang dengan jarak yang sangat dekat. Aku menancap gas dan menjalankan mobilku lebih cepat untuk menghindari mobil yang persis di belakang.
“Kenapa mereka ugal-ugalan…”
Mataku melirik jam yang ada di lengan kiri menunjukkan pukul dua pagi, di mana jalanan tampak sepi karena sudah semakin malam dan aku hanya sendiri di dalam mobil. Ditambah baru-baru ini, ada seorang pria asing melemparkan batu ke arah mobilku saat aku baru saja keluar dari tempat pemotretan bersama James beberapa pekan lalu.
Saat polisi datang, mereka mengonfirmasi bahwa itu hanyalah tindakan dari penggemarku yang menggunakan cara apapun agar bisa menarik perhatianku. Aku tidak menaruh kecurigaan berlebih tetapi berikutnya, ada sebuah surat ancaman yang ditulis dengan tinta merah seperti darah.
“Stacey Welsh Waldermar.”
Ancaman tersebut bahkan menyebar pada nama dan identitas asliku.
Fokusku terbagi ketika aku kembali melirik kaca spion dan keningku kembali berkerut saat melihat mobil hitam itu kembali berada di belakang mobil bahkan hanya berjarak kurang dari lima meter dengan lampu begitu terang menusuk mataku.
“Di jam seperti ini?” aku menggeleng tidak percaya. “Kenapa mereka sangat menyeramkan?”
Aku tidak bisa melihat siapa orang yang ada di dalam sana karena kaca sangat gelap—aku memelankan laju mobil untuk melihat apakah mereka mengikutiku atau tidak. Aku terus melirik mobil di sampingku dan benar dugaanku mereka mengikutiku. Sial, brengsek! Kenapa kesialan selalu menghampiriku? Bahan bakar mobilku hampir mendekati habis, bagaimana jika tiba-tiba berhenti di tengah tengah? Aku bersumpah, ini kali pertamaku sangat takut menyetir mobil.
Mataku tak pernah lepas dari kaca spion dan terus menambah kecepatan. Mobil di belakangku pun ikut menambah kecepatan. Tanpa berpikir panjang, aku langsung membelokkan mobil tanpa menyalakan lampu sein dan saat itu juga aku bernapas lega karena mobil yang mengikutiku menghilang.
“Oh my God, James…”
Pintu gerbang terbuka otomatis lalu aku kembali menjalankan mobil masuk ke dalam pekarangan. Aku segera turun dari mobil dan mengambil beberapa barang belanjaan yang tadi aku beli bersama Alessandra dan membawa barang-barangnya tetapi langkah kakiku terhenti ketika mendengar seseorang memanggil namaku. Aku segera menoleh dan tersentak kaget hingga tubuhku terjatuh ke lantai marmer mansion saat menaiki tangga untuk masuk.
“Fuck!”
・༓☾ ☆ ☽༓・
“Aku sudah berulang kali mengatakan hal ini padamu, Stacey. Tapi kau selalu saja membantahku, ayolah, kali ini saja.”
Keningku berkerut. “Kenapa jadi kau yang marah? Aku hanya bertanya padamu bukan mendengar ocehanmu sejak aku bangun 30 menit yang lalu hanya karena pria sialan itu masuk ke dalam mansionku diam-diam. Ini bukan salahku sepenuhnya, sepanjang hari aku berada di luar, aku tidak sedang mengurus rumahku, James. Selama ini yang mengurus tempat sialan ini hanya kau dan Bakeer… dan Prescott, bukan—”
“Aku tidak pernah mempermasalahkanmu pergi keluar hingga larut malam jika kau bersama seseorang, Stacey. Yang aku permasalahkan disini adalah kau pergi sendiri tanpa ada seseorang yang mendampingimu hingga larut malam dan jika kemarin kau menuruti perintahku untuk tetap tinggal di mansion, paparazzi sialan itu tidak datang dan kau tidak akan terluka,” tunjuk James dengan tegas.
Aku mendengus pelan. “Jadi semua yang terjadi adalah salahku?”
“Ya,” sambung James.
Mataku beralih ke mata wanita cantik yang sejak tadi memperlihatkan pertengkaranku dengan James di mejaku. Dia bernama dr. Diana, dokter keluarga Waldermar, tentu dia mengenal baik keluargaku termasuk James karena wanita berusia hampir kepala lima itu berteman baik dengan ayahku—aku dan James sendiri sudah sangat mengenal keluarga dr. Diana begitupun sebaliknya, maka dari itu dr. Diana sudah terbiasa melihat pertengkaran kami.
“Apa kakiku baik-baik saja, dr. Diana?”
Wanita itu menarik napas lalu membuangnya seraya bangkit dan mendekat ke arahku dan duduk di sisi ranjangku. “Aku tidak percaya dengan kalian yang selalu bertengkar setiap hari, James. Stacey baru saja terkena musibah malam tadi dan kau memarahinya,” ucap dr. Diana. “Dan kau Stacey, lebih baik kau menuruti apa yang dikatakan James, ini bukan hanya untuknya tapi untukmu juga, jika semalam James tidak keluar, kita tidak tahu apa yang terjadi padamu,” lanjutnya.
“Lalu bagaimana dengan kakiku?”
“Kondisi kakimu baik-baik saja. Tidak ada yang patah, hanya terkilir tetapi kau membutuhkan istirahat yang cukup sampai kakimu benar-benar pulih.”
“Katakan pada gadis manja ini, Diana,” ketus James.
Wanita itu kembali tersenyum. “Aku sarankan untuk tetap di mansion hingga beberapa hari kedepan—”
“Dan aku sudah mengatur jadwalmu beberapa hari kedepan,” potong James dan berhasil membuatku terpejam sesaat dengan tangan yang mengepal. James hanya menahan tawanya. “Kau tetap disini, selagi aku mengantar Diana keluar,” peringat James kemudian mengantarkan dokter Diana keluar dari kamarnya menuju mobil milik wanita itu. Aku berdecak pelan dan menjatuhkan tubuhku di atas tumpukan bantal hingga sosok James kembali muncul dalam pandanganku.
“James, apa kata Diana? Maksudku, hari ini ada pemotretan—”
“Tidak ada pemotretan hari ini, aku sudah mengosongkan jadwalmu selama seminggu hari kedepan. Kau harus beristirahat selama seminggu hari itu,” cetus James.
“Apa kau bilang? Aku sudah terkontrak, James!”
“Diana mengatakan kalau kau perlu beristirahat cukup dan aku tidak mau kau sakit dan itu akan membuat Mr. Waldermar khawatir denganmu.”
“Bagaimana dengan pemotretanku?”
“Kesehatanmu lebih penting, Stacey. Jangan terus membuatku marah padamu.”
Aku berdecak kesal. “Pemotretan tidak akan membuatku mati, lagipula aku hanya perlu berdiri, aku tidak melakukan syuting film atau video musik.”
“Berhentilah berbicara, kau tetap di rumah.”
“Dasar keras kepala!”
“Hey! Mengacalah dulu sebelum kau berbicara, Stacey Waldermar! Semua yang terjadi adalah kesalahanmu termasuk kaki terkilirmu itu!” teriak James hingga pria itu menghilang dari balik pintu.
Aku mengusap wajahku dengan kasar lalu menurunkan kedua kakiku kemudian melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Dua puluh menit berlalu, aku menyelesaikan ritual tiap hariku dengan air dan beberapa produk untuk membersihkan tubuhku karena semalam aku tidak mandi. Aku mengenakan pakaian santai berwarna abu-abu dengan handuk yang masih menutupi rambut basahku seraya keluar dari kamar dan mendatangi James yang sedang berkutat di dapur membelakangiku, aku menarik kursi dan duduk sembari menopang wajah memandangi tubuh belakang James.
“Dimana sarapan pagiku?”
Selama seperkian detik setelah aku mengeluarkan suaraku, James berbalik memberikan segelas susu vanila hangat dan roti bakar yang diletakkan tepat di hadapanku.
“James, bagaimana kabar Dad?”
Sebelah alis James terangkat secara tiba-tiba. “Apa? Ada apa dengan ekspresi wajahmu?”
James mengangkat kedua bahu. “Tidak ada, hanya aneh saja tiba-tiba kau bertanya tentang ayahmu, kau tidak pernah seperti itu sebelumnya,” katanya.
Tentu James kaget, karena memang saat aku memutuskan pergi ke New York, aku dan ayahku sudah tidak berbicara lagi, aku tak pernah menghubungi ayahku sekalipun begitupun sebaliknya. Hanya James yang menjadi perantara pembicaraan antar kami berdua—hubunganku dan ayahku tidak baik jadi itulah mengapa James jadi orang ketiga untuk membuat kami berbicara walaupun tidak secara langsung.
“Bagaimana pun dia ayahku…” gumamku.
“Mr. Waldermar baik-baik saja, dia sedang berada di Spanyol dan kembali ke Canada bulan ini, kau mau bertemu dengannya? Aku akan membuat jadwal pertemuan kalian.”
“Dua wanita itu ikut?” tanyaku lalu menyuap makananku.
James menggeleng. “Mereka di mansion.”
Aku membulatkan bibirku berbentuk ‘O’ sebagai jawaban kemudian kembali melanjutkan sarapan pagiku sementara itu James terus memandangiku dari samping, tentu aku menyadarinya dari ujung mataku—aku menyesal bertanya tentang hal itu karena James mengubah posisi duduknya penuh menghadapku, memandangku dan pertanyaan itu akan kembali muncul dari bibirnya karena ini kali pertamaku menanyakan kabarnya setelah delapan tahun aku tidak bertanya tentangnya.
“Kau tidak ingin bertemu ayahmu?” tanya James.
Hening.
Aku sudah tidak bisa menghitung berapa banyak pertanyaan itu yang selalu dilontarkan James untukku, aku menggeleng. “Aku tidak akan datang kalau mereka masih bersama ayahku.”
James menegak minuman dan berkata. “Stacey, kau sudah dewasa, ini bukan saatnya kau seperti anak kecil yang merengek tidak dibelikan apa yang kau inginkan, kau paham?”
“Ya, aku tahu, James.”
James memegang tanganku. “Ayahmu selalu menanyakanmu, dia ingin kau datang ke mansion dan berbicara seperti dulu, dia merindukanmu Stacey, kau putri kandungnya.”
“Aku tidak akan datang kalau dia masih bersamanya, ya aku tau aku egois dan keras kepala, tapi kali ini saja, James…”
“Bagaimana kalau aku mengatur jadwalmu dan ayahmu untuk bertemu diluar?”
Aku terdiam dan menatapnya. “Kalaupun dia merindukanku, dan dia ingin bertemu denganku, dia akan datang atau menelponku untuk menanyakan kabarku, bukan lewat perantara sepertimu, paham?”
“Stacey sudah 4 tahun kau tidak bertatap muka dengannya, dia sangat merindukanmu.”
“Bilang padanya, aku tidak bisa. Aku sibuk sama sepertinya,” kataku dengan sedikit ketus lalu bangkit dan melenggang pergi menaiki tangga menuju kamarku.
・༓☾ ☆ ☽༓・
James Herbert POVDua minggu lebih sudah terlewat setelah kejadian seorang pria yang tidak bertanggung jawab masuk ke dalam mansion tengah malam—menjadi berita hangat dan membuat semua orang mengkhawatirkan keadaannya termasuk Alessandra dan Brad. Mereka datang beberapa hari yang lalu melihat keadaan Stacey yang saat itu mulai membaik—ternyata membutuhkan waktu lebih tidak seperti yang kami perkirakan tentang keadaan fisik Stacey untuk bisa berjalan lancar tanpa kesakitan.Pagi ini, aku kembali melakukan aktivitas seperti biasanya yaitu mempersiapkan perlengkapan Stacey untuk keperluan syutingnya setelah dua minggu tidak melakukan aktivitas yang berat.Stacey sudah kuanggap seperti adikku sendiri, kami memiliki perbedaan usia yang cukup jauh dan tentu aku sangat mengkhawatirkan gadis itu—Stacey adalah seenggok manusia yang tidak mengenal lelah, dia selalu pergi kemanapun, dia banyak bicara, dia tidak menyukai hanya duduk diam di mansion bermain ponselnya, dia suka berpesta, dia suka mi
Richard Bill POV Menemukan kediaman supermodel bernama Emily Lynch bukanlah bagian sulit dalam hidupku—tentu aku tahu siapa gadis itu, tentang siapa dia ada di dalam dunia ini, aku tahu itu dan hanya sekedar tahu, aku tidak mengaguminya atau mencari tentangnya di social media, aku tidak melakukan itu. Hidupku di dunia ini hanya bekerja, bekerja dan menunggu giliranku mati karena tertembak, mungkin kurang lebih seperti itu. Emily Lynch adalah seorang model dan aktris asal Amerika Serikat yang telah bergabung dengan agensi model terkemuka sejak usia 14 tahun. Pada tahun 2013, Emily melakukan debut runway-nya di Burberry, dan tahun berikutnya, 2014, menjadi tonggak penting dalam karier modelingnya, yang membawanya untuk berkolaborasi dengan berbagai rumah mode ternama.Selain berprofesi sebagai model, Emily Lynch juga memulai karir aktingnya dengan peran kecil dalam film pertama yang dirilis pada tahun 2016, yang diadaptasi dari sebuah novel romansa komedi terkenal. Pada tahun berikutny
Stacey Waldermar POV“Jadi, ceritakan padaku bagaimana pria seksi itu bisa menjadi pengawal pribadimu?”Aku mendongak ke atas, membuang napas panjang dan menunggu hingga cangkirku terisi penuh oleh kopi pahit. Aku tidak terbiasa dengan kopi pahit tapi dengan terpaksa aku membuatnya di pagi hari, aku tidak tahu jika siang nanti lambungku akan terasa perih karena kafein—aku melakukan ini karena sejak semalam, aku hanya tidur selama empat jam saja dan hari ini aku bekerja hingga malam jadi kuharap kopi ini akan membuatku bertahan hingga malam.Menyebalkan bukan?Aku mengambil cangkirku dan berbalik untuk melanjutkan sarapan pagiku dengan Alessandra yang sejak sepuluh menit yang lalu tak henti-hentinya memandangi pengawal baruku di luar sana dan bertanya dengan ribuan pertanyaan yang sama. “Kau belum menjawab pertanyaanku, Emily.”Aku meliriknya singkat. “James menyewa pengawal baru tanpa sepengetahuanku, dia bekerja sama dengan ayahku untuk ini,” gumamku sambil mengaduk-ngaduk sarapanku.
Richard Bill POV“Jadi, selama 4 bulan mereka mengirimkan surat ancaman ini kepada Stacey?”Aku membiarkan kedua mataku terpejam dan mengangguk dengan deheman kecil sebagai jawaban. “Mr. Waldermar tidak menceritakan ini padamu sebelum menawarkan pekerjaan ini padaku, Dad?” tanyaku, kedua mataku perlahan terbuka melihat Jon, dia ayahku sedang focus pada tulisan tangan yang ada di dalam surat tersebut dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya.Jon menggeleng. “Bakeer hanya bilang bahwa Stacey sedang menjadi incaran orang yang tak bertanggung jawab dan mencoba mengancamnya lalu aku merekomendasimu dalam pekerjaan ini, dia menerimanya,” jawabnya lalu menatapku kilas sebelum kembali membaca tulisan tangan itu.“Seharusnya kau bertanya padaku lebih dulu.”“Aku sudah bertanya padamu, kau bilang akan memikirkannya lagi jadi bagian itu sudah kuanggap kau menerima tawaran Bakeer untuk menjaga putrinya, bagaimana Stacey menurutmu? Dia gadis cantik bukan?”Aku mendengus. “Kenapa kau mendengu
Stacey Waldermar POVSuara dentuman music, alcohol dan asap rokok bercampur menjadi satu—ini sudah gelas keempatku dan aku bukanlah peminum, aku cepat mabuk dan aku sudah merasa bahwa aku tipsy saat ini. Aku duduk di depan bar dan banyaknya orang yang berjoget di belakangku mengikuti alunan music dengan segelas alcohol di tangan mereka. Aku tidak ingin berpesta, benar, aku hanya ingin duduk, menikmati minumanku dan melupakan kepenatan dalam hidupku, aku butuh beristirahat maka dari itu aku datang untuk minum.“Jadi pengawal seksi-mu tidak ikut?” Emma berteriak di telingaku saat music menggema dengan keras.Keningku berkerut, aku menggeleng. “Aku kabur, bagaimana kau tahu?” “Alessandra.”Aku memutar bola mataku, bukan Alessandra namanya jika tak selalu membahas pengawalku. Apa yang Alessandra kagumi dari sosok pria berkepala tiga itu? Bukankah itu hal gila? Hal apa yang menyenangkan dari pria irit bicara itu? Mungkin lebih sedikit menyenangkan jika Richard yang mengawal Alessandra dari
Richard Bill POVSuara jepretan itu mulai berirama.Aku mengembalikan perhatianku ke jalan tepat ketika mobil berhenti, aku keluar dan memeriksa keadaan sebelum aku benar-benar membuka pintunya. Stacey keluar dan suara itu berasal darinya, suara itu mulai terdengar bahkan ketika Prescott menghentikan mobilnya dan kilatan lampu juga suara jepretan dari kamera berirama memekak telingaku ketika dia keluar dari mobil. Mereka datang lebih dekat dan cepat untuk mengambil gambar terbaik Stacey yang mereka bisa dan mereka saling menyerbu membuat tubuhku juga terdorong.“Emily.”“Emily Lynch!”Langkahku terhenti—mereka sangat ribut hingga tiba-tiba seorang wanita terjatuh di hadapanku karena dorongan itu, aku segera menahan lengannya ketika Stacey hendak membantunya berdiri tetapi gadis itu tetap membantunya.“Apa kau baik-baik saja?” tanya Stacey.Wanita itu mengangguk. “Ya, aku baik-baik saja.”“Beri jalan!”Setiap bagian darinya dan gerakan kecil yang Stacey buat, mereka selalu mengambil ba
Richard Bill POVStacey Welsh Waldermar, satu-satunya orang yang menjadi mimpi burukku selama aku bekerja sebagai pengawal, dia bukan hanya seseorang yang menyebalkan tapi dia seseorang yang membuat kesabaranku teruji, dia selalu membuatku ingin marah setiap kali dia mengatakan tidak ketika aku mengatakan bahwa dia harus selalu berada di sampingku.Aku tidak tahu berapa kali dalam satu bulan dia mengunjungi bar dan setiap kali aku melarangnya untuk memasuki tempat itu, dia selalu memiliki cara agar masuk ke dalam sana dan bersikeras untuk datang, dia selalu membuat kita kembali bertengkar dan akulah yang harus mengalah untuk ini—aku tidak yakin jika aku bisa bertahan bersamanya hingga kontrakku habis.“Aku tidak akan lama di sini.” Dia melirikku kemudian dia turun dari kursinya dan berjalan melewatiku, baik, dia tidak minum tapi hanya mengambil barang dari temannya, Emma Williams, dia istri dari pemilik kelab yang sering didatangi Stacey dan tidak memiliki catatan criminal apapun term
Stacey Waldermar POVHubunganku dengan Stacey terbilang tidak baik sejak kami bertemu, kami menghabiskan berminggu-minggu bersama dengan suasana yang dingin dan dia membenci hal itu, dia membenciku karena aturan yang kubuat untuknya. Dia membenciku karena dia tidak menginginkanku dalam hidupnya karena dia takut jika aku seperti pengawal yang pernah melukainya dulu—jelas tidak, aku tidak menyentuh klienku jika tidak dalam keadaan mendesak, aku menghormati klienku, aku hanya professional dalam pekerjaanku untuk menjaganya tetap aman dan terkadang tidak nyaman.Aku memiliki kesepakatan dengan ayahnya, Bakeer Waldermar, untuk menjaga putri satu-satunya—kami belum dekat dan hal itu sedikit sulit untuk menjelaskan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dia lakukan selama dia berada di luar mansion.Aku mengalihkan pandanganku ke pergelangan tangan kiriku melihat jam sudah menunjukkan hampir tengah malam, aku melangkah keluar dari kamarku dan—tujuan pertamaku adalah lantai dua, mataku tertuj