(POV Sabiru)
Waktu cutiku telah habis, saatnya kembali ke rutinitas. Bergelut dengan berkas-berkas dan berkutat pada monitor pintar. Terkungkung seharian dalam kubikel.
Walau demikian aku tetap senang menjalaninya. Karena dengan masuk kantor aku bisa bertemu kembali dengan teman-teman. Kawan-kawan yang sudah kuanggap seperti saudara.
Dengan mereka aku bisa bercanda. Pada mereka aku juga tidak sungkan berbagi cerita. Berkeluh kesah tentang permasalahan hidup.
Demikian juga dengan mereka. Baik Heri, Reza, atau pun Doni kerap kali mencurahkan isi hati. Kami para lelaki juga butuh 'berbincang' serius. Agar beban hidup yang tengah dihadapi sedikit bisa berkurang atau terbagi. Syukur bisa hilang.
Akan ada kelegaan usai bercerita. Apalagi setelah mendapat nasihat dari teman, beban yang menghimpit dada rasanya menguap entah ke mana. Walau pun Reza dan Doni belum
"Kak Sabir ... Kakak sudah mengingat aku?" tanya Nabila dengan binar kebahagiaan. Walau suaranya masih teramat lemah."Sampai kapan pun juga, hanya ada namamu di sini."Tangan Nabila kutaruh di dada. Wanita itu meringis haru. Tanpa ragu bibir ranum yang masih pucat itu kulumat sayang.GLUTAK!Sontak kami semua berpaling. Kiara terjatuh dari kursi rodanya."Kiara!"Elma dan Rani langsung mengerubungi gadis yang tersungkur dengan tengkurap tersebut. Sementara aku masih tetap mendekap Nabila."Kamu gak papa, Key?" tanya Elma peduli. Dia membantu Rani mendudukkan kembali Kiara pada kursi rodanya.Kiara tidak lekas menjawab. Gadis itu menghela napas. Dalam. Entah apa yang menghimpit dadanya."Antarkan aku pulang, Biru!" suruhnya kaku.UHUK-UHUKBelum sempat aku membalas perintah Kiara, Nabila terba
(POV Sabiru)Pagi menjelang. Kehidupan baru telah siap menanti. Namun, rasa pening yang menusuk-nusuk kepala membuat aku malas untuk bangun.Semalaman aku terjaga untuk merawat Nabila. Baru terlelap selepas dini hari. Mungkin tidak sampai tiga jam mata ini terpejam. Jadi wajar kalau rasa malas menguasai jiwa. Pasalnya mataku masih teramat berat.Pokoknya lunglaisekali. Seperti tidak ada kekuatan. Apalagi semalam juga melewatkan makan malam. Karena melihat kondisi Nabila yang menggigil hebat, selera makanku seperti menguap entah ke mana.Adzan subuh lama bergema. Saatnya menunaikan kewajiban. Setelah nyawa terkumpul semua, kupaksa untuk bangkit bangun. Mataku menyapu seisi ruangan. Kemudian manik itu tertumbuk pada sesosok wanita yang masih terlelap tidur di balik selimut.Tanganku meraih termometer digital yang tergeletak di nakas kamar samping tisu. Benda k
(POV Sabiru)Konsentrasiku selama di kantor pecah. Tidak fokus sama sekali pada pekerjaan. Otak ini selalu saja tertuju pada kondisi istri dan anak.Sebelum berangkat ke kantor, kondisi flu Nabila kian parah. Wanita itu tidak boleh berdekatan dengan sang putra. Padahal Keanu dari kemarin belum menyusu. Karena itu Keanu rewel terus. Selain haus mungkin dia juga kangen dengan ibunya. Sehingga bayi itu meluapkan kesedihannya dengan cara menangis.Ketika tengah sibuk mengerjakan tugas, ponselku berbunyi. Ada pesan masuk dari Elma.Keanu udah anteng sekarang. Gak rewel lagi.Tadi selepas kamu pergi ngantor, Nabila memeras ASI-nya.Udah kamu gak perlu lagi khawatir. Kerja aja yang fokus.Okey?Bye.Sebuah emot senyum kalem Elma sematkan di akhir chat. Aku sendiri meng
(POV Kiara)Sabiru. Entah sampai kapan rasa ini tetap tertawan padanya. Walau dia telah dua kali melabuhkan hatinya pada wanita lain.Sabiru. Aku dan dia tumbuh besar bersama. Rumah kami yang hanya berjarak lima jengkal membuat persaudaraan ini kian terasa dekat.Apalagi Mama dan Tante Sabira ( Ibunya Sabiru) juga teman semasa kecil yang akrab. Mereka kerap kali bergurau hendak menjodohkan kami. Aku ingat sekali dulu almarhumah Tante Sabira kerap kali memujiku. Wanita kalem berparas ayu itu selalu bilang kalau aku ini gadis yang cantik, lemah lembut, dan pandai dalam seni.Selain menggambar, aku juga punya hobi lain dalam bidang seni yaitu bermain musik dan bernyanyi. Namun, keduanya tidak aku geluti lebih dalam. Karenapassion-ku memang mendesain. Ditambah pula dukungan Sabiru juga begitu besar saat aku memutuskan untuk belajar mendesain.Balik lagi ke Sabir
(POV Kiara)Cemburu ... rasa yang sama sekali tidak nyaman. Rasa panas menyerang hati. Aku bisa gila setiap kali melihat kemesraan Sabiru dan Nabila. Tapi aku bisa berbuat apa? Mereka pasangan yang halal.Bedak tipis yang tadi sudah kupoles perlahan luntur. Cemburu membakar hati menyebab peluh menampakkan diri dari pori-pori. Sial! Harusnya tadi aku tidak usah menyongsong kepulangan Sabiru. Sehingga tidak perlu menyaksikan kemesraan dia dengan istrinya.Sebenarnya aku mewarisi sifat pendiam dan tenangnya Papa. Begitu juga Tara. Hanya saja semenjak cacat begini, aku mulai sukar mengontrol emosi. Sepertinya hormon kortisol dalam tubuh meningkat. Apalagi kemarin-kemarin Mama banyak mencuci otakku agar lekas merebut Sabiru dari tangan Nabila. Aku yang kalut dan labil tentu saja terprovokasi.Semangat yang tadi begitu menggebu ingin makan malam bersama Sabiru mendadak pudar. Kini aku malas deng
(POV Sabiru)Hari yang menyenangkan. Nanti sore aku dan Nabila akan menghabiskan waktu berdua saja.Couple time.Keanu? Tentu saja bayi itu akan dititipkan pada Ibu Maryam, Ibu mertuaku. Momen yang sangat jarang dilakukan ini membuatku tidak ingin segera pulang.Selama setahun setengah pernikahanku dengan Nabila, bisa dihitung dengan jari kapan kami pergi berdua saja. Tidak sampai sepuluh kali. Itu pun dulu kebanyakan karena menemani dia periksa kandungan.Momen yang paling berkesan adalah saat kami pergi nonton bioskop bersama. Di mana waktu itu kandungan Nabila sudah memasuki masa kelahiran. Wanita keras kepala itu ngotot ingin pergi ke mall cukup dengan menaiki motor saja.Tadinya sempat ragu, tapi setelah dipikir tidak tega juga. Pasalnya di pernikahan pertama kami, jangankan meminta sesuatu. Nabila ngomong baik tanpa nada ketus merupakan momen langka. Se
"Bila ... kamu gak papa?!" tanyaku setengah berteriak.Karena tidak mendapat balasan, aku bergegas menyusul Nabila ke belakang. Kuketuk pintu kamar mandi."Pergilah, Kak! Jangan buat keluarga Kiara kecewa. Aku baik-baik saja kok," sahut Nabila dari dalam kamar mandi."Kamu yakin?" Aku memastikan."Iya. Pergilah!"Mendengar perintah Nabila yang bijak, aku tidak bisa lagi menahan. Dengan langkah gontai kutemui lagi Kiara dan adik-adiknya."Ayok kita berangkat!" ajakku lesu."Kak Bila?" Nasya memastikan keadaan kakaknya."Dia gak ikut," balasku lemah.Ogah-ogahan aku melangkah menuju mobil. Diriku kian kesal saat Amara membukakan pintu mobil depan untuk Kiara."Tara di depan bareng aku!" tegasku cepat.Tidak peduli Amara dan Kiara menekuk mukanya mendengar perintahku. Walau begitu mereka patu
(POV Sabiru)Tingkah aneh adik-adik Kiara semakin menjadi. Kinara dan Amara bagai cacing kepanasan. Mereka bergerak-gerak tidak jelas. Merasa kegerahan di ruangan bertemperatur rendah seperti ini."Aku mau ke kamar mandi!" seru Amara menggelegar. Gadis itu tampak begitu seksi selepas melepas blazer putih yang ia pake dari rumah. Kini ia hanya mengenakan kaos lengan pendek berwarna putih ketat setinggi pusar. Secepat kilat dia berlari menuju toilet dalam resto ini. Bahkan sampai menabrak pengunjung lain yang berpapasan dengannya."Aku juga ah!" Kinara ikut bangkit dari duduknya. Dia pun terbirit menyusul adiknya ke toilet.Aku menggeleng heran.Ada apa dengan mereka? Kenapa adik-adik Kiara bertingkah aneh seperti ini?Kinara jauh lebih memalukan lagi. Urat nadinya seolah sudah putus. Gadis yang sehari-hari tampak kalem bahkan cenderung agak jutek s
Sedikit ragu aku melangkah menuju kamar. Membuka laci nakas. Aku memang menyimpan alat tes kehamilan. Usia Keanu genap 18 bulan, aku memang lepas KB.Kak Sabiru menginginkan adik untuk Keanu. Sebenarnya aku kasihan pada Keanu. Dia masih terlalu kecil. Namun, aku juga tidak bisa membantah perintah suami.Langkah pelan kuayun ke kamar mandi sembari membawa cawan kecil di tangan. Hati-hati zaman itu kuisi dengan air seni sendiri. Lalu mulai mencelupkan alat tersebut pada cairan berwarna kuning kecoklatan itu.Beberapa detik kemudian tanda dua garis merah muncul. Mulutku ternganga. Antara bahagia dan galau. Bahagia karena impian Kak Sabiru mendapat momongan lekas terpenuhi. Namun, kalau juga karena Keanu belum lepas ASI."Udah, Bil?" tanya Kak Sabiru dari luar. Sepertinya dia sudah tidak sabar. Aku diam tidak menyahut. Hanya langsung membuka pintu kamar mandi saja. "Bagaimana hasilnya?" tanya Kak Sabiru antusi
"Sedang apa?" Aku dan Elma menyela cepat.Kak Sabiru bergeming. Dia tampak menyesali ucapannya."Ayo katakan, Biru! Apa yang sedang Zayn rencanakan?" desak Elma sambil menarik-narik lengan suamiku. Seperti anak kecil yang merengek pada kakaknya."Aduh gimana ya?" Kak Sabiru mengusap tengkuknya beberapa kali. "Sebenarnya ini tuh rahasia, El. Aku sudah berjanji untuk tidak membocorkannya padamu," tutur Kak Sabiru dengan wajah meragu. "Laki-laki itu yang dipegang adalah omongannya, jadi ... sorry to say. Aku gak bisa." Kak Sabiru angkat bahu, lalu menangkup kedua tangan."Yah ... Biru gak asyik," keluh Elma kecewa. Gadis itu sengaja memanyunkan bibirnya ke depan."Denger, El, percaya deh sama Zayn. Dia itu pemuda yang baik." Suamiku berucap yakin. "Udah yuk lanjut makan!" suruhnya sambil menunjuk makanan dengan matanya.
"Kiara?" sapaku dengan perasaan tidak menentu.Jika aku paling mencemburui Kiara, maka Zayn adalah lelaki paling mencemburui Kak Sabiru cemburui. Sama halnya Zayn yang masih saja perhatian padaku, Kiara bahkan tidak pernah mundur untuk mendapatkan suamiku."Hai, Bila? Baru pulang?" Kiara balas menyambut kalem. Tangannya terulur menjawil pipi Keanu. Bagai sehati bayi itu langsung merengek dijawil oleh wanita yang dicemburui ibunya.Reza menyusul usai mematikan mesin mobil. Pria itu menganguk ramah pada Kiara dan ditanggapi senyuman simpul oleh sang gadis."Iya, nih," sahutku sambil berusaha mendiamkan Keanu, "tumben main? Ada apa?" Aku mencoba santai saat bertanya."Kayaknya kamu gak suka aku menginjakkan kaki di sini deh." Kiara menebak sotoy sembari berkacak pinggang. "Cemburu, ya?" Kiara meledek dengan seringai kecil.Aku mendesah pelan. "Salut ya. Setelah serangkaian ak
Usia sholat Isya bersama, kuajak Kak Sabiru makan malam bareng. Lelaki itu menurut. Walau dia jujur mengaku sudah mampir makan di restoran favorit saat balik ambil laptop."Pantes saja aku nungguinnya lama," balasku dengan sedikit merajuk. Bibir pun sengaja kubuat cemberut. Kak Sabiru paling senang melihat aku bermanja-manja padanya.Begitu sampai di meja makan kubuka tudung saji. Hanya ada menu semur daging dan jamur goreng krispi. Walau begitu ada tatapanmupengyang kulihat dari matanya."Aromanya bikin cacing di perut menggeliat lagi," selorohnya sambil menarik kursi. Pria itu langsung menyomot jamur goreng tersebut. Lantas mengunyahnya perlahan-lahan.Bunyi kriuk-kriuk yang keluar dari mulut membuat aku tersenyum senang. Dengan semangat kuciduk nasi dari dalam rice cooker. Nasi putih pulen dengan asap yang masih mengebul kusiram dengan kuah semur dan potongan dagingnya.
Sambil menunggu kepulangan Kak Sabiru, Keanu aku kompres dengan air hangat. Saat menatap mata mungil Keanu yang terlelap, rasa menyesal menusuk sukma. Hanya karena uang aku mengabaikan anak ini. Padahal Kak Sabiru sudah mencukupi segala kebutuhan. Pantas rasanya jika lelaki itu kesal.Pelan-pelan suhu tubuh Keanu mulai turun. Rasa khawatir ini perlahan luntur. Kutengok jam kotak yang menempel pada dinding. Sudah satu jam lebih Kak Sabiru pergi. Namun, belum ada tanda-tanda ia kembali.Sembari menunggu kedatangan suami kesayangan, aku membersihkan badan. Tidak perlu lama-lama karena malam kian menjelang. Apalagi saat mendengar kumandang adzan Isya, kegiatan ini lekas kusudahi.Ketika melintas untuk kembali ke kamar tampak Ibu tengah menikmati hidangan makan malam sendiri. Wanita itu hanya menengok sekilas tanpa mau menyapa. Mungkin dia masih marah.B
Rasanya seperti maling yang tertangkap basah. Tiba-tiba aku dilanda gugup. Apalagi saat melihat wajah Kak Sabiru yang datar. Tidak ada senyum, tetapi tidak dingin. Di sisi lain Elma pun menampakkan muka yang sama. Dia yang biasanya ceria hanya menatapku sekilas. Lalu langsung mendekati Nasya yang masih betah berbaring. Tatapan dari Zayn, ia acuhkan. "Bagaimana keadaanmu, Sya?" tanya Elma pelan. "Sudah lumayan membaik," sahut Nasya lemah. "Syukurlah. Maaf ya, aku baru datang hari ini. Kalo Biru tidak mengabari kemarin, aku mana tahu," tutur Elma sambil melirik padaku. Aku sendiri agak tertohok mendengar ucapannya. Sungguh ... bukannya tidak mau memberi kabar pada yang lain, kekalutan pada kondisi Nasya membuat aku lupa melakukannya. "Gak papa, Mbak Elma." Nasya mengedip ramah. Elma tersenyum simpul pada Nasya. Kini tatapannya beralih pada sosok menju
Tidak salah lagi. Itu Kiara dan Zayn. Sedang apa mereka berdua di sini? Setahuku keduanya tidak begitu dekat.Baiklah dari pada otak dipenuhi tanya, lebih baik kuhampiri saja mereka. Tanpa berpikir lagi, kaki ini melangkah menuju tempat Zayn duduk. Tangisan kecil dari Keanu menyadarkan Zayn dan Kiara. Keduanya menoleh melihat kedatanganku."Bila ...." Zayn tampak terpana melihat kedatanganku. Bibirnya melengkung indah. Ya ... mana pernah dia cemberut jika ketemu aku. "Bareng Keanu aja?" Dia menebak sambil menyapu sekeliling. Mungkin mencari tahu dengan siapa aku datang."Iya." Aku membalas pelan. Lalu mulai duduk di samping Kiara. Keanu yang rewel kuberi sepotong muffin kudapan dua orang ini. Alhasil bocah itu diam menikmati makanan warna cokelat tersebut."Mau minum apa?" tawar Zayn hangat."Apa saja yang penting dingin. Sama air mineral buat Keanu.""Oke."
"Saya cari Sabiru," balasnya benar-benar datar tanpa senyum."Eum ... saya istrinya." Aku masih bersikap ramah. Bahkan tangan ini terulur. Sayangnya aku dibuat menahan ludah yang pahit, karena wanita itu mengabaikan tangan ini. Dirinya tetap menaikan dagu tanpa mau menjabat.Ini masih terlalu pagi untuk emosi. Dan aku juga mau tersulut karenanya. Oke ... tahan napas sejenak."Kalo boleh tahu apa keperluan Ibu mencari suami saya?" Pertanyaan yang ke luar dari mulut ini tetap kubuat selembut mungkin. Karena bagaimanapun juga melayani tamu dengan baik adalah kewajiban."Tolong pertemukan saya dengan suamimu!" pintanya tegas.Benar-benar wanita batu. Dia yang butuh kenapa lagaknya songong begini?Astaghfirullah hal adzim."Siapa, Bil?"Dari belakang Kak Sabiru datang. Lelaki yang masih santai dengan piyama tidurnya mendekat, sembari menggendong K
"Usir Mas Reza, Kak Bila! Aku mau bercerai dengan dia!' teriak Nasya lantang walau masih lemah. Telunjuknya mengarah pada Reza dengan tatapan sengit. Dan air matanya tetap saja berderai."Nasya Sayang---""Aku bilang pergi!" Nasya menyambar keras. Matanya mendelik marah pada suaminya."Sya ... tolong maafin, Mas. Sumpah---""Kamu dengar gak sih aku bilang pergi!" Nasya kembali menggertak."Sabar, Nak." Ibu Halimah menenangkan sang putri yang dipenuhi arah dengan dekapan lembut."Reza, tolong kamu patuhi perintah Nasya. Biarkan dia beristirahat untuk memulihkan kondisinya." Ibuku pun mulai angkat bicara.Namun, dasar Reza bebal! Seruan Nasya dan nasihat Ibu hanya jadi angin lalu saja baginya. Dia tetap bersikukuh berdiri di ruangan ini."Mas, tolong jangan buat keributan di sini!" Aku yang geregetan akhirnya turun tangan dengan menarik paks