Setelah putus cinta karena diselingkuhi sang mantan kekasih, Aruna memilih menghapus kesedihannya dengan pergi ke klub malam. Di sana ia bertemu dengan seorang pria yang terus menggodanya hingga Aruna luluh dan menghabiskan malam dengan pria itu. Namun keesokan harinya, Aruna hampir terkena serangan jantung saat mengetahui bahwa pria itu adalah presiden direktur baru di kantornya. Lebih parahnya lagi, tiba-tiba saja pria itu mengajaknya untuk menikah.
View MoreSenja mulai merayap perlahan, menggantikan cahaya matahari yang tadi menghangatkan ruangan. Lampu-lampu apartemen menyala lembut saat pintu utama terbuka dan suara langkah kaki Baskara terdengar memasuki apartemen. Aruna, yang sedari tadi menunggu di ruang tamu dengan secangkir teh yang sudah dingin di tangan, segera berdiri dan menyambut sang suami seperti biasa.“Capek, ya?” tanya Aruna sambil mengambil jas yang dikenakan Baskara.Baskara tersenyum kecil, lalu mengecup kening istrinya. “Tidak juga. Aku hanya ingin cepat pulang dan bertemu kamu.”Aruna terkekeh pelan, meski nada tawanya terdengar hampa. Ia berusaha bersikap seperti biasa dengan menyiapkan minuman, bertanya soal pekerjaan, dan menemani Baskara makan malam. Tapi pikirannya tidak pernah benar-benar fokus. Matanya sering melirik ke arah pintu. Tangannya kadang gemetar ringan saat mengambil sendok atau gelas.Baskara menyadarinya, tapi belum berkomentar. Sampai akhirnya mereka duduk berdua di sofa setelah makan, dan pria
Pagi itu, cahaya matahari yang hangat menyusup masuk lewat celah tirai kamar, menyorot lembut ke arah tempat tidur yang masih berantakan. Di sisi ranjang, Aruna duduk bersandar dengan selimut membungkus tubuhnya, rambutnya sedikit kusut namun wajahnya berseri. Di hadapannya, Baskara tengah mengenakan jasnya, bersiap untuk berangkat kerja.“Kenapa kamu tidak membangunkanku? Aku belum menyiapkan sarapan karena terlambat bangun,” gerutu Aruna, suaranya masih serak karena baru bangun.Tidurnya terlalu nyenyak hingga ia tidak menyadari hari sudah pagi. Ia bahkan tidak menyadari gerak-gerik Baskara yang pasti mengeluarkan suara-suara saat bersiap-siap. Apa yang terjadi semalam benar-benar membuat Aruna lelah dan hatinya penuh hingga tidur lelap.Baskara menoleh, lalu tersenyum kecil. Aruna perlahan mulai terbiasa dengan senyum sang pria yang hanya muncul untuk dirinya. Ia melangkah mendekat dan duduk di tepi ranjang, tangannya menyentuh pipi istrinya dengan lembut.“Kamu tidur nyenyak sekal
Ciuman mereka tidak lagi sekadar sentuhan bibir. Ada hasrat yang tertahan terlalu lama, ada gairah yang meronta untuk dilepaskan. Baskara mendekap Aruna erat, seolah ingin menyatu, bukan hanya tubuhnya, tapi juga hati dan luka-luka yang selama ini mereka simpan dalam diam.Baskara menatap Aruna sejenak, seolah meminta izin, memastikan bahwa ini adalah keinginan mereka berdua. Saat Aruna mengangguk pelan, dengan mata yang berkaca, ia tahu tidak ada lagi yang perlu diragukan.Dengan satu gerakan lembut namun tegas, Baskara mengangkat Aruna ke dalam gendongannya dan membawanya ke kamar. Cahaya temaram lampu tidur menyinari kulit mereka, menciptakan bayang-bayang yang seolah ikut menyaksikan malam yang menjadi momen penting bagi dua insan itu.Begitu Aruna berada di atas ranjang, Baskara bergabung di sana. Tubuhnya bera
Wajah Baskara maju satu jengkal, menghapus jarak di antara mereka. Napasnya terdengar pelan, dalam, lalu mendadak ia menarik tubuh Aruna ke arahnya dan mencium bibir sang gadis. Ciumannya tidak tergesa, tapi cukup untuk membuat Aruna terhuyung karena tidak siap. Ada kegelisahan yang tersalur lewat sentuhan bibirnya.Aruna yang sempat terkejut perlahan mulai menerima pagutan suaminya. Hatinya ikut larut, meski kepala dan nalurinya tahu ada sesuatu yang disembunyikan Baskara di balik ciuman yang dimulai dengan spontan, dalam, sekaligus memabukkan itu.Ternyata apa yang Baskara inginkan belum selesai hanya sebatas ciuman. Pria itu menarik tubuh Aruna menjadi berada di atas tubuhnya. Dengan sedikit terkesiap Aruna mengikuti arahan Baskara. Gadis itu kini sudah ada di pangkuan Baskara dengan ciuman keduanya yang tidak terlepas.
“Katanya mau merapikan meja? Kenapa malah dibiarkan?” omel Aruna saat ia mendengar suara pintu kamar Baskara akhirnya terbuka. Saat masakannya matang, Aruna tidak melihat suaminya itu di manapun. Namun ia terakhir mendengar Baskara masuk ke dalam kamar. Meja yang seharusnya menjadi tugas Baskara belum selesai ditata saat Aruna menyimpan menu masakannya ke sana. Akhirnya ia juga yang harus merapikan dengan kepalanya bertanya-tanya apa yang dilakukan Baskara di dalam kamar sejak tadi? Begitu keluar dari kamar, wajah Baskara terlihat tegang dengan rahang mengeras. Hal itu membuat Aruna dilanda heran dan sedikit cemas. Setiap wajah Baskara yang serius selalu mengingatkannya akan hubungan mereka di masa lalu yang sama sekali tidak ingin lagi Aruna jalani.
Harum aromatik dari bumbu masakan memenuhi udara di area dapur saat Aruna sibuk mengaduk wajan di atas kompor. Wajahnya terlihat fokus, dengan celemek bermotif bunga yang membalut tubuhnya. Di sampingnya, Baskara berdiri dengan tangan penuh tepung, hasil dari percobaannya yang gagal menguleni adonan untuk ebi furai yang akan dibuat oleh Aruna.“Ini memang seharusnya begini?” gerutu Baskara sambil menunjukkan mangkuk yang isinya lebih mirip adonan mainan anak-anak daripada makanan.Aruna melirik dan tertawa geli. “Ya tentu saja tidak. Itu jadi lebih mirip lem daripada adonan ebi furai,” godanya sambil mencubit lengan suaminya.Baskara pura-pura tersinggung. “Hei! Aku ini calon koki andalan kalau kamu kasih kesempatan,” ujarnya sambil mengambil coba mengupas kulit udang dengan pisau yang hanya berakhir dengan ia hampir memotong jari sendiri.Aruna refleks memegang tangan Baskara. “Astaga, hati-hati dong!” katanya dengan nada panik, lalu tertawa karena melihat ekspresi bingung suaminya.
Di supermarket, Aruna dan Baskara mendorong troli bersama. Suasana di antara mereka terasa hangat dan ringan, seperti pasangan yang sudah terbiasa berbagi keseharian. Aruna berdiri di sisi troli, sementara Baskara dengan santai berjalan di sampingnya, kadang membantu mengambil barang dari rak."Aku mau masak ayam lada hitam, ebi furai, dan tumisan sayuran. Kamu suka, ‘kan?" tanya Aruna sambil melirik ke arah Baskara.Baskara tersenyum tipis. "Apa pun yang kamu masak pasti aku suka."Aruna mendelik manja, merasakan pipinya lagi-lagi memanas. "Berhenti menggombal, Baskara.""Lho, aku bukan menggombal. Itu aku bicara jujur," goda Baskara dengan tawa pelan."Kalau bicaramu manis terus, nanti aku bisa diabetes," jawab Aruna
Siang itu, rumah Oma dipenuhi aroma kayu manis dan teh melati. Tercium juga aroma manis dari kue dan roti yang sedang dibuat ART untuk menyuguhi cucu-cucunya yang akan datang. Aruna melangkah masuk ke ruang tamu dengan senyum hangat, dan matanya langsung menangkap sosok Arga yang tengah duduk di sofa, tertawa kecil bersama Oma yang memegang cangkir teh.“Eh, Aruna!” seru Oma dengan semangat begitu melihat cucunya datang. “Kamu ke sini sendiri?”“Iya, Oma. Baskara tiba-tiba ada pekerjaan. Tapi katanya nanti sore dia akan menyusul ke sini.” Aruna menghampiri, duduk di sisi Oma, sementara Arga menyapanya dengan anggukan dan senyum lembut.Oma membalas dengan gerutuan. “Padahal ini akhir pekan, tapi dia tetap sibuk bekerja.”Ar
Baskara melepas jasnya begitu mereka masuk ke dalam apartemen. Aruna yang duduk di sofa masih mengingat ajakan Oma tadi.Setelah hanya tinggal keluarga inti, Oma membahas tentang agenda perjalanan mereka ke sebuah vila keluarga di Lombok. Yang Aruna tangkap, acara itu untuk mengenang kematian kakek keluarga Adiwireja.“Baskara,” panggilnya pelan.Pria itu menoleh sambil menggulung lengan kemejanya. “Hm?”“Tadi Oma bilang soal perjalanan ke pantai. Itu acara tahunan keluarga, ya?”Baskara mengangguk, lalu duduk di sebelah Aruna. “Iya. Setiap tahun keluarga kami pergi ke vila di Lombok untuk mengenang Opa. Beliau meninggal di sana.”Aruna mengangguk pelan, mencoba memahami. “Aku bel
“Kamu yakin ingin terus melanjutkannya?” tanya Baskara memastikan. Ada perasaan bersalah karena ia memanfaatkan kelemahan Aruna yang sedang tidak sadar demi memuaskan nafsunya. Tapi dalam pembelaannya, Baskara hanya menyambut apa yang Aruna berikan. Dan jika bicara teknis, Aruna yang memulai lebih dulu.Bagai gayung bersambut, Aruna mengangguk kecil. Gerakan itu sudah cukup membuat Baskara yakin bahwa gadis itu juga menginginkan hal yang sama.Tidak menunda lagi, Baskara kembali melanjutkan aksinya. Stimulus demi stimulus ia berikan pada Aruna hingga gadis itu kewalahan dalam gairahnya. Tidak ada bagian dari tubuh sang gadis yang Baskara lewatkan. Setiap sentuhan Baskara tepat di titik sensitif Aruna, membuat sang gadis merintih dan mendesah yang membuat Baskara semakin semangat.“A–ku…nggak kuat!” jerit Aruna saat Baskara terus memainkan bibir dan lidahnya tepat di pusat sensitif sang gadis di bawah sana.“Keluarkan saja, Sayang,” titah Baskara dengan nada sensual.Lenguhan panjang m...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments