Share

BAB 2 Wajah itu

Flashback: Tiga Tahun Lalu di Sekolah

Tiga tahun yang lalu, suasana sekolah favorit di Bandung selalu terasa penuh antusiasme, terutama di pagi hari. Para siswa berdatangan dengan semangat, dan sekolah ini dikenal dengan murid-muridnya yang berprestasi dan dari kalangan terpandang. Di antara mereka, ada satu sosok yang selalu menjadi pusat perhatian: Kim Daehan. Siswa kelas 12 ini bukan hanya dikenal karena wajah tampannya yang khas oriental, tetapi juga karena gaya hidupnya yang penuh kemewahan dan sikapnya yang arogan.

Luna baru saja diterima di sekolah tersebut dengan beasiswa karena kecerdasannya yang luar biasa. Ia meraih peringkat tertinggi di ujian masuk, yang mengantarkannya masuk ke sekolah ini, meski berasal dari keluarga sederhana. Namun, di balik kecemerlangannya, Luna adalah sosok yang pemalu dan lebih suka menjauh dari keramaian.

Pagi itu, Luna berjalan tergesa-gesa di lorong sekolah, tangannya memegang minuman dingin yang baru saja ia beli di kantin. Kepalanya sedikit tertunduk, seperti biasa, menghindari tatapan siswa-siswa lain yang sibuk dengan urusan mereka. Ia berusaha mencari kelasnya yang berada di ujung koridor. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti saat tubuhnya tanpa sengaja bertabrakan dengan seseorang. Minuman dingin yang ia pegang tumpah ke tubuh orang itu, membuatnya basah seketika.

"Hei..!"suara berat penuh amarah terdengar dari pria yang baru saja ia tabrak. Luna mendongak, dan wajahnya memucat saat menyadari siapa yang berdiri di depannya.

Kim Daehan, dengan kaos putihnya yang kini basah karena minuman, menatap Luna dengan tatapan tajam. Mata Daehan seakan berkilat marah, dan di sekeliling mereka, kerumunan siswa mulai berkumpul, menyaksikan kejadian tersebut.

"Ma-maafkan aku," suara Luna terdengar kecil, nyaris bergetar.

Namun, permintaan maaf Luna sama sekali tidak mengurangi kemarahan Daehan. Ia menyeringai sinis, tatapannya penuh cemooh.

"Kau pikir permintaan maafmu bisa mengeringkan bajuku yang basah ini?" ucapnya dengan nada rendah tapi tajam, membuat Luna semakin gemetar.

"Aku benar-benar tidak sengaja. Aku akan mengganti...," Luna mencoba menjelaskan, namun Daehan memotongnya dengan tawa dingin.

"Mengganti? Dengan apa? Uang beasiswamu? Atau kau ingin menyuruhku menunggu hingga kau punya cukup uang?" Sindiran Daehan disambut tawa teman-temannya yang sejak tadi berdiri di belakangnya, seperti pengikut setia yang siap menyokong apapun yang dikatakan pemimpin mereka.

Luna hanya bisa terdiam. Kata-kata Daehan menusuk hatinya. Ia tahu, Daehan berasal dari keluarga kaya raya, sementara dirinya hanya gadis sederhana yang berhasil masuk ke sekolah ini karena otaknya, bukan karena kekayaan.

Daehan melangkah maju, mendekatkan wajahnya ke arah Luna yang masih terpaku. "Kau tahu, wajahmu ini... benar-benar membuatku muak," bisiknya dengan nada dingin. "Kau mengingatkanku pada seseorang yang sangat kubenci."

Luna terkejut mendengar kata-katanya. Ia tidak mengerti kenapa Daehan begitu membencinya, padahal ini adalah pertama kalinya mereka berinteraksi. Namun, jauh di dalam hati Daehan, ada luka lama yang terbuka setiap kali ia melihat wajah Luna. Wajah Luna mirip dengan wanita yang menghancurkan keluarganya—selingkuhan ayahnya, wanita yang menyebabkan ibunya hidup dalam penderitaan.

"Jangan pernah muncul di hadapanku lagi," tambah Daehan sebelum ia melangkah pergi, diikuti oleh teman-temannya.

Sejak saat itu, hubungan antara Luna dan Daehan tak pernah membaik. Setiap kali mereka bertemu di sekolah, Daehan selalu menatap Luna dengan pandangan penuh kebencian. Luna sendiri tak pernah berusaha mendekatinya, meskipun ia tidak mengerti alasan kebencian Daehan. Di sisi lain, Daehan semakin sering menunjukkan sikap arogan dan menindas, terutama terhadap mereka yang dianggapnya lemah.

Suatu hari, saat Luna sedang duduk di perpustakaan, menyelesaikan tugas sekolahnya, ia tak sengaja mendengar obrolan teman-teman Daehan.

“Kau tahu kan, kenapa Daehan begitu benci sama gadis itu?” bisik salah satu dari mereka sambil melirik ke arah Luna yang duduk sendirian di meja pojok.

“Iya, aku dengar wajah gadis itu mirip sekali dengan wanita yang membuat keluarganya berantakan. alias Selingkuhan ayahnya,” sahut temannya dengan suara rendah.

Luna tertegun mendengar percakapan itu. Ia baru menyadari bahwa kebencian Daehan padanya bukan sekadar karena insiden minuman tumpah itu, melainkan ada luka mendalam yang terpendam di balik sikap kasar dan sinisnya. Luna tidak tahu harus bersikap bagaimana. Ia merasa tidak adil jika dirinya dijadikan pelampiasan atas masalah pribadi Daehan, tetapi ia juga bisa merasakan bahwa di balik semua sikap arogan itu, ada rasa sakit yang begitu dalam.

Sejak mendengar percakapan tersebut, Luna berusaha menghindari Daehan sebisa mungkin. Ia tidak ingin terlibat lebih jauh dalam masalah Daehan. Namun, hal itu sulit dilakukan karena Daehan dan teman-temannya selalu ada di sekitar sekolah, dan entah mengapa, Daehan selalu berhasil membuat situasi menjadi tidak nyaman setiap kali mereka bertemu.

---

Flashback off

Waktu terus berlalu, dan Luna akhirnya lulus dari sekolah tersebut dengan nilai yang sangat memuaskan. Ia melanjutkan hidupnya dengan tekad kuat untuk membantu keluarganya. Namun, luka kecil dari masa lalu itu tak pernah benar-benar hilang dari ingatannya.

Sementara itu, Daehan, dengan segala pesona dan kekayaannya, terus melanjutkan hidup dengan sikap yang sama: arogan, dingin, dan penuh kebencian terhadap dunia di sekitarnya. Namun, di dalam hatinya, setiap kali melihat Luna, ia selalu diingatkan pada luka keluarganya yang belum sembuh.

Dan kini, setelah tiga tahun berlalu, nasib membawa mereka bertemu kembali di tempat yang berbeda, dengan situasi yang sangat berbeda. Luna tidak lagi gadis pemalu yang hanya bisa diam saat ditindas, dan Daehan bukan lagi sekadar anak SMA yang penuh dengan dendam. Tapi meski mereka telah tumbuh, luka di masa lalu mereka tetap ada, dan entah bagaimana, pertemuan mereka kali ini akan mengubah segalanya.

"Gadis itu kenapa harus muncul lagi dihadapanku, dia .. membuatku muak, dan aku semakin marah jika melihat wajahnya. Apalagi dengan sikap munafiknya, yang sok ramah."gumam Daehan. Seperti sedang menahan emosinya.

Seorang asisten kepercayaan Daehan yaitu Leo datang ."Tuan meeting akan segera dimulai, para client sudah menunggu anda tuan."

"Heumm, baiklah aku akan segera ke sana."Daehan tanpa buang waktu lagi mereka sudah

Daehan dengan langkah tegap dan gagah dengan tinggi 183 cm membuat laki-laki tinggi dan tampan terlihat sangat menarik.

"Selamat pagi tuan Kim, kau semakin terlihat dewasa dan tampan saja ."ucap seorang client yang akan menjalin kerja sama dengan perusahaannya. Daehan menjalankan perusahaan Kim grup di bidang tekstil dan mengekspornya ke luar negeri.

"Terimakasih silahkan duduk."Daehan hanya memberikan senyum sekilas.

"Baik kita mulai saja, sehubungan dengan produk fashion baru yang akan luncurkan untuk musim tahun yang akan datang, tim survey kita sudah mendapatkan data."ujar client tersebut dengan sangat detail.

"Ya anda benar tuan Andrew, aku akan mengadakan suatu ajang yang akan menemukan bakat para desiner muda dan hasilnya akan kita jadikan sebagai trend musim yang akan datang." ujar Daehan sambil menganggukkan kepalanya.

Selesai sudah meeting mereka Daehan berhasil meyakinkan clientnya dan mendapatkan tender barunya.

------

Sementara sang ayah pulang dengan wajah yang lesu. "Assalamualaikum."ucap Arya ayah Luna.

"Waalaikumsalam salam ayah."Luna menjawab dan menghampiri sang ayah.

"Ayah sangat lelah ya ?"Luna mengambil.jaket sang ayah yang berkendara menggunakan sepeda motor yang sudah jelek .

"Iya, ayah mandi dulu."Arya tersenyum samar dan berlalu dari hadapan Luna. Luna tahu apa yang membuat sang ayah murung.

"Ayah, maaf ya, ini semua karena Luna."gumam Luna.

Tiba-tiba terdengar notif melalui pesan singkat bahwa dia diterima bekerja di perusahaan tempat Luna interview.

"Alhamdulillah ya Allah ,akhirnya aku diterima bekerja."Luna mengucap syukur. Dia mengabarkan kepada sang ayah satu-satunya yang dia milki setelah sang ibu meninggalkan dirinya sejak Luna kecil.

"Ayah, Luna diterima bekerja."Luna tersenyum dengan gembira namun sayang senyuman itu pudar sang ayah malah menangis .

"Ayah, ada apa?"Luna mendekati sang ayah

"Ayah, tak menyangka jika uang yang ayah pinjam akan berbunga-bunga puluhan kali lipat karena ayah telat membayar, dan sekarang hutang ayah menjadi 135 juta nak."

"Apa? lalu bagaimana kita harus membayarnya ayah, sedang rumah ini saja kita mengontrak, lalu apa yang akan terjadi ayah ? Luna khawatir Ayah akan dikejar oleh mereka!"Luna nampak sangat khawatir terlihat dari raut wajahnya.

"Iya nak, tapi ayah harus menghadapinya tidak ada jalan lain."ujar Arya.

"Ya Allah kemana aku harus mencari uang sebanyak itu ?"Bahkan aku masih baru saja mendapat pekerjaan, bagaimana kami menghadapi hari-hari kami nanti ?

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status