Share

Takdir yang Sulit Ditempuh
Takdir yang Sulit Ditempuh
Penulis: Latifa Raihah

Bab 1

Saat aku tahu bahwa hidupku tak akan lama lagi ....

Itu adalah tahun keenam sejak aku putus dengan Alvin Setyo, juga tahun keenam kami menjadi satu keluarga.

Aku berlari pulang dengan panik, langsung menuju ke ruang kerjanya.

Aku bertanya kepadanya, apakah dia benar-benar ingin menikahi putri dari Keluarga Gunawan?

Dia malah tertawa dingin sambil memandangku, mengatakan bahwa aku sedang bermimpi. Dia juga mengatakan bahwa aku tidak bisa melihatnya bahagia.

Aku terdiam, tak bisa berkata apa-apa, tak mampu mengeluarkan bantahan.

Melihat tatapannya yang dingin, perlahan aku mulai tersadar. Alvin sepertinya selalu membenciku.

Aku memaksakan senyum simpul.

"Tapi putri Keluarga Gunawan bukanlah seorang wanita yang baik," kataku.

Aku memang punya motif pribadi, tetapi aku tahu bahwa hubungan kami juga tak akan pernah berakhir dengan baik.

Jadi, istri masa depan Alvin tidak seharusnya adalah seorang sosialita dengan reputasi buruk.

"Bagaimana denganmu? Apa anak seorang selingkuhan sepertimu pantas menjadi pasangan hidupku?" balas Alvin.

Dia melirikku dengan sudut matanya yang penuh penghinaan, seolah-olah bisa membaca isi hatiku.

Alvin bangkit berdiri, sementara cahaya lampu menyinari tubuhnya.

Wajahnya terlihat samar, rambut acak-acakan di dahinya membuatku tak bisa melihat ekspresinya dengan jelas.

"Vina Lesmana, segala sesuatu milik Keluarga Setio nggak ada hubungannya dengan orang luar sepertimu," lanjut pria itu.

"Tapi, aku nggak pernah ...."

Aku mencoba menjelaskan bahwa aku tidak pernah mengincar kekayaan Keluarga Setio.

Namun, Alvin berdiri, lalu langsung melangkah keluar tanpa peduli dengan penjelasanku.

"Kak ...."

Pria berjas rapi itu tiba-tiba berbalik. Matanya tampak seperti serigala saat menatapku dengan tajam.

"Kamu barusan memanggilku apa?"

Saat aku pertama kali melihat Alvin di rumah ayah tiriku, aku langsung tahu alasan kami putus.

Aku berpikir kalau kami masih bisa hidup dengan rukun. Namun, aku tak menyangka bahwa dia ternyata selalu membenciku.

Dia membiarkan teman-teman sekolah menindasku sesuka hati mereka, serta menyaksikan dengan dingin ketika aku difitnah.

Namun, aku tetap keras kepala, tak mau memanggilnya Kakak.

Seolah-olah, jika aku benar-benar memanggilnya Kakak, tak akan ada lagi masa depan untuk kami berdua.

"Kak, kita jangan bertengkar lagi, oke?"

Nada suaraku terdengar memohon. Rasa sakit di dadaku sungguh tak tertahankan.

"Jangan panggil aku Kakak. Vina, itu menjijikkan sekali!"

Mendengar kata-kata makian itu, kepalaku mulai pusing, mataku pun berkunang-kunang.

Aku terhuyung, kemudian langsung jatuh ke lantai.

"Vina, drama apa lagi yang sedang kamu mainkan? Kalau mau mati, mati jauh-jauh sana!"

Dia tidak memedulikanku lagi, langsung pergi begitu saja dari ruang kerja dengan dingin.

Aku berusaha bangkit dengan susah payah. Ketika aku menyentuh hidungku, aku melihat noda darah di tanganku, tatapanku menjadi makin muram.

Namun ....

Alvin, aku sakit.

Aku akan segera mati.

Bisakah kamu mengasihani aku sedikit saja?

Setidaknya, bisakah kamu memelukku?

Aku berlutut dengan lemah di lantai, berusaha menghapus noda darah yang berceceran.

Namun, baru saja aku membersihkannya, tetesan darah segar kembali jatuh.

Seolah-olah, darah itu tak pernah berhenti mengalir, serta tak akan pernah bisa aku bersihkan sepenuhnya.

Aku benar-benar hancur.

Aku terduduk di lantai, meringkuk sambil menangis dalam keheningan.

Aku tidak mengerti kenapa takdir begitu kejam padaku.

Saat aku mengira bahwa aku telah menemukan cinta sejati, aku mendapati bahwa mantan pacarku adalah kakak tiriku.

Ketika aku ingin menyerah untuk terus mencintai Alvin, aku mendapat kabar bahwa aku sedang mengidap kanker hati stadium akhir.

Aku berjalan keluar dalam kebingungan. Namun, aku tak menyangka bahwa ibuku sedang berdiri di depan pintu dengan wajah penuh kekhawatiran.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status