Share

2. Malam yang Tegang

Author: LIZANA
last update Last Updated: 2024-01-24 10:14:54

Menikah.. dengan Mas Nathan? Laila termenung.

Ucapan nenek barusan, yang kini sedang mendengkur halus di sampingnya, membuat hatinya bergejolak. Apakah nenek menyadari tentang perasaannya terhadap sang cucu? Laila memejamkan mata dengan rasa bersalah.

Tidak, itu tidak mungkin. Laila mengambil nafas panjang dan mendesah lega.

Nenek hanya sedang sentimental, sesuatu yang terkadang sedikit mengejutkan Laila dengan kalimat-kalimatnya. 

Seperti, “kamu harus hidup di samping nenek, jadi kita bisa bercanda terus sampai nenek pergi” dan di lain waktu, “apa keluargamu gak mencarimu? Nenek merasa bersalah menahanmu di sini”.

Laila biasanya menanggapi dengan anggukan kepala syahdu, berusaha memahami perasaan majikannya yang tengah pilu itu. Nenek merasa sedih sejak jatuh stroke dan tidak dapat menemani cucu-cucunya bermain seperti dulu lagi.

Hal itu pula yang menjadi pertimbangan Bapak Adiwijaya untuk membopong ibundanya dari kota lain untuk tinggal di rumah ini. Setidaknya mereka bisa terus membersamai nenek daripada tinggal sendirian di kota yang terpisah.

“Kamu sudah memutuskan?” Suara nenek menyentak Laila yang sedang merenung, bukan lagi soal Nathan tetapi lebih kepada urusan di hidupnya. 

Laila menoleh dengan wajah kikuk, “nenek sudah bangun?” Ia segera meraih tangan nenek yang dingin untuk menghangatkannya.

“Ah, nenek punya sesuatu untuk kamu, neng.” Katanya, kemudian meminta Laila untuk membuka laci di nakas di sudut kamar. 

Laila menurut saja, sama sekali tidak berekspektasi apapun karena pikirannya sedang butuh rehat dan mulai merindukan rumah. Sudah dua minggu ini ia belum pulang, karena di akhir pekan kondisi nenek sempat memburuk, meski sekarang mulai membaik.

Laila membawakan kotak beludru berwarna biru gelap kepada nenek yang memintanya, lalu kembali duduk di sampingnya.

Helaan nafas nenek yang berat terdengar, spontan Laila mengamatinya. Perlahan nenek membuka kotak itu dengan tangan yang sedikit gemetar. “Sudah dua puluh tahun sejak nenek menyimpan ini untuk cucu mantu nenek..”

Laila mendengarkan dengan seksama, sambil matanya tertuju ke kalung berlian yang pasti tak ternilai harganya. Namun, ia seakan terusik dengan maksud dari perkataan nenek barusan dan membuatnya membetulkan posisi duduk.

“Gimana menurut kamu neng, bagus?” Nenek menatap wajah gadis di dekatnya lekat-lekat. Seolah ingin benar-benar memastikan bahwa gadis itu menyukainya, riak matanya yang sayu sungguh berharap.

Laila mengerjap, tentu saja itu sangat berkilau dan ia sendiri tidak pernah membayangkan akan melihat langsung perhiasan seindah itu. Kepalanya mengangguk saja.

Namun, tiba-tiba hatinya kembali diterpa rasa gugup yang melebihi sebelumnya saat nenek menggenggam tangannya sangat erat. Laila hendak menggeleng lemah, tidak mungkin ia membicarakan ini dengan majikannya.

Terlebih lagi Nathan sudah memiliki kekasih yang, dari penglihatan Laila, sangat dicintainya. Laila merasa bahwa ia harus lari dari pembicaraan seperti ini atau tidak harus menjawab sesuai keinginan nenek.

“Nek,” Laila lebih dulu melepaskan genggamannya dengan lembut dan meminta izin dengan sopan. “Aku harus pulang sebentar, apakah boleh?”

Nenek terdiam dengan wajah bertanya apa yang terjadi. Sama sekali tidak menyadari bahwa perawatnya itu terus menerus berada di sampingnya selama dua minggu ini.

“Ibu mencariku, nek.” Jawab Laila lugas dan disertai senyum tipis. 

Nenek mengenal ibunya Laila, jadi ia mengerti dan mengizinkannya dengan anggukan kepala. “Kapan neng akan kembali? Apa kita akan makan malam bersama? Jangan tinggalin nenek sendiri..”

Laila terenyuh. Kalau saja bukan karena ia berusaha keras menghindari perjodohan yang akan dilakukan nenek, ia akan memilih tetap di sini. Besok ia akan mendapat jatah libur, jadi untuk apa pulang?

“Sebentar kok, nek. Paling setelah isya aku sudah kembali.” Laila berjanji.

Rumahnya memang dekat dari sini, hanya beberapa blok menyusuri jalanan menuju perkampungan. Sekitar lima belas menit ia sudah sampai. Sebelum pulang, nenek meminta staf di dapur untuk membawakannya makanan.

Seperhatian itu nenek kepadanya. Laila bersyukur, namun di sisi lain ia tidak ingin lupa dengan posisinya sebagai pekerja di rumah ini. Ia tidak boleh melangkah lebih jauh daripada tugas profesionalnya di sini.

Apalagi… sampai menikahi tuan mudanya yang terkenal seantero kota. Laila tidak sanggup membayangkannya. Biarlah rasa di hatinya terhadap Nathan sebagai penghibur dikala ia lelah dan kesepian. 

Laila lega ketika ia akhirnya melangkah keluar dari kediaman keluarga Hakeem. Matanya sempat melirik ke jendela kamar nenek, sedikit rasa bersalah terselip di hatinya, tapi ia juga senang mendapatkan haknya untuk istirahat sebentar.

Ini sudah hampir isya. Ia harus segera tiba di rumah dan memeluk ibunya, lalu makan bersama, dan kembali lagi ke sini.

Itulah rencananya. 

Namun, takdir berkata lain ketika ia tidak sengaja bertemu seorang pria yang mengenalnya. Pada awalnya ia berusaha menghindari pria yang wajahnya samar-samar di bawah cahaya lampu jalan.

“Laila,” pria itu memanggilnya.

Dia mengenalku?? Pikir Laila yang mulai was-was.

Pria itu mulai berjalan menyeberangi trotoar, menuju ke arah Laila yang terdiam membeku dan siap kabur jika terjadi hal-hal mencurigakan. Semakin dekat, wajah pria itu menjadi jelas di mata Laila yang sedikit minus.

“Oh, Kiky?” Laila menyebut dengan lega dan wajahnya berubah sumringah.

Kiky, panggilan akrab dari teman SMA-nya, Rizky, yang rumahnya berada di wilayah ini juga. Sudah dua tahun belakangan Laila tidak melihat temannya itu, jadi wajar ia merasa asing dengan penampakan Kiky yang tambun sekarang.

“Kamu habis dari mana?” Kiky bertanya santai, sementara satu tangannya menenteng plastik dari minimarket terdekat.

“Dari tempat kerjaku,” jawab Laila seraya menunjuk ke belakang dengan dagunya. Ia mulai berjalan di samping Kiky dan menikmati pemandangan malam dengan seliweran kendaraan yang sesekali lewat.

“Kamu kerja di sekitar sini?” 

“Iya, lho..  Kayaknya aku pernah cerita, deh.” Laila meliriknya dengan tatapan terkejut.

Kiky tidak menjawab, hanya menyeringai kecil dan dahinya mengerut karena tidak ingat kapan Laila pernah bercerita soal itu. Tapi, ia punya hal yang lebih penting untuk dibicarakan dan berharap Laila akan tertarik.

“Ngomong-ngomong, kalau kamu belum bekerja aku ingin menawarkanmu pekerjaan, sih,” ujar Kiky yang sepertinya belum tahu bahwa Laila sudah menjadi seorang perawat. Dari gelagatnya jelas itu tawaran pekerjaan selain petugas medis.

Tapi, Laila hanya diam mendengarkan. Belokan ke gang rumahnya hanya beberapa meter lagi.

“Omku memiliki usaha di Thailand, katanya dia sedang membutuhkan pegawai administrasi,” jelas Kiky. “Mungkin kamu tertarik, Lel?”

Laila terkekeh mendengar nama panggilannya yang aneh itu disebutkan lagi oleh teman lamanya. 

“Hmmm… di Thailand, ya?” Laila seperti mempertimbangkan, lalu berujar dengan lugas mengenai pekerjaan profesionalnya. “Ya, jadi tugasku sekarang merawat majikanku, dan aku sudah nyaman di sana.”

Kiky mungkin terkejut mengetahui bahwa Laila sudah sukses menyelesaikan studi sarjana dan menjadi seorang perawat, apalagi bekerja di sebuah keluarga yang bergengsi di kota ini. Jadi, ia tidak menyerah hanya dengan menawarkan pekerjaan, melainkan ia berniat mendekatinya.

“Ini nomorku, Lel.” Kiky masih sempat memberikan kartu namanya kepada Laila yang diterima saja. “Kamu boleh hubungi aku kalau perlu bantuan.. atau apapun.”

Laila membaca kartu nama di tangannya dan tersenyum simpul. “Baiklah.” Mereka berpisah.

Tanpa terasa adzan isya berkumandang saat Laila tiba di rumahnya. Ibunya menyambut dengan gembira, ternyata ada ayahnya yang sedang pulang lebih awal. Jadilah mereka makan malam bersama dan berbagi cerita.

Laila memerhatikan obrolan kedua orang tuanya sambil menahan air mata, kapan ia bisa membahagiakan mereka dan bagaimana caranya? Hanya mereka yang ia miliki di dunia ini, ia tidak dapat membayangkan hidup tanpa keduanya.

“Kamu sudah mengantuk, kak?” Ibu menyentuh lengannya. Laila menunduk sejenak, lalu menggeleng pelan.

“Aku harus kembali ke nenek, tadi janjinya setelah isya.” Jawab Laila dengan berat.

Orang tuanya pasti juga memiliki perasaan yang sama, baru kurang dari setengah jam mereka berkumpul, Laila sudah harus bekerja lagi. Tapi, tidak apa, karena besok ia akan kembali lagi ke rumah.

“Salam untuk nenek, bapak, dan ibu, ya.” Pesan orang tuanya.

Laila mengangguk seraya mengucap salam. 

Ia memendam cerita yang sebenarnya ingin ia utarakan kepada orang tuanya mengenai ucapan nenek sore tadi. Jika nenek bersikeras dengan perjodohan itu, ia akan mempertimbangkan untuk resign dari sana.

Sesuatu dalam dirinya berkata bahwa ucapan nenek benar-benar serius, bukan obrolan iseng semata. Laila tidak mungkin bekerja dengan perasaan yang mengganjal jika menolak permintaan nenek kali ini.

Langkahnya terhenti di depan gerbang kediaman keluarga Hakeem yang perlente. Cahaya temaram menghiasi taman-taman depan dan ruang demi ruang diterangi lampu kristal yang tak pernah redup meski mati listrik.

Laila hendak mengucapkan salam ketika telinganya menangkap suara keributan dari ruang keluarga yang akan dilewatinya.

Jadilah ia terjebak di dapur. Meski sebenarnya ia tidak ingin menguping pembicaraan yang mulai terdengar panas itu, ditambah lagi ia terkejut mendengar suara Nathan di sana.

Mas Nathan bukannya sedang keluar kota? Pikir Laila.

“Papa!” Nathan sampai berteriak. “Mana bisa seperti itu? Ini kan, urusanku.”

“Urusanmu?” Bapak Adiwijaya berkata lebih tegas. “Kalau itu urusanmu sendiri, pakai saja uangmu dan jangan tinggal di rumah ini!”

Laila membeku atas pernyataan yang tak pernah ia duga itu. Padahal hubungan Bapak Adiwijaya dengan putra pertamanya bisa dibilang harmonis meski tidak sedekat dengan adik-adiknya.

“Pa,” suara bu Kusuma terdengar menenangkan suaminya.

“Nathan, ingat, ya.” Bapak Adiwijaya terlihat menunjuk putranya itu, terpantul dari bayangan di kaca dapur. “Ini yang terakhir Papa memperingatkanmu. Sekali lagi kamu bermain-main dengan perempuan seperti itu, Papa benar-benar akan mengusirmu..”

“Siapa yang main-main sih, Pa??” Nathan menyela dengan nada tersinggung.

“Perempuan rendahan seperti itu!” Papa meninggikan suaranya sehingga semua orang terdiam dan menundukkan kepala, kecuali Nathan yang tetap menatapnya. “Dia cuma mau menjilatmu, mungkin saja ia  juga melakukannya pada pria lain, itu mudah sekali terlihat!”

Pranng!!

Nathan meninju kaca dari meja di depannya hingga terdengar suara pecahan yang keras. Semuanya dibuat merinding, kecuali bapak Adiwijaya yang semakin marah kepadanya meski belum mengatakan apapun.

“Namira bukan orang seperti itu!” Tegas Nathan yang tidak terima.

“Terserah,” Papanya mulai berdiri daripada meneruskan pertengkaran terbuka dengan putra pertamanya itu. “Kamu akan tahu bahwa apa yang Papa katakan benar, kamu pasti akan menyesal jika masih bersama perempuan itu dan menolak Laila.”

Laila menegakkan kepala dan seluruh tubuhnya membeku mendengar namanya disebutkan. Ada apa ini sebenarnya??

“Kenapa harus Laila sih, pa?” Nathan menyanggahnya. “Seperti gak ada perempuan lain saja!”

Related chapters

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   3. Kamu Harus Mau

    Seperti gak ada perempuan lain saja!Kalimat itu bercokol di hati Laila yang bersandar lemas pada dinding dapur. Sesaat kemudian, ia yang akhirnya bisa kembali ke kamar nenek setelah dibantu seorang staf di dapur, lalu duduk terdiam di samping ranjang yang hening.Nenek sudah terlelap di kamarnya yang jauh dari kebisingan di ruang keluarga. Syukurlah, daripada nenek ikut pusing dengan pertengkaran barusan, Laila saja menjadi tegang dan pening setelah mendengarnya.Apalagi namanya ikut disebutkan oleh bapak Adiwijaya, orang yang notabene-nya memiliki omongan yang berkaitan dengan urusan yang serius.Tapi, apakah benar dugaannya? Persoalan yang menyangkut dirinya dengan pertengkaran yang melibatkan Mas Nathan dan nama kekasihnya barusan…Laila terkejut akan kesimpulan di benaknya. Matanya melotot, tarikan nafasnya terdengar cepat, dan tangannya menutup mulut yang gemetaran. “Ti-tidak mungkin…” bisiknya sambil menggeleng pelan, merasakan kegugupan yang mulai menguasai dirinya.Matanya d

    Last Updated : 2024-01-24
  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   4. Pertama Kali

    Hanya agar nenek bahagia. Kalimat itu terpatri dengan baik di hati Nathan setelah pesta pernikahan yang meriah dan dihadiri oleh para kolega perusahaan. Kini, ia dan Laila tinggal berdua di kamar hotel tempat di mana acara dilangsungkan. Ia berjalan melewati koper-koper dan matanya tertuju ke kalung di dalam kotak beludru biru yang menjadi maharnya kepada Laila.Mungkin gadis itu habis melihatnya dengan puas sebelum membersihkan diri, pikir Nathan yang mendengar suara dari kamar mandi.Setelah menarik nafas di depan cermin yang panjang, Nathan melepaskan dasi dari kerahnya yang mulai terasa sesak. Matanya yang sayu dan muram menatap bayangan di cermin sambil mengingat kembali reaksi Namira atas pernikahannya.“Tega kamu, mas!” Teriak kekasihnya itu. Kekasih yang menghancurkan hatinya dengan membanting pintu apartemen dan pergi begitu saja.Pagi tadi, seorang teman memberitahunya mengenai keberadaan Laila yang masih di kota tersebut dan mungkin menunggu Nathan agar kembali menemuinya

    Last Updated : 2024-01-24
  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   5. Buaya Kemana Saja?

    Seminggu yang lalu–betapa cepat waktu berlalu.Sore itu, Nathan yang hampir mendekati gerbang tol luar kota mendapat panggilan dari asisten papanya. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa apa yang akan dibicarakan oleh papa segera membuatnya putar balik.“Papa gak setuju kamu menemuinya, Nathan!” Bentak papa dengan suara serak. “Kartumu sudah dibekukan, kalau kamu berani pergi sekarang, papa benar-benar tidak akan mengizinkan kamu kembali ke rumah!”Sebuah pertanyaan menerornya sepanjang perjalanan dan membuatnya gelisah, sejak kapan papa mengetahuinya? Padahal selama tiga tahun ini, Nathan telah menjaga hubungannya dengan sangat baik dan rapat dari keluarga.Hanya segelintir dari teman-teman terdekat yang mengetahuinya. Mereka-pun bisa menjaga rahasia dengan sangat baik. Lalu, siapa yang membocorkan informasi ini? Nathan yang kesal membanting tangannya di atas kemudi. Ia sudah tahu akan seperti apa pembicaraan mereka setibanya di rumah. Semuanya persis seperti dugaannya, kecuali..Bag

    Last Updated : 2024-01-24
  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   6. Foreplay

    “Aku sudah gak lapar, Mas.” Jawab Laila saat Nathan mengenakan jam tangan kembali setelah dari toilet.Nathan, meski mengenakan jam, tetap melirik jam dinding di hadapannya. Ini sudah jam setengah tiga menjelang sore, wajar saja Laila ngambek seperti itu meski tidak memperjelasnya di depan Nathan.“Maaf ya, yang… jadwalku padat banget.” Nathan meraih pinggang wanita itu dari belakang dan memeluknya sambil mencuri-curi perhatian dengan menempel pipi mereka.Ah, ini Laila, bukan Namira. Tapi, kenapa ia merasakan rasa sayang yang sama? Haha, ini lucu baginya. Seolah cinta itu tiba-tiba muncul setelah ia mengucapkan akad, dan tidak peduli apa yang diperbuatnya di luar dengan wanita lain, ia tetap menginginkan Laila.“Kamu beneran gak lapa

    Last Updated : 2024-02-15
  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   7. Main Course

    “Sudah, mas?” Laila menoleh ke belakang, langkahnya terhenti di ambang pintu kamar sambil menyeret koper.Nathan dengan sigap mengambil alih koper dari tangan istrinya itu, lalu bilang untuk jalan duluan. Mereka akan pulang malam ini, lalu sesuai kesepakatan untuk kembali ke pekerjaan masing-masing dan berencana jalan-jalan di akhir pekan.Sungguh simpel sekali hidupnya Laila, dan mudah dibuat senang. Nathan jadi lega karena ia tidak harus mengatur ulang jadwalnya, kemudian ia merangkul Laila dan mereka berjalan menyusuri lorong yang sepi.“Kenapa?” Tanya Laila yang melirik senyuman di wajah Nathan.“Hm? Nggak,” Nathan bergumam singkat. Pikirannya masih saja berputar-putar dibuai sentuhan istrinya sebelum mereka keluar kamar.

    Last Updated : 2024-02-16
  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   8. Kali Ini Saja

    Laila selesai melipat selimut dan meletakkannya dengan rapi di lemari pendek dekat ranjang nenek.Sementara ekor matanya menangkap perhatian nenek kepadanya, seolah tidak ingin lepas dan menanti jawabannya atas pertanyaan awkward barusan. Laila tidak tahan, jadi ia izin untuk ke dapur mengambil sesuatu.“Bawain nenek kue, ya?” Nenek memohon.“Kan, manis, nek..” Laila hendak menggeleng, tapi di satu sisi wajah memelas nenek membuatnya tidak tega. “Ya sudah, nanti aku cari cemilan lain yang rendah gula, oke? Aku ke dapur dulu, ya.”Nenek mengalami stroke dan diabetes sejak lama, mungkin sudah belasan tahun, tapi semakin hari kondisinya semakin me

    Last Updated : 2024-02-17
  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   9. Perhatian yang Dibaikan

    Laila mengantarkan Nathan menuruni tangga sambil merapikan posisi dasi yang menggantung di kerah biru itu. “Aduh, aku gak sempat sarapan, yang.” Nathan melengos melewati ruang makan. “Mana sepatuku?” Ia celingukan di ruang tamu sampai Laila membawakan sepasang sepatu hitam favoritnya. “Ini, seenggaknya kamu harus minum susu.” Laila menyodorkan segelas susu langsung ke mulut Nathan. “Biar gak kelaparan. Kamu belum makan apa-apa lho, biasanya gak ada waktu buat sarapan di sana, kan.” Nathan yang sedang mengenakan sepatu sambil meneguk susu yang diberikan Laila, melirik wajah istrinya itu dari bibir gelas. “Kamu udah kayak mama aja,” komentarnya pelan, namun ia tetap menghabiskan susu itu. “Udah, makasih. Aku berangkat, ya.”

    Last Updated : 2024-02-18
  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   10. Ranjang yang Dingin

    “Sarapan sedikit lah, sayang..” Laila memohon. “Suapin,” Nathan meminta dengan manja, sambil mengenakan sepatunya. Lima menit, kegiatan pagi yang romantis itu berjalan singkat dan mengesankan bagi Laila yang tersenyum-senyum dengan wajah merona. Dipandanginya wajah tampan Nathan yang dihiasi hidung yang tinggi dan sorot mata yang dalam. Mimpi apa dia bisa menyuapi tuan mudanya yang kini telah menjadi suaminya? Ah, senangnya! Usai Nathan berangkat, seperti biasa Laila menuju kamar nenek dimana suster Enni sedang menyuapi sarapan. Biasanya itu adalah kegiatan Laila di pagi hari, tapi kini ia juga harus mengurusi bayi besarnya si cucu nenek. “Nenek,” Laila menyapa dengan wajah riang.

    Last Updated : 2024-02-19

Latest chapter

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   28. Bayangan Trauma

    “Dimana lagi kamu bisa dapat wanita seperti dia?”Tiba-tiba omelan mama menggema ke seisi kamar rawat. Di hadapannya, Nathan duduk terdiam dan wajahnya berubah kaku.Untuk kedua kalinya, mama masuk rumah sakit dalam keadaan setengah sadar karena gulanya naik.Kali ini, mama seperti menyesali apa yang telah terjadi dalam pernikahan putranya yang kandas. Mama yang awalnya hanya diam tak berani berpendapat, kini mulai intens memojokkan Nathan atas keputusannya tersebut.“Ma,” Nathan berusaha menjelaskan secara perlahan. Sementara kedua adiknya di sofa menoleh. “Sekarang aku udah nikah sama Namira, ma.”“Ceraikan dia, rujuk kembali sama Indah. Mama gak mau tahu.”

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   27. Memendam

    Klep!Nathan menutup pintu mobil. Ditatapnya bangunan rumah sakit di pinggiran daerah yang sepi itu, sebelum dia melangkah masuk.Tujuannya adalah untuk bertemu dengan dokter yang menangani Laila.Nathan mengenal dokter itu sebagaimana dia juga mengenal dokter Reza. Tapi, siapa di negeri ini yang tidak mengenalnya?Bahkan rahasia tentang kehamilan Namira mulai tercium di tengah masyarakat.Papa, melalui asistennya, meminta klarifikasi dari Nathan terkait hal itu.“Pasalnya, mas,” kata asisten itu sambil mengimbangi jalan Nathan yang cepat di lorong kantor siang tadi. “Kehamilan istri Anda diduga lebih dulu sebelum pernikahan Anda.”

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   26. Penyesalan Pertama

    “Mas kenapa bengong dari tadi?”Pertanyaan Namira itu menggantung di antara ruang yang sempit dengan suaminya, Nathan, yang duduk di depan.Nathan tidak seperti biasanya yang antusias setiap kali memeriksa bayi mereka ke dokter kandungan, hari ini dia lebih diam dan tidak banyak menunjukkan raut senang. Kesan dingin justru tampak di wajahnya.Seperti sekarang, Nathan bahkan tidak menjawabnya. Namira hanya menghela nafas panjang, lalu mengalihkan tatapan ke jalanan yang lengang.“Karena mama, ya?” Tanya Namira yang kali ini mendapat reaksi tolehan kepala Nathan yang sedikit ke belakang. “Sudah aku duga, ngapain dipikirin sih, mas… nanti mama juga bakal nerima bayi kita!”

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   25. Harapan yang Menggores Hati

    Tap. Tap. Laila melewati banyak pasang kaki di lobi, ketika kepalanya terus tertunduk hingga dia mencapai pintu otomatis.Ketakutan akan bertemu dengan Nathan secara tidak sengaja membuatnya hampir menabrak beberapa orang, kemudian meminta maaf, dan berjalan lebih cepat.“Dok,” Laila mengangkat ponsel ke telinganya saat berbicara di telepon. “Mungkin saya akan sedikit terlambat…”Matanya menatap indahnya taman kehijauan rumah sakit yang berada di pinggiran kota itu, sangat asri dan terlalu nyaman untuk langsung ditinggal pergi. Jadi, dia memutuskan untuk duduk-duduk sebentar menikmati suasana ini.“Ya, gak apa-apa, Laila,” dokter Reza menjawab santai dengan nada lembut.

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   24. Saat Mantan Cemburu

    Laila mengerjap begitu lama pada gelas kopi di hadapannya, seolah kehadiran Rizky di seberang sana terlalu jauh ditatap.Tidak lama, helaan nafasnya terdengar. Lalu kecapan lidahnya, sebelum menaikkan wajah yang kecewa dan penuh pemikiran kepada Rizky, dia berkata perlahan, “maaf, kalau itu yang kamu rasakan, tapi sejujurnya aku gak merasakan apapun dari pertemanan kita.”Suaranya sedikit ditekankan pada kata ‘pertemanan’ seolah ingin mengusir rasa yang seharusnya tidak ada dalam hubungan mereka.Namun, bagaimanapun, kata Sahila ketika Laila curhat kepadanya malam itu soal pengakuan Rizky, “gak ada pertemanan di antara pria dan wanita, terlebih lagi ketika mereka semakin dewasa dan membutuhkan pendamping hidup. Kamu tahu maksudku.”

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   23. Kerinduan Hati yang Bimbang

    Ting! Tong!Suara bel dari pintu menyentak tidur siang Laila yang menghadap ke jendela. Angin mengalir lembut di kota dengan cuaca sejuk ini.Siapa? Pikirnya.Laila terbangun sambil duduk lemas menatap ke arah pintu. Dia menghela nafas panjang, kemudian meraih hijab di gantungan terdekat dan melihat melalui interkom.“Rizky?” Gumamnya terkejut.Wajah pria berkulit sawo matang yang maskulin dan mengenakan topi itu terpampang di layar.Laila ragu untuk membuka pintu di tangannya, jadi dia menunggu sambil bersandar selama beberapa lama.Ting! Tong!Suara bel terdengar l

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   22. Tiga Hati yang Berbeda

    “Saya gak nyangka ketemu kamu, Laila.” Ujar dokter Reza setibanya mereka di stasiun kota lain, lalu turun bersama.Laila menatap sepatunya saat mereka berjalan bersama-sama sambil menarik koper masing-masing. Dokter Reza hendak membantunya, namun Laila menolak halus bahwa dia bisa sendiri sampai mereka tiba di taksi.“Jadi.. kita satu arah?” Tanya dokter Reza ingin memastikan, setelah tahu bahwa Laila akan menuju daerah yang sama dengannya.“Ya,” Laila menaikkan bahu. Sedikit enggan untuk mengakuinya karena segan untuk bersama sang dokter dalam perjalanan ke sana.“Ok. Gak apa-apa, ikut saja denganku.” Dokter Reza mengajaknya secara spontan, meski caranya tenang dan lembut. “Taksiku sudah datang.”

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   21. Sisa Rasa

    Lima belas tahun yang lalu. “Aku tidak pernah menyukaimu, Laila! Tidak sedikitpun!” Teriakan seorang anak laki-laki di lorong sekolah itu menggema begitu keras sampai-sampai membuat Laila malu dan hampir menangis. Demikian pula hari ini. Laila mencengkram selimutnya seolah hanya itu pegangan terakhir dalam hidupnya di depan Nathan yang semakin mendekat. Blam. Pintu telah ditutup. Ibu terbangun dan terkejut sambil duduk, kemudian terperangah ke arah Nathan dan berganti ke arah Laila. “Mas Nathan..?” Bisiknya dengan nafas tersendat, ada rasa marah dan juga kecewa di hatinya.

  • Terbuai Cinta Palsu Tuan Muda   20. Ruang Rindu

    “Kamu gak nawarin aku makan?”Pertanyaan penuh kekesalan itu terlontar dari Nathan setibanya di apartemen Namira, sebidang bagian di lantai tujuh yang merupakan pemberiannya.“Apa sih, mas?” Namira yang sedang leyeh-leyeh merasa terusik. Baru kali ini dia mulai terusik atas kehadiran kekasihnya itu, yang padahal dulu ingin dia rebut waktunya sepenuhnya.“Kamu sendiri emang gak lapar?” Tanya Nathan lagi, kali ini lebih lembut. Dia duduk dengan posisi lelah, memiringkan kepala ke arah Namira yang bahkan enggan menatapnya tanpa alasan.“Nggak,” Namira menjawab sambil mengalihkan pandangannya lebih jauh.Namun, bagi Nathan itu adalah tuntutan wanita hamil yang minta dime

DMCA.com Protection Status