Share

Bab 4

Angel tersenyum di tengah tangisnya, lalu menjawab, "Ya, tentu saja."

Maaf, aku telah berbohong padamu.

Dalam hati aku menyesali kata-kata bohongku.

Aku berbohong pada satu-satunya teman yang tahu bahwa waktuku tidak akan lama lagi.

Aku hanya punya waktu sebulan lagi paling lama.

Saat aku kembali ke kamarku dengan tubuh yang lelah, aku menemukan seseorang yang seharusnya tidak ada di sana.

Ruangan itu dipenuhi bau asap rokok yang menyengat.

Setelah hampir seharian tidak makan, aku langsung berlari ke kamar mandi, lalu muntah hebat.

Aku bahkan tidak mendengar langkah kaki Alvin.

Sambil setengah berlutut di lantai, aku menekan tombol penyiraman toilet. Namun, aku tiba-tiba merasakan sesuatu yang hangat.

"Apa kamu hamil? Kapan kamu diam-diam berkeliaran di belakangku? Apa kamu ingin membawa anak haram untuk mengambil warisan?"

Dia membalikkan tanganku, menekannya ke dinding, lalu membungkuk untuk menatap perutku dengan mata merah.

"Vina, kalau kamu masih ingin tinggal di rumah ini, minggu ini kamu harus menggugurkan anak itu! Kalau nggak, kamu dan ibumu bisa langsung angkat kaki dari sini bulan depan!"

Setelah mengucapkan itu, dia melepaskan tanganku dengan tatapan merendahkan, lalu melanjutkan, "Tubuhmu tinggal tulang saja. Aku nggak tahu siapa yang punya selera buruk seperti ini!"

Kepalaku masih terasa pusing akibat muntah. Butuh beberapa saat untuk aku bisa memahami apa yang dia katakan.

Jadi, Alvin mengira aku hamil hingga pergi ke departemen kebidanan di rumah sakit?

Bagaimana dengan dia sendiri?

Pria ini pasti merasa bahagia karena Ajeng memiliki buah cinta mereka.

Namun, perkataan Alvin membuatku tersadar betapa jelasnya tindakanku menggugurkan anak bertahun-tahun yang lalu.

Dia tidak pernah mencintaiku, apa lagi anak di dalam rahimku.

Seperti kata pepatah, mencintai seseorang juga berarti mencintai orang-orang di sekitarnya, begitu pula sebaliknya.

Membawa seorang anak yang tidak diinginkan ke dunia ini hanya akan menghadirkan penderitaan.

Aku mengusap perutku yang rata sambil berbisik dengan suara pelan.

"Maafkan aku, sayang. Enam tahun lalu, Ibu yang sudah berbuat salah."

"Kamu harus menjaga dirimu di jalan menuju akhirat. Ibu akan segera menyusulmu, jadi kamu nggak akan merasa kesepian lagi."

Aku berpegangan pada dinding untuk bangkit, melihat bekas darah yang baru saja aku muntahkan dengan sedikit kebingungan.

Apakah Alvin melihatnya?

Aku menekan tombol penyiraman toilet, menyeka darah di sudut mulutku, lalu perlahan melangkah keluar dari kamar mandi.

Namun, aku tidak menduga kalau Alvin ternyata masih ada di sana.

Dia berdiri diam di depan tempat tidurku sambil menatap foto kami berdua yang ada di meja samping tempat tidur. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Aku sadar bahwa aku mungkin melakukan sesuatu yang salah. Aku membuang foto itu ke tempat sampah dengan terburu-buru.

"Maaf, aku hanya .... Tapi aku sudah membuangnya, jadi jangan marah, oke?"

Aku takut pada wajah marah Alvin.

Amarahnya membuatnya tampak bukan lagi seperti pemuda yang pernah aku cintai.

"Bagus kalau sudah kamu buang. Aku khawatir nanti Ajeng akan cemburu saat dia tinggal di sini," kata Alvin.

"Apa maksudmu?"

Aku tertegun. Apa maksudnya Ajeng akan tinggal di sini?

Pria itu menjelaskan, "Ayahku belum memberitahumu? Setelah aku menikah, vila ini akan menjadi milikku. Tentang di mana kamu akan tinggal, itu semua tergantung suasana hatiku."

Dia tertawa dengan muram, sangat berbeda dari sosoknya yang ceria di siang hari.

"Oh ya, minggu depan adalah pesta pertunanganku. Jangan lupa untuk berdandan. Aku nggak mau orang-orang menertawakan Keluarga Setio karena memperlakukan anak tiri dengan buruk!"

Aku selalu melihat punggung Alvin, melihatnya pergi menjauh perlahan-lahan. Makin lama, dia makin jauh dariku.

Begitu suara pintu tertutup, aku buru-buru mengambil foto dari tempat sampah.

Kaca pelindung foto itu menusuk telapak tanganku, lalu darah segar pun mengalir deras.

Rasa sakit ini tidak ada apa-apanya. Bahkan tidak sebanding dengan sakitnya serangan kanker hati.

Aku duduk di lantai sambil menggenggam erat foto itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status