Share

Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver
Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver
Author: NACL

Bab 1 : Dijual Suami

Author: NACL
last update Last Updated: 2024-11-29 14:18:38

“Tolong, Mas. Aku mohon sekali ini saja, bantu Ayah,” lirih seorang wanita sambil mengatupkan kedua tangan dan bersujud di depan pria bertubuh kurus.

Sudah setengah jam perempuan cantik bermata sipit itu mengemis di hadapan sang suami. Namun, pria bertubuh tinggi di hadapannya tidak luluh walau secuil kapas.

“Heh, Dewi, aku bukan lembaga sosial yang memberi uang Cuma-Cuma? Bodoh amat ayahmu itu mati dan kesakitan, aku tidak peduli!” sentak pria itu sambil mengempas kaki sehingga tubuh mungil di bawahnya tersungkur ke atas lantai.

Netra hitam pekat Dewi bergetar dan kedua tangan terkepal kuat di samping tubuh, setelah mendengar kalimat kejam dari bibir suami. Perlahan dia mendongak, menatap dalam wajah pria itu.

“Mas Bima … dokter bilang ayahku harus dioperasi segera, kalau tidak …,” kata Dewi dengan suara nyaris tenggelam.

Dua jam lalu Dewi menerima kabar dari tetangga di kampung, bahwa ayahnya dilarikan ke rumah sakit karena mendadak sesak napas. Saat itu, dia masih bisa berpikir tenang dan merencanakan menjenguk Danang—ayahnya. Hanya saja, sejam berlalu dia mendapat informasi dari pihak rumah sakit, ayahnya mengalami komplikasi akibat penyakit diabetes yang telah lama diderita. Sehingga jantung serta ginjal bermasalah.

Meskipun bekerja sebagai perawat di rumah sakit swasta kota besar, dia tidak bisa meminjam uang ke koperasi pegawai lantaran statusnya pegawai baru kurang dari enam bulan, gajinya pun tidak memadai.

Dewi yang kebingungan, pada akhirnya mengemis pertolongan pada sang suami yang dia tahu memiliki cukup uang. Setidaknya, nanti dia akan mencicil dari gajinya. Ya, meskipun menjadi istri seorang manajer, tetapi sudah tiga bulan ini Dewi kesulitan ekonomi untuk memenuhi kehidupan keluarganya di kampung.

Dahulu, sebelum ayah mertua meninggal selalu menyokong kebutuhan finansial keluarga Dewi. Hal itu karena mendiang ayah mertua memiliki balas budi pada Danang yang telah menyelamatkan Bima dari derasnya arus sungai. Maka dari itu, Dewi dan Bima dijodohkan dengan harapan dapat membina rumah tangga bahagia, tetapi … tak segampang itu. Sebagai pria terhormat dan terpelajar, tentu saja Bima malu memperistri anak seorang tukang kebun.

Dewi baru mengetahui sifat asli Bima setelah ayah mertua meninggal dunia. Tingkah sang suami sangat kasar, ringan tangan dan hobi mabuk-mabukan. Bahkan kekerasan verbal telah menjadi makanan gadis itu sehari-hari.

“Kamu ‘kan bekerja sebagai perawat, sembuhkan saja sendiri ayahmu yang matre itu,” ejek Bima diikuti ledakan tawa menggema dalam ruangan tamu.

“Cukup, Mas! Kamu boleh menghina aku, tapi tolong jangan ucapkan kata-kata kotor untuk ayahku!” sahut Dewi sambil menatap pedih kepada suaminya.

Bima merunduk, lantas menjepit rahang mungil Dewi. Pria itu menatap bengis sepasang mata sipit yang membengkak dan kemerahan.

Makin lama Dewi merasakan ujung kuku jari tangan Bima menusuk kulit pipinya. Rintih kesakitan yang keluar dari sela bibir tipis tidak digubris sedikit pun oleh pria itu. Dia berusaha melepaskan cengkeraman, tetapi sulit karena tenaganya kalah jauh dari sang suami.

“Kenapa? Sakit, ya?” desis Bima yang diangguki Dewi.

Kemudian pria itu mengempas kasar rahang mungil. Bima mengelap telapak tangan, menghilangkan kotoran karena keringat Dewi menempel pada kulitnya. Setelah itu, dia merapikan dasi dan kemeja putih sembari membalik badan, lalu berjalan menuju pintu utama.

Dari tempatnya terduduk, netra sipit memperhatikan langkah sepasang kaki tertutup pantofel hitam. Dewi masih berharap Bima memberi pertolongan untuk sekali ini saja. Jujur, dia tidak sanggup jika kehilangan ayahnya, karena pria paruh baya itu adalah tumpuan hidupnya. Namun, kenyataan berbanding terbalik, sang suami justru berjalan menuju mobil yang terparkir di halaman.

Lima menit berlalu, Dewi tidak mendengar deru mesin mobil. Hanya saja, dia tidak mau berandai-andai lagi dan memilih menyeret kaki ke kamarnya yang berada di belakang rumah besar ini.

Tiba-tiba saja, hentakkan sepatu memenuhi indera pendengaran Dewi, makin lama tambah dekat. Namun, dia urung menoleh, lalu mempercepat laju kakinya melewati lorong sempit di belakang dapur.

“Berhenti, Dewi!” titah Bima, “berputarlah!”

Perlahan Dewi memutar tubuhnya dan menatap wajah sangar pria itu. Dia memperhatikan dengan heran pada Bima karena memindai lekuk tubuhnya, mulai dari buah dada, pinggul sampai sepasang kaki terbungkus kaos kaki.

“Lumayan,” kata pria itu manggut-manggut, lantas mengitari badan Dewi.

Tanpa banyak kata, Bima melenggang meninggalkan Dewi bersama keputusasaan yang membelenggu gadis itu. Selepas suaminya pergi, Dewi menelepon beberapa teman untuk mencari pinjaman. Sayang, tak satu pun dari mereka bersedia memberikan pinjaman walau sedikit. Semua langsung menutup sambungan telepon.

Sekarang Dewi dirundung pilu, dia hanya bisa melambungkan doa setinggi langit agar sebuah keajaiban datang untuk menyelamatkan nyawa Ayah tercinta.

Pukul tiga siang Dewi masuk kerja shift dua. Selama menangani pasien di bangsal IGD, dia kurang fokus karena rumah sakit tempat ayahnya dirawat menanyakan kesanggupan keluarga pasien membayar biaya operasi. Alhasil Dewi meminta batas waktu entah sampai kapan, karena dirinya hanya berjanji saja.

Waktu berjalan cepat, pukul sepuluh malam Dewi mendapat telepon dari Bima bahwa pria itu menunggu di koridor dekat toilet perawat. Seketika iris hitam berbinar dan relung hatinya menghangat, dia pikir panggilan suara ini adalah jawaban atas doanya, Bima bersedia memberikan pinjaman.

“Mas?” panggil Dewi melihat Bima sedang berbicara bersama seorang pria berbadan tambun dengan kepala botak.

Kompak dua pasang mata itu menoleh dan memperhatikan setiap lekuk tubuh Dewi, membuat gadis berperawakan mungil itu merinding dan dihinggapi sinyal waspada.

Bima langsung menarik paksa lengan Dewi dan membawanya pada sudut lain. Pria itu berbisik, “Kamu butuh uang cepat, bukan? Aku punya solusinya.”

Alih-alih mengiakan pertanyaan yang sudah tahu jawabannya, justru Dewi diam saja. Relung hati gadis itu merasakan hal ganjil di sini. Dia takut dijual ke rumah hiburan.

“Tugasmu gampang, cukup hamil dan melahirkan anak untuk pria itu,” sambung Bima sembari menunjuk pada pria tambun di dekat mereka.

“Apa?! Aku tidak mau, Mas. Kamu gila!” pekik Dewi tertahan.

“Itu cara termudah, lagi pula aku sudah menandatangani kontrak, dalam jangka waktu setahun kamu harus melahirkan bayi. Kalau mundur, kamu wajib mengganti tiga kali lipat, paham!” sentak Bima.

Dewi menggeleng tegas, sungguh dia tidak mau mengikuti saran Bima. Lebih baik dirinya bekerja tanpa henti daripada menjual diri seperti ini.

“Kamu takut tidur dengannya?” tanya Bima diangguki Dewi. Pria itu menyeringai lalu berkata dengan tegas, “Kamu hanya perlu melakukan proses bayi tabung, mudah ‘kan? Pria itu menjanjikan satu miliar untukmu. Ya, itu pun kalau mau menyelamatkan ayahmu yang penyakitan.”

Seketika kelopak mata Dewi melebar dan menatap Bima tidak percaya. Untuk sejenak dia merenung sedangkan Bima terus membisikkan kalimat hasutan agar Dewi menerima perjanjian gila ini. Sebagai tenaga medis, setidaknya dia tahu mengenai program bayi tabung, bahkan rumah sakit tempatnya bekerja pun memiliki fasilitas itu.

“Terima saja Dewi, di mana lagi cari uang satu miliar dalam waktu singkat?” kata Bima, “sekarang juga kamu periksa kesehatan di rumah sakit ini. Kebetulan pria itu sudah bikin janji dengan dokter kandungan.”

Dewi dipaksa mengambil keputusan dalam waktu singkat. Setelah berpikir cukup masak, dia merasa tidak masalah tubuhnya menjadi tempat penitipan bayi pasangan lain selama sembilan bulan.

“Baiklah,” lirih Dewi dengan berat hati.

“Bagus, jangan membantah!” Bima menepuk-nepuk kasar pipi lembab perempuan itu.

Kemudian Bima menyerahkan Dewi kepada pria tambun itu. Mereka berjalan menuju ruang spesialis kandungan di rumah sakit ini.

“Uangnya kapan dikirim, Pak?” tanya Bima kepada pria plontos di depannya. “Karena dia masih perawan, saya minta tambahan jadi lima miliar," pintanya lagi tanpa tahu malu.

“Jangankan lima miliar, sepuluh miliar aku bayar setelah memastikan perempuan ini beneran perawan dan subur, tidak memiliki gangguan apa pun di rahimnya,” kata pria itu tanpa menoleh ke belakang.

Sesungguhnya Dewi ingin menjerit mendengar percakapan ini. Keperawanan yang dia jaga diperjualbelikan, bahkan setelah menikah saja Bima tidak menyentuhnya karena merasa jijik.

Sebelum masuk ke poli obgyn, tubuh Dewi gemetaran karena dia takut keputusannya memengaruhi status sebagai pegawai di sini.

Pria tambun di depan Dewi mengetuk pintu, hingga sahutan suara maskulin terdengar dari dalam sana. Gadis itu menunduk dalam di balik punggung lebar dan besar. Sedangkan Bima menunggu di luar ruangan.

“Saya sudah mendapat perempuan yang sesuai dengan kriteria, silakan Dokter periksa,” ucap pria tambun itu membuat Dewi menghentikan napasnya seketika.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (10)
goodnovel comment avatar
NACL
Harus dikasih tau Bima biar tobat
goodnovel comment avatar
NACL
huhuhu emang Kak .nyebelin dia tuh makasih ya Kakak komentarnya 。⁠◕⁠‿⁠◕⁠。
goodnovel comment avatar
NACL
Makasih Kak Sri Umayah. sehat selalu Kakak. 。⁠◕⁠‿⁠◕⁠。
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 2 : Ikhlas

    “Silakan duduk!” titah pria tampan yang mengenakan jas putih dalam ruangan. Selama empat bulan bekerja di rumah sakit, belum pernah satu kali pun Dewi masuk ruangan ini. Apalagi, langsung berhadapan dengan sosok paling penting di sini. Sekarang dia hanya menunduk dalam. Akan tetapi, sekujur tubuh Dewi mendadak membeku kala pria berbadan besar dengan kepala botak memutar kaki dan meninggalkan ruangan. Gadis ayu ini semakin tidak mengerti, bukankah orang itu memiliki kepentingan? Mengapa menyerahkannya begitu saja pada dokter? ‘Ini aneh,’ kata hati Dewi. “Dewi, kemarilah. Duduk di sini,” titah Dokter lagi, membuyarkan seluruh pikiran semu gadis itu. Perlahan Dewi mengangkat kepala hingga iris hitam pekatnya bersipandang dengan sepasang netra cokelat karamel. Seketika degup jantung Dewi bertambah cepat, bukan karena terpesona pada rupa menawan dokter, melainkan dia takut dipecat karena menyanggupi kesepakatan ini. “Dokter Denver, a--aku … maaf, tidak bermaksud … ini karena a-

    Last Updated : 2024-11-29
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 3 : Sebuah Keputusan

    “Karena aku calon ibu biologis bagi anak pasiennya. Ya, pasti itu alasannya,” gumam Dewi setelah turun dari mobil Denver. Namun, apa yang diucapkan bibirnya berbanding terbalik dengan isi hati. Entahlah gadis itu masih dihantui rasa penasaran, mengapa Dokter Denver memberi perhatian lebih padanya. Padahal pria itu tidak lebih dari seorang dokter yang menangani program bayi tabung bagi pasien. Akan tetapi, makin dipikirkan bukannya menemukan jawaban, justru kepala Dewi menjadi pusing. Gadis itu bergeming sambil memperhatikan kendaraan roda empat menjauh di telan pekatnya malam. Beberapa menit setelahnya, seperti biasa Dewi masuk rumah melalui pintu belakang sebab Bima tidak mengizinkan melewati bagian depan, kecuali untuk membersihkan ruang tamu dan keluarga. Setelah berhasil menginjakkan kakinya di dalam, sayup-sayup dia mendengar percakapan antar dua manusia. Mereka saling sahut tertawa bahagia. “Lumayan juga si Dewi bisa menghasilkan uang satu miliar. Kamu mau apa, Sayang? Jalan-

    Last Updated : 2024-11-29
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 4 : Sebuah Petaka atau Keberuntungan

    Melalui cara pandang Denver, Dewi mengetahui sebuah jawaban yang memecahkan teka-teki dalam pikirannya. Dia menurunkan pandangan dan perasaan ragu itu datang lagi memenuhi rongga dada. Bagaimana mungkin dia melewatkan satu hal?Selama ini Dewi melihat banyak perempuan datang untuk melakukan program bayi tabung, diantar oleh seorang pria yang memiliki ciri fisik persis seperti sosok tambun dan plontos malam itu, ternyata ….“Kamu adalah perempuan yang aku cari, Dewi,” kata Denver berusaha melenyapkan keraguan sang gadis. Pria itu berkata lagi, “Kelak anak itu tidak akan kekurangan satu apa pun. Aku akan mengurusnya dengan baik.”Bibir tipis Dewi terkatup rapat, lidahnya bergitu kelu dan pita suaranya seolah tak bersuara. Dia tahu status Denver sebagai direktur sudah tentu mampu memberikan kehidupan di atas rata-rata pada anaknya. Hanya saja, dia tidak menyangka pria yang menyewa rahim dan membeli sel telurnya adalah sosok yang selama ini dikagumi oleh semua orang.Dia menggeleng lemah,

    Last Updated : 2024-11-29
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 5 : Sebuah Pertolongan

    “Si--ap?” gugup bibir tipis gadis itu. Pikiran Dewi melayang ke satu hal, di mana dia harus menjalani kewajibannya.Meskipun bimbang, dia mengangguk sebagai jawaban. Dewi membuang jauh rasa takut yang menggerogoti jiwa. Hanya saja, suasana tegang tidak menghilang, sehingga dia bergeming dengan tatapan terkunci pada Denver.Pria itu mendekat sambil melepas sisa kancing yang tertaut sempurna pada kemeja putihnya. Dewi merinding dibuatnya, lalu menunduk dalam. Ini memang bukan pertama kali dia melihat lekuk tubuh seorang pria, tetapi sekarang berbeda. Pria di hadapannya bukanlah pasien berlumuran darah atau kejang-kejang kesakitan, melainkan orang sehat yang akan menjadi ayah biologis dari anaknya kelak.Tanpa Dewi tahu, Denver mengulum senyum melihat kegugupan sang gadis. Kini, pria bertubuh atletis dan jangkung sudah ada di depan tubuh mungil gadis itu. Satu tangan Denver terangkat dan mendarat tepat di bahu Dewi.“Memangnya tidak pegal berdiri terus seperti ini? Duduklah,” kata pria i

    Last Updated : 2024-11-29
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 6 : Berubah Pikiran?

    “Te--ntu saja aku tahu,” gugup Bima, tetapi pria itu masih berani menantang. Dia mengangkat dagu dan bertolak pinggang di depan Denver. Sebelah sudut bibir Denver berkedut dan mata cokelat karamelnya mengintimidasi pria itu. Dia melepaskan Dewi dari pelukan, lalu melindungi gadis bertubuh mungil itu di balik punggung lebarnya. “Pergilah!” usir Denver. Sedangkan Dewi menegang di balik punggung Denver. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan gemetaran. Bukan karena dia takut bertemu dengan Bima, melainkan mendengar jawaban sang suami. Batin gadis itu bertanya, ‘Jadi … Mas Bima sudah tahu kalau Dokter Denver adalah ….’ Ya, cepat atau lambat Bima pasti mengetahuinya, tetapi kenapa secepat ini? “Perempuan kampung ini istriku, sebaiknya Dokter saja yang pergi bukan aku!” sentak Bima membuyarkan lamunan Dewi. Sekarang tatapan Bima tertuju kepada Dewi yang berlindung di balik punggung lebar Dokter Denver. Melalui gerakan bola mata, pria itu memerintah Dewi memihak kepadanya. “Jangan lup

    Last Updated : 2024-12-03
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 7 : Jangan Ragu!

    “Siapa dia? Kenapa ngikutin kamu, Sayang?” tanya wanita itu. Denver melirik sejenak ke belakang. Tentunya tatapan serta ekspresi pria itu berubah dingin, membuat Dewi merinding di sekujur tubuhnya. Dokter Denver berbeda! “Dia perawat di sini,” jawab Denver. Pria itu kemudian maju mendekati sang istri. Dia meninggalkan Dewi berdiri sendirian di tengah lobi. “Oh, aku pikir wanita sekali pakai yang kamu bayar,” ejek Carissa dengan tatapan sengit tertuju kepada Dewi. “Bukan masalah, sih. Aku ngerti, kok, kebutuhan pria. Apalagi aku sibuk, pasti kamu butuh pelampiasan,” katanya seakan memaklumi, tetapi intonasi itu sarat akan peringatan keras. Seketika degup jantung Dewi menjadi lebih cepat. Dadanya juga sakit mendengar kalimat hinaan itu. Namun … bukannya benar begitu? Jika dia langsung hamil setelah disentuh satu kali oleh Denver, bukankah perjanjian mereka akan berakhir pascamelahirkan? “Jaga mulutmu, Carissa!” tegas Denver, sebab mereka menjadi pusat perhatian beberapa pasien ser

    Last Updated : 2024-12-04
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 8 : Kenapa Harus Dinikmati?

    “Aku siap,” ucap Dewi penuh keyakinan.Jakun Denver turun naik dan embusan napasnya mulai cepat. Dia mengurungkan niat meninggalkan Dewi. Pria itu kembali ke kamar. Sepasang iris cokelat karamelnya menikmati keranuman gadis itu.“Sikapmu ini sangat berani, Dewi,” desah pria itu.Dewi mengangkat satu tangan dan menyelipkan rambut di balik telinga. Gerakan ini tampak menggoda di mata pria.Baru melihat tubuh polos dengan kulit mulus saja membuat hasrat Denver terbakar. Jemari pria itu kembali menyentuh setiap jengkal kulit mulus yang tidak tertutup kain handuk. Sekarang, Denver membelai leher jenjang dan tulang selangka gadis itu. Membuat Dewi makin sulit menahan diri, hingga dia menggigit bibir bawahnya.Denver mendekatkan kepalanya dan berbisik, “Jangan menahannya, Dewi. Kamu harus rileks.”Bisikan itu, embusan napas hangat itu, serta aroma parfum maskulin yang menenangkan pikiran, saat ini sukses memorakporandakan benteng pertahanan Dewi. Gadis itu mengkerling mata dan mengangguk pela

    Last Updated : 2024-12-06
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 9 : Mau Lagi?

    “Jangan takut,” bisik Denver, “pertama kali memang sedikit sakit, tapi tidak lama. Aku janji.”Dewi mengangguk kaku dan memercayakan semuanya kepada Denver. Sebagai pengukuhan persetujuan dia menyahut, “Lakukan saja, Dokter.”Demi mengurai ketegangan, Denver makin intens menyentuh Dewi. Lenguhan pun tidak terkendali dari keduanya, dan suhu ruangan berubah panas membuat bulir keringat berjatuhan.Ditambah tetesan air mata seorang gadis yang merasa perih ketika bagian inti tubuhnya bagai terbelah menjadi dua, lalu berubah sesak dan penuh.Beberapa detik kemudian, Dewi tidak kesakitan lagi. Manik hitam gadis itu menatap paras rupawan pria di atasnya. Denver menepati janji! Sakitnya hanya sebentar saja. Pria itu tahu bagaimana cara melakukan penyatuan tanpa menyakiti.Tentunya Denver balas memandangi Dewi, tetapi gadis itu tidak mengerti, sebab terdapat sebuah rasa yang berbeda.Setiap sentuhan dan sikap lembut Denver mampu mengalihkan perhatian Dewi. Gadis itu melenguh dan menggelinjang k

    Last Updated : 2024-12-07

Latest chapter

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 241 : Mengambil Kesempatan

    Pagi-pagi sekali, Dania sudah tiba di Rumah Sakit JB. Dia melirik ke kanan dan kiri, lalu melangkah masuk ke dalam area klinik poli estetika.Wanita itu mengendap-endap layaknya penyusup, senyum tipis terpatri di wajahnya. Setelah berhasil mendapatkan sedikit informasi dari para perawat kemarin, hari ini dia berniat menggali lebih dalam.“Aku yakin Maharani itu kompeten,” gumamnya, dengan mata waspada, khawatir Darius mengikutinya.Dari balik meja resepsionis, seorang wanita berkulit sawo matang menyambut dengan senyum ramah. “Selamat siang, Dokter Dania, ada yang bisa saya bantu?”Dania menyeringai dan mengangguk kecil, lalu berdeham. “Aku mau bicara sama salah satu perawat di sini.”Wanita itu meneliti Dania sesaat, lantas mengangguk. “Sebentar, saya panggilkan.”Tidak butuh waktu lama, seorang wanita berkacamata dengan seragam perawat rapi datang menghampiri. “Ada yang bisa saya bantu, Dokter Dania?”Dania tersenyum r

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 240 : Ibu Pengganti

    Dania memandang kertas kecil di tangannya. Sebuah rincian medis atas nama seseorang."Maharani Putri, rincian biaya bedah plastik," ucapnya. Mata wanita itu menyipit, meneliti nama itu dengan saksama. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya, seakan-akan dia pernah mendengar dan bahkan mengenal orang ini.Awalnya, dia hendak meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Namun, telinganya menangkap bisikan dua orang perawat yang baru saja keluar dari poli estetika, tengah berbincang di dekatnya."Kasihan, ya? Maharani apes banget.""Benar. Begitulah orang kaya, kalau tidak butuh, ya, ditendang.""Padahal dia bisa saja minta tolong sama Pak Rudi. Dia 'kan pernah jadi ibu pengganti."Langkah Dania seketika terhenti. Jari-jarinya yang tadi hendak membuang kertas itu kini mengurungkan niatnya dam menjauh dari tempat sampa. Mata wanita itu kembali tertuju pada tulisan pada kertas medis di tangannya. Maharani Putri. Ibu pengganti?Tiba-tiba sja senyuman miring terukir di bibirnya. Kerta

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 239 : Anak Kecil Itu Pengganggu

    Dewi menatap wajah kecil dalam dekapannya. Tubuh mungil itu terasa menghangatkan hati, tetapi pikirannya merambat begitu dingin. Kata-kata Dania tadi masih menusuk-nusuk benaknya, berputar tanpa henti seakan menjadi mantra kutukan. "Mama, aku mau bobo dipeluk Mama, ya?" Dirga menggumam pelan, matanya yang indah mulai meredup dalam kantuk. Dewi tersentak dari lamunannya. Dia menelan ludah, berusaha mengembalikan fokus ke putranya. Bibir merah muda wanita itu melengkung samar, meskipun hatinya masih penuh gundah. "Iya, Sayang. Mama bakal peluk Dirga semalaman." "Janji. Mama nggak hilang, ya?" Bocah itu menatap sang mama dengan mata ngantuknya. "Janji, Bos Kecil." Dirga tersenyum kecil mendengar ucapan mamanya, lalu menyusup lebih dalam ke pelukan Dewi. Napas anak itu mulai teratur, tangannya masih menggenggam baju ibunya erat. Seakan takut jika melepaskan, Dewi akan kembali hilang. Denver melirik ke kaca spion, melihat istrinya yang masih menunduk, membelai rambut putranya de

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 238 : Kamu Bikin Mama Takut

    Hening menyelimuti ruangan ketika Denver menekan tombol merah di ponsel. Wajah tampan Dokter itu masih serius, tatapannya dalam, tetapi terdapat sedikit kelegaan yang tersirat. Dia berbalik menatap Dewi yang masih terduduk di sofa dengan wajah cemas. Bahkan paras ayunya berubah jadi pucat karena tragedi ini. "Ayo, kita jemput Dirga," kata Denver, sambil berjalan mendekati Dewi. Dewi menatap sang suami dengan mata yang masih basah. Dia mengangguk lemah. Ketika dia hendak berkata untuk menjawab, Denver telah berjongkok di hadapannya. Pria itu menghapus sisa air mata di pipi istrinya dengan jemarinya yang hangat. "Jangan menangis lagi," ujar Denver lembut dan penuh ketenangan.. "Nanti Dirga bisa sedih melihatmu seperti ini." Dewi menunduk, menarik napas dalam, lalu berdiri. Dia menggenggam tangan Denver dengan erat, seakan dia takut terjatuh, karena satu-satunya yang bisa membuatnya tetap berdiri tegak adalah sang suami. Tanpa membuang waktu, mereka bergegas menuju mobil

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 237 : Dirga Di Mana Kamu Nak?

    Dewi nyaris menjatuhkan ponselnya ketika suara panik dari seberang terdengar lagi. "Dirga ... Dirga menghilang, Bu! Saya sudah mencarinya ke seluruh rumah, tapi tidak ada!" Suara pengasuh terdengar putus asa. Ada isak tangis dan keriuhan di sana. Dewi langsung terduduk. Jantungnya seolah berhenti berdetak sejenak, setelah kesadarannya kembali dia melompat panik dari atas ranjang. Tanpa pikir panjang, dia bangkit, menarik pakaiannya yang berserakan di atas karpet dan meraih tasnya dengan tangan gemetar. Denver yang belum memahami situasi, mengernyit melihat istrinya yang tampak panik. "Dewi, ada apa?" "Sayang ... Dirga hilang! Anak kita," histeris Dewi dengan suara pecah saat mengucapkan itu. Tanpa menunggu jawaban, Dewi langsung berjalan keluar kamar dengan tergesa-gesa. Denver bergegas menyusul, meraih kunci helikopter dan mengikuti langkah istrinya yang sudah setengah berlari keluar. Wanita itu tidak peduli meskipun kakinya masih lemas, dan jalannya hampir tersandun

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 236 : Pelan-pelan Sayang

    ** Baca setelah berbuka puasa**Dewi berdiri dengan bangga di atas panggung, mengenakan toga kebanggaan universitasnya. Sorak-sorai memenuhi auditorium saat namanya dipanggil sebagai lulusan terbaik. Tangannya sedikit gemetar saat menerima ijazah dari rektor, tetapi senyum di wajahnya tak dapat disembunyikan."Selamat, Dewi. Ini adalah hasil dari kerja keras dan ketekunanmu," ujar rektor dengan bangga."Terima kasih, Pak," jawab Dewi dengan suara bergetar, merasakan momen ini sebagai titik puncak dari perjuangannya selama bertahun-tahun.Dari tempat duduk tamu undangan, Denver menatapnya dengan penuh kebanggaan. Di sisinya, Danis dan Oma Nayla juga bertepuk tangan meriah. Namun, perhatian Dewi sempat tertuju pada sosok yang berdiri tidak jauh dari sana—Darius.Senyum pria itu ramah, tetapi tatapan itu membuat Dewi merasa bersalah mengingat perjuangan Darius. Itu akan menjadi kenangan yang tidak terlupakan baginya.Saat Dewi turun dari panggung, Darius menghampirinya lebih dulu, sedangk

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 235 : Sesuatu Lebih Penting

    ** Baca setelah berbuka puasa** ^^Satu tahun berlalu.“Sayang, aku belum pakai kemeja!” teriak Denver dari dalam kamar, matanya tetap terpaku pada layar ponsel, sibuk mengetik sesuatu.Dewi, yang baru saja selesai merias wajahnya, mendengkus pelan. Dia masih mengenakan jubah mandi merah muda dan belum sempat berganti pakaian. Dengan langkah cepat, dia menghampiri sang suami yang duduk di tepi ranjang.“Kenapa tidak pakai sendiri?” tanyanya dengan nada sedikit kesal. Belakangan ini, Denver makin manja, membuatnya sering meminta bantuan untuk hal-hal kecil.“Tolong, Sayang. Tanganku sibuk,” jawab Denver, mengedipkan sebelah mata dengan ekspresi menggoda.“Kalau begitu, taruh dulu ponselnya dan pakai sendiri!” gerutu Dewi, meskipun akhirnya tetap berbalik untuk mengambil kemeja yang sudah dia siapkan di gantungan.Akan tetapi, sebelum sempat menjauh, tangan Denver sudah melin

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 234 : Malam Pertama Denganmu

    ** Baca setelah buka puasa**Seluruh persendian Dewi melemas. Dia bahkan harus berpegangan pada lengan Valerie agar tetap berdiri. Matanya berkaca-kaca, napasnya tersendat-sendat."Wi, jangan nangis, nanti luntur," bisik Valerie sambil menopangnya.Dewi terisak. "Ternyata kamu membawaku ke sini."Valerie mengangguk dengan senyum kecil.Bahkan Dewi tidak pernah menyangka pria yang sejak siang diharapkan membalas pesan, kini berjalan mendekat dengan senyum mengembang yang membuatnya terlihat makin tampan."Mon ange," panggil Denver, mengulurkan tangan. Dia mengenakan setelan jas formal yang sesuai dengan postur tubuh atletisnya.Tanpa ragu, Dewi menyambut uluran itu. "Maaf, aku merahasiakan ini darimu," lanjut Denver dengan nada lembut.Dewi tersenyum, meskipun air mata masih luruh di pipinya. Namun, kali ini bukan kesedihan seperti dahulu. Ini adalah kebahagiaan baru yang akan dia jalani.Mereka berjalan mendekati anggota keluarga lain yang telah berkumpul tanpa sepengetahuannya."Home

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 233: Diculik Mommy Vale

    Pagi ini, Dewi sengaja berangkat kuliah lebih awal. Semua karena dia ingin menemani Maharani interview. Meredakan ketegangan yang melanda sahabatnya sejak pagi.“Wi, bagaimana kalau gagal? Aku tidak tahu harus cari uang di mana lagi,” lirih Maharani, meremas tangan Dewi erat-erat.“Semoga kamu berhasil, Rani.” Dewi mengepalkan tangan dan mengangkatnya ke udara. Namun dalam hati, dia bergumam lirih, ‘Maaf, aku hanya bisa bantu seadanya.’Tak lama kemudian, seorang wanita berpakaian formal keluar dan memanggil Maharani untuk wawancara. Sedangkan Dewi menunggu di kursi dengan tenang, bagaimanapun dia sudah mengetahui jawabannya.Sembari menunggu, dia mengirimkan pesan teks pada suaminya.[Dokterku Sayang, makasih. Kamu memang suami sempurna.]Namun, pesan itu tidak kunjung mendapat balasan, bahkan dibaca saja belum. Dewi mendengkus kesal, kakinya bergerak-gerak tak sabar, mencoba mengusir rasa gelisah.Setelah hampir setengah jam, Maharani keluar dari ruangan kepala SDM. Wajahnya datar, d

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status