Bagaimanapun juga, dia sangat berharap aku mati.Jadi aku akan memberinya kejutan terakhir."Siapa yang peduli kamu mau diet atau nggak? Aku malah berharap kamu mati kelaparan!" kata Alvin.Alvin mendengus pelan, melangkah melewatiku untuk menuangkan segelas air hangat, lalu meletakkannya di atas meja."Melihatmu benar-benar merusak suasana. Andai aku tahu, aku nggak akan pulang!"Dia terlihat sangat muak berada di ruangan yang sama denganku. Bahkan air yang baru saja dia tuang pun tak diminumnya.Aku memandangnya saat dia mengambil jasnya, berjalan cepat keluar dari vila.Dia membenciku seperti seorang musuh bebuyutan, menghindariku seperti menghadapi harimau buas.Sudah enam tahun aku menjalani kehidupan seperti ini.Apa yang aku andalkan untuk bisa melewati semua ini?Melihat riak di gelas kaca, aku tak bisa menahan diri untuk menyesapnya sedikit.Rasanya masih hangat seperti biasa.Pada saat itu, penglihatanku menjadi buram.Sebenarnya aku sendiri pun tidak tahu.Aku tidak bisa mem
Angel tersenyum di tengah tangisnya, lalu menjawab, "Ya, tentu saja."Maaf, aku telah berbohong padamu.Dalam hati aku menyesali kata-kata bohongku.Aku berbohong pada satu-satunya teman yang tahu bahwa waktuku tidak akan lama lagi.Aku hanya punya waktu sebulan lagi paling lama.Saat aku kembali ke kamarku dengan tubuh yang lelah, aku menemukan seseorang yang seharusnya tidak ada di sana.Ruangan itu dipenuhi bau asap rokok yang menyengat.Setelah hampir seharian tidak makan, aku langsung berlari ke kamar mandi, lalu muntah hebat.Aku bahkan tidak mendengar langkah kaki Alvin.Sambil setengah berlutut di lantai, aku menekan tombol penyiraman toilet. Namun, aku tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat."Apa kamu hamil? Kapan kamu diam-diam berkeliaran di belakangku? Apa kamu ingin membawa anak haram untuk mengambil warisan?"Dia membalikkan tanganku, menekannya ke dinding, lalu membungkuk untuk menatap perutku dengan mata merah."Vina, kalau kamu masih ingin tinggal di rumah ini, minggu
Ini adalah satu-satunya foto kami.Aku akan membakarnya untuk diriku sendiri setelah mati.Bagaimanapun juga, jika bayi kami yang ada di jalan menuju akhirat ingin melihat seperti apa ayahnya, aku bisa menunjukkan foto ini.Aku akan memberitahunya bahwa dia punya sepasang orang tua yang sangat mencintainya, serta membesarkannya dalam cinta.Ketika aku melihat Alvin lagi, dia sudah kembali ke sosoknya yang anggun dan sopan.Dia dengan cekatan berbicara dengan para tamu, sesekali memberikan camilan untuk Ajeng dengan penuh perhatian.Wanita itu terlihat tidak suka dengan suasana seperti itu. Raut wajahnya tampak tidak sabaran.Alvin membungkuk untuk berbisik di telinganya. Setelah itu, wajah wanita itu yang tadinya penuh kekesalan langsung berubah ceria.Aku pikir Ajeng akan kembali untuk beristirahat, tetapi ternyata dia langsung berjalan ke arahku."Kamu pasti Vina, 'kan? Alvin khawatir aku merasa bosan, jadi dia memintaku untuk menemanimu."Ajeng tersenyum cerah seperti mawar yang tum
Aku?Aku mengangkat tangan untuk menyentuh hidungku, lalu dengan terampil mengeluarkan tisu dari saku untuk menyeka darah.Namun, kali ini tampaknya lebih parah daripada sebelumnya. Aku tak bisa menghentikan darahnya."Apa kamu sedang panas dalam? Kamu sudah sebesar ini, apa nggak bisa belajar menjaga diri sendiri?"Alvin mengambil tisu dari tanganku dengan raut wajah tak suka, tapi dia tetap dengan sabar menyeka darah dari wajahku.Ketika melihatnya bersikap begitu sabar kepadaku, aku tiba-tiba merasa bingung.Penampilanku sekarang pasti sangat buruk.Mataku yang cekung, wajahku yang pucat, jaket tebal yang menggembung, serta wajah penuh bercak darah.Namun, justru dalam keadaan seperti ini aku merasakan kelembutan yang sudah lama tidak aku terima dari Alvin.Dia selalu bersikap seperti ini, kadang dingin, kadang hangat. Saat aku bersiap untuk melupakannya, dia memberiku sedikit kebaikan, membuatku kembali berharap."Sudahlah, lain kali jangan mempermalukanku lagi!" ujar pria itu.Dia
Mata Angel memerah saat mendengarkan kata-kata terakhirku. Air matanya terus mengalir deras.Saat aku berbicara, wajahnya tampak sangat marah.Dia seperti seekor singa betina yang melindungi anaknya."Semua orang sudah kamu pikirkan, tapi bagaimana dengan dirimu sendiri? Apa kamu pernah memikirkan dirimu sendiri?"Dia menangis terisak, jauh dari sosoknya yang dulu selalu terlihat rapi dan cantik.Aku ingin sekali menghapus air matanya, memberitahunya untuk tidak menangis lagi.Aku hanya mengantuk.Hanya pergi ke dunia lain.Namun, Angel tetap menangis.Dia menangis untukku, juga membawa kesedihanku bersamanya.Hanya saja, aku tidak bisa menghiburnya.Karena aku lelah.Aku menutup mataku.Awalnya, aku berpikir bahwa saat membukanya lagi, aku akan berada di jalanan menuju akhirat.Namun, aku masih terus berkeliaran di dunia ini dalam bentuk roh setelah kematianku.Aku melihat Angel menangis tersedu-sedu di atas tubuhku sambil terus berteriak marah."Vina, dasar kamu perempuan nggak berpe
"Aku rela melayaninya. Nggak seperti beberapa orang yang terus saja menggenggam masa lalu, nggak mau melepaskannya."Saat mengatakan ini, mata Angel langsung memerah, bahkan semangat bicaranya pun melemah.Alvin mengatupkan bibirnya. Pandangannya jatuh pada barang-barang yang sedang dipeluk oleh Angel.Ketika melihat foto yang ada di paling atas, dia tercengang. Alvin bertanya, "Bukankah Vina sudah membuang foto ini sejak lama?""Apa yang kamu bicarakan? Aku mau pergi!"Angel tidak tahu bahwa aku pernah membuang foto itu di hadapan Alvin.Angel hanya ingin menyelesaikan setiap janji yang pernah dia buat padaku.Alvin dengan cepat menarik foto itu dari tangannya."Benda ini sudah seharusnya dibuang sejak lama. Atas dasar apa kamu membawanya?""Kamu! Kamu benar-benar nggak tahu terima kasih! Apa kamu nggak tahu ini adalah milik Vina ...."Angel menelan kembali kata-katanya."Miliknya apa?"Alvin mengejarnya dengan pertanyaan."Nggak apa-apa. Kalau kamu mau, ambil saja! Lagi pula dia suda
"Di mana Vina? Kakaknya mau menikah, tapi dia nggak pulang?"Alvin selalu tahu bagaimana cara menyembunyikan ketidaksukaannya.Di depan ayahnya, Alvin selalu menjadi kakak tiri yang ramah serta penyayang bagiku. Dia juga bisa menjadi anak tiri yang lembut dan sopan pada ibuku."Vina? Dia nggak membalas pesanku. Anak itu memang nakal. Dia pergi keluar negeri tanpa bilang apa-apa, bahkan nggak menelepon sekali pun," jawab ibuku.Wajah ibuku jelas menunjukkan kekhawatiran, tapi kemudian dia tersadar bahwa ini adalah pernikahan Alvin. Dia buru-buru menjelaskan pada Alvin."Tapi Angel bilang kalau sekarang Vina sedang sangat sibuk. Bahkan profesornya memilihnya untuk menangani proyek baru!"Aku tersenyum simpul saat melihat wajah ibuku yang tampak bahagia.Aku tidak tahu berapa lama kebohongan ini akan bertahan, tapi selama bisa ditunda sedikit lagi, itu sudah cukup bagiku."Begitu ya? Aku tadinya berencana menjadikan Vina sebagai pengiring pengantin, tapi dia bahkan nggak membalas pesanku,
"Jadi, kamu masih nggak percaya?"Angel memiringkan kepalanya, tersenyum getir, lalu berkata, "Kalau kamu benar-benar nggak percaya, anggap saja dia pergi ke luar negeri."Manusia memang penuh kontradiksi.Angel sudah mati-matian berusaha membuat Alvin percaya bahwa aku sudah tiada. Sementara Alvin dengan keras kepala mengira ini hanya sandiwara yang aku rancang bersama Angel.Namun, saat Angel berhenti mencoba membuktikannya, justru pada saat itulah mata Alvin mulai memerah."Angel, kamu sedang berbohong, 'kan?""Ya, anggap saja aku sedang menipumu. Bagaimanapun juga, kamu nggak percaya."Angel tidak ingin menjelaskan lebih jauh lagi. Dia sudah lelah.Dalam beberapa waktu terakhir ini, karena sibuk mengurus segala hal tentang kematianku, wajah Angel yang semula bulat kini tirus kembali.Dia berbalik hendak pergi, tapi Alvin dengan kuat menarik pergelangan tangannya."Lepaskan aku!" teriak Angel."Nggak! Sampai kamu menjelaskan semuanya tentang Vina, jangan harap kamu bisa pergi!"Keti