Rhea harus lembur lagi malam ini. Ia baru saja hendak pulang namun, langit sudah tampak mendung dengan angin malam menderu, dinginnya begitu menusuk.
Rhea hendak bersiap untuk menerobos hujan, dia mengeluarkan payung dalam tasnya. Namun, saat sedang membuka payungnya dia melihat seorang pria duduk di sebuah pohon yang tak jauh darinya. Pria itu tampak waspada dan gemetaran.Ketika hujan mulai deras, pria itu tidak juga beranjak. Rhea pun melangkah, dan berhenti tepat di sebelah pria itu.“Hei, Tuan, kena—Oh, ya ampun!” Rhea kemudian menutup mulutnya terkejut kala melihat tubuh pria itu yang penuh darah. Rhea, lantas memayungi pria itu."Aku akan segera mencari bantuan.” Rhea menjadi panik.Sebelum pergi mencari bantuan tangan Rhea merogoh tasnya dan mengeluarkan tisu yang selalu dia bawa. “Aku hanya punya ini. Jadi ambillah,”Rhea memberikan beberapa lembar tisu pada pria itu.“Aku tak butuh,” jawab pria itu, sembari menarik tali tudung jaketnya hingga hampir menutupi wajahnya. Meski pria itu tengah terluka, suaranya terdengar berat namun terkesan tegas.Rhea sadar pria itu kesal padanya, tapi Rhea tak akan meninggalkan pria yang sedang terluka di tengah malam dengan hujan lebat.Akhirnya, Rhea berinisiatif mengusap darah di bagian tubuh pria itu. Namun, pria itu menepis tangannya, rasanya dia tak suka disentuh sembarang.Tapi Rhea sangat keras kepala. “Diamlah!”Rhea tetap membersihkan luka pria itu, sekalipun pria itu tampak tak nyaman. “Bagaimana kau bisa terluka separah ini?” gumam Rhea.Pria itu tidak menjawab, dan malah sibuk memperhatikan wajahnya.Drap! Drap! Drap!Rhea melihat sekitar lima orang tiba-tiba saja berkerumun tak jauh dari mereka. Ia merasa lega dan hendak meminta bantuan pada mereka.Hanya saja. pria itu tiba-tiba menarik lengannya hingga dia terjatuh ke dalam pelukan pria itu.“Tuan, jangan bertindak cabul pada orang yang ingin membantu!” suara Rhea terdengar menahan marah. Dia tak menduga pria yang dia bantu akan bersikap kurang ajar.“Dengarkan dulu, mereka adalah penyebab dari lukaku. Jadi diamlah, jika kau tak ingin mati bersamaku,” bisik pria itu pelan.Rhea terdiam, mencerna kalimat itu. Jadi, apakah orang-orang itu penjahatnya?“Hey, apa kau lihat dua orang di sana?” pria penjahat itu menunjuk ke arah mereka.Sontak Rhea memeluk pria itu erat, dia takut akan ketahuan. Pria itu pula memeluknya erat, bak berusaha menyakinkan bahwa mereka benar kekasih.Pria itu tiba-tiba saja mencubit lengannya keras.“Auu! Sakit, kau gila!” rintih Rhea dengan sedikit berteriak.“Ya, mereka berbuat mesum di kondisi hujan. Terlebih di bawah pohon dengan hanya ditutupi payung,” timpal pria berpakaian hitam yang lainnya.Tak lama kemudian, Rhea mendengar langkah mereka mulai menjauh. Pada saat itulah Rhea mengangkat kepala dan melihat sekilas wajah pria itu. Hidung mancung dengan bibir seksi.Rhea pun tersadar, wajahnya merona. Ia segera mendorong pria itu kasar, lantas berdiri cepat.“Kau menggunakanku, dasar picik!!”“Aw! Kau mendorong tepat di lukaku, Nona!” rintih pria itu menahan sakit.“Aku tak peduli,” gerutunya.Pria itu tiba-tiba terlihat melemah, membuat Rhea panik “Jangan mati dan tetap diam aku akan mencari bantuan!”Rhea berlari ke jalanan, mungkin saja seseorang akan melintas. Namun, jalanan tampak sepi satupun tak ada kendaraan yang berlalu lalang. Tak menemukan siapapun untuk membantu pria itu, dia memilih kembali sebelum pria itu kehilangan kesadarannya.Ketika Rhea kembali pria itu sudah tidak ada. Pria itu menghilang sebelum dia tahu nama dan wajahnya.Pada akhirnya Rhea pulang ke kediamannya. Jam sudah menunjukkan dini hari. Gara-gara pria mesum itu, Rhea jadi pulang semakin larut. Ia hanya berharap seluruh orang di rumah sudah tidur.Sebelum masuk Rhea memastikan bahwa tak ada orang rumah yang terbangun. Dengan hati-hati dia melangkah masuk. Namun…"Ah, siapa ini?"Rhea tersentak kaget. Dia mendongak melihat Ibu tirinya-Vareli Dominic berdiri di atas anak tangga sembari menatapnya dengan menyelidik.Rhea mengepal kuat jemarinya. Vareli Dominic Wanita yang merebut posisi Ibunya dan selalu saja berusaha mengganggunya. Semuanya semata agar Rhea tersingkir dan adik tirinya bisa mewarisi semua kekayaan keluarga Dominic.Tak semua Ibu tiri jahat, namun ibu tiri Rhea adalah wanita iblis yang merebut kebahagiaan orang lain. Dan bagi Vareli, Rhea hanya batu sandungan untuk putri tercintanya."Kenapa kau baru pulang?" tanyanya yang tampak sangat penasaran."Tentu saja lembur kerja."Memberitahu bahwa dia membantu seorang pria tak berdaya tak mungkin akan di percaya."Kau cukup berantakan jika hanya lembur kerja.""Huh! Aku tak meminta kau percaya!” Rhea mengangkat bahunya acuh."Rhea!" suara menggelegar yang menakutkan, sorot mata tajam terarah padanya.Rhea menoleh kearah sumber suara. Ayahnya tampak murka."Dari mana saja kau, huh?! Kau seorang putri Dominic jangan membuat skandal memalukan! Sudah cukup memalukan hanya menjadi karyawan biasa!" teriak lantang Ayahnya."Aku lembur.”"Ha! lembur yang tak berguna. Berhenti dari pekerjaan itu. Kau tak akan menjadi apapun dengan tetap menjadi karyawan biasa. Lihat adikmu, dia akan mulai bermain peran dengan aktor terkenal. Namanya sebentar lagi melejit. Harusnya, kau tak membangkang dan mendengarkan kata Ayahmu, bukan tetap sok keras." cibir Ayahnya dengan tawa meledek.Hendra De Dominic, Ayah Rhea, adalah pria yang tegas dan mementingkan citranya. Hendra adalah seorang sutradara film yang terkenal ikonik. Harapan Ayahnya agar Rhea menjadi seorang pemeran dalam perfilman.Rhea yang cantik, tinggi nan langsing, kulit kuning langsat dengan mata hitam legam yang indah, tentunya menjadi keuntungan tak bisa terelakkan. Namun, Rhea selalu menolak dan berkata dia tidak tertarik di bidang yang digarap Ayahnya. Dia ingin bebas mengekspresikan hal yang dia sukai.Rhea menolak bukan tanpa sebab, semua bermula dari kekecewaan Rhea pada Ayahnya saat Ibunya masih hidup. Ayahnya selalu beralasan sibuk dan tak memiliki waktu untuk keluarga.Namun, suatu hari sang Ayah membawa selingkuhannya ke rumah di saat Ibunya tengah sakit dan itu mengakibatkan Ibunya meninggal. Ya, istri Ayahnya sekarang adalah pemain film garapan sang Ayah sendiri, dia berselingkuh lama dengannya kala itu.“Ya! katakan apapun sesuka Ayah,” Rhea tak peduli dengan cercaan Ayahnya. Kemudian dia pergi begitu saja ke kamarnya.__Beberapa minggu berlalu dan Rhea menjalani harinya seperti biasa.Tapi, tidak di rumah, tidak di kantor, Rhea selalu saja mendapat perlakuan tidak adil. Padahal dia selalu yang mendapat jatah lembur, tapi dirinya juga yang harus dipecat dari pekerjaan ini. Hanya karena manager ingin memasukan keponakannya di perusahaan itu.Dia masih kesal. "Sial! Sialan!" gerutunya sembari sibuk menekan-nekan keyboard ponselnya.Dia tengah sibuk mencerca manager di sosial medianya. Dia tak terima atas pemecatan tiba-tiba tanpa alasan jelas. Sesekali matanya teralih ke arah jalanan yang ramai lalu lalang kendaraan. Ya, kota metropolitan masih ramai di jam ini.Rhea lantas berhenti di pemberhentian taksi. Beberapa menit dengan posisi yang masih sama akhirnya sebuah mobil hitam terhenti tepat di depannya.Tanpa pikir panjang, dia bergegas masuk ke dalam mobil, tanpa memastikan lebih dulu dia duduk di kursi belakang."Jalan Nusa Indah," ucap Rhea sembari mengatur posisi duduk di kursi. Perhatiannya terfokus pada ponselnya.Pengemudi lantas menginjak pedal gas, mobil melaju dengan pelan menyusuri jalanan.“Nona baru pulang kerja?" tanya pengemudi itu."Ah, iya benar," jawab Rhea tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponselnya."Bukankah sebagai wanita pulang larut malam bukan hal yang baik?"Sekejap, Rhea menghentikan jemarinya yang sibuk menekan keyboard ponsel. Dia melirik pengemudi itu. Kemudian dia kembali menyibukkan diri dengan ponselnya. Dia tak berniat menjawab.Perhatian Rhea teralih ke luar jendela, dia terperanjat menyadari pengemudi taksi ini tak melewati arah jalan seharusnya.Kemudian, dia tersadar mobil yang dia naiki tak seperti taksi biasanya, mobil dengan interior mewah terlebih tampak fitur-fitur teknologi canggih.Ya, mobil yang dia naiki adalah Rolls-Royce Cullinan. Dan pria pengemudi itu anehnya tampak seperti seorang gangster dengan pakaian blazer yang chic. Seketika Rhea menjadi takut."Turunkan aku sekarang!" bentak Rhea."Tujuanmu masih jauh, Nona.”"Aku bilang, turunkan aku sekarang!" pekik Rhea lantang, berisi kecemasan di dalamnya.Rhea berusaha membuka pintu, namun terkunci. Sekuat tenaga dia berusaha tetap saja gagal.Rhea kembali membuka ponselnya. Ya, dia akan menghubungi seseorang yang akan membantunya. Namun....Seseorang meraih ponselnya dengan cepat, sebelum dirinya berhasil menghubungi seseorang. Rhea menoleh ke belakang, rupanya di bangku belakang terdapat seorang lagi.Ia membelalak, sedari tadi dia bukan berdua tetapi bertiga.Kemudian pria di belakang membekap hidung Rhea dengan sesuatu. Seketika ia kehilangan kesadarannya.Rhea tak tahu apa yang terjadi setelah itu, hanya saja ketika kesadarannya kembali, kepalanya terasa berdenyut.Rhea terperanjat kala menyadari sekelilingnya yang asing. Ruangan gelap tanpa pencahayaan, terlebih dia tak tahu apa yang menantinya di sini.Bergegas dia bangkit dari kasur, menuju pintu. Beberapa kali berusaha membukanya, menggedor, dan berharap seseorang akan menyelamatkannya.Namun, tiba-tiba seorang pria berada tepat di belakang tubuhnya.Pria yang tinggi dengan bahu lebar, samar-samar tampak wajah dengan rahang tegasnya. Rambut pria itu menutupi sebagian matanya.Tanpa aba pria itu langsung meraih tangannya, menyeretnya menuju kasur, lalu melemparnya sedikit kasar ke kasur. Pria itu mencengkeram kuat kedua tangan Rhea, memblokir geraknya agar tak berontak.Jemari yang besar kemudian menyentuh dagu lancip Rhea, memaksa agar ia tak memalingkan wajahnya, napas pria itu terdengar menderu-deru. Kala mata Rhea dan pria itu bersitatap, dia bergidik. Pancaran mata hitam legam pria itu menakutinya.Ketakutan kian mencekiknya. "Tidak!"Pria itu lantas menutup mata Rhea dengan jemari besarnya. Rhea berusaha terus berontak, kemudian sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Rasanya, tercium bau kuat dari pria itu. Alkohol?! dan anehnya, ia merasa seolah ikut terbuai. Namun, logikanya terus memaksa untuk menghentikannya. Dia tak mungkin melakukannya dengan pria asing.Rhea berusaha melepaskan tangan yang menutup matanya. Namun dia tersentak, kala bibir lembut itu menjalar disekitar leher dan perlahan menjamah tubuh lainnya dengan tangan pria itu yang ikut bermain-main ditubuhnya.Rhea tak mampu melawan, air matanya meniti. Dia mengigit bibirnya kuat, dengan harapan bahwa ini khayalannya. Tapi, perasaan dan sentuhan ini terasa begitu nyata.Cahaya mentari masuk dari jendela dengan gorden yang dibuka lebar. Rhea mengernyit, merasa terganggu. Dia menggeliat, lalu merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Matanya mengerjap. Kemudian dia tersadar berapa di tempat asing. Matanya membelalak, penggalan ingatan semalam muncul memenuhi dirinya, kejadian panas dia dan seorang pria asing tak terelakkan. "Tidak!" "Ini hanya khayalan. Ya! ini hanya mimpi." elaknya.Rhea tertunduk dengan kedua tangan yang menarik kuat rambutnya. Tatapannya kosong, "Ini tidak mungkin! ini tak mungkin terjadi padaku!" dia bergumam, bersikeras menolaknya. Rhea terdiam, kala menyadari sekarang dia bangun tanpa mengenakan seutas benang pun, dengan baju tercecer sembarang di lantai. Kemudian air matanya menetes begitu saja.Bulir keringat bermunculan didahinya dengan butiranya yang perlahan bergulir. "Argh!!" Rhea berteriak dalam benak. Ekspresinya sangat kacau."Bagaimana bisa? bagaimana bisa ini terjadi padaku?!" gumamnya berkali-kali dengan putus asa. Rhe
Di sisi lain seorang pria berdiri didekat jendela dengan mantel mandi yang masih melekat di tubuhnya. Air terus-menerus menetes dari ujung-ujung rambutnya. Dia menatap gelas yang ada di genggamannya, menggoyangkannya beberapa kali. Kemudian perhatian pria itu teralih keluar jendela. Gedung-gedung tinggi tampak menjulang, beberapa kali tampak pesawat yang lepas landas. Lalu, dia melemparkan gelas kaca di genggamannya. Pecahan gelas itu berserak. Dua orang lainnya saling menatap sembari menelan ludah. “Bodoh!” umpatnya. “Sebagai bawahanku, kalian sangat tidak becus! Seorang wanita lemah bahkan dengan mudah melarikan diri. Apakah kalian pantas masih disebut bagian Oleander?!” ucapnya terdengar menekan. “Kami tak menduga dia akan melarikan diri-“ jawab salah satu bawahannya dengan terbata. “Aku tak ingin mendengar alasan apapun, temukan wanita itu sekarang juga!” ucapnya lantang. “Jika dia tak ditemukan, maka hari ini akan menjadi akhir dari hidup kalian!” Sorot matanya tajam rasan
Rhea membuka matanya kala menyadari seseorang menatap ke arahnya tajam. Belum tersadar penuh, tanpa aba-aba Ayahnya langsung menarik lengannya kasar, menyeretnya bangun dari kasurnya. "Kau sangat hina!" cerca Ayahnya. Rhea tidak mengerti dengan kondisi tiba-tiba ini. Saat menuruni anak tangga semua telah berkumpul di ruang tamu. Kala Rhea menatap neneknya, wanita tua itu hanya memalingkan wajah. Ayahnya melemparnya kasar, membuat Rhea tersungkur ke lantai. "Lagi dan lagi kau bertingkah!" bentak Ayahnya dengan amarah mendidih. Rhea bergegas berdiri, bahkan rasa sakit dari lututnya yang lecet tak terasa. Dia menatap sekeliling meminta penjelasan. Satupun tak ada yang berniat menjawab kebingungannya.Lalu Lili menunjukan sebuah foto USG yang didapatkan dari tas Rhea, sembari terbesit senyum penghinaan dibibirnya. Deg.Keringat Rhea bermunculan, menyebar dari telapak tangan hingga ke lehernya. Kepalanya berdenyut dengan ketakutan yang menyeruak. "Kau... bagaimana bisa?" "Kau kira,
"Benjamin, siapa dia Ayah?" tanya Lili yang terheran dengan reaksi Ayahnya. "Dia.. dia Pemimpin Mafia Oleander." jawab Hendra masih tak percaya. Pemimpin Oleander tak pernah sekalipun menunjukan wajahnya pada orang lain dan mereka sangat rapi dalam menangani masalah __ "Masuklah." pria itu membukakan pintu mobil dan meminta agar Rhea segera masuk kedalamnya. Namun, Rhea tengah kacau dengan pikirannya. "Apalagi sekarang?!" dari kehilangan Ibu, cinta Ayah yang lama mati, dan sekarang neneknya. Rasanya kepalanya hendak pecah. Mengapa rasa sakit tak pernah berhenti dia dapatkan? “Hei!” Pria itu menyentuh pundak Rhea. Rhea tersadar dari lamunanya. Ah! Benar dia sempat lupa bahwa sekarang dia tengah bersama pria asing. Dari banyaknya orang, mengapa harus pria itu?! pria yang tak ingin dia temui, pria yang sangat dia benci, pria yang membuatnya berada dititik ini. Rhea tengah berusaha melawan air mata yang hampir terjatuh dengan menahan teriakan yang tertahan di tenggorokan. Rhea me
Rhea terperanjat bangun dari posisi tidurnya. Dia sadar dia berada dikasur yang jelas bukan miliknya. "Dimana aku?”Matanya mengamati sekitar, tempat yang tak di kenali. Tampak Interior kamar yang elegan didominasi dengan warna hitam abu-abu.“Ah! Aku ingat. Semalam tanpa sadar aku tertidur dalam pelukan pria itu,” Rhea menyesali tindakan yang tak pikir panjang itu. “Apa ini kamar pria itu? ini kediamannya?!” “Akh! au…” Rhea menyentuh pipinya yang terasa nyeri, pipi yang ditampar kuat Ayahnya semalam. Namun, tampaknya itu telah diobati. Karena terdapat plester dipipinya. Rhea mengigit bibirnya kuat. “Benjamin ya?!” Dia tak mengerti perlakuan baik pria itu. Pria yang tak mampu dia tebak dengan mudah. Seketika pikirannya kalut, dia yakin akan sulit menghindari pria itu. Dia menenangkan diri sejenak, setelah merasa lebih tenang dia turun dari kasurnya dengan hati-hati. Rhea menuju pintu, tentu saja dia ingin pergi dari tempat ini, tangannya menyentuh pelan gagang pintu. Namun, tiba-
Ceklek!Pintu dibuka. Seorang pelayan laki-laki dengan menggunakan pakaian polos, sederhana, dan tampak tak menarik perhatian. Pelayan itu kemudian masuk, ekspresinya tampak terkejut kala melihat Tuannya dan seorang wanita cantik yang tengah berada di situasi tak baik. Pelayan itu menebak dalam benak. "Mungkin mereka tengah bertengkar." Rasanya dia tahu bahwa kedatangannya tidak diwaktu yang tepat. Benjamin lantas meraih nampan berisi sarapan dan segelas susu yang dibawa pelayan itu. Pelayan itu menelan ludah kala tatapan menusuk tuannya terarah padanya. Dia tertunduk takut. "Apa lagi yang kau tunggu. Keluar sekarang!" suruhnya terdengar tegas. Pelayan itu bergegas keluar dengan menutup pintu rapat-rapat. “Tidak! Tunggu,” Rhea ingin memanggil kembali pelayan itu, dia ingin meminta bantuannya. Jika hanya dia dan Benjamin disini, situasi tak akan berubah baik untuknya. Dia ingin menghindari pria sialan ini.Benjamin yang tengah meletakan nampan diatas meja meliriknya dengan tajam.
Tapi Rhea tak senang atas pujian itu. Dia memandang Benjamin tanpa gentar lagi. "Aku tak akan tersanjung atau berterimakasih," jawabnya ketus. Benjamin balik menatapnya dari cermin kaca lekat-lekat, "Aku mengatakan sesuai dengan apa yang ku lihat. Senang atau tidaknya itu pilihanmu." Rhea menjadi geram, selalu saja pria ini tak mau kalah darinya dan terus membalas kalimatnya. "Mendandani ku dengan rapi kau akan membawaku kemana?" tanya Rhea yang jauh tampak stabil. "Mm, kau ingin bermain menebak?! jika kau benar aku akan mengabulkan satu permintaanmu dan jika salah kau tak bisa menolak kemanapun ku bawa?" Benjamin menawarkan sesuatu. "Lucu sekali! Kau pikir aku akan percaya. Benar atau salah bukankah itu menjadi keputusanmu." Dahi Benjamin berkerut, sedetik kemudian dia tertawa. “Rupanya kau tidak bodoh. Aku suka.” Lalu perhatian Benjamin tertuju ke perut datar Rhea, dia menyentuh lembut perut Rhea. Rhea mencengkeram erat tangan yang lebih besar darinya itu. Berhasil membuat Be
Rhea yang tampak mengabaikannya membuat Benjamin sedikit kesal. Apa yang dipikirkan oleh wanita didepannya ditengah dia yang sedang mencumbunya? Lantas Benjamin mengigit bibir Rhea.“Ah! au…” rintih Rhea, menatap Benjamin yang kian melumat bibirnya.Benjamin mengusap lembut bibir Rhea dengan jemarinya, tangannya menyentuh dagunya. Dia mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka saling bersentuhan. “Ya, harusnya kau menatapku seperti ini bukan malah mengalihkan pikiran dan pandanganmu.”“Yaampun mereka tampak membara.” ucap seseorang yang berpapasan dengan pasangan yang penuh gairah, mereka tampak terkejut.“Stt! itu tanda cinta, karena baru mendaftarkan pernikahan.” timpal yang lainnya dengan terkekeh.Rhea tersadar mereka masih berada didepan gedung kantor catatan sipil dan banyak orang berlalu lalang dan melihat mereka bercumbu. Bagaimana bisa Benjamin melakukan hal memalukan itu disini.Bergegas Rhea menjauh dari Benjamin. Tangannya mengusap kasar bibir yang baru dicumbu Benjamin. Rh