Share

12. Musibah

Penulis: Yenika Koesrini
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

🌸🌸🌸

Napasku tercekat. Seperti ada dua tangan yang menyekik leher. Tak kuhiraukan ponsel yang jatuh dari genggaman. Sambil memejam aku mengigit bibir bawah ini dengan kuat. Berharap apa yang baru saja kudengar adalah halusinasi. Rasa asin akibat setetes darah yang ikut masuk ke mulut menjadi pertanda, bahwa semuanya adalah nyata.

 

"Kak Sabir." 

 

Lirih aku menyebut nama itu. Lutut ini terasa lemas sehingga tidak mampu menopang badan. Tanpa sadar tubuhku luruh ke lantai.

 

"Kami bahkan belum saling memaafkan," sesalku nelangsa. Bibir ini mencebik. Tanpa bisa dicegah air mata pun mulai mengalir.

 

Samar-samar terdengar suara keributan dari luar. Bahkan sebuah lengkingan suara yang kuyakini milik Tante Santi terdengar amat jelas. Apa yang terjadi? Kak Sabiru pergi bermain futsal bersama Kara dan Dokter Tama. 

 

Aku harus kuat. Lekas pipi yang basah ini kuseka cepat dengan punggung tangan. Tangan ini menapak tembok. Aku berdiri untuk kemudian berjalan gontai ke luar kembali.

 

"Ada ... ada apa?" tanyaku parau. Mataku menatap nanar saat tiba di teras mendapati Tante Santi tengah terisak-isak di pundak Tara. Kedua putrinya Kinara dan Amara pun  sama tersedunya.

 

"Emmm ... apa Kak Bila belum tahu? Kalo mobil yang dikendarai oleh Bang Biru, Mbak Kiara dan Dokter Tama kecelakaan." Nasya bertanya juga menjawab pertanyaannya sendiri. 

 

Wajah gadis itu sendu saat menanyakan hal itu padaku. Tubuhnya terus saja bergerak karena Keanu tengah rewel. Bayi itu kini  mengapai-gapai wajahku. Keanu ingin digendong oleh ibunya.

 

"Kenapa taksinya belum datang-datang juga, Taraaa?" Terdengar Tante Santi berseru kesal. Wanita yang masih memakai daster santai itu tampak begitu kacau. Rambut berminyaknya ia cepol asal-asalan. Wajahnya sangat basah karena berlinang air mata. "Mama ingin lekas melihat keadaan Mbak kamu," ujar Tante Santi terlihat tidak sabaran.

 

"Sabar, Ma!" Tara menenangkan sang ibu dengan lembut. "Ini Tara udah telepon lagi kok supirnya."

 

"Andai Biru tidak ngajak Tama main futsal, mungkin Kiara dan calonnya masih baik-baik saja di rumah!" Tante Santi menggerutu kesal.

 

Wanita itu membecek-becek bajunya dengan gemas. Kecemasan yang teramat terlihat jelas pada raut ibu beranak empat itu. Aku hanya bisa membisu mendengar nada penyalahan yang ditunjukkan oleh Tante Santi untuk Kak Sabiru.

 

"Itu mobilnya datang!" Amara putri bungsu Tante Santi berseru.

 

Sebuah mobil jenis MPV berwarna hitam mendekat. Keluarga Tante Santi tanpa aba-aba langsung menghampiri tanpa memedulikan aku dan Nasya lagi. Semua berebut ingin masuk semua.

 

"Mbak Bila tidak ikut?" Tara yang hendak membuka pintu depan mobil bermerek Avanza itu menatapku. 

 

"Aku ikut," sahutku berseru cepat.

 

"Aku gimana dong?" dengkus Nasya memanyunkan bibir. Gadis itu tampak kesusahan mendiamkan tangisan Keanu.

 

"Tolong jaga rumah sebentar, Sya!" Kutatap mata gadis itu dengan penuh pengharapan. "Kita dilarang membawa bayi ke rumah sakit. Jadi tolong jaga Keanu sebentar, ya."

 

Mungkin karena mendengar sedikit penekanan dari suaraku, Nasya akhirnya mau mengiyakan. Walau mulutnya masih saja maju.

 

"Nabila cepaaat! Jadi ikut tidaaakk?!" Tante Santi berteriak tidak sabar.

 

"Iya, tungguuu!"

 

Usai menyahut teriakan Tante Santi terburu aku berlari masuk kamar. Rambut kusut yang tergulung jepitan plastik aku gerai. Kemudian merapikannya sekilas dengan sisir agar terlihat tidak berantakan. Sebuah blazer cokelat muda yang tergantung dalam lemari lekas aku sambar. Tidak lupa juga langsung meraih tas selempang yang terletak di nakas. Sembari melangkah cepat aku memakai blazer ini guna menutupi baju tidur yang masih melekat di badan ini.

 

"Titip Keanu ya, Sya! ASI ada di freezer."

 

Usai berpesan seperti itu aku mencium sekilas ubun-ubun Keanu yang terus saja meronta dalam gendongan Nasya. Kaki ini cepat kuderap menuju mobil. Seluruh keluarga Tante Santi sudah siap menunggu. Aku bahkan terpaksa duduk di jok belakang karena semua jok sudah dipenuhi oleh anak-anak wanita itu.

 

Di dalam mobil mulut Tante Santi terus saja bercerocos. Bibirnya tidak henti-henti menyalahkan Kak Sabiru atas insiden ini. Padahal kami belum tahu kronologi kejadian yang sebenarnya.

 

Supir taksi online ini menghentikan kendaraannya di depan pintu lobi rumah sakit Puri Indah. Gegas kami berlima turun dari mobil. Langkah kami tergesa menuju bagian informasi. Tara dengan tenang menanyakan tentang keberadaan kamar pasien. Petugas wanita dengan ramah memberitahu bahwa ketiga pasien masih berada di ruang ICU.

 

Kami semua lantas menuju lantai dua tempat ruang ICU berada. Berebut kami masuk lift. Berdesakan dengan para pengunjung rumah sakit lainnya. Tidak sampai lima menit pintu lift terbuka di lantai dua, bergegas kami ke luar bergantian dengan para pengguna lift lainnya.

 

Sepanjang koridor suara derap langkah kami terdengar begitu nyaring. Tidak ada yang bicara. Masing-masing hanya ingin cepat sampai untuk melihat keadaan para pasien.

 

Dari kejauhan terlihat Elma tengah duduk di bangku tunggu. Tante Mirna yang masih mengenakan jas putih kebanggaan tersedu pada pundak sang putri.

 

"Bagaimana keadaan anakku, Jeng?" tanya Tante Santi pada Tante Mirna.

 

Tante Mirna lekas menoleh pada calon besannya. "Yang sabar, ya," ucap Tante Mirna serak. Matanya telah basah. Wanita itu memeluk Tante Santi untuk menguatkan. Kedua wanita sebaya itu saling berpelukan.

 

"El, bisa ceritakan keadaan mereka yang sebenarnya?" pintaku pada Elma.

 

Elma mengangguk. Gadis itu menggeser posisi duduk agar menjauh dari ibu dan calon mertua sang kakak. Aku mengikuti dia. Kami duduk lumayan terpisah dari Tante Mirna dan keluarga Kiara.

 

"Mobil yang dikendarai oleh Biru ditabrak sebuah truk besar." Elma mulai bercerita. Matanya yang sedari tadi berkabut kini meleleh. Namun, isak tangisnya tidak terdengar. "Supir truk itu bilang dia dalam keadaan mengantuk. Sekarang dia dan papa sedang berada di kantor polisi untuk dimintai keterangan," lanjut Elma parau.

 

Hatiku remuk mendengar itu. Sebuah truk besar menghantam mobil Kak Sabiru. Aku tidak bisa membayangkan kejadian tragis itu. Tanpa dikomando air mata ini luruh kembali.

 

"Bagaimana keadaan mereka?" Walau cukup syok, untungnya aku bisa tegar saat bertanya pada Elma.

 

"Mereka harus mendapatkan perawatan intensif," jawab Elma kian serak. "Bang Tama ... dia ...."

 

"Dia kenapa Elma?" selaku penasaran.

 

"Kondisi dia paling parah di antara ketiganya. Hiks!" Elma tidak kuat menahan beban kesedihan. Tangis gadis itu akhirnya meledak juga.

 

Melihat itu Tante Mirna mendekati sang putri. Wanita itu memeluk kemudian menciumi pucuk rambut putri bungsunya. 

 

"Aku takut Bang Tama tidak akan bangun lagi, Ma," ratap Elma terdengar memilukan.

 

"Sttt! Bicaralah yang baik! Tama pasti akan bangun," tutur Tante Mirna terdengar menyemangati sang putri. Walau terlihat wanita itu juga begitu sayu.

 

"Oh ... di sini aku yang paling menderita. Kiara dan Tama keduanya adalah anakku," raung Tante Santi terdengar melengking. Dia seolah menunjukkan pada semua orang bahwa dirinya saja yang terluka. Tidak di mana-mana wanita itu memang selalu berlebihan. "Andai Biru tidak mengajak mereka pergi, pasti kedua anakku akan baik-baik saja. Mana mereka mau melangsungkan pernikahan."

 

Lagi Tante Santi menyalahkan Kak Sabiru. Aku sendiri diam tidak berkutik. Karena pada saat Kak Sabiru pergi aku masih terbuai mimpi. 

 

"Ini kenapa pintunya belum juga dibuka? Mama kan ingin melihat keadaan Kiara." Tante Santi mengomel lagi. Ketiga anaknya berusaha membujuk agar wanita itu menutup mulut.

 

Sebenarnya aku pun merasakan hal yang sama dengan Tante Santi. Ingin secepatnya melihat keadaan Kak Sabiru. Namun, peraturan mengharuskan kita boleh masuk sepuluh menit lagi.

 

"Bila!"

 

Zayn datang. Pemuda itu melangkah terburu ke arahku. Elma sendiri gegas berlari menghambur pada sang kekasih. Gadis itu menumpahkan kesedihan pada dada Zayn. Dan kulihat Zayn hanya membisu tanpa mau mengusap rambut Elma.

 

Pintu ruangan terbuka. Seorang perawat muda ke luar. Gadis bersafari serba putih itu memberi tahu jika pasien sudah boleh dijenguk. Namun, tidak boleh semua orang masuk. Harus bergantian. 

 

Semua yang ada di situ melengkungkan senyum senang. Lekas aku, Tante Santi, dan Tante Mirna masuk. Kami memakai baju khusus dulu dan mencuci tangan sebelum masuk ke ruang yang menurutku amat menyeramkan ini.

 

Ketika memasuki ruangan yang begitu sunyi dan dingin ini, hatiku berdebar hebat. Bayangan terkaparnya almarhum Kamila dulu kembali membayangi mata. Langkah ini terasa berat. Namun, aku ingin segera melihat keadaan Kak Sabiru.

 

Kak Sabiru terbaring di brankar paling ujung pada ruangan sunyi ini. Bulu kudukku meremang mendengar bunyi alat monitor jantung saat melewati ranjang Dokter Tama. Bunyi detak jantungnya terdengar sangat lemah. 

 

Sebenarnya ingin menengok, tetapi aku harus melihat keadaan suami sendiri dulu. Brankar Kiara terletak di antara Kak Sabiru dan Dokter Tama. Korden putih menjadi penyekat bagi mereka.

 

Tanganku bergetar ketika menyingkap korden putih ini. Seketika tubuhku membeku melihat Kak Sabiru terbujur lemah dengan banyak alamat di badan. Mulutnya terbuka untuk tempat masuknya selang oksigen. Sementara bunyi detak jantungnya juga terdengar lemah.

 

Tubuhku lemas. Rasanya ingin jatuh saja saat melihat orang yang kita sayang tengah sekarat seperti ini. Hati ini berdenyut nyeri melihat wajah mulus Kak Sabiru penuh luka.

 

"Kak Sabir." Lirih aku menyebut nama itu. Tentu saja suamiku tidak mendengarnya. Pria itu terus saja terpejam dengan dada yang kembang kempis.

 

Kuraih telapak tangan besar yang lengannya terlilit selang. Entah kenapa banyak sekali selang dan kabel pada tubuhnya. 

 

"Bertahanlah, Kak! Kamu harus secepatnya bangun." Aku berucap sembari mencium takzim tangan pria itu. Walau si empunya sedang tidak sadar. "Tidak bisa kubayangkan hidupku tanpamu. Keanu masih terlalu kecil, Kak," lanjutku dengan air matanya yang terus saja meluncur deras ke pipi. 

 

Setan apa yang merasuki hingga terlontar kalimat buruk seperti itu. Namun, demi melihat keadaan Kak Sabiru yang begitu memprihatinkan seperti ini, hatiku dilanda ketakutan yang teramat. Apalagi pertikaian kami belum terselesaikan.

 

"Aku akan menjadi ayah yang terbaik untuk Keanu, jika Biru tidak bangun lagi."

 

Aku menoleh. Zayn maju dan mendekat. Pemuda itu memandang wajah sang kakak dengan ekspresi datar.

 

"Zayn ... apa ... apa yang kamu bicarakan?" tanyaku sedikit tersinggung. Pemuda ini bukanya memberi ketenangan malah justru menakuti.

 

"Sudahlah ... lupakan!" potong Zayn cepat. "Aku cuma mau bilang kapan saja kamu butuh bahu bersandar aku akan selalu ada untukmu," lanjut Zayn terdengar tulus.

 

Jika aku seorang gadis seperti Elma mungkin aku akan terharu bahagia mendengar itu. Kenyataannya kini aku adalah kakak iparnya walau sebatas saudara tiri. 

 

Beban ketakutan dan kesedihan tidak bisa terbendung lagi. Pertahankanku jebol. Tangisku akhirnya meledak membayangkan Kak Sabiru terbujur kaku selamanya. Dan pada saat Zayn menawarkan dadanya, aku tidak bisa lagi menolak.

 

Next.

 

 

Bab terkait

  • Telanjur Cinta   13. Ujian

    💔💔💔Aku tersedu di pundak Zayn. Lutut ini terasa lemas. Badan pun seperti tidak bertenaga sama sekali. Aku butuh bersandar dan Zayn menawarkan.Pemuda itu menyambut hangat. Bahkan tangannya terusap lembut di rambut. Kekalutan, kegundahan, hingga ketakutanku bermuara pada satu titik. Kutumpahkan segala rasa itu pada pundak Zayn."Tenanglah! Ada aku di sini." Zayn memberi kekuatan.EHEM-EHEMTerdengar gumaman keras. Spontan kutarik kepala ini pada bahu Zayn. Kami berdua menoleh ke belakang. Ada Elma masih dengan mata dan hidung yang merah menatap kami datar."Zayn, tolong kamu antar mama pulang. Dia teramat lemah. Aku takut mama jatuh pingsan di jalan tanpa ada yang menolong kalau pulang sendiri," pinta Elma panjang."Baik," sahut Zayn sigap. "Kamu sendiri tidak ikut pulang?" Zayn menunjukkan kepeduliannya."Aku akan jaga Bang Tama." Suara El

  • Telanjur Cinta   14. Pesan Tama

    💔💔💔Berita kebutaan Kak Sabiru tentu saja menggegerkan semuanya. Baik itu keluargaku, keluarga dia, juga keluarga Tama. Ibu bahkan jatuh pingsan saat pertama kali mendengar kabar tersebut. Wanita itu sangat terpukul sehingga sepanjang hari hanya bisa menangis pilu.Om Hendri dan Tante Lisa baru datang ke Jakarta setelah sehari Kak Sabiru tersadar. Itu karena Om Hendri sendiri juga tengah dirundung sakit. Sudah seminggu tekan darahnya naik. Menurut dokter yang merawat, Om Hendri harus banyak beristirahat. Namun, papa Zayn itu memaksa ingin melihat keadaan sulungnya.Nasib buruk juga dialami Kiara. Gadis cantik tinggi semampai itu tersadar sehari setelah Kak Sabiru siuman. Namun, ia harus menelan pil pahit karena kaki jenjangnya mendadak tidak dapat digerakkan. Dirinya sama sekali tidak bisa merasakan sesuatu apapun pada kedua kakinya."Tidakkk! Aku tidak mau lumpuh! Aku ingin bisa berjalan sepert

  • Telanjur Cinta   15. Kesetiaan Sabiru

    ❤️❤️❤️"Bila, aku ... aku mohon!" Mata sayu Tama memindaiku.Aku bergeming. Seenak hati Tama berkata demikian. Apa dia pikir berbagi suami itu semudah berbagi permen?"Bila ...." Lagi Tama memanggil."Maaf, Bang Tama." Aku menangkupkan kedua tangan. "Kamu boleh saja meminta apapun dariku, tapi tolong jangan suruh aku berbagi suami. Itu sulit!" Kutegaskan saat mengucap kata 'sulit'.Tama memejam. Dari sudut matanya meleleh buliran bening. Siapapun yang melihat pasti pilu. "Aku tahu perasaanmu, Bila." Pria itu berucap serak. "Tapi aku tidak bisa pergi tenang jika-""Bila, ayo tinggalkan tempat ini sekarang juga! Persetan dengan semuanya!" sambar Kak Sabiru cepat. Dia bahkan memukul pegangan kursi.Kami semua tercengang mendengar Kak Sabiru berkata lantang seperti itu. Bahkan sedikit tidak percaya jika pria yang hampir satu setengah tahun menema

  • Telanjur Cinta   16. Rong-Rongan Tante Santi

    ❤️❤️❤️Tepat di hari ketujuh meninggalkannya Tama, Kak Sabiru menjalani operasi pencangkokan kornea mata. Tadinya pria itu menolak habis-habisan. Karena masih memikirkan amanat Tama. Namun, semua orang membujuk dan memaksa, termasuk diriku."Kornea itu hanya bertahan selama empat belas hari dalam laboratorium, Biru. Jangan buat semuanya sia-sia. Kasihan Tama," kata Tante Mirna di malam ketiga tahlilan Tama."Jangan dengarkan celotehan Santi. Yang terpenting nanti kamu serius menjaga Kiara sesuai amanat Tama." Om Hendri turut menimpali."Bukankah Kakak merindukan senyumku dan Keanu? Jadi tunggu apa lagi?" Aku ikut menambahkan waktu itu.Berbekal nasihat-nasihat tersebut dan juga betapa tersiksanya menjadi tuna netra, akhirnya Kak Sabiru mau juga menjalani operasi tersebut. Satu jam proses pencangkokan itu berlangsung.

  • Telanjur Cinta   17. Tante Lisa

    Keberhasilan Kak Sabiru menjalani transplantasi kornea menerbitkan kebahagian bagi semua orang. Tidak hanya diriku saja selaku pendamping hidupnya, Om Hendri sebagai ayah pun merasakan hal yang sama. Bahkan lelaki itu mengusulkan untuk mengadakan acara syukuran atas kembalinya penglihatan Kak Sabiru.Seperti biasa, suamiku yang bersahaja dan tidak menyukai keramaian tentu saja menolak. Apalagi kepergian Tama juga belum lama. Dirinya tidak enak hati dengan keluarga Tante Mirna. Takut dikira berpesta di atas duka orang lain. Serta menjaga perasaan Kiara yang masih berselimut lara karena ditinggal kekasih.Om Hendri tidak menyerah. Dirinya terus saja membujuk. Pria paruh baya itu berdalih jika acara tersebut merupakan bentuk syukur dan luapan kegembiraan dari seorang ayah karena putranya telah sehat kembali. Untuk meyakinkan bahwa keinginannya tidak melukai hati keluarga almarhum Tama, Om Hendri meminta izin pada Om Joha

  • Telanjur Cinta   18. Emosi Kiara

    Rumahku sudah mulai ramai. Ibu juga telah datang. Wanita itu sengaja membuka toko bunganya setengah hari saja. Seperti biasa dirinya hadir dengan diantar oleh Paman Hasan. Kebetulan pria itu sudah pulang dari kerja sehingga bisa mengikuti acara syukuran ini.Hari kian beranjak petang. Langit terang telah berganti malam. Paman Hasan, Om Hendri, Kak Sabiru, dan Zayn juga telah kembali dari masjid terdekat selepas menunaikan ibadah sholat tiga rakaat mereka. Tidak lama berselang mobil Om Johan pun telah memasuki halaman.Semua sudah siap. Hidangan dan para tetangga dekat sudah mulai berdatangan. Namun, keluarga Tante Santi tidak ada seorang pun yang menampakkan batang hidungnya. Bahkan Tara yang biasanya wira-wiri ke rumah kali ini pun absen.Merasa penasaran, aku menyuruh Nasya untuk mengingatkan undangan acara syukuran ini pada keluarga Tante Santi. Namun, gadis itu menolak. Dalihnya ogah berurus

  • Telanjur Cinta   19. Kiara yang Aneh

    "Oh ... tidak! Kiaraaa!"Tante Santi berteriak histeris. Disusul kedua putrinya yang juga ikut meledakkan tangis. Sementara Kak Sabiru dan Tara menerjang ranjang Kiara. Aku sendiri hanya bisa mematung. Sungguh syok melihat pemandangan ini.Kak Sabiru lekas memeriksa nadi Kiara di sekitar leher. Dirinya juga menempelkan jari di hidung Kiara."Tara, cepat angkat kakakmu! Abang akan siapkan mobil," titah Kak Sabiru segera.Tara menganguk tanggap. Pemuda itu lekas membopong tubuh kakaknya yang kian mengurus. Kak Sabiru sendiri gegas berlari kembali ke rumah. Aku mengekor dengan ikut melangkah panjang."Kamu di rumah saja! Kasihan Keanu," perintah Kak Sabiru begitu aku hendak membuka pintu mobilnya."Tapi, Kak, aku juga ingin-""Gak ada tapi-tapian. Keadaan lagi genting. Jangan membantah, ya!" sambar Kak Sabiru tegas. Mata tenangnya menatap serius. Dan itu suda

  • Telanjur Cinta   20. Perdebatan

    ❤️❤️❤️Melihat Kak Sabiru meninggalkan makanannya yang belum habis, hanya demi memenuhi permintaan tidak wajarnya Kiara. Hatiku memanas. Tidak rela. Apalagi ketika mata ini menangkap betapa telatennya dia melayani Kiara.Sebenarnya aku ingin berteriak marah pada Kiara saat itu juga. Namun, hati kecil ini melarang. Sekarang bukan saat yang tepat. Biarlah dulu kusimpan rasa tidak nyaman ini. Aku tidak mau terjadi perdebatan dengan wanita bermulut silet itu. Maksudnya Tante Santi.Aku menarik napas dalam-dalam. Berharap oksigen yang masuk melalui hidung dapat menjernihkan pikiran. Saatnya berdamai dengan keadaan. Akhirnya, walau merasa amat keki kuberesi juga kotak-kotak makan ini untuk dibawa pulang kembali. Baru setelah itu aku masuk ke ruangan Kiara lagi."Kak, kita harus pulang! Aku takut Keanu rewel," ajakku mendekati Kak Sabiru yang masih setia duduk tepat

Bab terbaru

  • Telanjur Cinta   82. Elma Wedding (ending)

    Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI."Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi

  • Telanjur Cinta   81. Amanat Kedua

    "Sedang apa?" Aku dan Elma menyela cepat.Kak Sabiru bergeming. Dia tampak menyesali ucapannya."Ayo katakan, Biru! Apa yang sedang Zayn rencanakan?" desak Elma sambil menarik-narik lengan suamiku. Seperti anak kecil yang merengek pada kakaknya."Aduh gimana ya?" Kak Sabiru mengusap tengkuknya beberapa kali. "Sebenarnya ini tuh rahasia, El. Aku sudah berjanji untuk tidak membocorkannya padamu," tutur Kak Sabiru dengan wajah meragu. "Laki-laki itu yang dipegang adalah omongannya, jadi ... sorry to say. Aku gak bisa." Kak Sabiru angkat bahu, lalu menangkup kedua tangan."Yah ... Biru gak asyik," keluh Elma kecewa. Gadis itu sengaja memanyunkan bibirnya ke depan."Denger, El, percaya deh sama Zayn. Dia itu pemuda yang baik." Suamiku berucap yakin. "Udah yuk lanjut makan!" suruhnya sambil menunjuk makanan dengan matanya.

  • Telanjur Cinta   80. Ajang Curhat

    "Kiara?" sapaku dengan perasaan tidak menentu.Jika aku paling mencemburui Kiara, maka Zayn adalah lelaki paling mencemburui Kak Sabiru cemburui. Sama halnya Zayn yang masih saja perhatian padaku, Kiara bahkan tidak pernah mundur untuk mendapatkan suamiku."Hai, Bila? Baru pulang?" Kiara balas menyambut kalem. Tangannya terulur menjawil pipi Keanu. Bagai sehati bayi itu langsung merengek dijawil oleh wanita yang dicemburui ibunya.Reza menyusul usai mematikan mesin mobil. Pria itu menganguk ramah pada Kiara dan ditanggapi senyuman simpul oleh sang gadis."Iya, nih," sahutku sambil berusaha mendiamkan Keanu, "tumben main? Ada apa?" Aku mencoba santai saat bertanya."Kayaknya kamu gak suka aku menginjakkan kaki di sini deh." Kiara menebak sotoy sembari berkacak pinggang. "Cemburu, ya?" Kiara meledek dengan seringai kecil.Aku mendesah pelan. "Salut ya. Setelah serangkaian ak

  • Telanjur Cinta   79. Kiara Lagi

    Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapanmupengyang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.

  • Telanjur Cinta   78. Saling Memaafkan

    Sambil menunggu kepulangan Kak Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal.Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi.Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.B

  • Telanjur Cinta   77. Maafkan Aku

    Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju

  • Telanjur Cinta   76. Sehari Bersama Zayn

    Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."

  • Telanjur Cinta   75. Hari yang Sial

    "Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini?Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K

  • Telanjur Cinta   74. Debat

    "Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks

DMCA.com Protection Status