Hari ini, Kaluna berniat menyelesaikan satu lukisan terakhir yang tersisa untuk acara pamerannya. Pekan ini, tepatnya hari Rabu, semua lukisan Kaluna harus sudah diangkut ke Galeri Seni Pratibha milik Cintya.Sepulangnya ia dari mengantar Damian berangkat sekolah, Kaluna berpesan pada Mbak Lala untuk menemani Lavanya bermain sampai Damian pulang nanti karena dirinya benar-benar harus fokus melukis.Menjelang siang, Sarah mengantarkan seteko limun dingin dan beberapa jenis cemilan sebagai pengganjal perut. Kalau Kaluna sedang serius nafsu makannya seolah hilang, kalau tidak diingatkan ia bisa tidak makan apapun seharian.Sepertinya kebiasaan Kaluna yang satu itu sering membuat Elvina khawatir dan akhirnya selalu menyuruh pelayan di rumah untuk mengantarkan minuman segar dan cemilan saat adiknya terlalu larut dalam pekerjaannya.Tugas itu sekarang menjadi tanggung jawab Sarah selaku orang yang diamanahi oleh Edgar untuk memastikan seluruh kebutuhan Kaluna t
Pintu kamar utama yang ditempati oleh Edgar terbuka perlahan. Pemandangan ruang kamar yang luas dan temaram menyambut Kaluna.Ragu-ragu Kaluna melangkah masuk. Ini pertama kalinya ia masuk ke area paling pribadi milik Edgar. Kaluna rasa dirinya yang dulu bahkan belum pernah memasuki kamar ini.Di luar bayangan, kamar utama ini terlihat seperti kamar pria dewasa pada umumnya, bukan kamar suami-istri kebanyakan. Interior kamar didominasi oleh warna putih dan abu-abu, memberikan kesan suram dan dingin.Kaluna menutup pintu dan berjalan mendekat ke arah ranjang besar di tengah ruangan. Ia yakin ranjang itu dua kali lipat besarnya dari ukuran ranjang di kamarnya.Dilihatnya Edgar sudah terbaring di sisi ranjang sebelah kiri. Kemeja kerjanya tak lagi melekat di badan, digantikan sebuah kaus abu-abu tipis. Edgar tidur dengan posisi badan tertelungkup, wajahnya nayris tenggelam di antara bantal dan lipatan lengannya.Dengan gerakan hati-hati Kaluna meletak
"Kalau gitu pertemuan kita selanjutnya langsung di lokasi pameran aja, ya," Cintya menyudahi diskusinya bersama Kaluna sambil menutup laptopnya."Lo bisa sekalian periksa persiapan pamerannya sama gue nanti di sana," lanjutnya sambil meneguk habis cortado coffe di cangkirnya."Okay," Kaluna mengangguk setuju dan mengikuti Cintya yang menghabiskan minumannya.Lain dengan Cintya yang sepertinya penggemar kopi sejati, Kaluna yang lebih suka teh atau minuman cokelat memilih memesan segelas teh masala chai dingin.Hari ini, sesuai dengan kesepakatannya dengan Cintya, Kaluna mengantar langsung lukisan-lukisannya yang sudah seratus persen rampung ke Galeri Seni Pratibha. Semua lukisan itu akan disimpan sementara sebelum pameran diselenggarakan.Selesai menaruh seluruh lukisan di ruang penyimpanan, Cintya mengajak Kaluna untuk melakukan meeting kecil di salah satu cafe berkonsep botanical garden yang hanya berjarak lima belas menit dari galeri.Setelah beberapa waktu berdiskusi, Kaluna dan Ci
Cklek. Edgar membuka pintu kamar anak sulungnya perlahan. Ia masuk dengan langkah pelan dan menutup kembali pintu kamar hati-hati. Di pinggir tempat tidur Damian, tampak Kaluna yang duduk setengah menyamping dan bersandar di kepala ranjang. Wanita itu terlelap dalam posisi duduk, tangan kanannya terkulai dekat kepala Damian, sepertinya ia jatuh tertidur saat sedang mengusap-usap kepala Damian. Edgar duduk di kursi kecil yang sebelumnya diduduki oleh Sarah. Kaki kursi yang pendek membuatnya cukup kesulitan untuk duduk karena badannya yang tinggi besar, kakinya bahkan harus tertekuk tinggi. Tapi Edgar tidak terlalu mempermasalahkannya. Dicondongkannya tubuhnya sedikit ke depan, mendekat pada Kaluna. Diraihnya tangan kiri sang wanita untuk digenggam. Edgar mengusap-usap punggung tangan Kaluna sambil menatap wajah pulas Damian dengan plester pereda demam yang menempel di dahinya. Kepala Kaluna bergerak kecil, matanya perlahan terbuka. Wajah Edgar yang tersenyum tipis menyambutnya. Kal
Kaluna akhirnya menuruti paksaan Edgar untuk tidur di kamarnya dan kembali menemani Damian sebelum anak itu terbangun esok pagi. Edgar berjanji akan membangunkan Kaluna sebelum matahari terbit.Malam itu tidur Kaluna sangat lelap, meski sebelumnya kepalanya penuh dengan banyak hal. Tubuhnya yang kelelahan membuat segala pikiran Kaluna lenyap saat kepalanya menyentuh bantal.Pukul enam pagi, beberapa saat sebelum matahari terbit, Edgar memenuhi janjinya untuk membangunkan Kaluna. Pria itu sebenarnya sudah masuk ke kamar Kaluna sejak tiga puluh menit yang lalu. Ia hanya duduk tenang di pinggir ranjang sambil mengamati wajah lelap Kaluna.Edgar berusaha menahan tangannya untuk tidak mendaratkan jari jemarinya di seluruh fitur wajah cantik itu. Alisnya yang rapi, bulu mata lentik, hidung mungil dan mancung, bibir tipis merah muda, serta permukaan kulit yang terlihat sangat lembut. Semuanya membuat Edgar terpesona.Sebelumnya Edgar tidak pernah benar-benar memperhatikan wajah Kaluna. Melih
Jantung Kaluna masih saja berdegup kencang saat mengingat beberapa waktu lalu dirinya terbangun di pelukan Edgar. Rasanya lebih mendebarkan karena wajah pria itu hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari wajahnya. Berbeda ketika mereka tidur bersama di kamar Edgar saat pria itu sakit, meski sama-sama bangun di pelukan Edgar, tapi wajah mereka tidak sejajar dan nyaris bersentuhan. Kalau Kaluna menggerakkan wajahnya sedikit saja, mungkin bibirnya sudah menempel di kulit pipi Edgar. Duh, mengingatnya wajah Kaluna jadi terasa panas. "Kamu tertular demam Damian?" tiba-tiba orang yang dipikirkan Kaluna sudah berdiri di sampingnya dan mengulurkan tangan untuk menyentuh dahinya. Untung saja Kaluna sudah selesai menyeduh teh dan tidak sedang membawa apapun di tangannya. Benda apapun yang ia genggam pasti akan langsung terjatuh, karena jantungnya saja serasa jatuh ke perut saat sosok Edgar tiba-tiba sudah berada di sampingnya. "Nggak panas, tapi kena
Malam sudah semakin larut, Kaluna baru keluar dari kamar mandi pukul setengah sepuluh. Makan malam yang lumayan terlambat membuat jam tidur Damian juga Lavanya mundur, Kaluna baru selesai menidurkan mereka saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.Sembari menunggu rambutnya setengah kering, Kaluna duduk di pinggir ranjangnya dan membuka kembali ponsel. Ia akan memeriksa isi link di aplikasi Notes yang sebelumnya tidak sempat dibuka.Kaluna membuka link paling atas, sebuah laman terbuka tanpa sandi. Kaluna menekan icon dokumen yang ada di sana, hanya ada satu folder di dalamnya. Saat dibuka, ada sekitar belasan file video berdurasi cukup panjang di dalamnya."Ini rekaman video CCTV, kah?" gumam Kaluna.Ia memutar satu video di urutan awal. Pemandangan kamar tidur Damian memenuhi layar ponselnya. Rupanya selama ini ada CCTV tersembunyi, atau mungkin semacam kamera pengawas anak tersembunyi di kamar Damian.Lima menit video berjalan tidak ada hal janggal atau aneh, Damian melakuka
Esoknya, setelah mengantar Damian ke sekolah dan memastikan Lavanya aman ditinggal bersama Mbak Lala, Kaluna mulai membongkar seluruh laci meja kerjanya dan meneliti setiap sudut rak buku maupun rak penyimpanan lainnya di kamar.Tidak hanya membongkar kamar, Kaluna juga memastikan seluruh tempat penyimpanan barang di studio lukisnya ia teliti. Laci-laci yang sebelumnya tidak pernah ia perhatikan benar-benar, kini ia amati isinya satu-persatu.Buku-buku catatan, buku-buku bacaan, bahkan sampai tumpukan buku sketsa yang jumlahnya puluhan Kaluna periksa satu demi satu. Ia tidak akan melewatkan satu detail pun terkait perlakuan Liliana pada kedua keponakannya selama ini.Hampir lima jam berkutat di kamar dan studio lukis, sampai melewatkan makan siangnya, usaha Kaluna cukup membuahkan hasil. Karena tidak sempat menjemput Damian, ia juga akhirnya meminta Mbak Mara untuk pergi bersama Pak Rudi untuk menjemput anak itu.Kaluna berhasil menemukan satu buku catatan kecil berisi rincian kejadia