"Jadi, kamu masih nggak percaya?"Angel memiringkan kepalanya, tersenyum getir, lalu berkata, "Kalau kamu benar-benar nggak percaya, anggap saja dia pergi ke luar negeri."Manusia memang penuh kontradiksi.Angel sudah mati-matian berusaha membuat Alvin percaya bahwa aku sudah tiada. Sementara Alvin dengan keras kepala mengira ini hanya sandiwara yang aku rancang bersama Angel.Namun, saat Angel berhenti mencoba membuktikannya, justru pada saat itulah mata Alvin mulai memerah."Angel, kamu sedang berbohong, 'kan?""Ya, anggap saja aku sedang menipumu. Bagaimanapun juga, kamu nggak percaya."Angel tidak ingin menjelaskan lebih jauh lagi. Dia sudah lelah.Dalam beberapa waktu terakhir ini, karena sibuk mengurus segala hal tentang kematianku, wajah Angel yang semula bulat kini tirus kembali.Dia berbalik hendak pergi, tapi Alvin dengan kuat menarik pergelangan tangannya."Lepaskan aku!" teriak Angel."Nggak! Sampai kamu menjelaskan semuanya tentang Vina, jangan harap kamu bisa pergi!"Keti
Alvin merasa terkejut. Selama bertahun-tahun, ini adalah pertama kalinya ayahnya secara langsung membicarakan tentang masalah dia yang menikah lagi.Ayahnya memberi tahu Alvin bahwa pernikahannya dengan Ibu Alvin hanyalah pernikahan bisnis, tanpa adanya rasa cinta.Saat ibunya bepergian ke luar negeri, dia menemukan cinta sejatinya. Oleh karena itu, ibunya mengajukan perceraian, yang disetujui oleh ayahnya.Namun, demi Alvin yang saat itu masih berusia sepuluh tahun, mereka berpura-pura tetap bersama.Kemudian, ayahnya bertemu dengan ibuku.Pernikahan yang hanya sebatas nama itu pun berakhir.Setelah mendengar penjelasan ayahnya, mata Alvin memerah. Dia menggertakkan giginya, berusaha mencari tanda kebohongan di wajah ayahnya.Sayangnya, dia tidak menemukannya.Untuk pertama kalinya, percakapan mendalam dengan ayah kandungnya justru memberikan pukulan keras padanya."Jadi, ketika Bibi Dita bertemu denganmu, kamu dan ibuku sudah bercerai?"Ayah Alvin mengangguk dengan canggung, lalu men
Setelah berkata demikian, Angel tidak lagi peduli pada Alvin yang tampak kehilangan arah. Dia segera berlari ke kamar untuk menenangkan bayinya yang terbangun karena kaget.Namun, yang tidak aku dan Angel sangka adalah Alvin ternyata mengikutinya masuk ke dalam.Dia melihat anak di pelukan Angel, lalu berusaha tersenyum."Anak ini tampan sekali. Apa dia sudah diberi nama?""Kamu jangan bicara omong kosong di sini! Aku nggak akan memberitahumu apa pun tentang Vina!"Angel memperhatikannya dengan tatapan waspada."Selama beberapa bulan ini, kamu nggak pernah mengunjungi Vina. Apa kamu nggak takut dia membencimu?"Suara Alvin yang serak seakan mengandung kegilaan yang tidak wajar. Dia melanjutkan, "Katakan padaku, di mana kamu menguburkan Vina?"Sikap penuh ketenangan yang biasa terpancar darinya, kini sudah berubah menjadi kegelapan yang menakutkan.Anak di pelukan Angel sepertinya bisa merasakan sesuatu. Dia mulai menangis kencang.Suara tangisan bayi yang nyaring dan tajam itu seakan m
Aku sudah lama mati.Jika sebelum aku mati dia memberitahuku, mungkin aku masih bisa berpura-pura bermain peran dalam cerita cinta yang berakhir indah, seolah hidupku tak memiliki penyesalan.Namun, aku sudah mati.Aku tidak membutuhkan lagi sikap penuh kasih seperti yang ditunjukkan Alvin.Aku tidak bisa menghitung berapa lama Alvin berdiri di depan makamku, terus mengoceh tanpa henti.Yang aku ingat hanyalah langit makin gelap, tapi dia masih enggan pergi.Namun, sepertinya aku akan segera menghilang.Aku menyadari tubuhku yang perlahan menjadi transparan, melihat jalan menuju alam baka yang dipenuhi dengan bunga merah yang mekar dengan indahnya.Di ujung jalan itu, ada seorang anak kecil dengan rambut dikuncir dua.Dia sepertinya memanggilku Ibu.Tubuhku mulai melayang tak terkendali menuju tempat yang terang itu, sementara di belakangku samar-samar terdengar teriakan histeris dari Alvin.Aku tidak berniat untuk menoleh.Aku tidak pernah berutang apa pun pada Alvin.Namun, cinta ser
Ketika aku menyadari hal ini, aku baru mengerti.Selama ini, yang aku benci bukanlah Vina, juga bukan ibunya.Aku membenci ayahku yang telah berpaling.Namun, di bawah tekanan yang begitu besar, aku tidak pernah berani mengakui bahwa semua ini adalah kesalahan ayahku yang tidak setia.Aku ingin menebus kesalahan itu.Namun, ketika melihat mata Vina yang kosong dan penuh duka, aku tidak tahu harus berkata apa.Aku mulai bekerja keras mempelajari cara mengelola perusahaan, berniat mengambil alih Grup Bintang dari tangan ayahku.Namun, ayahku berkata bahwa aku baru bisa benar-benar membangun karier setelah aku berumah tangga.Untungnya, aku menemukan calon yang tepat.Seorang wanita dari keluarga kaya yang sudah mencintai orang lain, tapi ingin mencari seseorang untuk dijadikan kambing hitam.Namun, Vina tidak hadir di hari pernikahanku.Ketika Angel berkata bahwa Vina sudah meninggal, aku hanya menganggapnya lelucon belaka.Bagaimana mungkin Vina bisa mati?Namun, sebulan berlalu.Dua bu
Saat aku tahu bahwa hidupku tak akan lama lagi ....Itu adalah tahun keenam sejak aku putus dengan Alvin Setyo, juga tahun keenam kami menjadi satu keluarga.Aku berlari pulang dengan panik, langsung menuju ke ruang kerjanya.Aku bertanya kepadanya, apakah dia benar-benar ingin menikahi putri dari Keluarga Gunawan?Dia malah tertawa dingin sambil memandangku, mengatakan bahwa aku sedang bermimpi. Dia juga mengatakan bahwa aku tidak bisa melihatnya bahagia.Aku terdiam, tak bisa berkata apa-apa, tak mampu mengeluarkan bantahan.Melihat tatapannya yang dingin, perlahan aku mulai tersadar. Alvin sepertinya selalu membenciku.Aku memaksakan senyum simpul."Tapi putri Keluarga Gunawan bukanlah seorang wanita yang baik," kataku.Aku memang punya motif pribadi, tetapi aku tahu bahwa hubungan kami juga tak akan pernah berakhir dengan baik.Jadi, istri masa depan Alvin tidak seharusnya adalah seorang sosialita dengan reputasi buruk."Bagaimana denganmu? Apa anak seorang selingkuhan sepertimu pa
Ibuku tidak bertanya apakah aku bertengkar dengan Alvin, melainkan hanya memandang wajahku dengan penuh kasih sayang, lalu bertanya dari mana darah itu berasal.Tatapan matanya dipenuhi ketakutan yang sudah familier.Ini adalah sebuah jejak dari kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan ayah kandungku sebelum ibuku menikah lagi.Aku tidak ingin membuatnya khawatir, jadi aku hanya tersenyum sambil menjelaskan bahwa ini hanya karena panas dalam.Baru setelah itu ibuku merasa lega, lalu mendesakku untuk segera beristirahat.Aku kembali ke kamar tidur sambil menahan rasa sakit. Aku berbaring di tempat tidur dengan keringat dingin yang terus mengucur dari dahiku.Aku menelan beberapa tablet pereda sakit, lalu dengan paksa menutup mata, berusaha agar bisa tertidur.Saat tertidur, aku tidak merasakan sakit lagi.Dalam mimpiku, tidak ada Alvin yang galak, juga tidak ada ibuku yang selalu menangis.Di tengah kabut kesadaranku, aku seolah kembali ke masa-masa paling manis bersama Alvin.Waktu
Bagaimanapun juga, dia sangat berharap aku mati.Jadi aku akan memberinya kejutan terakhir."Siapa yang peduli kamu mau diet atau nggak? Aku malah berharap kamu mati kelaparan!" kata Alvin.Alvin mendengus pelan, melangkah melewatiku untuk menuangkan segelas air hangat, lalu meletakkannya di atas meja."Melihatmu benar-benar merusak suasana. Andai aku tahu, aku nggak akan pulang!"Dia terlihat sangat muak berada di ruangan yang sama denganku. Bahkan air yang baru saja dia tuang pun tak diminumnya.Aku memandangnya saat dia mengambil jasnya, berjalan cepat keluar dari vila.Dia membenciku seperti seorang musuh bebuyutan, menghindariku seperti menghadapi harimau buas.Sudah enam tahun aku menjalani kehidupan seperti ini.Apa yang aku andalkan untuk bisa melewati semua ini?Melihat riak di gelas kaca, aku tak bisa menahan diri untuk menyesapnya sedikit.Rasanya masih hangat seperti biasa.Pada saat itu, penglihatanku menjadi buram.Sebenarnya aku sendiri pun tidak tahu.Aku tidak bisa mem