Mardawa dan kedua gadis itu menatap Serigala Perak. Wanita yang menyerang tadi dengan begitu ganas tiba-tiba ingin berunding. Apa pula ini?“Perundingan macam apa yang kau inginkan?” Mardawa bertanya sambil menatap wanita penjelmaan serigala itu.Serigala Perak tertawa terbahak. "Kalian pikir bisa melawanku. Kawanan serigala itu belum kalian tundukkan. Kalian sudah tak punya tenaga lagi, tinggalkan saja Semboja dan Rau. Aku akan membiarkan kalian pergi dengan selamat!”“Semboja harus ikut dengan kami!” Tiba-tiba Dewi Rimbu berteriak marah. “Semboja bukan tawanan kalian, dia harus pergi bersama kami!”Mardawa berusaha menenangkan Dewi Rimbu, "Tenang, Dewi. Mari kita dengarkan dulu tawarannya."Dewi Rimbu mendengus kesal, namun memutuskan untuk diam dan mendengarkan. Tidak habis mengerti dengan sikap Serigala Perak. Diajak bertarung malah menawarkan perdamaian tapi dia menginginkan Semboja.“Katakan! Apa maumu?” tanya Mardawa. Dari cerita Dewi Rimbu dia sudah tahu apa yang diinginkan Se
Eyang Chou diam, tidak menjawab pertanyaan Kusuma. Gadis itu semakin tidak enak hati. Dia sudah membayangkan akan ada pertumpahan darah karena fitnah yang disebarkan olehnya.“Apakah aku harus berterus-terang kalau semuanya bohong belaka, tapi aku sangat mencintai Kakang Mardawa. Bagaimana ini?” Kusuma memandangi Eyang Chou yang pergi menjauh. Ingin sekali dia memanggil, tapi sisi gelap hatinya membiarkan semuanya. Kusuma yakin tidak akan ada kerusuhan yang disebabkan olehnya. Mardawa pasti menurut kepada gurunya untuk menikahinya.“Sudahlah, biar waktu yang menjawab.” Kusuma bergumam dalam hatinya. Gadis itu kembali melangkah. Dia tidak tahu akan pergi ke mana. Hati kecilnya ingin segera menjumpai Mardawa, tapi tidak tahu harus mencari ke mana.Kusuma berjalan ke sana-sini seperti orang linglung, rasa rindunya kepada Mardawa membuatnya lelah hati. Dia membayangkan jika saja bisa bertemu malam hari ini. Gadis itu tersenyum sendiri.Kusuma akhirnya naik ke sebuah pohon yang agak tinggi
Sinar matahari pagi menyambut Mardawa dan Semboja yang baru kembali dari Negeri Serigala Perak. Mereka melihat keadaan sekitar dengan bingung. Mereka tidak tahu di mana kini berada.Mereka hanya berdua di tengah hutan. Hanya terdengar bunyi serangga hutan yang nyaring, membuat suasana terasa mencekam. Mereka saling pandang, bingung menentukan arah.“Dewi Rimbu, bisakah kamu melihat cermin ajaib?” Mardawa mencoba mencari solusi. Dia tidak mengenali hutan tempat mereka tadi keluar. “Tadi tidak aku tanyakan kepada Serigala Perak. Aku menduga kita akan diantarkan ke tempat dari mana kita berasal.”“Bisa.” Dewi Rimbu mengeluarkan cermin ajaib itu. Wanita itu memberikannya kepada Mardawa. Cermin itu terlihat seperti cermin biasa, namun jika dipandang dengan seksama, maka akan terlihat gambar-gambar ajaib yang terpantul di dalamnya.Mardawa dan Dewi Rimbu melongok ke dalam cermin dan melihat pemandangan yang sepertinya tidak familiar bagi mereka. "Aku tidak mengenali tempat ini," ucap Marda
Kusuma menjerit saat melihat mata yang bersinar di kegelapan malam. Rupanya dia sudah tertipu oleh lelaki yang bernama Sabda itu. Tahu begini, tidak sudi tadi dia turun dari pohon dan membatalkan rencana tidurnya. Bedebah satu ini memang harus dikasih pelajaran.“Kau sudah menipuku!” teriak Kusuma. Dia menghunus pedang pemberian Eyang Chou. Gadis itu sangat marah karena lelaki itu sudah menjebaknya. “Siapa kamu sesungguhnya?” tanya Kusuma lagi.“Hahaha. Tidak usah tahu siapa aku, kamu hanya cukup menurut saja. Mereka tidak akan menyerangmu.” Rupanya Sabda sudah merencanakan semuanya. Binatang-binatang itu dengan mata merahnya memandang Kusuma. Lidahnya terjulur keluar masuk siap mencabik tubuh gadis itu. Kadang-kadang air liurnya menetes menjijikan. Kusuma teringat cerita tentang kematian misterius di kampungnya. Menciut nyali Kusuma membayangkan tubuhnya dimakan binatang tersebut.Kusuma merasa takut melihat binatang-binatang itu menatapnya dengan mata merah ganas. Dia tahu bahwa di
Mardawa dan Dewi Rimbu yang tersesat tidak bisa menemukan jalan untuk keluar dari hutan. Cermin ajaib tidak banyak membantunya. Dewi Rimbu tidak tahu apa yang terjadi dengan cermin ajaib itu.Mereka malah bertemu dengan seorang perempuan yang sekarang sedang bersiap menyerangnya. Sumbu Pencair Balok Es sudah dipegangnya erat-erat. Mardawa menyiapkan pukulan tangan kosong–Perisai Samudra.Ketika melihat Mardawa perempuan yang tidak terlihat wajahnya itu tampak sedikit grogi. Namun, dengan cepat dia bisa menguasai diri. Mardawa curiga dan berniat membuka penutup wajahnya.. Kali ini dia masih membiarkan Dewi Rimbu untuk menghadapinya.“Apakah kamu anak buah Serigala Perak?” tanya Mardawa sekali lagi. Kecurigaannya sangat besar terhadap wanita yang menginginkan Semboja itu. Mardawa sudah menyangka jika Serigala Perak menginginkan kematiannya.Mardawa dan Dewi Rimbu berdiri di depan perempuan misterius itu. Mardawa memperhatikan dengan cermat senjata yang sedang dipegang oleh perempuan itu
Ratu Kali Wingit tertawa saat Kusuma pergi dari hadapannya. Dia sangat senang karena dirinya tidak perlu turun tangan untuk merebut cermin itu dari tangan Dewi Rimbu.“Hahaha hahaha hahaha. Dasar gadis bodoh!” Ratu Kali Wingit memandang ke arah Sabdo. “Ayo, kita buntuti dia!” Sabdo menganggukan kepala, dia mengikuti Ratu Kali Wingit ke arah Utara. Mereka berlari menuju sebuah hutan misterius yang sudah mereka kuasai. Di mana Mardawa dan Dewi Rimbu sudah tersesat sebelumnya.Mereka berkelebat dengan cepat. Ratu Kali Wingit seperti mendapat firasat buruk. “Ayo, Sabdo, kita harus cepat!” Sabdo mengikuti Ratu Kali Wingit dengan cepat. Mereka berlari menuju hutan yang misterius dan berbahaya, diperkirakan hanya beberapa saat saja hingga mereka tiba.Sabdo mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal dan melirik ke arah Ratu Kali Wingit. "Ini hutan sangat misterius, Ratu," ucap Sabdo sambil memandangi sekitarnya.“Hei … mengapa berhenti?” tanya Ratu Kali Wingit. Wanita itu turut berhe
Sabdo yang tadi terjatuh dengan segera memperbaiki posisi kuda-kudanya. Dengan sekali lompatan dia sudah kembali tampak sangar. Sementara, Ratu Kali Wingit menunggu tak jauh dari tempat mereka bertarung.“Minggirlah, Kek! Ini urusanku dengan pemuda songong itu.” Sabdo berseru menyuruh kakek tua itu minggir.“Keh keh keh.” Lelaki tua itu malah terkekeh. Dia tidak minggir sama sekali. Malah berada di antara Sabdo dan Panji. “Aku hanya ingin kalian tidak bertarung … berdamailah!”“Biarkan aku mengajari mulut comberan dia! Berani-beraninya menghina Ratu!” kecam Sabdo sambil kembali menghunus pedang.“Mereka adalah serigala yang selalu mengincar anak buahku. Sudah banyak anak buahku yang jadi korban!” Panji balik berteriak menjelaskan siapa Sabdo dan Ratu Kali Wingit.Kakek tua itu menjadi bingung, siapa yang akan dibelanya. Dia hanya memandang Sabdo dan Panji bergantian. Pandangannya beralih pada Ratu Kali Wingit.“Siapa namamu, wanita cantik?” tanya kakek tua itu. “Aku Ratu Kali Wingit.
Mardawa kagum melihat kemampuan gadis bercadar itu. Dengan mengibaskan tangannya sedikit, tangan yang cedera itu menjadi normal kembali.Dewi Rimbu masih menatap wanita tersebut dengan heran, dia mencoba untuk bertanya. "Apa yang kamu lakukan? Bagaimana tanganmu tiba-tiba menjadi normal kembali?" tanya Dewi Rimbu sambil memandang gadis itu dengan penuh tanda tanya. "Ah, kamu tidak mengerti. Hahaha hahaha, aku memang memiliki kemampuan khusus. Bukan sihir, tapi kekuatan alam yang ada di dalam diriku," jawab wanita itu sambil tersenyum mengejek.Mardawa tiba-tiba ingat kepada Saga. Lelaki itu pernah berkata jika dia mampu mengendalikan alam, dan Kusuma menjadi penghancurnya. Berarti wanita itu ….“Kusuma … apakah kamu Kusuma?” tanya Mardawa tiba-tiba. Dia melompat ke hadapan wanita di hadapan Dewi Rimbu.Wanita itu mundur, dia menghunus kembali pedangnya. Dia menatap tajam ke arah Mardawa. Pandangannya tampak khawatir saat melihat pemuda itu. Seakan-akan dia tahu apa yang akan ditanya