Amelia tertidur dalam dekapan Ryan, ia menyibakan rambutnya kebelakang. Wajah tenang nan polos, ia menikmati kecantikan alami istrinya.
'Tak ku ijinkan siapapun menyakiti dirimu.' Gumam Ryan sambil mengelus pipi Amelia. Ia membopong istrinya ke kamar dan menutupi tubuhnya dengan selimut. Ryan geram pada Tania. Ingin membuat pelajaran untuk Tania. Ryan mengeluarkan mobilnya menuju rumah Tania.
Ting tong.
Ryan memencet Bel. Yang keluar menemuinya Ibunya Tania.
"Selamat malam Tante."
"Ada apa Nak Ryan, ada hal pentingkah dari Ibumu. Sampai malam- malam harus ke sini?"
"Ya penting Tante, aku kepingin ketemu dengan Tania." Ucap Ryan datar.
"Tapi Tania udah tidur , gimana kalau besok aja."
Ryan menengok jam di tanganya menunjukan jam sembilan malam.
'Ternyata sudah malam.' Batin Ryan.
Geram pada Tania hingga tak sadar ud
Amelia pulang dari Rumah sakit, ia mengajukan pengunduran diri. Untung kepala rumah sakit langsung menyetujuinya. Amelia duduk di sofa sambil menyandarkan kepalanya. Ia memikirkan omongan temen mertuanya semalam.Ryan datang, ia juga dari kampus. Mengabarkan pada kakaknya Sementara tidak mengajar. Univertas itu milik keluarga Ryan dan kakaknya yang menghandlenya."Sayang kenapa, ada yang di pikirkan? Kepikiran semalem?Amelia menganguk tanpa mengeluarkan kata."Sayang, jangan di dengerin omongan temen Mama semalem" ucap Ryan mengengam tangan Amelia.Amelia menatap wajah suaminya sendu."Anak itu rejeki, kita harus sabar dan berusaha."Amelia menganguk mendengar ucapan suamunya. Dirinya juga menginginkan buah hati tumbuh di rahimnya."Iya." Amelia menjawab singkat."Sayang, nanti kita periksa ya ...."
Senyum merekah Clarisa saat di hadapan Lina. Berharap rencanaya berhasil memisahkan Amelia dan Ryan. Tak hanya Tania, Clarisa pun ingin memilikinya."Selamat siang Tante ...." Sapa Clarisa sopan."Iya siang, Maaf kamu siapa?""Aku Clarisa Tante, mantan muridnya Pak Ryan.""Ooh ...."Mereka berdua terlihat ngobrol akrab, di tengah obrolan Clarisa menunjukan foto Amelia makan siang bersama laki laki lain ketika di rumah sakit.Lina geram, bertambah kebencianya pada Amelia."Dari dulu, aku sudah tak setuju Ryan menikahi anak kampung itu, Dia ternyata tak sepolos yang ku kira. Dasar wanita jalang!"Sumpah serapah keluar dari mulut Lina. Clarisa tersenyum devil, ternyata Mertuanya membenci Amelia. Merasa usahanya akan berhasil, ia ingin pulang. Tapi Lina menahanya sebentar."Tante, saya permisi dulu."
Amelia terdiam sejenak melihat Foto di hp suaminya. "Ini tak seperti yang kau pikirkan, sayang." Kata Amelia menatap suaminya lekat."Dia temanku saat sma, kebetulan dia juga dokter di situ.""Sayang, percayalah aku mencintaimu. Tak mungkin ku menduakanmu. Aku tau Mama tak menyukaiku dan berusaha memisahkan kita. Tapi aku tak putus asa, moga berjalanya waktu Mama akan menerimaku." kata Amelia kemudian meninggalkan suaminya masih duduk di sofa.Amelia melangkah menuju kamar. Sesak di dada ingin ia tumpahkan bersama bantal. Ryan menyusul istrinya ke kamar. Ia menarik tubuh Amelia ke dalam dekapanya. Tumpah air mata Amelia di dada bidang Ryan. Ryan mengusap kepala Amelia. Seharusnya ia tak mudah terhasut omongan Ibunya."Maafkan aku, sayang," ucap Ryan menenangkan istrinya."Sekali lagi, Maafkan aku," Ryan mengucapkan kata Maaf berulangkali, merasa bersalah menuduhnya berselingkuh. Dari lubuk hati ya
Ryan merangkulkan tanganya di pundak Amelia. Mereka jalan - jalan sore di sekitaran Marina Bay. Air terpancar dari patung singa. Sesekali foto selfi bersama. Mengabadikan kenangan mereka berdua saat ini. Ryan memandang lega wajah istrinya tampak bersinar. Menampilkan sisi meronanya membuatnya semakin cantik di mata Ryan.Jalan- jalan mereka berakhir foodtruck es krim turkey. Sesekali Amelia senyum simpul karena ulah pedagang memainkan es krimnya. Ryan lega istrinya bisa tersenyum. Saat ini ia hanya ingin membuatnya bahagia, itu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Ryan.Es krim di tangan, mereka menikmatinya duduk tak jauh dari foodtruck. Tak terasa waktu maghrib menyapa. Mereka segera menghabiskan es krimnya dan menuju masjid.
Amelia dan Ryan packing sekedarnya. Mereka akan pulang ke Indonesia. Ada acara Tunangan kakaknya. Kakak di kenalkan oleh gadis pilihan Mama, Yang sesuai kriteria Mama. Gadis cantik anak orang kaya. Mama sangat mengagungkan putri di hadapan Ryan. Ryan hanya mendengarkan kala Mama selalu ngomongin itu.Perjalanan ke Singapore - Indonesia memakan waktu satu jam. Akhirnya mereka sampai di Bandara. Segera menuju parkiran mencari taksi. Beruntung segera mendapatkan. Mereka di sambut Ayahnya Ryan. Sedang Lina biasa sangat cuek, hanya menyapa Ryan saja.Amelia langsung ke kamar Ryan membawa koper, dia mandi. Lina menyuruh Bibi untuk memanggil Amelia."Bi, panggilkan Amelia, suruh bantu bungkusin hantaran. Mertua lagi sibuk malah di kamar aja!""Mungkin Mbak, Amel sibuk. Bu!"
Lamaran berjalan lancar, selanjutnya menikmati hidangan yang telah di sediakan. Masakan prasmanan tersedia di meja.Amelia mengantri mengambil beberapa lauk. Saat hendak mengambil beberapa makanan. Seseorang menepuk pundak Amelia dari samping. Temen Amelia saat smp. Ia sudah menikah punya anak dan menyapa Amelia."Amelia ya?!""Iya, Ya Allah Tina. Gimana kabarnya?""Alhamdulilah baik, Amel.""Kamu udah menikah Amel?" Tanya Tina seneng bisa ketemu temen smp."Alhamdulilah, sudah." Jawab Amelia tersenyum ramah."Ko, bisa ada di sini?""Iya, Mbak putri sepupuku.""Kamu udah punya anak belum, Amel?""Belum, minta doanya aja ya." ujar Amelia tersenyum."Iya, pasti itu," Tak sengaja Ibu mertua Amelia di belakang mereka.&
Ryan dan Amelia berkunjung ke orang tua Amelia. Mereka di sambut hangat. Tak terkecuali Ines, sang adik yang sudah lama merindukanya. "Gimana kabar Kakak?" Ines bergelayut manja di lengan kakaknya. "Baik, adiku sayang ...." ucap Amelia seraya mengusap rambut adik semata wayangnya. Mereka masuk ke dalam rumah. Mereka bercengkerama saling melepas kangen. Ines terus saja menempel pada kakaknya. Kadang filling seorang Ibu kuat terhadap anaknya. Amelia sedang ada masalah dengan Ibu mertuanya, Ibunya seolah merasakan. Ia memandangi putrinya lekat. "Apa kamu bahagia nak? Apa kamu tidak ada masalah dengan mertuamu?" Amelia menatap Ibunya sejenak. Tapi kemudian melanjutkan mengiris bawang merah. "Aku bahagia Bu, mertuaku juga alhamdulilah baik." ucap Amelia, menenangkan orang tua adalah tugasnya saat ini." "Semoga kau selalu bahagia nak,"
Clarisa termenung, menatap kosong didepanya. Perih mengiris hati Clarisa. Ia begitu menginginkan Ryan. Ryan yang tampan, juga bisa menghargai wanita. Tak seperti mantanya begitu mudahnya berselingkuh dengan sahabatnya. Ia menelungkup membasahi bantalnya dengan air mata. Menumpahkan rasa sakit hatinya. Clarisa seakan menyalahkan nasib buruk yang menimpanya.Mama Clarisa datang. Membawa sarapan pagi untuknya. Sentuhan Mamanya sangat berarti kali ini. Clarisa merasa tenang sesaat."Ada apa? Nggak ke rumah sakit? Tanya Mama."Libur Ma," Balas Clarisa menyembunyikan wajahnya.Mamanya duduk di pinggir Bednya. Ia tau anaknya lagi menangis."Nggak mau cerita sama Mama?" Clarisa sekarang lebih pendiam sejak papanya meninggal satu tahun yang lalu.Kemudian Clarisa duduk bersandar. Mengusap air matanya."Kenapa aku tak