Home / Romansa / Telanjur Cinta / 5. Para Mantan

Share

5. Para Mantan

Author: Yenika Koesrini
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Kak Sabiru mengambil cuti selama seminggu untuk hari pernikahannya. Dan tiga hari lagi cuti Kak Sabiru dari kantornya akan berakhir. Besok pria itu akan kembali bekerja.

Sebenarnya Kak Sabiru mengajak untuk berbulan madu. Bahkan Om Hendri telah menyiapkan tiket untuk kami berlibur. Namun, aku menolaknya.

Keanu masih terlalu kecil untuk ditinggal. Apalagi dia masih full ASI. Tidak tega rasanya meninggalkan bayi mungil itu bersama neneknya. Terlebih Ibu sering kewalahan menghadapi jerit tangisnya.

Keanu kalau sudah menangis cuma aku yang bisa menenangkan. Sebab aku punya penawarannya, yaitu ASI ini. Karena alasan itulah baik Kak Sabiru maupun Om Hendri maklum.

Masa libur yang lumayan terasa singkat ini digunakan seefektif mungkin oleh Kak Sabiru. Dirinya benar-benar meluangkan waktunya untuk quality time bersama aku dan Keanu. Sepertinya dia sadar sebentar lagi akan kembali sibuk bekerja dan mengelola kafe. Jadi dia tidak ingin melewatkan waktu ini berlalu begitu saja tanpa meninggalkan kesan.

*

Sore ini kembali Kak Sabiru telaten mengajariku naik sepeda di taman kompleks. Nasya ikut ke taman untuk menggendong Keanu. Di usia dua puluh tiga tahun lewat empat bulan ini, aku sama sekali belum bisa mengayuh sepeda. Karena dulu almarhum Ayah tidak membelikan sepeda kecil untuk belajar. Padahal seperti kebanyakan anak kecil lainnya, dulu aku juga berharap punya sepeda sendiri untuk berangkat sekolah atau bermain. Namun, gaji Ayah yang pas-pasan membuat kami harus hidup hemat.

Dulu pernah belajar naik sepeda punya sepupu dari pihak Ibu Halimah, ibu tiriku. Tetapi karena belajar sendiri tanpa ada yang mengawasi aku pernah terjun ke selokan yang lumayan dalam. Kakiku sampai pincang dengan luka lecet di sekujur badan. Bahkan ada sekitar sebulan aku sudah berjalan. Alasan itulah yang membuat aku sedikit trauma belajar naik sepeda. Memutuskan lebih baik berjalan kaki atau naik angkutan umum jika ingin bepergian.

Namun, beberapa waktu lalu sebelum menikah ulang dengan Kak Sabiru, saat sedang berjalan-jalan di taman kompleks ini bersama Keanu, aku melihat ada seorang anak kecil yang tengah giat belajar naik sepeda bersama sang ayah. Anak perempuan cantik yang kutaksir sekitar berusia lima tahunan itu tampak begitu semangat mengikuti arahan sang ayah. Bahkan dia sama sekali tidak menangis walau sudah jatuh berulang kali.

Melihat itu tiba-tiba saja hati kecilku terlecut ingin belajar naik sepeda juga. Jadi ketika Kak Sabiru menanyakan ingin mas kawin apa, aku jawab sepeda mini.

Sore hari taman kompleks perumahan kami lumayan ramai. Apalagi suasananya cerah seperti ini. Udara terasa sejuk karena banyaknya pepohonan dan bunga di taman ini. Kebanyakan orang yang mampir ke taman adalah ibu-ibu kompleks yang tengah sibuk menyuapi para balitanya. Atau juga anak-anak kecil yang bermain riang di playground.

Seperti pada kebanyakan orang yang telat belajar, aku pun begitu kaku saat menaiki sepeda mini berwarna merah muda itu. Hati yang gugup membuat aku tampak spaneng saat mengayuhnya. Dan kurang afdhol rasanya jika belajar sepeda tidak jatuh.

"Auwww!"

Aku mengaduh saat sepeda yang  tengah dinaiki ini menabrak bangku taman. Untung tidak sedang diduduki orang, sehingga hanya aku saja yang terluka.

"Sakit, La?" tanya Kak Sabiru perhatian sembari mengelus tungkai kakiku.

"Lumayan," sahutku disertai desisan.

Kak Sabiru menyingkap celana training hitam yang menutupi kulit kakiku. Pria itu memeriksa. "Gak ada yang lecet, tapi takutnya lebam nanti. Lebih sakit itu biasanya," cemasnya.

"Gak papa. Gak sakit banget kok." Aku menenangkan. Sebenarnya kaki ini rasanya lumayan sakit, tetapi rasa itu terbayarkan dengan kelulusan aku bisa menaiki sepeda ini.

Kak Sabiru membimbingku duduk di bangku taman. Hati-hati dia memijit pelan kaki ini. Ketika aku mengerang tertahan, dia berhenti.

"Kita ke dokter?" Kak Sabiru menawarkan.

"Enggak ah!" Aku menggeleng untuk menolak. "Nanti dipijat pake minyak tawon oleh ibu pasti mendingan kok."

"Yakin?"

Mata Kak Sabiru menatap lekat. Kuiyakan dengan anggukan dan senyuman samar.

"Mesra-mesraan mulu! Nih anaknya nangis!"

Aku dan Kak Sabiru menengok ke sumber suara sumbang itu. Datang si comel Nasya dengan mulutnya yang bersungut. Gadis itu langsung menyerahkan Keanu pada Kak Sabiru. Kak Sabiru yang tanggap lekas bangkit berdiri untuk menepuk-nepuk Keanu. Mencoba mendiamkan tangis bayi itu.

"Bisa dijaga gak sih mulutnya?! Asal banget kalo ngomong, mentang-mentang lidah tidak bertulang."

Aku menegur Nasya dengan tajam. Pasalnya ini anak sudah terbiasa bicara sumbang. Persis ibu kandungnya. Dan juteknya turunan dari Ayah. Walau aku menyayanginya, tetapi dongkol juga kalau dia terlalu melunjak.

"Ya ... habisnya Keanu susah ditenangin kalo nangis," sungut Nasya masih dengan bibir monyongnya. Dirinya menghempaskan tubuhnya di sebelahku persis.

"Ya gak gitu juga ngomongnya! Ngomong yang bener kan bisa," sergahku keras. Gadis ini memang harus dikerasin.

"Sudah-sudah jangan ribut!" Kak Sabiru melerai. "Kita pulang aja yuk, Bun!" ajak Kak Sabiru kemudian. Aku mengangguk cepat.

"Bang, bagi duit dong! Nasya capek gendong Keanu yang gembul. Pengen beli es krim itu," pinta Nasya manja sembari menengadahkan tangan. Sementara tangan kanannya menunjuk tukang es krim yang tidak jauh dari kami.

Kak Sabiru yang suka ketenangan lekas merogoh kantung kaos polo hitamnya. Tanpa banyak cakap uang pecahan lima puluhan ia angsurkan pada gadis itu.

"Yeayyy! Bang Biru emang baik."

Nasya lekas mencium punggung tangan Kak Sabiru sebagai ungkapan rasa terima kasih. Namun, Kak Sabiru terburu menyudahinya.

"Hei-hei! Jangan sembarang main cium tangan suami orang, ya! Gak boleh!" Aku memperingati.

"Timbang cium tangan karena terima kasih saja cemburu," cibir Nasya dengan mulutnya yang miring.

"Bukan naskah cemburu, tetapi kalian bukan mahram. Gak boleh! Dosa," tandasku tegas. Nasya kembali mendecih. Bikin tambah gemas saja. Bukannya mintamaaf dia ini. "Ya udah ... pokoknya besokibu kamu pulang ke Medan, kamu harus ikut juga!" putusku kemudian.

"Ya ... kok Kak Bila, gitu?!" protes Nasya tidak terima. "Kemarin ngebolehin kok sekarang enggak?"

"Habisnya kamu susah diatur. Kakak gak suka," balasku enteng.

"Iya deh ... iya. Aku janji akan patuh sama sang ratu," tukas Nasya mengalah. Bahkan dia menjuluki aku dengan sebutan sang ratu. Karena menurut dia, Kak Sabiru benar-benar memperlakukan aku seperti ratu.

"Gak janji." Aku buang muka saat Nasya mencoba merayu.

"Pliss, Kak Bila." Nasya mengguncang tubuhku pelan.

"Nasya boleh tinggal di Jakarta sini, tetapi tinggal di rumah Ibu Maryam, ya? Tidak tinggal bersama kita." Kak Sabiru yang sedari tadi diam ikut menimpali.

"Kok gitu?"

TINTIN

Nasya masih hendak protes. Namun, perhatian kami tertuju pada klakson mobil yang berseru. Dari jendela mobil menyembul wajah Elma yang ceria. Gadis itu melambai pada kami. Lalu terlihat dia turun dengan antusias untuk menemui kami. Zayn di belakangnya mengikuti.

"Hai ... Embul Sayang," sapa Elma riang pada Keanu. Gadis itu lekas mengambil alih untuk menggendong Keanu. "Habis nangis, ya? Kenapa, Sayang?" tanya Elma hangat pada si mungil Keanu. Gadis itu menimang-nimang bayiku dengan penuh kasih sayang.

"Lapar. Pengin mimi dia." Kak Sabiru yang menjawab.

"Eh ... ada Bang Zayn. Apa kabar, Bang?"

Nasya menyapa dengan sok akrab pada Zayn. Dia bangkit dari duduk untuk mencium punggung tangan Zayn dengan takzim. Aku dan Elma yang melihat itu hanya bisa melongo.

Pasalnya usia Nasya sudah bukan anak kecil delapan tahun, tetapi delapan belas tahun. Dongkolku pada dia kian bertambah saja. Kalau di rumah dan berdua saja mungkin sudah aku jewer telinga dia.

Memang Nasya cukup mengenal Zayn. Semenjak aku menjalin kasih dengan pemuda itu dulu waktu di Medan, keduanya sudah akrab. Zayn yang anak tunggal terlihat sangat menyayangi Nasya dari sewaktu gadis itu masih duduk di bangku kelas empat SD. Bahkan dulu Nasya sering menunggu kedatangan Zayn ke rumah. Karena adik tirinya Kak Sabiru itu pastiakan membawa sesuatu untuk dia jika bertandang.

"Baik," sahut Zayn tak kalah hangat. "Masih di sini, Sya?" tanya Zayn cuek saat Nasya bergelanyut mesra di lengannya. Persis ke kakak kandung sendiri.

"Nasya kan mau kuliah di sini, Bang Zayn," jawab Nasya manja.

"Sya, lepasin tangannya! Gak sopan!" tegurku dengan tatapan tajam pada gadis itu. Walau cemberut, tetapi gadis itu menurut. Elma sendiri hanya menatap Nasya dengan tatapan aneh.

"Oh ya, Zayn, ada apa ke mari? Kebetulan lewat atau ada sesuatu hal?" tanyaku kemudian.

"Papa mengundang kalian makan malam di kafenya Elma."

"Kok di kafenya Mbak Elma? Kenapa gak dikafenya Bang Biru saja," sela Nasya memotong pembicaraan Zayn.

"Nasya!" Aku mendelik pada gadis itu dan Nasya mencebik saja.

"Papa sama Mama mau pamit. Dua hari lagi mereka akan pulang." Zayn mengakhiri omongan.

"Wahhh ... pertemuan dua keluarga besar nih. Aku boleh ikut, ya? Aku kan bagian dari keluarga Kak Bila," pinta Nasya manja pada Zayn.

"Boleh." Zayn mengizinkan dengan datar

"Yeayyy! Bang Zayn emang baik!" girang Nasya seraya mengepalkan kedua tangan ke udara.

Ketika dia hendak mencium tangan Zayn sebagai ungkapan terima kasih lagi, aku dan Elma sama-sama melotot ke padanya. Gadis itu meringis sembari mengelus tengkuknya.

"Ya udah kita tunggu kedatangan kalian jam tujuh malam, ya," ujar Zayn kemudian. Aku, Nasya, dan Kak Sabiru menganguk kompak.

"Ayok, Ell, kita jalan!" ajak Zayn pada sang gadis. Elma menganguk patuh. Gadis itu lekas memberikan Keanu pada Kak Sabiru usai menciumi pipi Keanu dengan gemas. "Bila, Nasya, kita jalan, ya," pamit Zayn kemudian.

Zayn berlalu usai mendapat anggukan kepala dariku. Dirinya mengabaikan panggilan dari Elma yang memintanya untuk memperlambat langkah. Kupandangi kepergian pemuda itu dengan hatinya resah. Pasalnya hingga detik kini dia masih belum mau bicara dengan Kak Sabiru. Mungkin karena hal itulah Kak Sabiru enggan menerima tawaran Om Hendri untuk bekerja sama dengan Zayn.

Zayn masih belum bisa sepenuhnya melepas aku untuk kakaknya. Walau bibirnya mau menerima cinta tulus dari Elma. Namun, aku yakin setengah hatinya masih memikirkan aku. Itu terbukti dari perlakuan dia yang lebih perhatian padaku dari pada ke Elma. Dan yang terlihat jelas tadi, dia sama sekali tidak menyebut nama Kak Sabiru saat pamit pergi.

*

Usai shalat maghrib Keanu tertidur dengan pulas. Aku lega karena malam ini akan meninggalkan dia untuk menghadiri jamuan makan. Dua botol stok ASI dalam kulkas sudah tersedia. Sehingga rasa was-was takut dia menangis sedikit sirna.

Ketika aku tengah memoles wajah dengan bedak di depan meja rias, masuk Nasya. Gadis itu masih memakai baju rumah.

"Kak, aku pinjam bajunya dong! Bajuku udah ketinggalan jaman semua," pintanya dengan wajah memohon.

"Pilih sana," sahutku masih dengan menatap cermin.

"Asyiiik!" Terdengar gadis berbibir lumayan seksi itu bersorak girang. Dari bayangan cermin kulihat Nasya membuka lemari dengan antusias. "Wahhh ... banyak sekali gaun-gaun cantiknya," takjub Nasya girang.

Aku menoleh. Ketika menyaksikan ekspresi wajah Nasya yang mupeng melihat koleksi bajuku, aku hanya bisa menggeleng dan tersenyum simpul.

Gadis itu memang hidup serba kekurangan di Medan. Sama seperti aku dulu. Dan sebagai kakak aku, ingin berbagi kebahagiaan dengan dia.

"Aku mau pinjam yang warna hitam ini ya, Kak? Anggun banget," ujar Nasya sembari menunjukkan gaun hitam tanpa lengan dengan hiasan brokat di leher. Kuizinkan dengan anggukan. "Eh tapi yang putih ini juga cantik. Ini juga yang pink malah manis banget. Eh ... eh yang kuning salem ini juga. Aduuuh ... aku jadi bingung mau pilih yang mana?" Nasya tampak frustasi.

"Nasya!" Aku memanggil dengan keras. "Kalo kamu mau ngacak-ngacak baju kakak, mending gak usah ikut!" putusku tegas. Habisnya menyebalkan sekali. Di kasih hati malah melunjak begitu. Bajuku dikeluarkan semua.

"Iya, maaf," ucap gadis itu dengan mulut mengerucut. Kembali dia memilih-milih bajuku.

"Lho ... Nasya belum siap. Gak jadi ikut?" tanya Kak Sabiru masuk.

"Kita tinggalkan saja, Kak!"  ujarku tegas.

"Jangan!" sambar Nasya cepat. Terburu gadis itu mengambil gaun merah muda dengan hiasan pita di perut.

"Beresin dulu bajuku baru boleh pergi!" titahku saat gadis itu hendak melenggang bebas ke luar kamar.

"Biar ibu saja nanti. Katanya udah gak keburu," kilahnya santai sembari ngeloyor pergi.

Aku hanya bisa menghempaskan napas kasar melihat ulah Nasya. Benar-benar menyebalkan gadis itu!

*

Ketika aku dan Kak Sabiru telah menunggu selama setengah jam di mobil, Nasya baru menampakkan batang hidungnya. Gadis itu masuk mobil dengan mengenakan gaun kepunyaanku. Sentuhan tipis pada pipi dan bibir membuat wajah gadis itu berbinar. Rambut panjangnya ia kepang ala Elsa. Sebagai perempuan kuakui kalau adikku itu lumayan manis.

Kak Sabiru langsung menancap gas begitu Nasya duduk di jok belakang. Pasalnya dari tadi Elma sudah menelepon. Katanya tinggal kami yang belum datang. Untungnya jalanan sedang tidak macet. Sehingga kami tiba di tujuan tidak begitu lama.

Begitu kami menginjakkan kaki di kafe, Elma menyambut dengan hangat. Gadis itu menunjukkan meja reservasi. Di mana sudah ada keluarganya dan juga keluarga Kak Sabiru. Kami yang sedikit terlambat karena menunggu Nasya itu, sudah dipesankan makanan.

Semua orang menyambut kedatangan kami dengan wajah berbinar. Seperti biasa hanya Kiara dan Zayn yang datar saja pada kedatangan kami. Namun, yang lebih mendongkolkan hati adalah perlakuan manis Kiara untuk Kak Sabiru saat acara makan bersama.

Kebetulan dia duduk tepat bertepatan dengan Kak Sabiru. Tanpa sungkan dia menyuapkan beberapa potong makan ke mulut Kak Sabiru. Walau Kak Sabiru berungkali menepis, tetapi Kiara justru terobsesi untuk terus memasukkan makanan ke mulut suamiku.

Gadis itu seolah tidak peduli dengan kehadiranku sebagai istrinya Kak Sabiru. Dirinya juga cuek saja berlaku demikian walau ada Dokter Tama sang tunangan di sampingnya. Dan yang lebih mengherankan lagi, Dokter Tama tampak santai saja. Tidak ada rona cemburu yang terpancar dari wajahnya. Demikian juga dengan Tante Mirna dan Om Johan. Mereka juga santai dengan sikap Kiara sang calon menantu terhadap Kak Sabiru. Benar-benar aneh!

Acara makan malam berlangsung penuh kekeluargaan. Om Hendri menyampaikan kabar jika dirinya akan pamit pulang. Pria itu menitipkan kedua putranya pada Om Johan. Dan ayah Elma pun mengiyakan dengan senang hati.

Zayn sepertinya bosan saat mendengar pertanyaan dari Tante Mirna maupun mamanya sendiri. Kedua wanita itu terus saja menanyakan kapan dirinya akan menikahi Elma. Mungkin karena malas didesak terus, Zayn memilih menghindar dengan cara pura-pura ke toilet.

Entah apa yang dilakukan pemuda itu di kamar mandi? Lama sekali dirinya tidak lekas muncul. Kemudian tiba-tiba saja aku pun merasakan hasrat ingin buang air kecil.

"Aku ke toilet sebentar, ya," pamitku pada Kak Sabiru. Ketika hasrat ini sudah tidak tertahankan.

"Ya." Kak Sabiru mengizinkan.

Karena kaki yang masih lumayan sakit untuk berjalan, aku berjalan dengan sangat hati-hati.

"Kak, aku ikut!"

Tiba-tiba suara Nasya terdengar dari belakang. Bahkan kurasakan gadis itu sedikit mendorong tubuhku. Membuatku tersungkur ke depan dan tepat menabrak Zayn yang baru balik dari toilet.

Entah bagaimana ceritanya aku tidak paham, tiba-tiba saja tubuhku sudah berada di atas tubuh Zayn dengan hidung kami yang saling beradu. Bahkan jarak bibir kami sudah teramat dekat.

"Bila?!" Terdengar Kak Sabiru dan Elma menegur bersamaan.

Next.

happy reading Zheyenkkk ?

Related chapters

  • Telanjur Cinta   6. Cemburu

    ❤️❤️❤️"Bila?" Terdengar suara Kak Sabiru dan Elma menegur bersamaan.Seketika aku dan Zayn terkesiap mendengar teguran itu. Gegas aku lekas bangkit. Sialnya pengait gelang yang kupakai tersangkut di kemeja Zayn. Dan itu membuatku susah untuk bangkit."Kok malah tindih-tindihan terus dari tadi. Kasihan Zayn dong, Bil, kamu tindih terus." Elma menegur lagi. Ada rona cemburu yang terlukis pada wajahnya."Sembarang!" selorohku tidak terima. "Ini gelangku nyangkut di kemeja Zayn." Aku menerangkan dengan sedikit mengeluh."Sini!"Kak Sabiru jongkok untuk membantu melepas gelangku. Sepertinya pria itu kesusahan melepasnya. Dan aku sungguh tidak menyangka jika Kak Sabiru memilih untuk menarik paksa. Sehingga gelang rantai mungil yang terbuat dari emas putih itu patah.&nb

  • Telanjur Cinta   7. Rumah Baru

    Hari ini aku dan Kak Sabiru resmi meninggalkan rumah Ibu. Kami sepakat memulai hidup mandiri. Walau Ibu terlihat sedih dengan kepindahan kami, tapi perempuan itu mengikhlaskan.Bagaimanapun juga aku telah lama bersuami. Sudah menjadi kewajiban seorang istri jika harus menuruti perintah ataupun keinginan sang suami. Seperti perintah Kak Sabiru ini.Bukan tanpa alasan Kak Sabiru menginginkan kepindahan. Dirinya juga telah nyaman tinggal di rumah Ibu. Sudah lebih tiga tahun pria itu bermukim di situ dari semenjak menikah dengan almarhum Kamila dulu.Namun, Kak Sabiru menginginkan kemandirian dalam rumah tangganya. Pria itu ingin sepenuhnya mengimani keluarga kecilnya di rumah sendiri. Apalagi sekarang rumah kecil Ibu telah ramai penghuni. Kamar tidurnya sudah terisi orang semua. Walau Bu Halimah sudah mudik dari dua hari yang lalu, tetapi Ibu tidak akan kesepian lagi jika ditinggal oleh kami. Sudah ada Paman dan

  • Telanjur Cinta   8. Tetangga Julid

    Doa selama seharian ini tidak didengar Tuhan. Semesta justru seolah mendukung. Petang ini langit tampak begitu cerah. Begitu bersih tanpa awan dan bertabur bintang.Sedari maghrib tadi keluarga Kiara bolak-balik menelepon. Mengingatkan pada kami tentang jamuan makan malamnya. Bahkan adik bungsu Kiara sengaja disuruh untuk menjemput kami oleh ibunya."Tunggu sebentar, ya. Kak Biru lagi jemaah isya di mushola." Aku memberi tahu remaja imut itu.Gadis itu mengangguk paham. Tanpa membantah dirinya balik lagi ke rumahnya yang tepat berhadapan dengan rumah ini. Namun, di pintu pagar pemudi itu berpapasan dengan Kak Sabiru.Dari ruang tamu kulihat Kak Sabiru dan gadis itu terlibat perbincangan sejenak. Usai menyampaikan sesu

  • Telanjur Cinta   9. Janji

    Memuliakan tetangga memang wajib. Bukan sunnah. Namun, jika tetangganya seperti Tante Santi, aku tidak yakin apakah akan mampu melakukannya. Pasalnya wanita paruh baya yang masih terlihat ayu itu terlalu rempong.Menurutku, Tante Santi agak lancang karena terlalu sering mencampuri urusan rumah tangga yang kubina dengan Kak Sabiru. Padahal memang siapa dia? Dirinya tidak lebih dari orang luar saja. Tetangga dekat yang kebetulan pernah meluangkan waktunya untuk ikut mengasuh Kak Sabiru. Ketika suamiku itu baru saja ditinggal pergi selama-lamanya oleh sang ibu.Menurutku pula, karena alasan tersebut Tante Santi jadi seolah punya senjata yang ampuh. Wanita itu akan mengungkit kebaikan kecilnya di masa lalu untuk memeras Kak Sabiru. Kukatakan memeras karena setiap hari selalu saja ada barang atau uang yang dia pinjam.Kak Sabiru yang memang sangat menghindari keributan akan selalu memenuhi permintaan wanita itu.

  • Telanjur Cinta   10. Terjebak Bersama Mantan

    💐💐💐Salah. Aku tahu apa yang baru saja kuucap memang salah. Namun, hati siapa yang tidak iba? Melihat sosok pria yang pernah bertahta lama di hati berdiri tergetar karena menahan dinginnya hawa. Apalagi dengan wajah pucat dan bibir yang biru, aku yakin banyak hati yang akan tersentuh untuk menolongnya."Ya, masuklah!"Akhirnya, kupersilahkan Zayn masuk. Senyum tipis seketika terbit dari bibir biru itu. Zayn meletakan bungkusan yang ia bawa di meja ruang tamu. Terlihat dia mengedarkan pandangan, lalu manik hitam nan teduh yang dulu begitu kurindu kini beralih menatapku."Duduklah! Aku akan ambilkan baju ganti," suruhku canggung. Bahkan mungkin cenderung kaku atau kikuk. Entahlah aku tidak peduli. Karena aku harus menjaga sikap. Namun, Zayn menggeleng lemah. "Bajuku basah kuyup. Kalo aku duduk kursi ini akan basah semua," tolaknya pen

  • Telanjur Cinta   11. Pertikaian

    "Kak!"Aku memanggil Kak Sabiru. Pria itu tidak menghiraukan. Dirinya tetap lunglai berjalan menuju kamar tidur kami. Aku sendiri lekas menaruh Keanu ke dalam boks dan memberinya mainan. Kasihan ... bayi itu harus bermain sendiri saat kedua orang tuanya terlibat cekcok."Tolong dengar penjelasan aku dulu, Kak," pintaku dengan sorot pengharapan. Tanganku menghalangi Kak Sabiru yang hendak meraih gagang pintu.Kak Sabiru menggeleng lemah. Terlihat jelas dari sorot matanya jika pria itu memendam kekecewaan yang teramat. "Baru tadi pagi kamu berjanji dan sore ini kudapati kamu mengingkarinya, Bila," ujarnya getir. Lagi Kak Sabiru menggeleng lemah disertai senyuman miris."Makanya dengarkan aku bicara dulu," tukasku cepat. "Kasih aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya!""Tidak perlu." Kak Sabiru menggeleng tegas. "Kalian berduaan di dalam kamar. Hanya berdua dan kalian pernah saling mencinta

  • Telanjur Cinta   12. Musibah

    🌸🌸🌸Napasku tercekat. Seperti ada dua tangan yang menyekik leher. Tak kuhiraukan ponsel yang jatuh dari genggaman. Sambil memejam aku mengigit bibir bawah ini dengan kuat. Berharap apa yang baru saja kudengar adalah halusinasi. Rasa asin akibat setetes darah yang ikut masuk ke mulut menjadi pertanda, bahwa semuanya adalah nyata."Kak Sabir."Lirih aku menyebut nama itu. Lutut ini terasa lemas sehingga tidak mampu menopang badan. Tanpa sadar tubuhku luruh ke lantai."Kami bahkan belum saling memaafkan," sesalku nelangsa. Bibir ini mencebik. Tanpa bisa dicegah air mata pun mulai mengalir.Samar-samar terdengar suara keributan dari luar. Bahkan sebuah lengkingan suara yang kuyakini milik Tante Santi terdengar amat jelas. Apa yang terjadi? Kak Sabiru pergi bermain futsal bersama Kara dan Dokter Tama.

  • Telanjur Cinta   13. Ujian

    💔💔💔Aku tersedu di pundak Zayn. Lutut ini terasa lemas. Badan pun seperti tidak bertenaga sama sekali. Aku butuh bersandar dan Zayn menawarkan.Pemuda itu menyambut hangat. Bahkan tangannya terusap lembut di rambut. Kekalutan, kegundahan, hingga ketakutanku bermuara pada satu titik. Kutumpahkan segala rasa itu pada pundak Zayn."Tenanglah! Ada aku di sini." Zayn memberi kekuatan.EHEM-EHEMTerdengar gumaman keras. Spontan kutarik kepala ini pada bahu Zayn. Kami berdua menoleh ke belakang. Ada Elma masih dengan mata dan hidung yang merah menatap kami datar."Zayn, tolong kamu antar mama pulang. Dia teramat lemah. Aku takut mama jatuh pingsan di jalan tanpa ada yang menolong kalau pulang sendiri," pinta Elma panjang."Baik," sahut Zayn sigap. "Kamu sendiri tidak ikut pulang?" Zayn menunjukkan kepeduliannya."Aku akan jaga Bang Tama." Suara El

Latest chapter

  • Telanjur Cinta   82. Elma Wedding (ending)

    Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI."Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi

  • Telanjur Cinta   81. Amanat Kedua

    "Sedang apa?" Aku dan Elma menyela cepat.Kak Sabiru bergeming. Dia tampak menyesali ucapannya."Ayo katakan, Biru! Apa yang sedang Zayn rencanakan?" desak Elma sambil menarik-narik lengan suamiku. Seperti anak kecil yang merengek pada kakaknya."Aduh gimana ya?" Kak Sabiru mengusap tengkuknya beberapa kali. "Sebenarnya ini tuh rahasia, El. Aku sudah berjanji untuk tidak membocorkannya padamu," tutur Kak Sabiru dengan wajah meragu. "Laki-laki itu yang dipegang adalah omongannya, jadi ... sorry to say. Aku gak bisa." Kak Sabiru angkat bahu, lalu menangkup kedua tangan."Yah ... Biru gak asyik," keluh Elma kecewa. Gadis itu sengaja memanyunkan bibirnya ke depan."Denger, El, percaya deh sama Zayn. Dia itu pemuda yang baik." Suamiku berucap yakin. "Udah yuk lanjut makan!" suruhnya sambil menunjuk makanan dengan matanya.

  • Telanjur Cinta   80. Ajang Curhat

    "Kiara?" sapaku dengan perasaan tidak menentu.Jika aku paling mencemburui Kiara, maka Zayn adalah lelaki paling mencemburui Kak Sabiru cemburui. Sama halnya Zayn yang masih saja perhatian padaku, Kiara bahkan tidak pernah mundur untuk mendapatkan suamiku."Hai, Bila? Baru pulang?" Kiara balas menyambut kalem. Tangannya terulur menjawil pipi Keanu. Bagai sehati bayi itu langsung merengek dijawil oleh wanita yang dicemburui ibunya.Reza menyusul usai mematikan mesin mobil. Pria itu menganguk ramah pada Kiara dan ditanggapi senyuman simpul oleh sang gadis."Iya, nih," sahutku sambil berusaha mendiamkan Keanu, "tumben main? Ada apa?" Aku mencoba santai saat bertanya."Kayaknya kamu gak suka aku menginjakkan kaki di sini deh." Kiara menebak sotoy sembari berkacak pinggang. "Cemburu, ya?" Kiara meledek dengan seringai kecil.Aku mendesah pelan. "Salut ya. Setelah serangkaian ak

  • Telanjur Cinta   79. Kiara Lagi

    Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapanmupengyang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.

  • Telanjur Cinta   78. Saling Memaafkan

    Sambil menunggu kepulangan Kak Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal.Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi.Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.B

  • Telanjur Cinta   77. Maafkan Aku

    Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju

  • Telanjur Cinta   76. Sehari Bersama Zayn

    Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."

  • Telanjur Cinta   75. Hari yang Sial

    "Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini?Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K

  • Telanjur Cinta   74. Debat

    "Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks

DMCA.com Protection Status