Amelia terdiam sejenak melihat Foto di hp suaminya. "Ini tak seperti yang kau pikirkan, sayang." Kata Amelia menatap suaminya lekat.
"Dia temanku saat sma, kebetulan dia juga dokter di situ."
"Sayang, percayalah aku mencintaimu. Tak mungkin ku menduakanmu. Aku tau Mama tak menyukaiku dan berusaha memisahkan kita. Tapi aku tak putus asa, moga berjalanya waktu Mama akan menerimaku." kata Amelia kemudian meninggalkan suaminya masih duduk di sofa.
Amelia melangkah menuju kamar. Sesak di dada ingin ia tumpahkan bersama bantal. Ryan menyusul istrinya ke kamar. Ia menarik tubuh Amelia ke dalam dekapanya. Tumpah air mata Amelia di dada bidang Ryan. Ryan mengusap kepala Amelia. Seharusnya ia tak mudah terhasut omongan Ibunya.
"Maafkan aku, sayang," ucap Ryan menenangkan istrinya.
"Sekali lagi, Maafkan aku," Ryan mengucapkan kata Maaf berulangkali, merasa bersalah menuduhnya berselingkuh. Dari lubuk hati ya
Ryan merangkulkan tanganya di pundak Amelia. Mereka jalan - jalan sore di sekitaran Marina Bay. Air terpancar dari patung singa. Sesekali foto selfi bersama. Mengabadikan kenangan mereka berdua saat ini. Ryan memandang lega wajah istrinya tampak bersinar. Menampilkan sisi meronanya membuatnya semakin cantik di mata Ryan.Jalan- jalan mereka berakhir foodtruck es krim turkey. Sesekali Amelia senyum simpul karena ulah pedagang memainkan es krimnya. Ryan lega istrinya bisa tersenyum. Saat ini ia hanya ingin membuatnya bahagia, itu merupakan kebahagiaan tersendiri bagi Ryan.Es krim di tangan, mereka menikmatinya duduk tak jauh dari foodtruck. Tak terasa waktu maghrib menyapa. Mereka segera menghabiskan es krimnya dan menuju masjid.
Amelia dan Ryan packing sekedarnya. Mereka akan pulang ke Indonesia. Ada acara Tunangan kakaknya. Kakak di kenalkan oleh gadis pilihan Mama, Yang sesuai kriteria Mama. Gadis cantik anak orang kaya. Mama sangat mengagungkan putri di hadapan Ryan. Ryan hanya mendengarkan kala Mama selalu ngomongin itu.Perjalanan ke Singapore - Indonesia memakan waktu satu jam. Akhirnya mereka sampai di Bandara. Segera menuju parkiran mencari taksi. Beruntung segera mendapatkan. Mereka di sambut Ayahnya Ryan. Sedang Lina biasa sangat cuek, hanya menyapa Ryan saja.Amelia langsung ke kamar Ryan membawa koper, dia mandi. Lina menyuruh Bibi untuk memanggil Amelia."Bi, panggilkan Amelia, suruh bantu bungkusin hantaran. Mertua lagi sibuk malah di kamar aja!""Mungkin Mbak, Amel sibuk. Bu!"
Lamaran berjalan lancar, selanjutnya menikmati hidangan yang telah di sediakan. Masakan prasmanan tersedia di meja.Amelia mengantri mengambil beberapa lauk. Saat hendak mengambil beberapa makanan. Seseorang menepuk pundak Amelia dari samping. Temen Amelia saat smp. Ia sudah menikah punya anak dan menyapa Amelia."Amelia ya?!""Iya, Ya Allah Tina. Gimana kabarnya?""Alhamdulilah baik, Amel.""Kamu udah menikah Amel?" Tanya Tina seneng bisa ketemu temen smp."Alhamdulilah, sudah." Jawab Amelia tersenyum ramah."Ko, bisa ada di sini?""Iya, Mbak putri sepupuku.""Kamu udah punya anak belum, Amel?""Belum, minta doanya aja ya." ujar Amelia tersenyum."Iya, pasti itu," Tak sengaja Ibu mertua Amelia di belakang mereka.&
Ryan dan Amelia berkunjung ke orang tua Amelia. Mereka di sambut hangat. Tak terkecuali Ines, sang adik yang sudah lama merindukanya. "Gimana kabar Kakak?" Ines bergelayut manja di lengan kakaknya. "Baik, adiku sayang ...." ucap Amelia seraya mengusap rambut adik semata wayangnya. Mereka masuk ke dalam rumah. Mereka bercengkerama saling melepas kangen. Ines terus saja menempel pada kakaknya. Kadang filling seorang Ibu kuat terhadap anaknya. Amelia sedang ada masalah dengan Ibu mertuanya, Ibunya seolah merasakan. Ia memandangi putrinya lekat. "Apa kamu bahagia nak? Apa kamu tidak ada masalah dengan mertuamu?" Amelia menatap Ibunya sejenak. Tapi kemudian melanjutkan mengiris bawang merah. "Aku bahagia Bu, mertuaku juga alhamdulilah baik." ucap Amelia, menenangkan orang tua adalah tugasnya saat ini." "Semoga kau selalu bahagia nak,"
Clarisa termenung, menatap kosong didepanya. Perih mengiris hati Clarisa. Ia begitu menginginkan Ryan. Ryan yang tampan, juga bisa menghargai wanita. Tak seperti mantanya begitu mudahnya berselingkuh dengan sahabatnya. Ia menelungkup membasahi bantalnya dengan air mata. Menumpahkan rasa sakit hatinya. Clarisa seakan menyalahkan nasib buruk yang menimpanya.Mama Clarisa datang. Membawa sarapan pagi untuknya. Sentuhan Mamanya sangat berarti kali ini. Clarisa merasa tenang sesaat."Ada apa? Nggak ke rumah sakit? Tanya Mama."Libur Ma," Balas Clarisa menyembunyikan wajahnya.Mamanya duduk di pinggir Bednya. Ia tau anaknya lagi menangis."Nggak mau cerita sama Mama?" Clarisa sekarang lebih pendiam sejak papanya meninggal satu tahun yang lalu.Kemudian Clarisa duduk bersandar. Mengusap air matanya."Kenapa aku tak
Sepulang dari dokter kandungan Ryan dan Amelia, mampir ke sebuah Restorant padang di Singapore. Tak sengaja Ryan menangkap sosok Nina sedang makan siang bersama laki- laki bule. Nina menikmati makan siang kadang di selingi canda tawa. Di sebelah kirinya ada anak kecil cantik umur lima tahun. Ryan terpaku sejenak. Ini alasan meninggalkan dirinya? Batin Ryan." Sayang, kamu liatin siapa?" Tanya Amelia penasaran."Di samping meja kita, pake dres pendek warna cream, dia mantan aku," ucap Ryan lirih."Deg," Amelia terdiam. Tak pernah Ryan menceritakan tentang masa lalu Perasaan cemburu mengelayut hati. Tak sengaja tatapan mereka bertemu. Ryan tersenyum pada Nina. Nina menganguk di iringi salah tingkah.'Ya Allah, kalau ini ujian. Kuatkan hamba.' Batin Amelia sambil memejamkan mata. Ryan melirik Amelia penuh arti, ia tau
Amelia memeluk pinggang suaminya erat, cuaca dingin membuatnya enggan bangun. Tapi bunyi perut memanggil minta di isi. "Kau lapar sayang?" Tanya Ryan. "Heem," tapi Amelia malah mengeratkan pelukanya di pinggang suaminya. Sepertinya tubuhnya merasa ingin di manja suaminya. "Baiklah, aku kan masak sarapan pagi untukmu." ucap Ryan mengecup puncuk kepala Amelia. Terpaksa ia lepaskan pelukanya dan membiarkan suaminya beranjak. Sesekali di layani suami bolehkan? Pikir Amelia. Ryan beranjak menuju dapur, membuka kulkas. Di dalam masih ada sayuran juga bakso. Terlintas dalam benak Ryan membuat Mie goreng. Bahan- bahan ia racik. Tak butuh waktu satu jam, mie goreng terhidang di meja. Aroma mie goreng mengocok perut Amelia membuatnya ia semakin lapar. Tapi sebelum sarapan ia mandi dulu. Mereka menikmati sarapan bersama. Mentari mulai menampakan sinarnya, menghangatkan
Ada suara ketukan pintu dari luar, Amelia melangkah menuju pintu. Di bukanya pintu ada amplop warna coklat tergeletak di bawah pintu. Kening Amelia terhenyit. Siapa yang meletakan di sini? Apa ini punya Mas Ryan? Gumam Amelia dalam hati. Ia segera mengambil hp dan menghubungi suaminya. "Mas Ryan, ada amlop coklat di depan pintu. Apa ini berkas kantor?" "Sebentar, aku periksa berkas," ucap Ryan sambil tangan kirinya meneliti berkas di meja kantornya. "Nggak ko , udah ya sayang, sebentar lagi mau meeting dulu sama klien." ucap Ryan kemudian menutup teleponya. Sekertaris udah menunggu untuk meeting dengan klien dari Vietnam. "Hemmm, lagi sibuk ya," gumam Amelia kemudian meletakan hpnya di sofa tempat dirinya duduk. Ia memegangi amlop coklat di tanganya. Tak ada pengirimnya. Tapi Alamatnya tertuju padanya.