Aku mendengkus lelah sekaligus kecewa mendapati Kak Sabiru sudah terbuai mimpi. Hati kecilku masih ingin bercengkrama dengan dia. Masih ingin bermanja-manja.
Entahlah ... akhir-akhir ini semenjak Keanu lahir ke dunia, aku merasa sangat mengagumi pria ini. Sikapnya yang teramat perhatian pada kami dan juga siaga membuatku merasa beruntung memilikinya. Kemudian akan semakin jauh cinta padanya jika teringat masa-masa kelabu kami.
Kak Sabiru yang sabar akan selalu tersenyum walau kumaki. Dirinya tetap perhatian biar pun didiamkan. Dan teguh bertahan untuk bertanggung jawab, meski aku menolaknya berulang kali.
Mengingat perilaku bodoh sendiri tak terasa air mataku menitik. Namun, lekas kuhapus. Pelan kurebahkan tubuh di sampingnya. Memiringkan posisi agar bisa menatap lekat torehan karya Tuhan pada wajah pria ini.
Kak Sabiru terlihat damai dalam lelapnya. Dadanya turun naik dengan napas yang beraturan. Sangat pelan karena takut membangunkan, kuelus lembut pipinya yang sedikit kasar bekas cukuran bulu-bulu halusnya. .
Bibirnya yang bersih dari nikotin tampak seksi dipandang mata. Apalagi saat tertidur mulut lelaki ini sedikit terbuka seolah mengundang untuk dikecup. Oh ... kenapa aku sampai punya pikiran seperti ini? Benarkah hatiku telah tertawan olehnya?
Walaupun hati merutuk, tetapi tubuhku justru terobsesi ingin menyentuh pria ini. Kembali tanganku berjelajah pada wajahnya. Dan tiba-tiba saja Kak Sabiru menangkap tanganku yang tengah menyusuri hidung mancungnya.
"Keanu sudah tidur?" tanyanya dengan suara sayu. Kuiyakan dengan anggukan.
Kak Sabiru tersenyum. Diraihnya kepalaku untuk dikecupnya pelan. "Kamu sangat cantik malam ini, Bila," bisiknya syahdu, "sini!" Kak Sabiru membuka kedua tangan.
Tanpa ragu aku lekas menyusup pada dada bidang itu.
Mata kami saling beradu. Saling menatap penuh damba.
Sentuhan lembut dan penuh kehati-hatian darinya membuatku melayang ke langit ketujuh.
***
"Bila ... bangun!"
Bisikan lembut itu mengalun indah di telinga. Sayangnya aku sedang tidak tertarik untuk mendengarkannya. Sehingga aku hanya menggeliat sebentar untuk kemudian tertidur kembali.
"Bangun, La! Kakak sudah siapkan air hangat," perintah Kak Sabiru di telinga.
"Air hangat untuk apa? Aku masih ngantuk nih." Aku menjawab dengan mata yang masih tertutup.
"Keramas, La! Mumpung belum ada yang pada bangun," suruh Kak Sabiru lagi.
Mendengar kata keramas seketika mataku terbuka. Lantas teringat pergumulan pertamaku dengan Kak Sabiru. Langsung saja kusentuh area sensitif ini. Masih terasa perih dan sedikit lengket. Ya aku harus membersihkan badan.
Terburu kusingkap selimut putih yang menutup seluruh tubuh. Ah tidak ... ternyata tubuhku masih polos tanpa sehelai benang. Dengan wajah merona malu kututup kembali tubuh ini.
Kak Sabiru yang pengertian mengambil baju tidurku yang tergeletak mengenaskan di lantai. Pria itu duduk dan siap memakainya.
"Aku bisa sendiri," tolakku langsung menyambar kain berwarna hijau muda itu. "Kakak balik badan!" suruhku kemudian.
Namun, Kak Sabiru bergeming. Dia justru menarik selimut yang tengah kudekap. Bibirnya pelan mengecup pundak polosku. "Kenapa harus malu? Aku bahkan sudah menikmati setiap inci dari tubuhmu," ujarnya dengan senyum samar.
"Ahhh ... pokoknya sana balik badan, aku mau pakai baju sendiri," perintahku tegas sembari mendorong pelan tubuh Kak Sabiru.
"Oke deh."
Kak Sabiru mengalah dan menuruti perintahku dengan membalik badan. Dirinya bahkan bangkit dari duduk untuk melangkah menuju ke lemari empat pintu kami. Sembari menunggu aku memakai baju, pria itu membuka pintu lemari.
Tubuhku terhalang pandangan karena pintu lemari terbuka itu. Gegas kupakai baju tidur secepat mungkin. "Sudah," ucapku memberi tahu.
Kak Sabiru menutup kembali pintu lemari berwarna putih itu begitu mendengar aku berujar. Dirinya mendekat seraya membawa sepotong handuk dan baju ganti untukku.
"Aku mandi dulu. Titip Keanu sebentar, ya," pamitku begitu menerima angsuran darinya.
Begitu mendapat anggukan kepala dari Kak Sabiru, tertatih aku melangkah ke luar kamar. Walau sudah bukan perawan, tetapi semalam adalah kali kedua kewanitaanku dimasuki.
Suasana rumah masih lenggang. Sepertinya penghuni lain belum ada yang bangun. Air panas di atas kompor yang telah disiapkan Kak Sabiru segera kupindah ke kamar mandi.
Seketika aku menggigil kedinginan saat mulai mengguyur badan. Walau sudah memakai air hangat tetap saja hawa dingin itu tetap terasa. Seumur-umur baru kali ini aku membersihkan badan di pagi buta.
Karena tidak kuat menahan hawa dingin kegiatan mandi besar ini kubuat secepat mungkin. Yang penting telah sesuai dengan syariat. Apalagi terdengar ada seseorang yang mengetuk pintu kamar mandi. Maka bergegas aku ke luar dari bilik ini.
"Bila?" sapa Ibu terlihat kaget melihat aku yang baru saja menggunakan kamar mandi. "Habis ngapain kok lama?"
"Eh ... E ...." Aku bingung mau menjawab apa.
Mendadak senyum kecil terlukis dari bibir Ibu begitu menyadari keadaanku. "Habis keramas, ya?" tebaknya kemudian.
"E-e-iya," jujurku dengan terbata.
Lalu karena tidak mau lagi salah tingkah gegas aku menderap langkah. Beranjak pergi menuju kembali ke kamar. Di jalan aku berpapasan dengan Paman yang baru saja ke luar dari kamar tidurnya.
"Habis junub, La? Pagi amat," ledek Paman dengan cengiran di bibir.
Aku yang salah tingkah tidak mampu membalas. Hanya mampu meringis untuk kemudian melanjutkan langkah menuju kamar.
Kak Sabiru telah mengganti kaos tipis putihnya menjadi baju koko ketika aku masuk. Pria itu tengah duduk di lantai beralaskan sajadah panjang berwarna merah. Mulutnya mengalun ayat-ayat suci. Walau bukan seorang qiroah, tetapi bagiku suara lumayan merdu.
Sementara menunggu Kak Sabiru menyelesaikan bacaannya, aku memilih untuk mengeringkan rambut. Duduk di depan cermin besar meja rias sembari mengarahkan hairdryer ke rambut. Namun, suara bising dari mesin ini membuatku merasa tidak nyaman.
Aku takut mengganggu Kak Sabiru. Sehingga terpaksa mengeringkan rambut secara manual. Mengacak-acak rambut menggunakan kain handuk. Namun, tiba-tiba handukku ada yang memegang. Dan Kak Sabiru si pelakunya.
"Sini aku bantu keringkan," ujarnya mulai siap mencolokkan kembali hairdryer.
"Nggak usah," tolakku langsung, "Kakak lanjutin saja ngajinya. Suaramu bagus aku suka."
"Udahan tadi," sahutnya santai. "Ayo sini aku bantu keringkan."
Tidak mampu lagi menolak, aku diam pasrah saat tangan kekar itu mulai mengarahkan mesin pengering ke rambut. Dengan lembut Kak Sabiru mengacak-acak rambutku. Lalu menyisirnya. Sesekali kurasakan kecupan ringan darinya pada rambut. Membuatku spontan mendongak menatapnya.
"Wangi rambutmu sungguh menggoda. Aku suka," kilahnya begitu melihat tatapanku.Tersenyum aku mendengar pujian itu.
Kembali aku menatap cermin. Merasakan lagi sentuhan tangan dari Kak Sabiru pada rambut. Dirasa sudah cukup kering, pria itu mematikan mesin itu. Dirinya tersenyum menatapku lewat pantulan cermin.
"Cantik," pujinya mesra di telinga.
Membuat seketika bulu kudukku terasa berdiri. Pria itu menunduk untuk menyejahterakan posisi wajah di pundakku.
"I love you, Bila," ucapannya syahdu.
Untaian kata yang meluncur lembut dari mulutnya itu, layaknya mantra yang membuat aku tidak mampu berkutik. Ini adalah pernyataan cinta yang pertama kali kudengar dari bibirnya. Terdengar begitu tulus dan menyejukkan jiwa.
Perlahan Kak Sabiru meraih daguku. Membuatku terpaksa membalas tatapan intensnya. Kini pria itu mulai mendekatkan wajah. Aku tahu apa yang hendak ia lakukan. Maka aku pun menutup mata. Bersiap menerima sentuhan lembut darinya.
"Panggilan cinta dari Allah telah tiba. Kakak pergi sholat subuh ke masjid dulu, ya," pamitnya kalem.
Aku yang telah salah menerka lekas membuka mata. Dengan tersenyum kecut aku mengangguk.
"Ya sudah kakak pergi, ya."
"Ya," sahutku sembari mengusap tengkuk. Kupikir tadi dia akan menciumku. Ternyata aku gede rasa sendiri.
Cup!
Kak Sabiru mengecup ringan bibirku. Membuat aku sedikit terkesiap mendapat perlakuan tiba-tiba itu. Melihat ekspresiku Kak Sabiru menjawil pipiku sebentar, lantas dirinya meraih sajadah panjang miliknya untuk di sampirkan di pundak dan memakai kopiah putih.
Ahhh ... kok kian tampan saja pria ini. Mataku seakan tidak jemu memandang. Selanjutnya Kak Sabiru bergegas menuju pintu untuk kemudian menutupnya dari luar.
"Hati-hati," ucapku lirih begitu dirinya sudah tidak berlalu.
Sepertinya tadi aku begitu terpesona, tetapi malu mengakui sehingga untuk mengucap kata 'hati-hati' saja tidak mampu. Kenapa sih ... jatuh cinta kali ini begitu indah? Aku menggeleng pelan walau bibir melengkung senyuman.
Aku bergegas menuju kamar mandi lagi untuk berwudhu, setelah itu lekas menggelar sajadah panjang sendiri. Memakai mukena putih bunga-bunga untuk kemudian menunaikan ibadah dua ra'kaat. Penuh kekhusyukan aku menghadap Tuhan.
Sujud terakhir sengaja kupanjangkan dengan menyelipkan doa. Memohon kepada sang Pencipta, agar babak hidup yang baru kuarungi bersama Kak Sabiru ini senantiasa diberikan kedamaian, cinta kasih, dan rahmah.
Aktivitas mendamaikan hati ini lekas kusudahi begitu mendengar suara rengekan dari Keanu. Bayi kecilku pasti sudah bangun. Usai melipat mukena dan sajadah, lekas kuhampiri Keanu dalam boks. Matanya masih terpejam, tetapi rengekannya kian menambah. Dia pasti lapar.
Tanpa menunggu lagi kuangkat malaikat kecil dalam hidup ini. Keanu sungguh begitu menggemaskan sehingga aku tidak tahan untuk menciumi pipi chubby-nya. Lalu dengan penuh kasih sayang bayi kecil itu kususui.
Terdengar suara pintu berderit. Saat kutengok wajah tenang Kak Sabiru menyembul dengan senyuman. Pria itu mendekat usai menutup pintu kembali.
"Keanu kelaparan, ya?" tanya Kak Sabiru sembari merapatkan duduk untuk merangkul pundakku.
"Iya, nih rakus banget miminya," jawabku masih terus memandangi wajah bayi kami.
"Ayah juga lapar nih."
Kutoleh pria di samping. Kak Sabiru menganguk cepat ketika mata kami bertemu pandang.
"Ya udah aku bikin sarapan dulu."
Keanu yang sudah puas menyusu lekas kubaringkan kembali di boks. Namun, ketika aku hendak membuka pintu untuk membuat sarapan, Kak Sabiru menghalangi.
"Mau ke mana?"
"Ke dapur katanya tadi lapar."
"Gak usah ke dapur di sini saja."
"Lho kok gitu?" Aku menyipit bingung.
Kak Sabiru melempar senyum manis. Tangannya menarik lenganku untuk merapatkan tubuh kami.
"Aku mau sarapan lain," cengirnya.
"Sarapan lain apa?" Aku yang masih bingung bertanya dengan polosnya.
"Sarapan batin."
"Sarapan batin itu ap-"
Belum sempat aku menyelesaikan ucapan, bibirnya terlebih dulu berlabuh. Begitu lembut dan dalam. Membuatku terbuai. Aku bahkan sampai terkaget saat tiba-tiba dia mengangkat tubuhku dan membawanya ke ranjang.
Lagi Kak Sabiru membawaku terbang ke angkasa cinta. Bahkan kali ini aku mampu mendaki puncak kenikmatan surga dunia. Dan badan yang letih akhirnya mengantarkanku ke alam mimpi kembali.
next
kasih tau kalo ada typo
Aku membuka mata. Sorot sinar mentari pagi yang menerobos melalui kaca jendela sungguh menyilaukan. Sepertinya hari sudah beranjak siang. Untuk melihat waktu kulirik jam digital kecil pada buffet kamar. Pukul delapan lebih dua puluh tiga menit. Benar sudah siang.Aduh ... kenapa aku bisa bangun kesiangan begini? Namun, otak ini dengan cepat mengirim sinyal memori. Seketika bibirku melukis senyum teringat kenapa bisa terlambat bangun.Selepas subuh tadi Kak Sabiru meminta jatah sarapan batinnya. Pria itu luar biasa perkasa. Aku dibuatnya takluk berkali-kali. Dirinya bagaikan singa lapar saat menikmati tubuhku. Bukan kasar, tetapi menggairahkan. Itu semakin membuatku mabuk kepayang kepadanya. Ingin terus merasakan kembali perlakuan lembut dan manisnya. Seperti candu, aku ingin setiap saat disentuh pria itu."Aku akan membawamu mendaki puncak kenikmatan
Kak Sabiru mengambil cuti selama seminggu untuk hari pernikahannya. Dan tiga hari lagi cuti Kak Sabiru dari kantornya akan berakhir. Besok pria itu akan kembali bekerja.Sebenarnya Kak Sabiru mengajak untuk berbulan madu. Bahkan Om Hendri telah menyiapkan tiket untuk kami berlibur. Namun, aku menolaknya.Keanu masih terlalu kecil untuk ditinggal. Apalagi dia masihfullASI. Tidak tega rasanya meninggalkan bayi mungil itu bersama neneknya. Terlebih Ibu sering kewalahan menghadapi jerit tangisnya.Keanu kalau sudah menangis cuma aku yang bisa menenangkan. Sebab aku punya penawarannya, yaitu ASI ini. Karena alasan itulah baik Kak Sabiru maupun Om Hendri maklum.Masa libur yang lumayan terasa singkat ini digunakan seefektif mungkin oleh Kak Sabiru. Dirinya benar-benar meluangkan waktunya untukquality timebersama aku dan Keanu. Sepertinya dia sadar sebentar lagi akan kemb
❤️❤️❤️"Bila?" Terdengar suara Kak Sabiru dan Elma menegur bersamaan.Seketika aku dan Zayn terkesiap mendengar teguran itu. Gegas aku lekas bangkit. Sialnya pengait gelang yang kupakai tersangkut di kemeja Zayn. Dan itu membuatku susah untuk bangkit."Kok malah tindih-tindihan terus dari tadi. Kasihan Zayn dong, Bil, kamu tindih terus." Elma menegur lagi. Ada rona cemburu yang terlukis pada wajahnya."Sembarang!" selorohku tidak terima. "Ini gelangku nyangkut di kemeja Zayn." Aku menerangkan dengan sedikit mengeluh."Sini!"Kak Sabiru jongkok untuk membantu melepas gelangku. Sepertinya pria itu kesusahan melepasnya. Dan aku sungguh tidak menyangka jika Kak Sabiru memilih untuk menarik paksa. Sehingga gelang rantai mungil yang terbuat dari emas putih itu patah.&nb
Hari ini aku dan Kak Sabiru resmi meninggalkan rumah Ibu. Kami sepakat memulai hidup mandiri. Walau Ibu terlihat sedih dengan kepindahan kami, tapi perempuan itu mengikhlaskan.Bagaimanapun juga aku telah lama bersuami. Sudah menjadi kewajiban seorang istri jika harus menuruti perintah ataupun keinginan sang suami. Seperti perintah Kak Sabiru ini.Bukan tanpa alasan Kak Sabiru menginginkan kepindahan. Dirinya juga telah nyaman tinggal di rumah Ibu. Sudah lebih tiga tahun pria itu bermukim di situ dari semenjak menikah dengan almarhum Kamila dulu.Namun, Kak Sabiru menginginkan kemandirian dalam rumah tangganya. Pria itu ingin sepenuhnya mengimani keluarga kecilnya di rumah sendiri. Apalagi sekarang rumah kecil Ibu telah ramai penghuni. Kamar tidurnya sudah terisi orang semua. Walau Bu Halimah sudah mudik dari dua hari yang lalu, tetapi Ibu tidak akan kesepian lagi jika ditinggal oleh kami. Sudah ada Paman dan
Doa selama seharian ini tidak didengar Tuhan. Semesta justru seolah mendukung. Petang ini langit tampak begitu cerah. Begitu bersih tanpa awan dan bertabur bintang.Sedari maghrib tadi keluarga Kiara bolak-balik menelepon. Mengingatkan pada kami tentang jamuan makan malamnya. Bahkan adik bungsu Kiara sengaja disuruh untuk menjemput kami oleh ibunya."Tunggu sebentar, ya. Kak Biru lagi jemaah isya di mushola." Aku memberi tahu remaja imut itu.Gadis itu mengangguk paham. Tanpa membantah dirinya balik lagi ke rumahnya yang tepat berhadapan dengan rumah ini. Namun, di pintu pagar pemudi itu berpapasan dengan Kak Sabiru.Dari ruang tamu kulihat Kak Sabiru dan gadis itu terlibat perbincangan sejenak. Usai menyampaikan sesu
Memuliakan tetangga memang wajib. Bukan sunnah. Namun, jika tetangganya seperti Tante Santi, aku tidak yakin apakah akan mampu melakukannya. Pasalnya wanita paruh baya yang masih terlihat ayu itu terlalu rempong.Menurutku, Tante Santi agak lancang karena terlalu sering mencampuri urusan rumah tangga yang kubina dengan Kak Sabiru. Padahal memang siapa dia? Dirinya tidak lebih dari orang luar saja. Tetangga dekat yang kebetulan pernah meluangkan waktunya untuk ikut mengasuh Kak Sabiru. Ketika suamiku itu baru saja ditinggal pergi selama-lamanya oleh sang ibu.Menurutku pula, karena alasan tersebut Tante Santi jadi seolah punya senjata yang ampuh. Wanita itu akan mengungkit kebaikan kecilnya di masa lalu untuk memeras Kak Sabiru. Kukatakan memeras karena setiap hari selalu saja ada barang atau uang yang dia pinjam.Kak Sabiru yang memang sangat menghindari keributan akan selalu memenuhi permintaan wanita itu.
💐💐💐Salah. Aku tahu apa yang baru saja kuucap memang salah. Namun, hati siapa yang tidak iba? Melihat sosok pria yang pernah bertahta lama di hati berdiri tergetar karena menahan dinginnya hawa. Apalagi dengan wajah pucat dan bibir yang biru, aku yakin banyak hati yang akan tersentuh untuk menolongnya."Ya, masuklah!"Akhirnya, kupersilahkan Zayn masuk. Senyum tipis seketika terbit dari bibir biru itu. Zayn meletakan bungkusan yang ia bawa di meja ruang tamu. Terlihat dia mengedarkan pandangan, lalu manik hitam nan teduh yang dulu begitu kurindu kini beralih menatapku."Duduklah! Aku akan ambilkan baju ganti," suruhku canggung. Bahkan mungkin cenderung kaku atau kikuk. Entahlah aku tidak peduli. Karena aku harus menjaga sikap. Namun, Zayn menggeleng lemah. "Bajuku basah kuyup. Kalo aku duduk kursi ini akan basah semua," tolaknya pen
"Kak!"Aku memanggil Kak Sabiru. Pria itu tidak menghiraukan. Dirinya tetap lunglai berjalan menuju kamar tidur kami. Aku sendiri lekas menaruh Keanu ke dalam boks dan memberinya mainan. Kasihan ... bayi itu harus bermain sendiri saat kedua orang tuanya terlibat cekcok."Tolong dengar penjelasan aku dulu, Kak," pintaku dengan sorot pengharapan. Tanganku menghalangi Kak Sabiru yang hendak meraih gagang pintu.Kak Sabiru menggeleng lemah. Terlihat jelas dari sorot matanya jika pria itu memendam kekecewaan yang teramat. "Baru tadi pagi kamu berjanji dan sore ini kudapati kamu mengingkarinya, Bila," ujarnya getir. Lagi Kak Sabiru menggeleng lemah disertai senyuman miris."Makanya dengarkan aku bicara dulu," tukasku cepat. "Kasih aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya!""Tidak perlu." Kak Sabiru menggeleng tegas. "Kalian berduaan di dalam kamar. Hanya berdua dan kalian pernah saling mencinta
Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI."Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi
"Sedang apa?" Aku dan Elma menyela cepat.Kak Sabiru bergeming. Dia tampak menyesali ucapannya."Ayo katakan, Biru! Apa yang sedang Zayn rencanakan?" desak Elma sambil menarik-narik lengan suamiku. Seperti anak kecil yang merengek pada kakaknya."Aduh gimana ya?" Kak Sabiru mengusap tengkuknya beberapa kali. "Sebenarnya ini tuh rahasia, El. Aku sudah berjanji untuk tidak membocorkannya padamu," tutur Kak Sabiru dengan wajah meragu. "Laki-laki itu yang dipegang adalah omongannya, jadi ... sorry to say. Aku gak bisa." Kak Sabiru angkat bahu, lalu menangkup kedua tangan."Yah ... Biru gak asyik," keluh Elma kecewa. Gadis itu sengaja memanyunkan bibirnya ke depan."Denger, El, percaya deh sama Zayn. Dia itu pemuda yang baik." Suamiku berucap yakin. "Udah yuk lanjut makan!" suruhnya sambil menunjuk makanan dengan matanya.
"Kiara?" sapaku dengan perasaan tidak menentu.Jika aku paling mencemburui Kiara, maka Zayn adalah lelaki paling mencemburui Kak Sabiru cemburui. Sama halnya Zayn yang masih saja perhatian padaku, Kiara bahkan tidak pernah mundur untuk mendapatkan suamiku."Hai, Bila? Baru pulang?" Kiara balas menyambut kalem. Tangannya terulur menjawil pipi Keanu. Bagai sehati bayi itu langsung merengek dijawil oleh wanita yang dicemburui ibunya.Reza menyusul usai mematikan mesin mobil. Pria itu menganguk ramah pada Kiara dan ditanggapi senyuman simpul oleh sang gadis."Iya, nih," sahutku sambil berusaha mendiamkan Keanu, "tumben main? Ada apa?" Aku mencoba santai saat bertanya."Kayaknya kamu gak suka aku menginjakkan kaki di sini deh." Kiara menebak sotoy sembari berkacak pinggang. "Cemburu, ya?" Kiara meledek dengan seringai kecil.Aku mendesah pelan. "Salut ya. Setelah serangkaian ak
Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapanmupengyang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.
Sambil menunggu kepulangan Kak Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal.Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi.Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.B
Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju
Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."
"Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini?Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K
"Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks