Aku?Aku mengangkat tangan untuk menyentuh hidungku, lalu dengan terampil mengeluarkan tisu dari saku untuk menyeka darah.Namun, kali ini tampaknya lebih parah daripada sebelumnya. Aku tak bisa menghentikan darahnya."Apa kamu sedang panas dalam? Kamu sudah sebesar ini, apa nggak bisa belajar menjaga diri sendiri?"Alvin mengambil tisu dari tanganku dengan raut wajah tak suka, tapi dia tetap dengan sabar menyeka darah dari wajahku.Ketika melihatnya bersikap begitu sabar kepadaku, aku tiba-tiba merasa bingung.Penampilanku sekarang pasti sangat buruk.Mataku yang cekung, wajahku yang pucat, jaket tebal yang menggembung, serta wajah penuh bercak darah.Namun, justru dalam keadaan seperti ini aku merasakan kelembutan yang sudah lama tidak aku terima dari Alvin.Dia selalu bersikap seperti ini, kadang dingin, kadang hangat. Saat aku bersiap untuk melupakannya, dia memberiku sedikit kebaikan, membuatku kembali berharap."Sudahlah, lain kali jangan mempermalukanku lagi!" ujar pria itu.Dia
Mata Angel memerah saat mendengarkan kata-kata terakhirku. Air matanya terus mengalir deras.Saat aku berbicara, wajahnya tampak sangat marah.Dia seperti seekor singa betina yang melindungi anaknya."Semua orang sudah kamu pikirkan, tapi bagaimana dengan dirimu sendiri? Apa kamu pernah memikirkan dirimu sendiri?"Dia menangis terisak, jauh dari sosoknya yang dulu selalu terlihat rapi dan cantik.Aku ingin sekali menghapus air matanya, memberitahunya untuk tidak menangis lagi.Aku hanya mengantuk.Hanya pergi ke dunia lain.Namun, Angel tetap menangis.Dia menangis untukku, juga membawa kesedihanku bersamanya.Hanya saja, aku tidak bisa menghiburnya.Karena aku lelah.Aku menutup mataku.Awalnya, aku berpikir bahwa saat membukanya lagi, aku akan berada di jalanan menuju akhirat.Namun, aku masih terus berkeliaran di dunia ini dalam bentuk roh setelah kematianku.Aku melihat Angel menangis tersedu-sedu di atas tubuhku sambil terus berteriak marah."Vina, dasar kamu perempuan nggak berpe
"Aku rela melayaninya. Nggak seperti beberapa orang yang terus saja menggenggam masa lalu, nggak mau melepaskannya."Saat mengatakan ini, mata Angel langsung memerah, bahkan semangat bicaranya pun melemah.Alvin mengatupkan bibirnya. Pandangannya jatuh pada barang-barang yang sedang dipeluk oleh Angel.Ketika melihat foto yang ada di paling atas, dia tercengang. Alvin bertanya, "Bukankah Vina sudah membuang foto ini sejak lama?""Apa yang kamu bicarakan? Aku mau pergi!"Angel tidak tahu bahwa aku pernah membuang foto itu di hadapan Alvin.Angel hanya ingin menyelesaikan setiap janji yang pernah dia buat padaku.Alvin dengan cepat menarik foto itu dari tangannya."Benda ini sudah seharusnya dibuang sejak lama. Atas dasar apa kamu membawanya?""Kamu! Kamu benar-benar nggak tahu terima kasih! Apa kamu nggak tahu ini adalah milik Vina ...."Angel menelan kembali kata-katanya."Miliknya apa?"Alvin mengejarnya dengan pertanyaan."Nggak apa-apa. Kalau kamu mau, ambil saja! Lagi pula dia suda
"Di mana Vina? Kakaknya mau menikah, tapi dia nggak pulang?"Alvin selalu tahu bagaimana cara menyembunyikan ketidaksukaannya.Di depan ayahnya, Alvin selalu menjadi kakak tiri yang ramah serta penyayang bagiku. Dia juga bisa menjadi anak tiri yang lembut dan sopan pada ibuku."Vina? Dia nggak membalas pesanku. Anak itu memang nakal. Dia pergi keluar negeri tanpa bilang apa-apa, bahkan nggak menelepon sekali pun," jawab ibuku.Wajah ibuku jelas menunjukkan kekhawatiran, tapi kemudian dia tersadar bahwa ini adalah pernikahan Alvin. Dia buru-buru menjelaskan pada Alvin."Tapi Angel bilang kalau sekarang Vina sedang sangat sibuk. Bahkan profesornya memilihnya untuk menangani proyek baru!"Aku tersenyum simpul saat melihat wajah ibuku yang tampak bahagia.Aku tidak tahu berapa lama kebohongan ini akan bertahan, tapi selama bisa ditunda sedikit lagi, itu sudah cukup bagiku."Begitu ya? Aku tadinya berencana menjadikan Vina sebagai pengiring pengantin, tapi dia bahkan nggak membalas pesanku,
"Jadi, kamu masih nggak percaya?"Angel memiringkan kepalanya, tersenyum getir, lalu berkata, "Kalau kamu benar-benar nggak percaya, anggap saja dia pergi ke luar negeri."Manusia memang penuh kontradiksi.Angel sudah mati-matian berusaha membuat Alvin percaya bahwa aku sudah tiada. Sementara Alvin dengan keras kepala mengira ini hanya sandiwara yang aku rancang bersama Angel.Namun, saat Angel berhenti mencoba membuktikannya, justru pada saat itulah mata Alvin mulai memerah."Angel, kamu sedang berbohong, 'kan?""Ya, anggap saja aku sedang menipumu. Bagaimanapun juga, kamu nggak percaya."Angel tidak ingin menjelaskan lebih jauh lagi. Dia sudah lelah.Dalam beberapa waktu terakhir ini, karena sibuk mengurus segala hal tentang kematianku, wajah Angel yang semula bulat kini tirus kembali.Dia berbalik hendak pergi, tapi Alvin dengan kuat menarik pergelangan tangannya."Lepaskan aku!" teriak Angel."Nggak! Sampai kamu menjelaskan semuanya tentang Vina, jangan harap kamu bisa pergi!"Keti
Alvin merasa terkejut. Selama bertahun-tahun, ini adalah pertama kalinya ayahnya secara langsung membicarakan tentang masalah dia yang menikah lagi.Ayahnya memberi tahu Alvin bahwa pernikahannya dengan Ibu Alvin hanyalah pernikahan bisnis, tanpa adanya rasa cinta.Saat ibunya bepergian ke luar negeri, dia menemukan cinta sejatinya. Oleh karena itu, ibunya mengajukan perceraian, yang disetujui oleh ayahnya.Namun, demi Alvin yang saat itu masih berusia sepuluh tahun, mereka berpura-pura tetap bersama.Kemudian, ayahnya bertemu dengan ibuku.Pernikahan yang hanya sebatas nama itu pun berakhir.Setelah mendengar penjelasan ayahnya, mata Alvin memerah. Dia menggertakkan giginya, berusaha mencari tanda kebohongan di wajah ayahnya.Sayangnya, dia tidak menemukannya.Untuk pertama kalinya, percakapan mendalam dengan ayah kandungnya justru memberikan pukulan keras padanya."Jadi, ketika Bibi Dita bertemu denganmu, kamu dan ibuku sudah bercerai?"Ayah Alvin mengangguk dengan canggung, lalu men
Setelah berkata demikian, Angel tidak lagi peduli pada Alvin yang tampak kehilangan arah. Dia segera berlari ke kamar untuk menenangkan bayinya yang terbangun karena kaget.Namun, yang tidak aku dan Angel sangka adalah Alvin ternyata mengikutinya masuk ke dalam.Dia melihat anak di pelukan Angel, lalu berusaha tersenyum."Anak ini tampan sekali. Apa dia sudah diberi nama?""Kamu jangan bicara omong kosong di sini! Aku nggak akan memberitahumu apa pun tentang Vina!"Angel memperhatikannya dengan tatapan waspada."Selama beberapa bulan ini, kamu nggak pernah mengunjungi Vina. Apa kamu nggak takut dia membencimu?"Suara Alvin yang serak seakan mengandung kegilaan yang tidak wajar. Dia melanjutkan, "Katakan padaku, di mana kamu menguburkan Vina?"Sikap penuh ketenangan yang biasa terpancar darinya, kini sudah berubah menjadi kegelapan yang menakutkan.Anak di pelukan Angel sepertinya bisa merasakan sesuatu. Dia mulai menangis kencang.Suara tangisan bayi yang nyaring dan tajam itu seakan m
Aku sudah lama mati.Jika sebelum aku mati dia memberitahuku, mungkin aku masih bisa berpura-pura bermain peran dalam cerita cinta yang berakhir indah, seolah hidupku tak memiliki penyesalan.Namun, aku sudah mati.Aku tidak membutuhkan lagi sikap penuh kasih seperti yang ditunjukkan Alvin.Aku tidak bisa menghitung berapa lama Alvin berdiri di depan makamku, terus mengoceh tanpa henti.Yang aku ingat hanyalah langit makin gelap, tapi dia masih enggan pergi.Namun, sepertinya aku akan segera menghilang.Aku menyadari tubuhku yang perlahan menjadi transparan, melihat jalan menuju alam baka yang dipenuhi dengan bunga merah yang mekar dengan indahnya.Di ujung jalan itu, ada seorang anak kecil dengan rambut dikuncir dua.Dia sepertinya memanggilku Ibu.Tubuhku mulai melayang tak terkendali menuju tempat yang terang itu, sementara di belakangku samar-samar terdengar teriakan histeris dari Alvin.Aku tidak berniat untuk menoleh.Aku tidak pernah berutang apa pun pada Alvin.Namun, cinta ser