"Bila!"Tidak kuhiraukan panggilan dari Kak Sabiru. Ingin melihat seberapa tegasnya dia menghadapi sikap kekanakan Kiara padanya. Mengabaikan rasa lapar yang menyerang perut, aku berlalu menuju kamar Keanu.Memilih menyamarkan rasa melilit ini dengan membenahi kamar bayi itu. Namun, baru juga menapak tiga langkah, Kak Sabiru meraih tanganku. Membuatku menghentikan langkah dan berpaling malas padanya."Mau ke mana? Makan dulu!" suruhnya tegas."Aku bisa menahan rasa lapar, tapi untuk menahan cemburu itu berat, Kak," sahutku enteng.Kak Sabiru mendesah kecewa. "Andai saja waktu itu kamu mau bersabar, untuk pelan-pelan mencari donor mata dari orang lain. Mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini."Aku menunduk merasa menyesal. "Jadi Kakak menyalahkanku?""Bukan begitu!" tukas Kak Sabiru cepat. Tangannya langsung menaikan daguku agar mau menatapnya. "Permintaan Tama am
❤️❤️❤️Kak Sabiru melajukan mobilnya dengan tenang. Aku dan Keanu menemaninya di depan. Putra kami terlihat begitu senang. Bayi itu melonjak-lonjak terus di pangkuan selama dalam perjalanan.Di belakang ada Tante Mirna yang duduk bersisian dengan Rani. Kami terlibat perbincangan ringan. Dari gesture dan ucapannya terlihat Rani seorang gadis yang tidak banyak cakap. Pemudi itu tampak malu-malu saat ditanya seputar kehidupan pribadinya.Tidak terasa kami telah tiba di rumah. Usai Kak Sabiru memarkirkan mobil di halaman, kami berlima dengan Keanu gegas melangkah menuju hunian Kiara. Tante Mirna dan Kak Sabiru berdiri di depanku untuk mengucapkan salam.Tidak sampai tiga menit pintu rumah lekas terkuak. Wajah Tante Santi begitu semringah melihat kedatangan tamunya. Perempuan paruh baya itu memekik riang dan langsung memeluk mantan calon besannya dengan hangat."Kok gak bilang-bilang sih, Jeng? Kal
Suasana terasa begitu mencekam. Kiara terus saja menjerit menyaksikan ibunya meracau tidak jelas. Mungkin karena itu Rani yang tengah menenangkan Keanu kembali mendekat. Bayi itu sudah berhenti tangisnya. Lekas kuambil alih dari gendongan Rani.Rani sendiri langsung mendampingi Tante Mirna begitu Keanu kuambil. Dokter dan perawat itu membiarkan tubuh Tante Santi terlentang di sofa. Tanpa mengubah posisinya. Menurut Tante Mirna mengubah posisi akan memungkinkan pecahnya pembuluh halus di otak penderita.Tante Mirna juga mengatakan kalau Tante Santi mengalami gejala stroke. Pernyataan itu diperkuat saat Kiara mengiyakan riwayat hipertensi ibunya yang cukup berat. Gadis itu kian terisak-isak mendengar penjelasan Mamanya Elma.Isak tangis pilu dari mulut Kiara membuat susana kian menegangkan bagiku. Kak Sabiru sendiri masih mondar-mandir menghubungi ambulans. Hanya Tante Mirna yang masih terlihat tenang. Wanita itu membisiki s
💔💔💔Aku menghirup oksigen sebanyak mungkin. Menarik napas dalam-dalam. Menghadapi keluarga Kiara memang sangat menguras jiwa dan perasaan. Mereka begitu bar-bar dan semena-mena. Mungkin itu karena pengaruh sang ibu yang tiada hari tanpa mengomel.Dengan perasaan sedih bercampur kesal, kupungut rantang stainless yang di lempar Amara barusan. Tumpahan nasi beserta lauknya mengotori lantai teras rumah ini. Tanganku meraup remahan makanan yang tercecer itu. Lantas membuangnya ke tong sampah yang tergeletak rapi di pojokan teras ini.Lantai teras ini harus dipel supaya maksimal bersih. Itu tidak mungkin kulakukan mengingat pintu rumah yang terkunci rapat. Sehingga aku cukup membersihkan semampunya saja. Dengan tangan yang masih belepotan langkah kuderap menuju rumah.Merasa penat jiwa dan raga kuputuskan untuk tidur lebih awal. Sayangnya mata ini sulit terpejam. Bahkan segelas susu yang kuminum denga
Terima kasih untuk kesetiaannya dengan cerita ini. Semoga terhibur 🙏💔💔💔Aku tercekat mendengar permintaan mustahilnya Tara. Pemuda yang kupikir berbeda dengan saudara-saudaranya ternyata sama saja. Mereka hanya memikirkan kepentingan pribadi. Perasaanku seolah tidak berharga.Lekas kutarik tangan yang tengah ia genggam kuat ini. Tara kembali menatapku. Detik berikutnya wajah murungnya menunduk."Mama dan Kak Kiara adalah tulang punggung kami. Jika keduanya tumbang kami bingung harus berbuat apa?" ujarnya lirih berbalut sendu."Kamu anak laki-laki, Tara. Sudah sepantasnya kamu menanggung beban keluarga.""Ya, aku tahu," sahut Tara kian lirih. Kini ia tengadah. Seolah tengah menahan genangan air di kelopak mata. "Tapi ... tapi aku bukan pejantan tangguh, Mbak Bila." Tara menjeda omongan. Setetes lelehan be
Terima kasih atas kunjungannya. Semoga yang sudi buka kunci rejekinya lancar terus 🙏"Baiklah kalau itu keinginanmu, akan kupenuhi, Bila. Tapi tolong jangan pernah menyesali keputusan gilamu ini!" ancam Kak Sabiru dingin. Selanjutnya, pria itu berlalu pergi tanpa menoleh lagi.Aku hanya bisa menghembus napas resah setelahnya. Lelah. Kata itulah yang mendorongku untuk mengikhlaskan Kak Sabiru menikahi Kiara. Tekanan demi tekanan yang mendera membuatku goyah.Dadaku sesak setiap kali teringat permintaan Tara. Pemuda itu amat tertekan. Dia masih belum terlalu dewasa untuk memikul beban menghimpitnya.Kakak dan ibunya yang biasa menjadi penopang hidup telah tumbang. Sementara masih ada dua gadis yang perlu dibiayai. Sedangkan Tara baru juga lulus beberapa bulan lalu. Pemuda itu masih minim pengalaman.
Terima kasih untuk semua orang yang telah sudi membaca kisah ini. Semoga terhibur dan happy reading Zheyenkkk 😘💔💔💔"Kak Sabiiir!" jeritku mendapati wajah Kak Sabiru penuh darah.Darah merah segar mengalir dari pelipisnya. Juga lebam-lebam biru hasil tonjokan dari Zayn membuat wajahnya kian mengenaskan. Pria itu meringis dan merintih."Bi-Bi-Bila ... Sa-kit," ucapnya sembari terus mendesis."Bertahanlah, Kak!" seruku panik. Kupeluk Kak Sabiru erat. "Kalian tolonglah cepattt!" jeritku mendongak ke lantai atas.Semua orang masih terbengong-bengong menyaksikan tragedi berdarah ini. Kini setelah mendengar jeritan minta tolong dariku, baru Om Johan dan Paman Hasan bergerak turun. Mereka berlarian menuruni anak tangga guna menolong kami.Sementara Zayn, dari bawah sini kulihat
"Istri?" Mata Kak Sabiru membola lebar. "Kapan aku menikah? Dan seperti yang kalian tahu, gadis yang kucinta itu Kamila. Bukan dia!"Jleb!Seperti ada sebilah belati tajam yang menusuk ulu hatiku. Sakit dan amat perih. Napasku tercekat.Beberapa detik aku termangu. Tidak! Kak Sabiru pasti sedang bergurau. Dia tidak mungkin melupakan aku. Aku wanita kedua yang amat ia cinta setelah almarhum Kamila."Kak Sabir ...." Ketika aku hendak meraih tangannya, pria itu menepis lagi. Kak Sabiru menggeleng dengan maksud tidak mau disentuh olehku. "Kakak boleh saja bercanda, tapi jangan bergurau dengan pura-pura melupakan aku. Aku gak suka, tahu!" tandasku sedikit marah. Karena pria itu menghindar setiap aku mendekat"Elma ... suara gadis ini mirip Kamila. Tapi, Mila tidak setinggi ini," ujar Kak Sabiru membandingkan.Elma terlihat bertukar pandang dengan Kiara. Kedua gadis itu sepertin
Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI."Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi
"Sedang apa?" Aku dan Elma menyela cepat.Kak Sabiru bergeming. Dia tampak menyesali ucapannya."Ayo katakan, Biru! Apa yang sedang Zayn rencanakan?" desak Elma sambil menarik-narik lengan suamiku. Seperti anak kecil yang merengek pada kakaknya."Aduh gimana ya?" Kak Sabiru mengusap tengkuknya beberapa kali. "Sebenarnya ini tuh rahasia, El. Aku sudah berjanji untuk tidak membocorkannya padamu," tutur Kak Sabiru dengan wajah meragu. "Laki-laki itu yang dipegang adalah omongannya, jadi ... sorry to say. Aku gak bisa." Kak Sabiru angkat bahu, lalu menangkup kedua tangan."Yah ... Biru gak asyik," keluh Elma kecewa. Gadis itu sengaja memanyunkan bibirnya ke depan."Denger, El, percaya deh sama Zayn. Dia itu pemuda yang baik." Suamiku berucap yakin. "Udah yuk lanjut makan!" suruhnya sambil menunjuk makanan dengan matanya.
"Kiara?" sapaku dengan perasaan tidak menentu.Jika aku paling mencemburui Kiara, maka Zayn adalah lelaki paling mencemburui Kak Sabiru cemburui. Sama halnya Zayn yang masih saja perhatian padaku, Kiara bahkan tidak pernah mundur untuk mendapatkan suamiku."Hai, Bila? Baru pulang?" Kiara balas menyambut kalem. Tangannya terulur menjawil pipi Keanu. Bagai sehati bayi itu langsung merengek dijawil oleh wanita yang dicemburui ibunya.Reza menyusul usai mematikan mesin mobil. Pria itu menganguk ramah pada Kiara dan ditanggapi senyuman simpul oleh sang gadis."Iya, nih," sahutku sambil berusaha mendiamkan Keanu, "tumben main? Ada apa?" Aku mencoba santai saat bertanya."Kayaknya kamu gak suka aku menginjakkan kaki di sini deh." Kiara menebak sotoy sembari berkacak pinggang. "Cemburu, ya?" Kiara meledek dengan seringai kecil.Aku mendesah pelan. "Salut ya. Setelah serangkaian ak
Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapanmupengyang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.
Sambil menunggu kepulangan Kak Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal.Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi.Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.B
Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju
Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."
"Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini?Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K
"Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks