Kaluna akhirnya menuruti paksaan Edgar untuk tidur di kamarnya dan kembali menemani Damian sebelum anak itu terbangun esok pagi. Edgar berjanji akan membangunkan Kaluna sebelum matahari terbit.Malam itu tidur Kaluna sangat lelap, meski sebelumnya kepalanya penuh dengan banyak hal. Tubuhnya yang kelelahan membuat segala pikiran Kaluna lenyap saat kepalanya menyentuh bantal.Pukul enam pagi, beberapa saat sebelum matahari terbit, Edgar memenuhi janjinya untuk membangunkan Kaluna. Pria itu sebenarnya sudah masuk ke kamar Kaluna sejak tiga puluh menit yang lalu. Ia hanya duduk tenang di pinggir ranjang sambil mengamati wajah lelap Kaluna.Edgar berusaha menahan tangannya untuk tidak mendaratkan jari jemarinya di seluruh fitur wajah cantik itu. Alisnya yang rapi, bulu mata lentik, hidung mungil dan mancung, bibir tipis merah muda, serta permukaan kulit yang terlihat sangat lembut. Semuanya membuat Edgar terpesona.Sebelumnya Edgar tidak pernah benar-benar memperhatikan wajah Kaluna. Melih
Jantung Kaluna masih saja berdegup kencang saat mengingat beberapa waktu lalu dirinya terbangun di pelukan Edgar. Rasanya lebih mendebarkan karena wajah pria itu hanya berjarak beberapa sentimeter saja dari wajahnya. Berbeda ketika mereka tidur bersama di kamar Edgar saat pria itu sakit, meski sama-sama bangun di pelukan Edgar, tapi wajah mereka tidak sejajar dan nyaris bersentuhan. Kalau Kaluna menggerakkan wajahnya sedikit saja, mungkin bibirnya sudah menempel di kulit pipi Edgar. Duh, mengingatnya wajah Kaluna jadi terasa panas. "Kamu tertular demam Damian?" tiba-tiba orang yang dipikirkan Kaluna sudah berdiri di sampingnya dan mengulurkan tangan untuk menyentuh dahinya. Untung saja Kaluna sudah selesai menyeduh teh dan tidak sedang membawa apapun di tangannya. Benda apapun yang ia genggam pasti akan langsung terjatuh, karena jantungnya saja serasa jatuh ke perut saat sosok Edgar tiba-tiba sudah berada di sampingnya. "Nggak panas, tapi kena
Malam sudah semakin larut, Kaluna baru keluar dari kamar mandi pukul setengah sepuluh. Makan malam yang lumayan terlambat membuat jam tidur Damian juga Lavanya mundur, Kaluna baru selesai menidurkan mereka saat jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.Sembari menunggu rambutnya setengah kering, Kaluna duduk di pinggir ranjangnya dan membuka kembali ponsel. Ia akan memeriksa isi link di aplikasi Notes yang sebelumnya tidak sempat dibuka.Kaluna membuka link paling atas, sebuah laman terbuka tanpa sandi. Kaluna menekan icon dokumen yang ada di sana, hanya ada satu folder di dalamnya. Saat dibuka, ada sekitar belasan file video berdurasi cukup panjang di dalamnya."Ini rekaman video CCTV, kah?" gumam Kaluna.Ia memutar satu video di urutan awal. Pemandangan kamar tidur Damian memenuhi layar ponselnya. Rupanya selama ini ada CCTV tersembunyi, atau mungkin semacam kamera pengawas anak tersembunyi di kamar Damian.Lima menit video berjalan tidak ada hal janggal atau aneh, Damian melakuka
Esoknya, setelah mengantar Damian ke sekolah dan memastikan Lavanya aman ditinggal bersama Mbak Lala, Kaluna mulai membongkar seluruh laci meja kerjanya dan meneliti setiap sudut rak buku maupun rak penyimpanan lainnya di kamar.Tidak hanya membongkar kamar, Kaluna juga memastikan seluruh tempat penyimpanan barang di studio lukisnya ia teliti. Laci-laci yang sebelumnya tidak pernah ia perhatikan benar-benar, kini ia amati isinya satu-persatu.Buku-buku catatan, buku-buku bacaan, bahkan sampai tumpukan buku sketsa yang jumlahnya puluhan Kaluna periksa satu demi satu. Ia tidak akan melewatkan satu detail pun terkait perlakuan Liliana pada kedua keponakannya selama ini.Hampir lima jam berkutat di kamar dan studio lukis, sampai melewatkan makan siangnya, usaha Kaluna cukup membuahkan hasil. Karena tidak sempat menjemput Damian, ia juga akhirnya meminta Mbak Mara untuk pergi bersama Pak Rudi untuk menjemput anak itu.Kaluna berhasil menemukan satu buku catatan kecil berisi rincian kejadia
Setelah penemuan 'luar biasa' Kaluna tempo hari, ia memutuskan untuk fokus memulihkan kondisi mental Damian dan Lavanya terlebih dulu. Urusan Liliana akan ia pikirkan lebih lanjut nanti, saat Kaluna sudah punya cukup bukti untuk menuntut gadis itu.Ya, Kaluna memutuskan untuk membawa seluruh tindakan Liliana yang telah dilakukan kepada kedua keponakannya ke jalur hukum. Sepertinya itu juga yang diinginkan Kaluna dulu, hanya saja ia lebih dulu pergi menyusul sang kakak tercinta dan menyerahkan sisanya pada Kaluna saat ini.Tadi pagi ia sudah sempat bertemu dengan Bu Asma, psikolog anak yang ia pilih untuk menangani masalah psikis Damian dan Lavanya dari klinik psikologi Lapsycare. Di pertemuan pertama tadi Kaluna memang memutuskan untuk datang sendiri terlebih dahulu.Kaluna menjelaskan tentang kondisi Damian dan Lavanya, menceritakan secara detail tentang perilaku yang selama ini diterima oleh mereka. Ia memastikan untuk menyampaikan semuanya dan tidak melewatkan detail sekecil apapun
Kaluna diam-diam mengirim pesan pada Sarah untuk datang ke taman samping rumah dan membawa Damian juga Lavanya pergi ke kamar masing-masing. Tidak sampai tiga menit Sarah datang dari arah dalam rumah.Asisten Kaluna itu menyenggol bahu Liliana yang masih berdiri di ambang pintu teras cukup keras. Tubuh Liliana yang tidak siap sedikit tersentak maju.Sarah hanya memberikan lirikan datar pada wajah tak terima Liliana dan melanjutkan jalan menghampiri nyonyanya."Abang sama Adek istirahat dulu, ya. Tidur dulu bentar, tadi Abang pulang langsung main, kan," Kaluna memberi pengertian saat Sarah berdiri di sisinya.Damian dan Lavanya menurut tanpa merengek sedikit pun. Keduanya meraih tangan Sarah dan pergi dari area taman.Saat melewati Liliana, Sarah tidak memberikan kesempatan sedikit pun pada gadis tersebut untuk menyapa tuan muda dan nonanya.Liliana menggeram sambil meremas kencang rok plisket yang ia kenakan. Berani sekali pelayan rendahan macam Sarah mengacuhkan dirinya dan bertindak
Kaluna memantapkan hati sekali lagi sebelum membuka mulutnya. "Ini tentang anak-anak dan... Liliana." Kaluna bisa merasakan suaranya sedikit bergetar dan wajah Edgar berubah menjadi lebih serius. Setelah menghembuskan napas dan menjilat bibir yang tiba-tiba terasa kering, Kaluna melanjutkan kata-katanya. "Aku rasa... anak-anak nggak nyaman sama kehadiran Liliana di sekitar mereka." Mendengar itu Edgar menatap Kaluna lekat-lekat, menelisik apakah ada kebohongan atau kepura-puraan di di mata sang wanita. Tapi yang ia temukan hanya sekelebat rasa takut dan resah. "Lanjutkan," pinta Edgar dengan ekspresi lebih lunak. "... aku mulai sadar waktu kita pergi ke festival bareng-bareng dan ketemu Liliana di sana," Kaluna memeriksa apakah ada perubahan ekspresi di wajah Edgar, tapi ternyata pria itu masih tenang dan mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut Kaluna. "Kamu boleh nggak percaya, Mas. Tapi aku bisa rasain tiap ka
Selesai berbicara dengan Kaluna, Edgar memutuskan kembali ke kantor untuk menemui Daniel. Ia harus mengkonfirmasi informasi yang baru saja didapatnya dari Kaluna tadi.Soal dirinya yang selama ini sering kali memberikan barang-barang branded pada Liliana.Karena hari sudah menjelang sore, Edgar butuh waktu lebih lama untuk tiba di kantor. Kemacetan ibu kota di jam pulang sekolah dan pulang kerja memang tidak bisa dihindari siapapun yang berkendara saat sore hari.Jam pulang kantor Edgar sendiri sebenarnya pukul lima sore, tapi biasanya masih banyak karyawan yang bercengkrama di kantin perusahaan, taman, atau rooftop sambil menunggu kemacetan kota mereda setelah matahari terbenam.Di tengah jalan, Edgar sudah mengabari Daniel agar asistennya itu menunggu di dalam kantornya. Edgar juga menyuruh Daniel agar seluruh karyawan yang bekerja langsung di bawah sang asisten agar tidak pulang lebih dulu.Tidak tahu saja Edgar, permintaannya tersebut membuat lima orang karyawan yang selama ini be