"Istri?" Mata Kak Sabiru membola lebar. "Kapan aku menikah? Dan seperti yang kalian tahu, gadis yang kucinta itu Kamila. Bukan dia!"Jleb!Seperti ada sebilah belati tajam yang menusuk ulu hatiku. Sakit dan amat perih. Napasku tercekat.Beberapa detik aku termangu. Tidak! Kak Sabiru pasti sedang bergurau. Dia tidak mungkin melupakan aku. Aku wanita kedua yang amat ia cinta setelah almarhum Kamila."Kak Sabir ...." Ketika aku hendak meraih tangannya, pria itu menepis lagi. Kak Sabiru menggeleng dengan maksud tidak mau disentuh olehku. "Kakak boleh saja bercanda, tapi jangan bergurau dengan pura-pura melupakan aku. Aku gak suka, tahu!" tandasku sedikit marah. Karena pria itu menghindar setiap aku mendekat"Elma ... suara gadis ini mirip Kamila. Tapi, Mila tidak setinggi ini," ujar Kak Sabiru membandingkan.Elma terlihat bertukar pandang dengan Kiara. Kedua gadis itu sepertin
Terima kasih untuk semua orang yang telah sudi singgah di tulisan ini. Semoga rejeki kalian yang telah bersedia membuka gembok ini banjir bandang 🤲🙏Nabila. Wanita itu ... Ya Allah ... Kenapa ujian ini begitu dahsyat menghantam rumah tanggaku yang baru seumur jagung? Memang sudah setahun lebih kami hidup bersamanya. Tetapi, kami belum lama merasakan manisnya madu pernikahan.Bahkan aku baru menjalankan kewajiban menjadi seorang suami untuk Nabila belum lama ini. Wanita itu mau menerimaku setelah Keanu lahir. Sebelumnya hanya kebencian yang ia tunjukkan padaku. Butuh perjuangan khusus untuk menaklukkan hatinya.Nabila wanita berkepala batu. Masih ingat dulu betapa dia begitu tangguh menghindari aku. Padahal dia tengah mengandung darah dagingku.Nabila juga wanita yang malang. Sedari kecil hidup susah. Pergi merantau menemui ibunya justru berakhir tragis karena bertemu denganku. Dan seka
Terima kasih untuk semua pembaca yang sudi membuka kunci part ini. Semoga rejeki kalian semua banjir bandang 🤲🙏(POV Sabiru)Azan Subuh berkumandang. Seperti alarm alami, aku pun terjaga. Ketika hendak membuka mata terjadi pergerakan. Sepertinya Nabila juga mulai bangun.Aduh ... bagaimana ini? Harusnya aku lebih awal bangun dari dia. Supaya kedok ini tidak terkuak. Terasak tubuh Nabila menggeliat. Aku masih berpura terpejam dengan kedua tangan masih mendekap erat perutnya.Kini hembusan napas Nabila menggelitik muka. Aku hapal aroma mulut dia. Sepertinya Nabila sudah membalikkan badan dan mungkin tengah menatapku.Pelukan erat dari tanganku tidak Nabila lepaskan. Justru ia kian merapatkan badan. Dadaku ia jadikan bantalan."Kak ... kenapa ujian rumah tangga kita kian besar menerjang?" Nabila bertanya lirih. Rambut panjangnya ia gesek- gesekan ke dadaku.
Terima kasih untuk semua pembaca yang sudi membuka gembok cinta ini. Semoga rejeki kalian semua mengalir lancar🤲 Happy reading Zheyenkkk 😘(POV Sabiru)Senyumku merekah lebar mendapatkan kunjungan dari teman-teman. Langkah kupercepat demi menemui mereka. Sahabat yang sudah lima tahun terakhir ini selalu menemani. Kami bahkan sudah sangat akrab sebelum aku menikah dengan Kamila."Hai ... Bro! Gimana sudah sehat?" Doni menyapa begitu menyadari kedatanganku."Alhamdulillah ... sudah mendingan. Cuma kadang masih sedikit pusing saja," balasku sedikit berbohong.Aku memang harus total dalam memainkan sandiwara amnesia ini. Tidak boleh setengah-setengah. Biar kepada sahabat karib sendiri tidak boleh ada kebocoran. Cukup Zayn dan Om Johan yang mengetahui rahasia ini.Tanganku dan Doni saling menepuk untuk ber-tos, lalu disusul kedua teman yang lain, Reza dan H
Terima kasih untuk semua pembaca yang sudi membuka gembok cinta ini 🙏 saya doakan rejeki kalian lancar jaya. Aamiin 🤲 (POV Nabila) Kak Sabiru. Sudah hampir sebulan pria itu mengalami amnesia. Naasnya memori yang ia lupa adalah waktu lima tahun terakhir. Waktu di mana kami belum saling mengenal. Rasanya nelangsa saat lelaki yang begitu kita cinta dan hormati justru memandang kita asing. Lebih menyakitkan lagi dia juga tidak mengenali buah hatinya. Namun, aku bisa apa selain bersabar. Ibu juga mewanti-wanti agar aku berserah diri saja ke pada sang pencipta. Terima dengan lapang dada apa yang Allah berikan, supaya hati senantiasa damai. Dan pesan utama Ibu adalah aku harus bisa menjaga sikap terhadap Kak Sabiru. Jangan pernah tersinggung jika pria itu berperangai kaku. Harus maklum dengan keadaannya yang sekarang. Memang berat menahan diri untuk tidak ke
(POVSabiru)Waktu cutiku telah habis, saatnya kembali ke rutinitas. Bergelut dengan berkas-berkas dan berkutat pada monitor pintar. Terkungkung seharian dalam kubikel.Walau demikian aku tetap senang menjalaninya. Karena dengan masuk kantor aku bisa bertemu kembali dengan teman-teman. Kawan-kawan yang sudah kuanggap seperti saudara.Dengan mereka aku bisa bercanda. Pada mereka aku juga tidak sungkan berbagi cerita. Berkeluh kesah tentang permasalahan hidup.Demikian juga dengan mereka. Baik Heri, Reza, atau pun Doni kerap kali mencurahkan isi hati. Kami para lelaki juga butuh 'berbincang' serius. Agar beban hidup yang tengah dihadapi sedikit bisa berkurang atau terbagi. Syukur bisa hilang.Akan ada kelegaan usai bercerita. Apalagi setelah mendapat nasihat dari teman, beban yang menghimpit dada rasanya menguap entah ke mana. Walau pun Reza dan Doni belum
"Kak Sabir ... Kakak sudah mengingat aku?" tanya Nabila dengan binar kebahagiaan. Walau suaranya masih teramat lemah."Sampai kapan pun juga, hanya ada namamu di sini."Tangan Nabila kutaruh di dada. Wanita itu meringis haru. Tanpa ragu bibir ranum yang masih pucat itu kulumat sayang.GLUTAK!Sontak kami semua berpaling. Kiara terjatuh dari kursi rodanya."Kiara!"Elma dan Rani langsung mengerubungi gadis yang tersungkur dengan tengkurap tersebut. Sementara aku masih tetap mendekap Nabila."Kamu gak papa, Key?" tanya Elma peduli. Dia membantu Rani mendudukkan kembali Kiara pada kursi rodanya.Kiara tidak lekas menjawab. Gadis itu menghela napas. Dalam. Entah apa yang menghimpit dadanya."Antarkan aku pulang, Biru!" suruhnya kaku.UHUK-UHUKBelum sempat aku membalas perintah Kiara, Nabila terba
(POV Sabiru)Pagi menjelang. Kehidupan baru telah siap menanti. Namun, rasa pening yang menusuk-nusuk kepala membuat aku malas untuk bangun.Semalaman aku terjaga untuk merawat Nabila. Baru terlelap selepas dini hari. Mungkin tidak sampai tiga jam mata ini terpejam. Jadi wajar kalau rasa malas menguasai jiwa. Pasalnya mataku masih teramat berat.Pokoknya lunglaisekali. Seperti tidak ada kekuatan. Apalagi semalam juga melewatkan makan malam. Karena melihat kondisi Nabila yang menggigil hebat, selera makanku seperti menguap entah ke mana.Adzan subuh lama bergema. Saatnya menunaikan kewajiban. Setelah nyawa terkumpul semua, kupaksa untuk bangkit bangun. Mataku menyapu seisi ruangan. Kemudian manik itu tertumbuk pada sesosok wanita yang masih terlelap tidur di balik selimut.Tanganku meraih termometer digital yang tergeletak di nakas kamar samping tisu. Benda k
Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI."Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi
"Sedang apa?" Aku dan Elma menyela cepat.Kak Sabiru bergeming. Dia tampak menyesali ucapannya."Ayo katakan, Biru! Apa yang sedang Zayn rencanakan?" desak Elma sambil menarik-narik lengan suamiku. Seperti anak kecil yang merengek pada kakaknya."Aduh gimana ya?" Kak Sabiru mengusap tengkuknya beberapa kali. "Sebenarnya ini tuh rahasia, El. Aku sudah berjanji untuk tidak membocorkannya padamu," tutur Kak Sabiru dengan wajah meragu. "Laki-laki itu yang dipegang adalah omongannya, jadi ... sorry to say. Aku gak bisa." Kak Sabiru angkat bahu, lalu menangkup kedua tangan."Yah ... Biru gak asyik," keluh Elma kecewa. Gadis itu sengaja memanyunkan bibirnya ke depan."Denger, El, percaya deh sama Zayn. Dia itu pemuda yang baik." Suamiku berucap yakin. "Udah yuk lanjut makan!" suruhnya sambil menunjuk makanan dengan matanya.
"Kiara?" sapaku dengan perasaan tidak menentu.Jika aku paling mencemburui Kiara, maka Zayn adalah lelaki paling mencemburui Kak Sabiru cemburui. Sama halnya Zayn yang masih saja perhatian padaku, Kiara bahkan tidak pernah mundur untuk mendapatkan suamiku."Hai, Bila? Baru pulang?" Kiara balas menyambut kalem. Tangannya terulur menjawil pipi Keanu. Bagai sehati bayi itu langsung merengek dijawil oleh wanita yang dicemburui ibunya.Reza menyusul usai mematikan mesin mobil. Pria itu menganguk ramah pada Kiara dan ditanggapi senyuman simpul oleh sang gadis."Iya, nih," sahutku sambil berusaha mendiamkan Keanu, "tumben main? Ada apa?" Aku mencoba santai saat bertanya."Kayaknya kamu gak suka aku menginjakkan kaki di sini deh." Kiara menebak sotoy sembari berkacak pinggang. "Cemburu, ya?" Kiara meledek dengan seringai kecil.Aku mendesah pelan. "Salut ya. Setelah serangkaian ak
Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapanmupengyang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.
Sambil menunggu kepulangan Kak Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal.Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi.Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.B
Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju
Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."
"Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini?Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K
"Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks