Share

Bab 5 : Sebuah Pertolongan

Penulis: NACL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-29 14:37:33

“Si--ap?” gugup bibir tipis gadis itu. Pikiran Dewi melayang ke satu hal, di mana dia harus menjalani kewajibannya.

Meskipun bimbang, dia mengangguk sebagai jawaban. Dewi membuang jauh rasa takut yang menggerogoti jiwa. Hanya saja, suasana tegang tidak menghilang, sehingga dia bergeming dengan tatapan terkunci pada Denver.

Pria itu mendekat sambil melepas sisa kancing yang tertaut sempurna pada kemeja putihnya. Dewi merinding dibuatnya, lalu menunduk dalam. Ini memang bukan pertama kali dia melihat lekuk tubuh seorang pria, tetapi sekarang berbeda. Pria di hadapannya bukanlah pasien berlumuran darah atau kejang-kejang kesakitan, melainkan orang sehat yang akan menjadi ayah biologis dari anaknya kelak.

Tanpa Dewi tahu, Denver mengulum senyum melihat kegugupan sang gadis. Kini, pria bertubuh atletis dan jangkung sudah ada di depan tubuh mungil gadis itu. Satu tangan Denver terangkat dan mendarat tepat di bahu Dewi.

“Memangnya tidak pegal berdiri terus seperti ini? Duduklah,” kata pria itu dengan suara lembut yang menggetarkan jiwa.

Tidak ada sepatah kata pun dari bibir tipis, Dewi mengangguk patuh duduk di sofa besar. Kedua tangannya saling menyatu dan meremas, bahkan telapaknya sudah banjir keringat. Andai saja boleh memilih, tak mungkin dia mengambil jalan pintas ini.

“Tunggu di sini, aku mandi dulu,” bisik pria itu membuat dada Dewi berdentam kuat. Seketika gadis itu berpikir bukankah demi kenyamanan melakukan hubungan, seseorang harus membersihkan tubuh terlebih dahulu? Sama seperti dirinya sudah mandi dan wangi

Setelah 15 menit, Denver kembali menghampiri Dewi. Kali ini indera penciuman gadis itu menangkap aroma segar dari sabun mandi yang makin lama terus menyeruak ke dalam rongga hidung.

“Berbaringlah,” pinta Denver membuat Dewi membeliak sempurna.

Dia tidak langsung mematuhi perintah pria itu, tetapi menengok kiri dan kanan. Ah, ini sungguh gila, yang benar saja melakukan hubungan suami istri di ruang keluarga, di atas sofa, benar-benar jauh dari dugaan.

Dewi menggeleng, membayangkan tidur bersama Denver di dalam kamar saja malu, apalagi di sini ada asisten rumah tangga yang masih terdengar suaranya. Dia menggeser posisi duduk menjauhi pria itu, tetapi Denver memaksa Dewi merebahkan tubuh.

Kelopak mata sipit gadis itu tertutup rapat dan kedua tangan Dewi terkepal di atas dada. Namun, hingga beberapa detik tidak ada sentuhan apa pun sehingga dia berani mengintip. Ternyata ….

“Apa kepalamu masih pusing?” tanya Denver sambil meletakkan stetoskop di atas rongga dada gadis itu. Kemudian dia memeriksa perut Dewi, lalu kembali bertanya, “Sekarang tidak mual lagi ‘kan?”

“Tidak, Dokter,” jawab Dewi lugas.

“Baiklah, kamu hanya perlu istirahat selama beberapa hari sebelum kita mulai.” Ucapan Denver ini membuat Dewi melongo. Pria itu menyadari perubahan raut wajah gadis ayu di hadapannya, dia pun bertutur halus, “Aku tidak mungkin melakukannya sekarang karena tubuhmu sedang lemah pascapendarahan ringan.”

Dewi mengangguk paham. Seketika ketegangan sirna dari hati, dia menjadi tenang karena pria yang menyewa rahimnya ini tetap mempertimbangkan kesehatan.

Sayang, malam ini tidak Dewi lewati dengan mudah sebab Bima selalu menghubungi dan mengirimkan pesan padanya. Pria itu mempertanyakan kapan proses bayi tabung di mulai, lantaran tidak sabar dibanjiri uang.

Dewi tidak membalas atau mengatakan apa pun terkait batalnya proses bayi tabung yang diganti dengan kehamilan alami. Dia khawatir Bima berbuat sesuatu sehingga menimbulkan kerugian.

Semenjak pindah ke apartemen, Dewi bisa bernapas lega karena tidak menerima perlakuan kasar lagi dari suaminya. Dia benar-benar dilindungi di hunian ini.

Agar tidak menimbulkan kecurigaan, Denver masih mengizinkan gadis itu bekerja, tetapi merubah jadwal shift menjadi pagi, sehingga Dewi tidak perlu kelelahan dan begadang.

Sudah beberapa hari ini Dewi tidak bertemu atau melihat Denver. Menurut kabar orang-orang, direktur sedang sibuk menangani masalah serius. Dia juga enggan bertanya lebih lanjut. Toh sadar diri bukan siapa-siapa selain perempuan sewaan untuk melahirkan keturunan dokter itu.

Pukul tiga sore, Dewi pulang kerja. Dia terkesiap ketika sepasang tangan menarik kuat tubuhnya dan sengaja membenturkan ke dinding. Melalui deru napas kasar serta bau pekat asap rokok, Dewi tahu siapa sosok yang memperlakukannya secara kasar.

“Beraninya kamu mengabaikan aku! Mentang-mentang sudah dibeli orang kaya jadi sombong, ingatlah statusmu masih istriku!” desis pria itu sambil menghunuskan tatapan tajam.

“Aku ingat, Mas. Enggak akan lupa, kalau suamiku yang menjual istrinya sendiri,” balas Dewi dengan sorot mata diselimuti luka.

“Kapan proses bayi tabungnya? Jangan coba-coba membatalkan perjanjian ini, Dewi. Dan katakan pada si tua bangka gendut itu untuk memberiku uang tambahan karena kamu tinggal bersamanya!” sentak Bima.

Akan tetapi, Dewi menggeleng. Mana berani dia meminta uang pada Denver sedangkan kewajibannya saja belum dilaksanakan.

“Lancang sekali kamu menolak perintahku! Oh, jangan-jangan pria itu secara diam-diam memberimu uang, ya?” desak Bima.

Sungguh telinga Dewi sudah lelah mendengar kata-kata kasar dari sang suami. Mengandalkan sisa tenaga yang ada, dia mendorong kuat dada Bima sehingga pria itu mundur beberapa langkah.

Marah karena mendapat penolakan, membuat Bima naik pitam dan melayangkan tangan di udara. Detik itu juga Dewi melindungi wajahnya menggunakan kedua tangan yang disilangkan.

Tiba-tiba suara lantang merasuk ke gendang telinga. Dalam sekejap Dewi merasakan sosok jangkung melindunginya, dan aroma parfum maskulin yang dia hapal menguar dari tubuh orang itu.

“Hentikan!” hardik suara serak yang sangat dikenali. Pria itu mencerca, “Seperti inikah caramu memperlakukan perempuan?”

Bima menjadi bungkam. Namun, beberapa saat kemudian berdecih sinis, “Dia istriku, aku berhak melakukan apa pun!”

Seketika Denver mengepalkan tangan dan tubuhnya bergetar hebat dengan embusan napas kasar keluar melalui celah bibir. Ya, Dewi dapat merasakannya karena berada dalam dekapan pria itu.

Denver berkata dengan tegas, “Apa kamu tidak tahu siapa aku?”

Bab terkait

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 6 : Berubah Pikiran?

    “Te--ntu saja aku tahu,” gugup Bima, tetapi pria itu masih berani menantang. Dia mengangkat dagu dan bertolak pinggang di depan Denver. Sebelah sudut bibir Denver berkedut dan mata cokelat karamelnya mengintimidasi pria itu. Dia melepaskan Dewi dari pelukan, lalu melindungi gadis bertubuh mungil itu di balik punggung lebarnya. “Pergilah!” usir Denver. Sedangkan Dewi menegang di balik punggung Denver. Gadis itu menggigit bibir bawahnya dan gemetaran. Bukan karena dia takut bertemu dengan Bima, melainkan mendengar jawaban sang suami. Batin gadis itu bertanya, ‘Jadi … Mas Bima sudah tahu kalau Dokter Denver adalah ….’ Ya, cepat atau lambat Bima pasti mengetahuinya, tetapi kenapa secepat ini? “Perempuan kampung ini istriku, sebaiknya Dokter saja yang pergi bukan aku!” sentak Bima membuyarkan lamunan Dewi. Sekarang tatapan Bima tertuju kepada Dewi yang berlindung di balik punggung lebar Dokter Denver. Melalui gerakan bola mata, pria itu memerintah Dewi memihak kepadanya. “Jangan lup

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 7 : Jangan Ragu!

    “Siapa dia? Kenapa ngikutin kamu, Sayang?” tanya wanita itu. Denver melirik sejenak ke belakang. Tentunya tatapan serta ekspresi pria itu berubah dingin, membuat Dewi merinding di sekujur tubuhnya. Dokter Denver berbeda! “Dia perawat di sini,” jawab Denver. Pria itu kemudian maju mendekati sang istri. Dia meninggalkan Dewi berdiri sendirian di tengah lobi. “Oh, aku pikir wanita sekali pakai yang kamu bayar,” ejek Carissa dengan tatapan sengit tertuju kepada Dewi. “Bukan masalah, sih. Aku ngerti, kok, kebutuhan pria. Apalagi aku sibuk, pasti kamu butuh pelampiasan,” katanya seakan memaklumi, tetapi intonasi itu sarat akan peringatan keras. Seketika degup jantung Dewi menjadi lebih cepat. Dadanya juga sakit mendengar kalimat hinaan itu. Namun … bukannya benar begitu? Jika dia langsung hamil setelah disentuh satu kali oleh Denver, bukankah perjanjian mereka akan berakhir pascamelahirkan? “Jaga mulutmu, Carissa!” tegas Denver, sebab mereka menjadi pusat perhatian beberapa pasien ser

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 8 : Kenapa Harus Dinikmati?

    “Aku siap,” ucap Dewi penuh keyakinan.Jakun Denver turun naik dan embusan napasnya mulai cepat. Dia mengurungkan niat meninggalkan Dewi. Pria itu kembali ke kamar. Sepasang iris cokelat karamelnya menikmati keranuman gadis itu.“Sikapmu ini sangat berani, Dewi,” desah pria itu.Dewi mengangkat satu tangan dan menyelipkan rambut di balik telinga. Gerakan ini tampak menggoda di mata pria.Baru melihat tubuh polos dengan kulit mulus saja membuat hasrat Denver terbakar. Jemari pria itu kembali menyentuh setiap jengkal kulit mulus yang tidak tertutup kain handuk. Sekarang, Denver membelai leher jenjang dan tulang selangka gadis itu. Membuat Dewi makin sulit menahan diri, hingga dia menggigit bibir bawahnya.Denver mendekatkan kepalanya dan berbisik, “Jangan menahannya, Dewi. Kamu harus rileks.”Bisikan itu, embusan napas hangat itu, serta aroma parfum maskulin yang menenangkan pikiran, saat ini sukses memorakporandakan benteng pertahanan Dewi. Gadis itu mengkerling mata dan mengangguk pela

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 9 : Mau Lagi?

    “Jangan takut,” bisik Denver, “pertama kali memang sedikit sakit, tapi tidak lama. Aku janji.”Dewi mengangguk kaku dan memercayakan semuanya kepada Denver. Sebagai pengukuhan persetujuan dia menyahut, “Lakukan saja, Dokter.”Demi mengurai ketegangan, Denver makin intens menyentuh Dewi. Lenguhan pun tidak terkendali dari keduanya, dan suhu ruangan berubah panas membuat bulir keringat berjatuhan.Ditambah tetesan air mata seorang gadis yang merasa perih ketika bagian inti tubuhnya bagai terbelah menjadi dua, lalu berubah sesak dan penuh.Beberapa detik kemudian, Dewi tidak kesakitan lagi. Manik hitam gadis itu menatap paras rupawan pria di atasnya. Denver menepati janji! Sakitnya hanya sebentar saja. Pria itu tahu bagaimana cara melakukan penyatuan tanpa menyakiti.Tentunya Denver balas memandangi Dewi, tetapi gadis itu tidak mengerti, sebab terdapat sebuah rasa yang berbeda.Setiap sentuhan dan sikap lembut Denver mampu mengalihkan perhatian Dewi. Gadis itu melenguh dan menggelinjang k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-07
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 10 : Kejadian Tak Terduga

    "A--pa? Bukan begitu Dokter," gugup Dewi. Dia menelan air liur dan mendadak tidak bisa berpikir. Apalagi saat ini posisi Denver terlalu dekat dengannya.Wajah Denver makin dekat, sampai aroma mint memenuhi rongga hidung Dewi. "Benarkah? Tapi reaksi tubuhmu berbeda," kata pria itu."Aku ... harus kerja pagi ini, Dokter. Tidak boleh bolos," jawab sang gadis dengan gaya kaku.Seketika Denver terkekeh kecil mendengar ucapan Dewi. Pria itu menjaga jarak dengan gadisnya, lalu mengalihkan tatapan pada piring kosong."Tidak perlu malu kalau mau lagi. Aku buatkan roti isi yang baru." Denver berdiri dan berjalan ke dapur. Dengan gesit pria itu menyiapkan bekal makanan sehat untuk Dewi. Setelahnya, Denver memberikan kotak bekal merah jambu berisi roti isi kepada Dewi. Pria itu merunduk dan berbisik, "Tenang saja, aku tidak segila itu menyentuhmu. Tujuan utamaku untuk punya anak, bukan berbagi hasrat setiap saat."Denver membelai puncak kepala Dewi yang mengangguk pelan.Kemudian, Dewi berpamit

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 11 : Sebuah Paksaan

    ‘Ini di mana?!’ jerit Dewi dalam hati. Mulut gadis itu masih tertutup lakban hitam.Kendaraan Bima memasuki basement gedung tingkat tiga. Pria itu mengeluarkan Dewi dan memaksanya turun.Dewi menggeleng, dan menahan tubuhnya dengan menekan kedua kaki ke permukaan. Dia benar-benar sulit melepaskan diri dari Bima. Tenaganya kalah jauh dari sang suami. Gadis itu menangis dalam diam.“Ini dia penjamin utangku.” Bima mendorong tubuh Dewi ke hadapan dua orang pria berbadan besar dan bertato.“Dia istriku, mulai hari ini dia yang membayar semua utangku sampai lunas,” ucap Bima penuh penekanan pada kata hutang.Bima mengacak-acak isi tas Dewi, pria itu mengambil telepon genggam sang istri dan memberikannya kepada dua pria di depan mereka. Dia juga mengambil card holder wallet milik gadis itu.“Ambilah, anggap itu sebagai keseriusanku membayar utang,” kata Bima dengan nada angkuh dan mengangkat dagu.Dua pria berbadan besar mengambil ponsel, lalu membentak, “Ini HP murah!”“Kalian tenang saja,

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 12 : Karena Kamu, Ibu dari Anakku

    Dua jam sebelumnya.[Dokter Denver, aku pulang duluan. Terima kasih.]Denver membaca kata-kata tertulis di sticky note hijau yang ditempel di atas meja kerja. Pria itu melirik jam, memang sudah waktunya para perawat shift satu pulang. Dia menghubungi Dewi, tetapi tidak aktif.Pria itu merasa ada yang janggal. Denver tidak diam saja, lalu menelepon pelayan di apartemen.“Apa dia sudah pulang?”Pelayan menyahut, “Belum, Pak.”Denver langsung memutus panggilan suara. Lagi, dia melihat jam, seharusnya Dewi sudah sampai di apartemen. Pria itu beranjak menuju ruang kendali di lantai satu. Denver memerintah satpam memutar rekaman CCTV di luar gedung, terutama yang mengarah ke jalan.Dapat!Manik cokelat karamel Denver menangkap tidak ada kejanggalan apa pun. Namun, beberapa detik kemudian satu unit hatchback merah menepi dan tubuh Dewi dipaksa masuk ke dalam jok tengah. Denver menggeram seketika. Dia mengenali plat mobil itu.Pria itu bergegas meninggalkan ruang kendali, sambil menghubungi a

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 13 : Hasrat Pasangan Terlarang

    "Aku akan melindungimu, Dewi. Mulai sekarang jangan takut lagi," kata Denver. Suara pria itu terdengar hangat dan dalam.Dewi terpaku menatap Denver di sela sensasi geli yang menjalar ke seluruh tubuhnya.Jujur, ucapan itu bagai guyuran air di tanah gersang. Hati yang selama ini selalu disakiti, penuh caci dan maki, berubah berbunga-bunga. Dewi merasa dilindungi, dihargai dan disayangi. Ditambah betapa lembutnya Denver menyentuh Dewi. Pria itu tidaklah kasar."Terima kasih, Dokter," balas Dewi. Suaranya mengalun lirih."Tidak perlu berterima kasih. Itu sudah tugasku." Denver memandang Dewi sambil membelai lengan putih gadis itu. Manik cokelat karamel Denver memindai secara mendalam setiap lekuk tubuh mungil yang terbalut piama. Naluri sebagai pria dewasa tidak dapat dijinakkan dengan mudah."Tidurlah," titah Denver pada akhirnya.Sedangkan Dewi tercenung dan sambil memperhatikan sikap Denver, dia menggigit bibir bawahnya. Dia pikir akan mengulang malam panas lagi, ternyata Dokter itu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 162: Perjuangan Dokter Tampan

    Setibanya di Kota Malang, Denver langsung menggunakan taksi menuju kediaman Danis. Sepanjang jalan, jari-jarinya pria itu terus mengetuk layar ponsel.Dia mencoba menghubungi Dewi dan Astuti. Namun, hasilnya tetap sama—panggilan tak terjawab."Sial!" gumam Denver, rahangnya mengeras. “Ke mana mereka semua?”Pikiran pria itu seketika dipenuhi bayangan buruk. Bagaimana jika Dewi sudah dipaksa menikah? Bagaimana jika Darius sedang menggenggam tangannya di altar? Bagaimana jika Dirgantra menangis tanpa ada yang bisa menenangkannya?Bahkan parahnya lagi, jika Dewi benar-benar dibawa menjauh, entah ke mana. Bukankah itu sulit bagi Denver untuk merebutnya lagi?Jantung Denver berdetak lebih cepat dari biasanya dan denyut nadinya terasa hingga di pelipis. Dia tidak bisa tinggal diam!“Permisi, Pak. Sudah sampai tujuan,” ujar sopir taksi dengan suara pelan. “Pak?”Seketika Denver tersentak dari lamunan mengerikan itu. Dia mengembuskan napas kasar, untuk menepis kekhawatiran yang terus menghantu

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 161: Penyesalan Sang Mama

    "Pak, Anda yakin mau ke Malang hari ini?" tanya Ruslan yang melangkah cepat mengikuti ritme Denver."Siapkan saja semuanya, Ruslan! Aku tidak bisa membiarkan Darius menikahi Dewi! Apalagi Pak Danis pasti memaksa Dewi," geram Denver, matanya menyala penuh amarah."Tapi … bagaimana dengan Nyonya Dwyne, Pak? Kondisinya tidak memungkinkan ditinggal," tukas Ruslan, suaranya terdengar ragu.Langkah Denver terhenti. Pikiran Dokter tampan itu berkecamuk. Jika saja tubuhnya bisa terbagi dua, dia pasti akan melakukan itu. Dwyne, Dewi, dan Dirgantara adalah tanggung jawabnya.Dia tidak ingin kehilangan mereka!"Tangan Anda, Pak," tunjuk Ruslan.Denver menatap pergelangan tangannya. Darah segar menetes dari luka bekas infus yang terbuka, tetapi dia bahkan tidak merasakan sakit. Dia hanya mendengkus ketika melihat Darius sedang berjalan bersama pasien lain."Kamu benar, Ruslan. Untuk saat ini, Mama tidak bisa ditinggal. Pastikan Darius tetap di sini! Katakan pada direktur, jangan memberinya izin!"

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 160: Persaingan Dokter Tampan

    Dewi mengepalkan tangan, suaranya tercekat. "Pak Danis …"Di belakang pria itu, dua orang pengurus rumah tangga berdiri, salah satunya membawa nampan berisi makanan."Papa mau makan siang bareng kamu, Wi," ujar Danis, suaranya lembut.Astuti memberi isyarat agar Dewi menurut. Dengan langkah ragu, Dewi turun dari ranjang dan duduk bersama Danis di meja bundar. Beragam hidangan khas Malang tersaji di hadapannya.Danis menyendokkan lauk ke piring kosong Dewi dan tersenyum hangat. "Makan yang banyak, Wi. Seorang ibu harus kuat. Setelah kamu terbiasa di sini, Papa akan mengenalkan kamu ke semua orang. Termasuk adikmu yang sekarang kuliah di luar negeri."Senyuman hangat Danis seharusnya membuat tenang. Seharusnya, pelukan keluarga yang telah lama hilang ini terasa nyaman. Tapi kenapa justru ada ketakutan yang menggelayut di dadanya? Kenapa setiap sendok makanan yang diberikan Danis terasa seperti belenggu yang makin mengikatnya?"Ayo, makan," Danis menepuk punggung Dewi dengan lembut.Setel

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 159: Sakitnya Tuh Di Sini

    "Ini semua demi kebaikanmu, Dewi," tutur Danis yang duduk di depan Dewi. Pria paruh baya itu berusaha meraih tangan putrinya, tetapi Dewi menariknya. Ada keengganan dalam diri, sebuah dorongan kuat untuk menolak sentuhan itu. Dewi menggeleng, entah mengapa dia merasa pertemuan ini tidak seharusnya terjadi. Dalam hatinya, dia berharap biarlah segalanya tetap seperti dulu—biarlah dia tetap menjadi putri Danang dan Tari, bukan seperti ini. "Pak Danis, tolong … a–aku mau pulang," lirihnya sambil mendekap erat tubuh Dirga yang terbangun beberapa saat lalu. Danis berdeham. "Pulang? Rumahmu di Malang, bukan di Jakarta," ucapnya tenang, "pesawat lepas landas. Tidak ada jalan untuk turun." Tangan Dewi mencengkeram lengan kursi dengan erat, kukunya hampir menekan kulit sendiri. Detak jantung gadis itu berdetak begitu cepat, sedangkan pikirannya kacau. Dia ingin berteriak, meminta seseorang menghentikan pesawat ini. Namun, dia hanya bisa duduk di sana, menatap kosong ke luar jendela, melihat

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 158: Kukabulkan Keinginanmu!

    "Apa peringatanku kurang, Denver?" Suara tegas itu kembali memenuhi ruangan.Dewi yang bersembunyi di balik punggung kekar Denver mendongak menatap kepala Dokter tampan itu dari belakang. Mata sipitnya makin menyipit, menciptakan garis tanya di sana. Ada ketegangan yang memenuhi udara, membuat gadis itu menggigit bibir dengan gelisah.Sungguh, dia tidak tahu ada kesepakatan apa antara Danis dan Denver.Sebelum sempat bertanya, suara Oma Nayla menggema di ruangan ini. Wanita senja itu melangkah ke depan dengan tatapan menyelidik."Sebenarnya ada apa ini?"Denver menoleh pada sang oma, manik karamelnya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. Dewi berusaha mencari makna di balik sorot mata itu, tetapi rasanya terlalu rumit untuk diterjemahkan."Tolong tetap di sini bersama Dewi dan Mama," kata Denver pada sang oma dengan suara pelan, tetapi penuh ketegasan.Tatapan Denver bergeser pada Dewi-nya, hingga sorot mata mereka bertemu. Ada sesuatu yang ingin gadis itu tanyakan, tetapi Denver su

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 157: Satu Kata Mengharukan

    "Pak Danis," gumam Dewi. Pikirannya langsung tertuju pada pria yang menyatakan diri sebagai ayah kandungnya. Benar, seperti kata Darius, tepat hari ini Danis boleh pulang. Mungkin pria itu ingin bertemu dengannya.Dia meraih sweater merah muda dan tas selempang hitamnya, lalu mengikat rambut dengan asal dan menghubungi ojek online.Akann tetapi, baru saja Dewi keluar dari kamar, pandangannya bertemu dengan Denver yang sedang berbincang bersama Dirga. Dia pun menjadi kaku.Denver memang tidak bersuara, tetapi tatapan tajamnya menyiratkan sebuah pertanyaan."Umm … a—ku ada perlu ke rumah sakit, sebentar. Aku akan segera kembali," gugup Dewi sambil meremas tali tasnya.Lagi, Denver tidak menanggapi. Bahkan pria itu melenggang pergi menjauhi Dewi. Membuat gadis itu menelan rasa kecewa. Dia bukan berharap diantar, tetapi cukup mendapat sahutan saja sudah melegakan hati.Pria itu justru menuju ke ruangan lain. Seolah enggan melihat wajah Dewi."Tidak apa-apa, Dewi. Lagi pula ini memang sala

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 156 :  Aku Butuh Kamu

    Tangan Denver yang terkepal tepat di depan dadanya menunjukkan garis-garis otot dan pembuluh darah, menandakan betapa tegangnya dia. Napas pria itu berat, nyaris tersendat, dan dia harus menyeka matanya yang hampir basah.Setelahnya, Denver turun dari ranjang pasien, lalu berdiri di samping ranjang sang mama, menatap penuh sayang sembari membelai bahunya.“Apa Dokter Mario sudah selesai operasi? Katakan padanya mamaku butuh pertolongan secepatnya!” tegas Denver dengan suara tegang.Seorang perawat bergegas mencari informasi.Bilik gawat darurat mulai lengang. Perawat dan beberapa dokter yang sempat memberikan pertolongan pertama kembali ke pos masing-masing. Tersisa Denver dan dokter umum.Beberapa saat kemudian, seorang perawat datang memberitahu, “Dokter Mario segera ke sini, Dok.”Denver tidak menyahut, hanya menatap layar monitor yang bergerak, menunjukkan angka-angka penunjuk kehidupan.Setelahnya, Dwyne menjalani pemeriksaan oleh tim dokter spesialis. Wanita itu didiagnosis menga

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 155: Menyelamatkan Sang Mama

    “Mama ini bukan anak kecil yang bisa diajak bercanda, Denver!” tegas Dwyne, tetapi gestur tubuhnya tidak bisa menyembunyikan keterkejutan. Wanita itu gemetar membuat tangannya mengepal erat seolah berusaha menahan sesuatu.“Menurut Mama, apa aku sedang bercanda? Untuk apa?” sahut Denver sembari mendekati mereka yang berdiri terpaku di tempat.Sejenak pria itu menatap Dewi dalam, lantas memejamkan mata. Dia teringat percakapannya dengan Danis beberapa saat lalu.Tadi, selesai praktik, Denver sengaja menemui Danis secara langsung. Dia merasa harus mengetahui kebenaran ini dari berbagai sumber. Danis mengakuinya, bahkan memberikan Denver selembar foto usang.Dalam foto itu, seorang wanita tengah mengandung, dan wajahnya mirip sekali dengan Dewi. Namun, pria tampan di sampingnya bukanlah Denver—melainkan Danis sewaktu muda.Ya, dia tahu itu, sebab beberapa kali Dwyne dan mendiang ayahnya membawa Denver kecil berkunjung ke rumah pria itu. Masih jelas dalam ingatannya foto Danis muda.Termas

  • Terjebak Hasrat Terlarang Dokter Denver   Bab 154 : Tidak Layak Untuk Denver?

    Dewi tergugu sambil menunduk dan meremas selimutnya. Dia benar-benar bingung sekarang, karena Denver mengetahuinya jauh lebih cepat dari dugaan. Di saat dia belum siap menerima kenyataan, dia harus dihadapkan pada desakan Denver.Sedangkan Denver melihat keterdiaman Dewi dengan sorot mata rumit dan satu sudut bibirnya berkedut samar. Rahangnya mengeras dan jemarinya mengepal di sisi tubuh.“Aku pikir sudah tidak ada lagi rahasia di antara kita,” sesal Denver, suaranya lebih dingin dari biasanya.Dengan tangan ragu-ragu, Dewi meraih jemari Denver untuk menjelaskannya. Namun, pria itu menghindar. Seakan ada jarak yang kini terbentuk di antara mereka.“Aku … karena ini terlalu mendadak,” ujarnya berharap Denver mengerti.Alih-alih menerima jawaban, Denver justru berdiri dan berbalik tanpa menatapnya lagi. Sesaat sebelum pergi, dia mengecup kening Dirga, lalu tanpa kata-kata lebih lanjut, dia meninggalkan Dewi dalam ruangan yang kini terasa makin dingin dan kosong.Dewi menatap punggung ke

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status