Pagi itu di kantor Daehan terasa seperti pagi yang biasa bagi Luna. Ia berjalan keluar dari kedai kopi favoritnya, membawa secangkir kopi untuk kepala timnya, lalu kembali ke kantor. Sebagai karyawan di tim desain, Luna selalu berusaha untuk bersikap profesional meskipun sering diremehkan oleh rekan-rekan kerjanya. Hari ini pun, Luna menjalani rutinitasnya dengan tenang. Sesampainya di kantor, suasana terasa sedikit berbeda. Ada kegaduhan kecil di area resepsionis, dan beberapa rekan kerjanya tampak berbisik-bisik sambil melirik ke arah pintu masuk utama. Luna hanya mengernyit, tidak terlalu mempedulikannya dan melanjutkan langkah menuju ruang kepala timnya. Tapi sebelum dia sampai ke sana, langkahnya terhenti saat mendengar suara langkah sepatu hak tinggi yang tajam, menghentak lantai marmer kantor. Sebuah aura keanggunan dan pesona segera memenuhi ruangan. Seorang wanita cantik dengan penampilan menawan masuk ke kantor dengan penuh percaya diri. Rambut panjangnya tergerai indah,
Pagi itu, Luna memasuki kantor Daehan dengan perasaan yang campur aduk. Keberaniannya sudah terkumpul selama berminggu-minggu, dan hari ini adalah saatnya ia berbicara. Selama beberapa bulan terakhir, hubungan mereka hanya dipenuhi ketegangan, cemoohan, dan luka yang terus membekas. "Sepertinya aku sudah tidak tahan lagi, aku harus pergi." Daehan selalu berkata kasar, menyudutkan Luna dengan komentar-komentar yang menyakitkan, dan memperlakukannya seolah-olah Luna hanya masalah kecil yang perlu segera dihilangkan. Tapi Luna sudah cukup. Dia tidak bisa terus hidup dalam pernikahan kontrak ini yang semakin hari hanya membuatnya merasa terjebak. Ketika pintu ruangan terbuka, Daehan sedang sibuk membaca dokumen di mejanya. Luna melangkah masuk, menutup pintu dengan pelan dan menghela napas panjang sebelum akhirnya berbicara, “Pak Daehan, aku ingin kita berpisah. Daehan mendongak, sejenak terkejut melihat Luna berdiri di depannya dengan ekspresi serius. Dahinya berkerut dan nada sua
Malam itu, Daehan duduk di sofa apartemen Ryuka, mencoba menikmati malam yang seharusnya dipenuhi dengan keintiman dan gairah. Ryuka, model internasional dengan kecantikan luar biasa, tampak begitu memikat. Dengan gaun seksi yang memperlihatkan keindahan tubuhnya, Ryuka mengelilingi Daehan, tersenyum lembut saat dia mendekat. “Sudah lama kita tidak bertemu,” bisiknya manja, jemarinya melingkari leher Daehan, menariknya lebih dekat. Daehan tersenyum, mencoba untuk merespons, tapi hatinya terasa hampa. Ia memandang Ryuka, yang selama ini menjadi sosok yang ia cintai, namun malam ini ada sesuatu yang berbeda. Sentuhannya, suaranya, bahkan senyumnya yang dulu begitu ia rindukan, kini terasa seolah jauh."Ya, aku juga sangat merindukanmu Ryuka." Daehan dengan ekpresi datarnya. Ryuka melanjutkan pembicaraan dengan nada yang penuh godaan, “Kau pasti merindukan momen-momen seperti ini, bukan?” Dia mendekat, mencium bibir Daehan dengan penuh gairah, tapi di balik semua itu, Daehan merasa pik
"Luna !"pekik seorang manajer kepada Luna .Luna langsung berdiri. "Iya, saya bu."ujar Luna . Kemudian Luna berdiri dari kursinya. "Kamu lihat siapa yang datang kan ? kenapa kamu tidak menyapanya?" Susan dengan suara yang tinggi. "Selamat pagi pak."Luna menyapa Daehan kemudian kembali bekerja. Daehan hanya menatap Luna dingin. Setelah masuk jam makan siang Luna bergegas karena sudah menyelesaikan pekerjaannya . Luna minta izin untuk pulang siang karena ada hal yang yang sangat penting. "Permisi bu, saya mau minta izin, saya harus ... menemui ayah saya ini sangat penting." "Hoo, setelah tadi pagi kamu bersikap angkuh sekarang mau mangkir kerja?"ujar Susan . "Bukan begitu bu ini hari yang penting untuk Ayah saya."lirih Luna. "Baik kalau kamu berani silahkan minta izin langsung pada Pak Daehan jika dia mengizinkan maka kamu saya izinkan pulang awal jika tidak maka kamu harus pulang sore."ujar Susan. "Baik bu."Luna bergegas ke ruangan Daehan. Ternyata ada Ryuka di ruang
Pagi itu di rumah Daehan, Luna bangun lebih awal seperti biasa. Meski suasana rumah selalu dingin karena sikap dingin Daehan, Luna tetap menjalani rutinitasnya dengan penuh tanggung jawab. Setelah menyelesaikan shalat Subuh, Luna berpakaian rapi untuk bekerja. Dia mengenakan blus putih sederhana dan rok panjang yang dipadukan dengan hijab berwarna krem. Meski hatinya sering kali terasa berat, Luna tetap berusaha tenang, terutama dalam menghadapi tiga bulan tersisa dari pernikahan kontrak ini. Luna juga sudah menyiapkan pakaian kerja Daehan dengan hati-hati dan menata meja sarapan. Tidak ada sapaan hangat di antara mereka, hanya hening yang selalu mengisi ruang di rumah itu. Daehan yang biasanya cuek, sarapan cepat tanpa banyak bicara, lalu pergi begitu saja. Sementara itu, Luna hanya menunduk, berusaha tidak terlalu terpengaruh oleh sikap suaminya yang kerap sinis dan dingin. Baginya, yang terpenting adalah bertahan sampai kontrak selesai. Setelah memastikan semuanya siap, Luna
"Apa syaratnya pak?"ucap Luna. "Jangan pernah dekat dengan laki-laki lain."ujar Daehan. "Syarat yang mudah, lagipula aku memang tidak dekat dengan siapapun."Luna berlalu dari hadapan Daehan. Daehan sedang berada di ruang kerjanya ketika asistennya, Hana, masuk dengan sebuah undangan di tangannya. "Tuan Daehan," kata Hana dengan nada hormat, "ini undangan dari sebuah acara besar. Semua pengusaha top akan hadir. Pesta ini akan diadakan di hotel bintang lima akhir pekan ini. Saya rasa Anda perlu hadir." Daehan mengambil undangan itu dan melihat sejenak, kemudian dia mengangguk pelan. Acara ini memang penting bagi jaringan bisnisnya. "Siapkan semuanya," ujarnya dengan nada tegas. "Dan, oh, pastikan Luna juga siap." Hana terlihat bingung sesaat. "Luna, Tuan? Apa Anda ingin mengajak—" "Ya," potong Daehan cepat, meski di dalam hatinya, ia merasa sedikit ragu. Selama ini, dia selalu menutup rapat soal pernikahannya dengan Luna, bahkan di lingkungan sosialnya, Daehan hanya mengaku
Malam semakin larut Daehan mengajak Luna pulang, dan memang Luna sudah terlihat sangat mengantuk karena tak biasa tidur larut malam. "Huaaahh...."Luna menguap saat di mobil dan tanpa disadari Luna tertidur, kepalanya miring ke jendela mobil, Daehan dengan terpaksa mengarahkan kepala Luna agar bersandar di bahunya. "Dasar, menyusahkan saja, masa baru jam 12 saja sudah tidur, dasar koala." Gerutu Daehan dalam batinnya. Ini pertama kalinya Daehan menyentuh Luna, jantungnya berdegup sangat kencang kala wajah Luna begitu dengannya. Wajah yang sangat dibencinya. Setelah 30 menit akhirnya mereka sampai di rumah Daehan. Sang supir membukakan pintu. "Biar saya saja yang menggendongnya."Daehan mengangkat tubuh ramping Luna, seolah dia tidak merasa berat sama sekali."Menyusahkan saja, tapi... kenapa dia makin cantik saat tidur, dia lebih manis karena tidak membangkang." Daehan berjalan sambil meracau dalam batinnya. "Huhhhh, akhirnya."Daehan meletakkan tubuh Luna di ranjangnya untuk pe
Daehan dan tim manajemennya sedang merencanakan sebuah langkah besar untuk pengembangan produk baru di perusahaannya. Mereka memutuskan untuk mengadakan lomba desain sebagai bagian dari strategi untuk menemukan bibit-bibit berbakat yang mampu membawa ide-ide segar dan kreatif. Hadiah yang ditawarkan pun tidak main-main, sebesar 250 juta rupiah. Informasi tentang lomba ini segera tersebar luas melalui media sosial dan platform digital perusahaan, dan antusiasme peserta semakin meningkat setiap harinya. Lomba ini diadakan secara online selama satu minggu. Setiap peserta diminta untuk mengirimkan desain inovatif yang dapat diaplikasikan dalam pengembangan produk baru perusahaan Daehan. Tim juri terdiri dari desainer-desainer ternama yang sudah diakui di industri, membuat lomba ini semakin bergengsi. Daehan sendiri sangat bersemangat dengan ide ini, karena selain dapat menemukan bakat-bakat baru, ini juga bisa menjadi kesempatan untuk memperkuat brand perusahaannya. "Lomba desain, ha