Lamaran berjalan lancar, selanjutnya menikmati hidangan yang telah di sediakan. Masakan prasmanan tersedia di meja.
Amelia mengantri mengambil beberapa lauk. Saat hendak mengambil beberapa makanan. Seseorang menepuk pundak Amelia dari samping. Temen Amelia saat smp. Ia sudah menikah punya anak dan menyapa Amelia.
"Amelia ya?!"
"Iya, Ya Allah Tina. Gimana kabarnya?"
"Alhamdulilah baik, Amel."
"Kamu udah menikah Amel?" Tanya Tina seneng bisa ketemu temen smp.
"Alhamdulilah, sudah." Jawab Amelia tersenyum ramah.
"Ko, bisa ada di sini?"
"Iya, Mbak putri sepupuku."
"Kamu udah punya anak belum, Amel?"
"Belum, minta doanya aja ya." ujar Amelia tersenyum.
"Iya, pasti itu," Tak sengaja Ibu mertua Amelia di belakang mereka.&
Ryan dan Amelia berkunjung ke orang tua Amelia. Mereka di sambut hangat. Tak terkecuali Ines, sang adik yang sudah lama merindukanya. "Gimana kabar Kakak?" Ines bergelayut manja di lengan kakaknya. "Baik, adiku sayang ...." ucap Amelia seraya mengusap rambut adik semata wayangnya. Mereka masuk ke dalam rumah. Mereka bercengkerama saling melepas kangen. Ines terus saja menempel pada kakaknya. Kadang filling seorang Ibu kuat terhadap anaknya. Amelia sedang ada masalah dengan Ibu mertuanya, Ibunya seolah merasakan. Ia memandangi putrinya lekat. "Apa kamu bahagia nak? Apa kamu tidak ada masalah dengan mertuamu?" Amelia menatap Ibunya sejenak. Tapi kemudian melanjutkan mengiris bawang merah. "Aku bahagia Bu, mertuaku juga alhamdulilah baik." ucap Amelia, menenangkan orang tua adalah tugasnya saat ini." "Semoga kau selalu bahagia nak,"
Clarisa termenung, menatap kosong didepanya. Perih mengiris hati Clarisa. Ia begitu menginginkan Ryan. Ryan yang tampan, juga bisa menghargai wanita. Tak seperti mantanya begitu mudahnya berselingkuh dengan sahabatnya. Ia menelungkup membasahi bantalnya dengan air mata. Menumpahkan rasa sakit hatinya. Clarisa seakan menyalahkan nasib buruk yang menimpanya.Mama Clarisa datang. Membawa sarapan pagi untuknya. Sentuhan Mamanya sangat berarti kali ini. Clarisa merasa tenang sesaat."Ada apa? Nggak ke rumah sakit? Tanya Mama."Libur Ma," Balas Clarisa menyembunyikan wajahnya.Mamanya duduk di pinggir Bednya. Ia tau anaknya lagi menangis."Nggak mau cerita sama Mama?" Clarisa sekarang lebih pendiam sejak papanya meninggal satu tahun yang lalu.Kemudian Clarisa duduk bersandar. Mengusap air matanya."Kenapa aku tak
Sepulang dari dokter kandungan Ryan dan Amelia, mampir ke sebuah Restorant padang di Singapore. Tak sengaja Ryan menangkap sosok Nina sedang makan siang bersama laki- laki bule. Nina menikmati makan siang kadang di selingi canda tawa. Di sebelah kirinya ada anak kecil cantik umur lima tahun. Ryan terpaku sejenak. Ini alasan meninggalkan dirinya? Batin Ryan." Sayang, kamu liatin siapa?" Tanya Amelia penasaran."Di samping meja kita, pake dres pendek warna cream, dia mantan aku," ucap Ryan lirih."Deg," Amelia terdiam. Tak pernah Ryan menceritakan tentang masa lalu Perasaan cemburu mengelayut hati. Tak sengaja tatapan mereka bertemu. Ryan tersenyum pada Nina. Nina menganguk di iringi salah tingkah.'Ya Allah, kalau ini ujian. Kuatkan hamba.' Batin Amelia sambil memejamkan mata. Ryan melirik Amelia penuh arti, ia tau
Amelia memeluk pinggang suaminya erat, cuaca dingin membuatnya enggan bangun. Tapi bunyi perut memanggil minta di isi. "Kau lapar sayang?" Tanya Ryan. "Heem," tapi Amelia malah mengeratkan pelukanya di pinggang suaminya. Sepertinya tubuhnya merasa ingin di manja suaminya. "Baiklah, aku kan masak sarapan pagi untukmu." ucap Ryan mengecup puncuk kepala Amelia. Terpaksa ia lepaskan pelukanya dan membiarkan suaminya beranjak. Sesekali di layani suami bolehkan? Pikir Amelia. Ryan beranjak menuju dapur, membuka kulkas. Di dalam masih ada sayuran juga bakso. Terlintas dalam benak Ryan membuat Mie goreng. Bahan- bahan ia racik. Tak butuh waktu satu jam, mie goreng terhidang di meja. Aroma mie goreng mengocok perut Amelia membuatnya ia semakin lapar. Tapi sebelum sarapan ia mandi dulu. Mereka menikmati sarapan bersama. Mentari mulai menampakan sinarnya, menghangatkan
Ada suara ketukan pintu dari luar, Amelia melangkah menuju pintu. Di bukanya pintu ada amplop warna coklat tergeletak di bawah pintu. Kening Amelia terhenyit. Siapa yang meletakan di sini? Apa ini punya Mas Ryan? Gumam Amelia dalam hati. Ia segera mengambil hp dan menghubungi suaminya. "Mas Ryan, ada amlop coklat di depan pintu. Apa ini berkas kantor?" "Sebentar, aku periksa berkas," ucap Ryan sambil tangan kirinya meneliti berkas di meja kantornya. "Nggak ko , udah ya sayang, sebentar lagi mau meeting dulu sama klien." ucap Ryan kemudian menutup teleponya. Sekertaris udah menunggu untuk meeting dengan klien dari Vietnam. "Hemmm, lagi sibuk ya," gumam Amelia kemudian meletakan hpnya di sofa tempat dirinya duduk. Ia memegangi amlop coklat di tanganya. Tak ada pengirimnya. Tapi Alamatnya tertuju padanya.
Ryan menagkup wajah istrinya, tak tau gerangan apa yang membuatnya menangis. "Mas Ryan makan dulu, ada yang ingin aku tanyakan?" Amelia menyodorkan nasi beserta lauknya. "Mas, tak selera makan sayang, Ada apa matamu sembab seperti habis menangis?" ucap Ryan memegang jemari istrinya. "Mas Ryan, masih mencintaiku kan, walau aku belum bisa memberikan keturunan?" Ryan makin tak mengerti ucapan istrinya, ia mengusap wajahnya sendiri. "Amelia, istriku sayang, kamu kenapa? Ada yang mengangu pikiranmu? Cerita ama mas. sayang," Ryan merangkul Amelia menuju ruang tengah. Mereka duduk berdampingan di sofa. Mata Ryan menangkap amlop yang tadi pagi di tanyakan padanya. Ryan membuka Amlop. Betapa terkejutnya Ryan, saat melihat foto- foto di tanganya. Pasti ini yang membuat Amelia menangis. "Ini foto dari mana? Siapa yang mengi
Lia diam saja tak menghiraukan protes anaknya. Ryan di buat dongkol akan rencana Ibunya. 'Huuh, Ibu ada- ada aja memanggil Tania batin Ryan sewot. Ryan konsentrasi Nyetir, Mamanya fokus melihat jalanan, tak menghiraukan emosi anaknya. Merasa menyesal tak mengajak Amelia bersamanya. Mereka sampai di rumah, Mang ujang udah membukakan pintu gerbang. Tak lupa menyapa kedua majikanya. Ternyata Tania sudah ada di teras depan menunggu sedari tadi. 'Busyet gercep amat datangnya' batin Ryan. "Hallo Tante Lia, sakit apa?" Sapa Tania lebay dan melirik Ryan. Ryan tak ingin memandang tania. Tingkahnya membuat dia eneg, melanjutkan langkah menuju kekamar. "Kenapa Ryan ketus amat, Tante?" "Biarinlah jangan pedulikan dia," balas Lia. "Gimana jalankan aksi kita malam ini?" "Sabar dulu Tania sayang, Tante ben
Tania gelisah tidur di samping Lia, tapi Lia sudah terlelap dalam mimpi indahnya. Mata tak bisa terpejam, padahal waktu sudah menunjukan pukul sebelas malam. Ia beranjak dari tidurnya. Ingin membangunkan tubuh Lia menemani rencana malam ini, tapi tak tega. Tapi di dalam hatinya ia membulatkan tekad menjalankan rencana malam ini. 'Aku tak boleh gagal, harus berhasil malam ini' batin Tania. Segera beranjak menyingkap selimutnya. Ia turun ke bawah. Masih ada suara televisi menyala. Tania berjalan menyusuri tangga. Melihat dari dekat, siapa gerangan yang masih nonton tv. Ryan yang sedang menikmati acara bola. Pertandingan MU dan Arsenal. 'Ini kesempatan bagus' batin Tania. "Hai Mas Ryan, mau ku temani? Sapa Tania bersikap seramah mungkin serta senyum tak lepas dari bibirnya. Ryan mendongak mendengarkan sumber suara. Tapi matanya segera mengalihkan panda