Bos Arogan Itu Ayah Anakku

Bos Arogan Itu Ayah Anakku

last updateПоследнее обновление : 2025-04-30
От :  Bulandari fUpdated just now
Язык: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Недостаточно отзывов
121Главы
332Кол-во прочтений
Читать
Добавить в мою библиотеку

Share:  

Report
Aннотация
Каталог
SCAN CODE TO READ ON APP

sinopsis Anya hancur saat mengetahui dirinya hamil dari Evan, pria yang pernah berjanji akan bertanggung jawab jika hal ini terjadi. Namun, ketika Anya berusaha menghubungi Evan dan meminta pertanggungjawaban, dia dihadapkan pada penolakan keras dari ibu Evan, yang menghina dan merendahkannya. Ibu Evan bahkan menawarkan uang untuk menggugurkan kandungan Anya, menyuruhnya pergi dan tak pernah kembali. Meski terluka, Anya menolak uang tersebut dan memutuskan untuk membesarkan anaknya sendiri. Lima tahun kemudian, Anya yang kini seorang ibu tunggal, telah berjuang membangun hidupnya dan bekerja di sebuah perusahaan besar. Tanpa diduga, dia bertemu kembali dengan Evan, yang ternyata adalah CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Evan, yang tidak mengetahui Anya memiliki anak darinya, merasa tertarik kembali kepada wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya. Dalam situasi ini, Anya harus menghadapi dilema emosional antara memaafkan masa lalu atau mempertahankan jarak demi melindungi dirinya dan anaknya. Namun, kenyataan bahwa Evan adalah ayah dari anak yang selama ini ia besarkan seorang diri membuat keadaan menjadi semakin rumit. Akankah Evan mengetahui kebenaran tentang anaknya? Dan bisakah Anya memberikan kesempatan kepada Evan untuk menjadi bagian dari kehidupan mereka?

Узнайте больше

Chapter 1

Bab 1. Penolakan

“Tidak … tidak mungkin!”

Anya terduduk lemas menatap dua garis merah pada alat uji kehamilan di tangannya. Perasaan sedih, bingung, dan takut bercampur menjadi satu.

Di tengah kepanikan, ia teringat pada satu nama yang membuatnya seperti ini. "Evan harus tanggung jawab … ini anaknya."

Dengan tangan gemetar, Anya mencoba menghubungi pria itu.

Satu kali panggilan, dua kali, tiga kali, tak ada jawaban. Setiap panggilan yang tidak terjawab itu membuat hatinya semakin hancur.

Namun, Anya tidak ingin berdiam diri. Ia bergegas menemui sahabatnya, Clara, untuk meminta bantuan. Bagaimanapun, Clara adalah orang yang mempertemukannya dengan Evan.

Tapi saat tiba di rumah Clara, Anya mendapati rumah itu kosong. Tak ada siapa pun di sana, bahkan orang tua Clara pun tidak ada.

"Kenapa semua orang menghilang saat aku butuh mereka?" keluh Anya sambil berusaha menahan tangisnya.

Kalut dan panik, ia pun memutuskan untuk mendatangi rumah Evan. Dalam hati, ia berharap Evan ada di sana dan bisa diajak bicara untuk menyelesaikan masalah ini.

Ketika sampai di rumah besar keluarga Evan, Anya sedikit gugup. Ia menekan bel dengan perasaan ragu, namun ia tahu ia harus melakukan ini.

Seorang wanita berpenampilan glamor membuka pintu. Wajahnya terlihat tidak ramah, bahkan tatapannya seolah langsung menilai Anya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

"Selamat malam, Bu. Apa Evan ada di rumah?" tanya Anya dengan suara lemah, mencoba tersenyum meski jelas terlihat ia sangat lelah dan sedih.

Wanita itu mengerutkan dahi dan memandang Anya dengan tatapan curiga. "Kamu siapa? Ada keperluan apa?"

Anya menarik napas dalam dan menjawab, "Sa-saya Anya, Bu. Saya teman Evan ... Saya ingin bicara sesuatu yang penting."

Tatapan wanita itu semakin dingin, bahkan ketika Anya mencoba menjabat tangannya, ia segera menarik tangannya, tidak mau bersentuhan dengan Anya.

"Evan tidak ada!" ujar wanita itu ketus. Ia hampir menutup pintu, tapi Anya dengan sigap mencegahnya.

“Saya sedang mengandung anak Evan, Bu,” kata gadis itu dengan suara bergetar.

Wanita itu terdiam sejenak, lalu mendadak tertawa sinis. "Apa katamu? Anak Evan? Jangan ngomong sembarangan!” 

“Tapi, Bu—”

“Kamu pikir saya percaya pada trik murahanmu ini? Kamu pasti ingin mendapatkan perhatian dan uang dari keluarga kami. Iya kan?!” selak wanita itu kesal.

Anya menggelengkan kepala. "Tidak, Bu. Saya tidak bohong. Saya benar-benar sedang hamil anak Evan—"

“Jangan mimpi kamu!” sela wanita tua itu cepat. Ia mendengus dan melipat tangannya di depan dada. “Hanya perempuan murahan yang tidak jelas asal-usulnya yang akan muncul dan menebar fitnah seperti ini,” ujarnya dengan nada menghina.

Anya merasakan amarah membakar di dalam dirinya, namun ia mencoba tetap tenang. "Bu, saya hanya ingin Evan mengakui anak ini. Anak ini berhak tahu siapa ayahnya."

Mendengar hal itu, wanita tersebut semakin marah. Ia mendekat ke arah Anya dengan wajah penuh kebencian. "Saya tidak percaya satu kata pun dari mulutmu. Anak saya tidak mungkin menghamili seseorang, apalagi perempuan sepertimu!"

Anya tidak dapat menahan air matanya lagi, suaranya serak saat menjelaskan apa yang terjadi. “Tapi ini memang anak Evan, Bu. Dia yang membawaku ke kamar hotel malam itu. Dan dia berjanji akan menikahiku kalau aku hamil—”

“Itu artinya kamu yang murahan!” Wanita itu kembali menyela. “Jangan-jangan memang kamu yang menggoda anakku,” katanya sambil sinis, seakan merendahkan Anya yang tengah sedih di hadapannya.

“Bu, saya bukan wanita seperti—”

“Anakku terdidik dan punya moral, dia tidak mungkin mau dengan sampah seperti kamu!”

Anya mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya, berusaha menahan diri meski ingin rasanya ia mencengkeram mulut wanita berpakaian glamor dan memakai perhiasan begitu banyak di badannya itu.

“Kamu seharusnya ngaca. Lihatlah penampilanmu yang lusuh. Mana mungkin Evan bisa suka sama kamu!?”

Anya menunduk melihat penampilannya sendiri. Ia hanya mengenakan kaos dan celana panjang serta sandal jepit lusuh. Ia memang tidak sempat mengganti pakaian dengan yang lebih layak karena kalut.

Tiba-tiba wanita itu mengambil dompet dari tasnya, mengeluarkan segepok uang dan melemparkannya ke arah Anya. Beberapa lembar uang itu terjatuh di lantai.

“Itu kan yang kamu mau?” kata ibu Evan dengan senyum remeh. “Ambil uang itu dan jangan pernah ganggu anakku lagi!”

Anya merasakan matanya kembali memanas. Ia menatap wanita itu dengan penuh luka, namun ia tidak ingin harga dirinya hancur begitu saja.

Dengan suara yang bergetar, Anya berkata, "Nyonya, jangan hina aku dengan uang Anda. Saya tidak serendah itu. Saya tidak butuh uang Anda. Saya hanya ingin bayi saya diakui oleh ayahnya."

Wanita itu memutar matanya dengan kesal. "Sudah miskin, sombong lagi!" katanya sambil mendengus. “Kamu pikir saya mau mengakuinya sebagai cucu? Saya tidak sudi!”

Anya mengepalkan kedua tangan. Rahangnya tampak mengeras. Namun, ia menguatkan diri. Sudah cukup semua penghinaan yang ia terima, ia tidak ingin diinjak-injak lebih lama.

Anya lantas mengangkat dagu dan menatap ibu Evan dengan keberanian yang tersisa. "Tolong sampaikan kepada putra Anda bahwa saya akan membesarkan bayi ini seorang diri."

Tanpa menunggu jawaban, Anya membalikkan tubuhnya dan berjalan pergi dari rumah besar itu, meninggalkan semua kata-kata kasar dan penghinaan yang dilemparkan padanya.

Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menjadi kuat, bukan untuk dirinya, tapi untuk anak yang ada di dalam kandungannya.

Namun, selang beberapa menit setelah kepergian Anya, sebuah mobil berhenti di depan teras. Pengemudinya turun dan tampak keheranan melihat banyak uang yang berceceran di atas lantai.

“Ada apa ini? Kenapa banyak uang yang berserakan, Ma?”

Wanita paruh baya bernama Saraswati itu lantas berkata, “Tadi dompet Mama jatuh, jadi uangnya tercecer. Ayo bantu punguti.”

Evan meragukan ucapan mamanya. Tapi melihat sang mama yang tampak tak ingin memberi penjelasan lebih lanjut, ia pun membantu mengumpulkan uang kertas berwarna merah itu.

“Persiapan untuk berangkat ke London sudah diurus semua?” Sarah bertanya pada anaknya sambil meliriknya lewat sudut mata.

“Sudah, Ma. Besok tinggal berangkat.”

“Baguslah,” sahut Sarah lega.

Dengan begitu, ia tak perlu khawatir sebab Evan tidak akan bertemu dengan gadis kampungan yang baru saja mengaku-ngaku tengah hamil anaknya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Комментарии

Комментариев нет
121
Bab 1. Penolakan
“Tidak … tidak mungkin!”Anya terduduk lemas menatap dua garis merah pada alat uji kehamilan di tangannya. Perasaan sedih, bingung, dan takut bercampur menjadi satu.Di tengah kepanikan, ia teringat pada satu nama yang membuatnya seperti ini. "Evan harus tanggung jawab … ini anaknya."Dengan tangan gemetar, Anya mencoba menghubungi pria itu.Satu kali panggilan, dua kali, tiga kali, tak ada jawaban. Setiap panggilan yang tidak terjawab itu membuat hatinya semakin hancur.Namun, Anya tidak ingin berdiam diri. Ia bergegas menemui sahabatnya, Clara, untuk meminta bantuan. Bagaimanapun, Clara adalah orang yang mempertemukannya dengan Evan.Tapi saat tiba di rumah Clara, Anya mendapati rumah itu kosong. Tak ada siapa pun di sana, bahkan orang tua Clara pun tidak ada."Kenapa semua orang menghilang saat aku butuh mereka?" keluh Anya sambil berusaha menahan tangisnya.Kalut dan panik, ia pun memutuskan untuk mendatangi rumah Evan. Dalam hati, ia berharap Evan ada di sana dan bisa diajak bica
last updateПоследнее обновление : 2024-12-08
Читайте больше
Bab 2. Dipecat
Anya berangkat ke kantor dengan kondisi lemas akibat kurang tidur semalaman karena kepikiran dengan kehamilannya. Rasa mual yang terus menyerang perutnya membuat langkahnya semakin berat. Tapi dia tak punya pilihan—pekerjaan di kantor adalah satu-satunya sumber penghidupannya sekarang. Setibanya di kantor, Anya langsung menuju mejanya tanpa menyapa rekan-rekannya seperti biasa. Tumpukan dokumen yang menanti untuk diperiksa membuat kepalanya berdenyut. Dia mencoba fokus, tetapi rasa pusing dan mual semakin tak tertahankan. "Anya, kamu baik-baik saja?" suara lembut Karin, teman satu timnya, membuat Anya tersentak. Anya memaksakan senyum kecil. "Iya, aku cuma kurang tidur. Tidak apa-apa, terima kasih." Namun, beberapa menit kemudian, tubuhnya mulai gemetar. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, dan pandangannya mulai kabur. Anya berdiri dengan tergesa-gesa, mencoba menuju kamar kecil untuk menenangkan diri. Tapi sebelum dia berhasil melangkah jauh, rasa mual yang tak tertahan itu
last updateПоследнее обновление : 2024-12-08
Читайте больше
Bab 3. Pertemuan tak terduga
Lima tahun kemudian…."Mama, lihat! Aku lari cepat banget!" seru seorang bocah laki-laki berusia empat tahun sambil terus berlari. Anya duduk di bangku taman, memperhatikan anaknya sambil sesekali tersenyum. Dia sering membawa Kenzo ke taman ini untuk bermain, setidaknya di tengah semua kesulitan hidup, anak itu tetap bisa merasakan kebahagiaan kecil. "Jangan terlalu jauh, Nak!" Anya memperingatkan, tapi anak itu sudah melesat. Tanpa disadari, Kenzo berlari ke arah sebuah mobil mewah yang terparkir di tepi taman. Ia menabrak kaki seorang pria tinggi yang sedang berdiri di sana, sibuk dengan ponselnya. Pria itu menoleh dengan ekspresi terkejut, kemudian berjongkok untuk melihat Kenzo. "Hei, hati-hati, Nak," ucap pria itu. Melihat Kenzo bertemu seseorang, Anya segera bangkit dan berlari mendekat. "Maaf, Pak, anak saya tidak sengaja—" kata Anya terhenti di tengah kalimatnya. Pria itu berdiri dan menoleh ke arahnya. Saat mata mereka bertemu, dunia Anya seperti berhenti sejenak. It
last updateПоследнее обновление : 2024-12-08
Читайте больше
Bab 4. Siapa wanita itu?
Anya tertegun. Apa ia tidak salah mendengar?“Ma-maaf?” Evan mendengus. “Lupakan,” ujarnya dengan nada kesal yang kentara. Jarinya mengetuk perlahan meja kayu mahoni itu, irama yang tak konsisten seperti pikirannya yang kacau. Ekspresinya sulit ditebak, meski ada sesuatu yang membara di balik pandangannya.Evan membaca setiap detail dokumen itu dengan hati-hati, tapi bukan karena ia peduli pada isi dokumen itu. Ada sesuatu yang jauh lebih besar yang mengusiknya. Anya menggigit bibir gelisah. Keheningan itu membuatnya tidak tenang. ‘Seharusnya aku tidak menjatuhkan lamaran kerja ke sini,’ Anya menggerutu dalam hati. Kalau tahu perusahaan ini milik Evan, Anya tak akan melamar pekerjaan ke tempat ini.Tapi apa boleh buat. Perusahaan ini terkenal dengan gajinya yang besar. Anya tak bisa hanya memikirkan diri sendiri. Bagaimanapun, ia harus mendapatkan pekerjaan ini demi anaknya, Kenzo.Tiba-tiba, suara ketukan terdengar, memecah keheningan yang menyelimuti dua insan dengan pikiran ber
last updateПоследнее обновление : 2024-12-08
Читайте больше
Bab 5. Situasi rumit
Anya berdiri di sudut ruangan, memerhatikan interaksi Evan dan wanita bernama Chintya itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Wanita cantik itu tampak lengket pada Evan dengan sikap penuh keakraban. Sesekali, ia tertawa kecil sambil merapikan dasi Evan dengan gaya posesif. Evan, seperti biasanya, tetap tenang dan dingin. Ia tidak menunjukkan perhatian berlebih pada Chintya, tetapi juga tidak menepis keintiman wanita itu. Hal ini membuat Anya semakin tidak nyaman. “Hari ini kau terlihat sangat tampan, Sayang,” ujar Chintya sambil tersenyum manis. “Apa kita benar-benar harus makan siang di restoran? Bagaimana kalau kita cari tempat yang lebih tenang? Hanya kita berdua.” Evan melirik Chintya dengan datar. “Ibu sudah mengatur semuanya. Kita tidak bisa membatalkannya.” Chintya tampak sedikit kesal, tetapi dengan cepat menyembunyikan ekspresinya. “Baiklah. Tapi kau harus janji menghabiskan lebih banyak waktu denganku setelah ini, ya.” Anya menunduk, pura-pura sibuk melihat dokumen
last updateПоследнее обновление : 2024-12-08
Читайте больше
Bab 6. Permainan Evan
Bab 6 Permainan Evan Pagi itu, Anya melangkah masuk ke kantor dengan langkah berat. Rasa penasaran dan gugup berbaur dalam pikirannya, membuatnya sulit fokus sejak semalam. Ia bahkan tidak bisa tidur nyenyak setelah menerima telepon dari Evan. Pria itu kembali hadir dalam hidupnya, dan, seperti biasa, membawa badai yang membuat hatinya tak karuan. “Tenang, Anya. Ini hanya pekerjaan,” bisiknya pada diri sendiri, mencoba meyakinkan diri. Namun, hatinya tahu bahwa ini lebih dari sekadar pekerjaan. Ada sesuatu yang menggantung di udara, sesuatu yang membuat Anya merasa terjebak. Ketika ia mengetuk pintu ruangan Evan, jantungnya berdetak kencang. “Masuk,” suara Evan terdengar dari dalam. Anya membuka pintu dan masuk perlahan. Ia mendapati Evan duduk di kursinya, seperti biasa, dengan ekspresi dingin yang sulit ditebak. “Selamat pagi, Pak,” sapa Anya, berusaha terdengar profesional meskipun hatinya kacau. Evan menatapnya tajam, tidak membalas sapaannya. Ia hanya memberikan isyarat d
last updateПоследнее обновление : 2024-12-19
Читайте больше
Bab 7. Privasi
Bab 7 Anya duduk di meja kerjanya dengan wajah masam. Tumpukan berkas yang baru saja diletakkan Evan terasa seperti gunung yang mustahil didaki. Ia memandang dokumen-dokumen itu dengan perasaan campur aduk: marah, kesal, dan putus asa. "Dia benar-benar gila!" gerutunya pelan sambil menatap tumpukan itu. "Tidak berperikemanusiaan. Bagaimana bisa dia menyuruhku menyelesaikan semuanya dalam satu hari? Apa dia pikir aku robot?" Tangannya mulai membuka dokumen satu per satu, meskipun pikirannya penuh dengan sumpah serapah untuk pria yang kini berada di ruangannya. Anya tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana Evan selalu menemukan cara untuk membuatnya menderita. Sementara itu, di ruangan lain, Evan duduk dengan nyaman di kursinya. Matanya tertuju pada layar komputer di depannya, yang memperlihatkan aktivitas Anya melalui kamera pengawas. Ia melihat bagaimana wanita itu berkutat dengan berkas-berkasnya, bibirnya bergerak seolah-olah sedang mengumpat. Evan tersenyum kecil. "Dasar ke
last updateПоследнее обновление : 2024-12-20
Читайте больше
Bab 8. Bos ku mantan kekasihku
Bab 8 Anya merasa merinding ketika mengetahui kalau tempat itu begitu sepi, apalagi karena suasana malam membuatnya sedikit menyeramkan. "Kenapa tiba-tiba kudukku merasa merinding?" tanya Anya sambil mengedikkan bahunya. Sesaat kemudian, Anya mempercepat langkahnya, berlari mengejar Evan yang sudah meninggalkannya sendirian di lantai yang sunyi. “Evan, tunggu aku!” teriaknya dengan nada frustrasi, merasa tak punya pilihan selain mengikuti pria itu jika ingin segera keluar dari gedung. Evan tidak menoleh, hanya terus berjalan menuju lift. Langkahnya tetap, menunjukkan ketenangan yang membuat Anya semakin kesal. Ketika pintu lift hampir tertutup, Anya berhasil masuk tepat waktu, meski napasnya terengah-engah. “Kenapa kamu seperti ini, Evan? Kamu sengaja mempermainkanku, ya?” tanya Anya dengan nada penuh emosi. Evan hanya menatapnya dingin, tetapi ada sedikit kilatan emosi di matanya. Ia menekan tombol lift tanpa berkata apa-apa, membuat suasana di dalam lift terasa begitu tega
last updateПоследнее обновление : 2024-12-21
Читайте больше
Bab 9. Gejolak Hati Evan
Bab 9 Gejolak Hati EvanMalam itu, Evan berbaring di tempat tidurnya dengan pikiran yang tidak tenang. Wajah Anya terus terbayang di benaknya, terutama saat ia melihat Anya bersama pria yang menjemputnya di depan gedung kantor tadi malam. Ada sesuatu yang mengusik hati Evan—campuran antara rasa penasaran dan kecemburuan yang tak ia pahami sepenuhnya. “Siapa dia?” gumam Evan pada dirinya sendiri. “Apa dia suaminya? Tapi di data lamaran kerjanya, statusnya masih single.” Bayangan Anya tersenyum pada pria itu membuat dadanya terasa panas. Evan memutar kembali ingatannya ke beberapa minggu lalu, ketika ia secara tidak sengaja melihat Anya bersama seorang anak kecil di taman dekat kantornya. Anak itu berusia sekitar lima tahun, dengan rambut hitam legam dan wajah yang mengingatkannya pada seseorang yang sangat familiar. “Anya tidak punya adik lagi. Jadi, siapa anak itu?” pikir Evan. “Apa mungkin itu anaknya?” Evan mencoba mengabaikan pikirannya, tetapi rasa penasaran itu terlalu
last updateПоследнее обновление : 2024-12-23
Читайте больше
Bab 10. Rahasia yang Terungkap
Bab 10Rahasia yang TerungkapPagi itu, suasana di kantor terasa lebih berat bagi Anya. Ia mulai merasakan bahwa kehadirannya di dekat Evan selalu membawa situasi canggung. Namun, pekerjaan tetap harus diselesaikan, dan ia tidak ingin menunjukkan bahwa dirinya terganggu. Sementara itu, di ruang kerja Evan, Chintya berdiri di depan meja pria itu. Mata Chintya memperhatikan gerak-gerik Evan yang sejak tadi sibuk mengetik di laptopnya, tetapi sesekali matanya melirik ke arah pintu, seolah menunggu seseorang masuk. "Kenapa kamu terus melihat pintu, Evan?" tanya Chintya dengan nada penasaran. Evan berhenti mengetik dan mengangkat bahunya. "Enggak, aku cuma memastikan tidak ada gangguan." Chintya memiringkan kepala, menatap Evan dengan curiga. "Kamu yakin? Aku rasa kamu menunggu seseorang." Evan menghela napas panjang, mencoba menghindari tatapan tajam Chintya. "Kamu terlalu berlebihan, Chintya. Aku cuma fokus bekerja." Namun, Chintya tidak mudah percaya. Ia tahu ada sesuatu yan
last updateПоследнее обновление : 2024-12-24
Читайте больше
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status