Aku sudah lama mati.Jika sebelum aku mati dia memberitahuku, mungkin aku masih bisa berpura-pura bermain peran dalam cerita cinta yang berakhir indah, seolah hidupku tak memiliki penyesalan.Namun, aku sudah mati.Aku tidak membutuhkan lagi sikap penuh kasih seperti yang ditunjukkan Alvin.Aku tidak bisa menghitung berapa lama Alvin berdiri di depan makamku, terus mengoceh tanpa henti.Yang aku ingat hanyalah langit makin gelap, tapi dia masih enggan pergi.Namun, sepertinya aku akan segera menghilang.Aku menyadari tubuhku yang perlahan menjadi transparan, melihat jalan menuju alam baka yang dipenuhi dengan bunga merah yang mekar dengan indahnya.Di ujung jalan itu, ada seorang anak kecil dengan rambut dikuncir dua.Dia sepertinya memanggilku Ibu.Tubuhku mulai melayang tak terkendali menuju tempat yang terang itu, sementara di belakangku samar-samar terdengar teriakan histeris dari Alvin.Aku tidak berniat untuk menoleh.Aku tidak pernah berutang apa pun pada Alvin.Namun, cinta ser
Ketika aku menyadari hal ini, aku baru mengerti.Selama ini, yang aku benci bukanlah Vina, juga bukan ibunya.Aku membenci ayahku yang telah berpaling.Namun, di bawah tekanan yang begitu besar, aku tidak pernah berani mengakui bahwa semua ini adalah kesalahan ayahku yang tidak setia.Aku ingin menebus kesalahan itu.Namun, ketika melihat mata Vina yang kosong dan penuh duka, aku tidak tahu harus berkata apa.Aku mulai bekerja keras mempelajari cara mengelola perusahaan, berniat mengambil alih Grup Bintang dari tangan ayahku.Namun, ayahku berkata bahwa aku baru bisa benar-benar membangun karier setelah aku berumah tangga.Untungnya, aku menemukan calon yang tepat.Seorang wanita dari keluarga kaya yang sudah mencintai orang lain, tapi ingin mencari seseorang untuk dijadikan kambing hitam.Namun, Vina tidak hadir di hari pernikahanku.Ketika Angel berkata bahwa Vina sudah meninggal, aku hanya menganggapnya lelucon belaka.Bagaimana mungkin Vina bisa mati?Namun, sebulan berlalu.Dua bu
Saat aku tahu bahwa hidupku tak akan lama lagi ....Itu adalah tahun keenam sejak aku putus dengan Alvin Setyo, juga tahun keenam kami menjadi satu keluarga.Aku berlari pulang dengan panik, langsung menuju ke ruang kerjanya.Aku bertanya kepadanya, apakah dia benar-benar ingin menikahi putri dari Keluarga Gunawan?Dia malah tertawa dingin sambil memandangku, mengatakan bahwa aku sedang bermimpi. Dia juga mengatakan bahwa aku tidak bisa melihatnya bahagia.Aku terdiam, tak bisa berkata apa-apa, tak mampu mengeluarkan bantahan.Melihat tatapannya yang dingin, perlahan aku mulai tersadar. Alvin sepertinya selalu membenciku.Aku memaksakan senyum simpul."Tapi putri Keluarga Gunawan bukanlah seorang wanita yang baik," kataku.Aku memang punya motif pribadi, tetapi aku tahu bahwa hubungan kami juga tak akan pernah berakhir dengan baik.Jadi, istri masa depan Alvin tidak seharusnya adalah seorang sosialita dengan reputasi buruk."Bagaimana denganmu? Apa anak seorang selingkuhan sepertimu pa
Ibuku tidak bertanya apakah aku bertengkar dengan Alvin, melainkan hanya memandang wajahku dengan penuh kasih sayang, lalu bertanya dari mana darah itu berasal.Tatapan matanya dipenuhi ketakutan yang sudah familier.Ini adalah sebuah jejak dari kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan ayah kandungku sebelum ibuku menikah lagi.Aku tidak ingin membuatnya khawatir, jadi aku hanya tersenyum sambil menjelaskan bahwa ini hanya karena panas dalam.Baru setelah itu ibuku merasa lega, lalu mendesakku untuk segera beristirahat.Aku kembali ke kamar tidur sambil menahan rasa sakit. Aku berbaring di tempat tidur dengan keringat dingin yang terus mengucur dari dahiku.Aku menelan beberapa tablet pereda sakit, lalu dengan paksa menutup mata, berusaha agar bisa tertidur.Saat tertidur, aku tidak merasakan sakit lagi.Dalam mimpiku, tidak ada Alvin yang galak, juga tidak ada ibuku yang selalu menangis.Di tengah kabut kesadaranku, aku seolah kembali ke masa-masa paling manis bersama Alvin.Waktu
Bagaimanapun juga, dia sangat berharap aku mati.Jadi aku akan memberinya kejutan terakhir."Siapa yang peduli kamu mau diet atau nggak? Aku malah berharap kamu mati kelaparan!" kata Alvin.Alvin mendengus pelan, melangkah melewatiku untuk menuangkan segelas air hangat, lalu meletakkannya di atas meja."Melihatmu benar-benar merusak suasana. Andai aku tahu, aku nggak akan pulang!"Dia terlihat sangat muak berada di ruangan yang sama denganku. Bahkan air yang baru saja dia tuang pun tak diminumnya.Aku memandangnya saat dia mengambil jasnya, berjalan cepat keluar dari vila.Dia membenciku seperti seorang musuh bebuyutan, menghindariku seperti menghadapi harimau buas.Sudah enam tahun aku menjalani kehidupan seperti ini.Apa yang aku andalkan untuk bisa melewati semua ini?Melihat riak di gelas kaca, aku tak bisa menahan diri untuk menyesapnya sedikit.Rasanya masih hangat seperti biasa.Pada saat itu, penglihatanku menjadi buram.Sebenarnya aku sendiri pun tidak tahu.Aku tidak bisa mem
Angel tersenyum di tengah tangisnya, lalu menjawab, "Ya, tentu saja."Maaf, aku telah berbohong padamu.Dalam hati aku menyesali kata-kata bohongku.Aku berbohong pada satu-satunya teman yang tahu bahwa waktuku tidak akan lama lagi.Aku hanya punya waktu sebulan lagi paling lama.Saat aku kembali ke kamarku dengan tubuh yang lelah, aku menemukan seseorang yang seharusnya tidak ada di sana.Ruangan itu dipenuhi bau asap rokok yang menyengat.Setelah hampir seharian tidak makan, aku langsung berlari ke kamar mandi, lalu muntah hebat.Aku bahkan tidak mendengar langkah kaki Alvin.Sambil setengah berlutut di lantai, aku menekan tombol penyiraman toilet. Namun, aku tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat."Apa kamu hamil? Kapan kamu diam-diam berkeliaran di belakangku? Apa kamu ingin membawa anak haram untuk mengambil warisan?"Dia membalikkan tanganku, menekannya ke dinding, lalu membungkuk untuk menatap perutku dengan mata merah."Vina, kalau kamu masih ingin tinggal di rumah ini, minggu
Ini adalah satu-satunya foto kami.Aku akan membakarnya untuk diriku sendiri setelah mati.Bagaimanapun juga, jika bayi kami yang ada di jalan menuju akhirat ingin melihat seperti apa ayahnya, aku bisa menunjukkan foto ini.Aku akan memberitahunya bahwa dia punya sepasang orang tua yang sangat mencintainya, serta membesarkannya dalam cinta.Ketika aku melihat Alvin lagi, dia sudah kembali ke sosoknya yang anggun dan sopan.Dia dengan cekatan berbicara dengan para tamu, sesekali memberikan camilan untuk Ajeng dengan penuh perhatian.Wanita itu terlihat tidak suka dengan suasana seperti itu. Raut wajahnya tampak tidak sabaran.Alvin membungkuk untuk berbisik di telinganya. Setelah itu, wajah wanita itu yang tadinya penuh kekesalan langsung berubah ceria.Aku pikir Ajeng akan kembali untuk beristirahat, tetapi ternyata dia langsung berjalan ke arahku."Kamu pasti Vina, 'kan? Alvin khawatir aku merasa bosan, jadi dia memintaku untuk menemanimu."Ajeng tersenyum cerah seperti mawar yang tum
Aku?Aku mengangkat tangan untuk menyentuh hidungku, lalu dengan terampil mengeluarkan tisu dari saku untuk menyeka darah.Namun, kali ini tampaknya lebih parah daripada sebelumnya. Aku tak bisa menghentikan darahnya."Apa kamu sedang panas dalam? Kamu sudah sebesar ini, apa nggak bisa belajar menjaga diri sendiri?"Alvin mengambil tisu dari tanganku dengan raut wajah tak suka, tapi dia tetap dengan sabar menyeka darah dari wajahku.Ketika melihatnya bersikap begitu sabar kepadaku, aku tiba-tiba merasa bingung.Penampilanku sekarang pasti sangat buruk.Mataku yang cekung, wajahku yang pucat, jaket tebal yang menggembung, serta wajah penuh bercak darah.Namun, justru dalam keadaan seperti ini aku merasakan kelembutan yang sudah lama tidak aku terima dari Alvin.Dia selalu bersikap seperti ini, kadang dingin, kadang hangat. Saat aku bersiap untuk melupakannya, dia memberiku sedikit kebaikan, membuatku kembali berharap."Sudahlah, lain kali jangan mempermalukanku lagi!" ujar pria itu.Dia