sinopsis Anya hancur saat mengetahui dirinya hamil dari Evan, pria yang pernah berjanji akan bertanggung jawab jika hal ini terjadi. Namun, ketika Anya berusaha menghubungi Evan dan meminta pertanggungjawaban, dia dihadapkan pada penolakan keras dari ibu Evan, yang menghina dan merendahkannya. Ibu Evan bahkan menawarkan uang untuk menggugurkan kandungan Anya, menyuruhnya pergi dan tak pernah kembali. Meski terluka, Anya menolak uang tersebut dan memutuskan untuk membesarkan anaknya sendiri. Lima tahun kemudian, Anya yang kini seorang ibu tunggal, telah berjuang membangun hidupnya dan bekerja di sebuah perusahaan besar. Tanpa diduga, dia bertemu kembali dengan Evan, yang ternyata adalah CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Evan, yang tidak mengetahui Anya memiliki anak darinya, merasa tertarik kembali kepada wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya. Dalam situasi ini, Anya harus menghadapi dilema emosional antara memaafkan masa lalu atau mempertahankan jarak demi melindungi dirinya dan anaknya. Namun, kenyataan bahwa Evan adalah ayah dari anak yang selama ini ia besarkan seorang diri membuat keadaan menjadi semakin rumit. Akankah Evan mengetahui kebenaran tentang anaknya? Dan bisakah Anya memberikan kesempatan kepada Evan untuk menjadi bagian dari kehidupan mereka?
Lihat lebih banyakBab 99..Pagi itu, langit Jakarta sedikit mendung. Tapi tidak ada yang bisa meredam semangat Evan untuk menyelesaikan semua urusannya secepat mungkin. Di pikirannya hanya satu: menemui Anya. Namun sayang, kenyataan tidak selalu sejalan dengan harapan. Meeting penting dengan salah satu calon klien terbesar perusahaan, Pak Alex, memaksa Evan tetap tinggal di kantor. Evan mengenakan jas biru tua dengan dasi perak yang rapi. Wajahnya tampak tenang, tapi pikirannya kusut. Ia masuk ke ruang meeting besar di lantai sembilan, tempat semua petinggi perusahaan akan berkumpul. Roy sudah ada di sana, duduk di ujung meja dan sibuk dengan laptop serta berkas-berkas presentasi.Roy bangkit dan menghampiri Evan begitu pria itu duduk. “Kalau menurut data dan informasi yang aku terima Evan, Pak Alex ini sangat kompetitif dalam memilih perusahaan untuk proyek ini. Tapi kamu tidak usah khawatir. Aku sudah menyusun semua proposal dan data kerja sama yang solid. Kita unggul dari sisi efisiensi biaya dan k
Bab 98 - Di Balik Harapan yang RetakMalam itu, angin menerobos masuk lewat celah jendela kamar Anya yang tak sepenuhnya tertutup. Ia duduk di tepi ranjang, memandangi hasil cek hormon yang masih diletakkan di atas meja. Helaan napasnya berat, seperti beban yang ditarik dari dasar dadanya.Ia mendongak, menatap langit-langit kamar. “Apa semua ini pantas aku alami?” bisiknya lirih.Kepalanya masih berat oleh kejadian tadi sore. Tatapan Evan yang penuh kecurigaan, tuduhan tanpa bukti, dan luka lama yang digali lagi tanpa ampun. Anya merasa dirinya seperti kaca yang jatuh berkali-kali—retak, pecah, dan tak pernah benar-benar utuh lagi.Ponselnya bergetar pelan. Sebuah pesan masuk dari Evan."Maaf… Aku salah. Aku benar-benar minta maaf, Anya."Anya menatap layar itu lama. Tangannya sempat gemetar, tapi ia tak membalas. Hatinya terlalu lelah untuk menanggapi seseorang yang hanya datang ketika merasa bersalah, bukan karena ingin memperbaiki."Maaf tidak bisa merubah keadaan. Terkecuali kemb
Bab 97 - Jejak Luka yang MengangaEvan masih duduk di balik kemudi mobilnya, memandangi klinik yang kini seolah menelannya bulat-bulat. Detik demi detik berlalu seperti tetes air yang menghantam kesabarannya. Jantungnya berdetak cepat, pikirannya liar menebak-nebak apa yang sedang terjadi di dalam ruangan berwarna putih itu.“Kenapa selama ini aku tidak cukup untuknya?” gumamnya lirih, setengah bertanya pada takdir yang ia sendiri tak mampu pahami.Tiba-tiba pintu klinik terbuka. Langkah kaki yang dinanti itu akhirnya terdengar. Evan segera menunduk, bersembunyi di balik kemudi sambil melirik melalui kaca spion. Napasnya tertahan ketika melihat Anya berjalan berdampingan dengan Nathan, menggenggam selembar kertas hasil pemeriksaan.Evan mengepalkan tangan. “Apa itu... hasil USG?” pikirnya, mencoba membaca ekspresi mereka. Nathan terlihat tenang, sementara Anya... senyum tipis itu membuat Evan serasa ditikam berkali-kali."Apa benar... dia sedang hamil? Dan Nathan yang menjadi ayah dar
Bab 96 - Luka yang Tak Kunjung Sembuh Sarah terdiam. Matanya berkaca-kaca menyaksikan amarah putrinya yang meluap seperti bendungan jebol. Ia tahu betul, Anya sudah terlalu lama memendam luka. Luka yang terus digores oleh mereka yang mengaku mencintai, tapi justru mengambil segalanya. “Anya... cukup, Nak. Jangan menyakiti dirimu sendiri dengan terus membenci,” ucap Sarah lembut, tapi penuh ketegasan. Ia menggenggam bahu Anya, mencoba menenangkannya. Namun Anya menepis pelan tangan ibunya. Air matanya mengalir deras. “Bagaimana bisa aku memaafkan, Ma? Dia ambil Kenzo dariku! Sekarang bahkan pekerjaanku pun dia halangi. Apa Evan pikir dia Tuhan yang bisa mengatur segalanya?” Suara Anya meninggi. Napasnya memburu. Wajahnya merah karena amarah yang meluap. Sarah menarik napas panjang. Ia tahu ini bukan saatnya menasihati panjang lebar. Tapi ia juga tahu, membiarkan Anya terbakar dalam dendam hanya akan menghancurkannya lebih dalam. “Evan memang salah... sangat salah. Tapi kamu j
Bab 95"Aku tidak bisa membiarkan ini, Evan sudah benar-benar kelewatan," ujarnya menggerutu. setelah Anya mendapat kabar penolakan dari perusahaan tempat di mana ia hendak menjatuhkan lamaran. Tapi sayangnya Evan justru meminta asistennya Roy untuk mengawasi setiap gerak gerik Anya. Sampai-sampai Evan bisa menolak lamaran kerja Anya, sekalipun itu tidak berada di perusahaan Evan sendiri. "Aku tidak akan memaafkanmu Evan," lanjut ujar Anya. Sangking kesalnya, Anya memutuskan untuk menemui Evan hari itu juga. Sampai ia berangkat ke perusahaan Evan. Tapi sayangnya setibanya di perusahaan Evan, Anya justru tidak bisa bertemu dengan Evan. Kata mereka para pegawai Evan, Evan sedang keluar kantor. Anya awalnya tidak percaya, sampai ia mencari keberadaan mobil Evan di parkiran. Tapi benar saja, Anya tidak menemukan adanya mobil Evan. "Mungkinkah Evan keluar? Terus, aku harus bagaimana? Masak iya aku harus menemui Evan di rumahnya? Malas ah ketemu dengan dua wanita yang menyebalkan itu,"
Bab 94 – Kebenaran yang TerungkapLangit mendung menggantung rendah di atas gedung tinggi Sanjaya Grup saat Anya dan Dewi tiba di lobi utama. Perasaan harap dan gugup bercampur dalam dada Anya, sementara Dewi tampak optimis dan percaya diri. Mereka berdua melangkah menuju lantai tempat kantor HRD berada.“Tenang saja, Anya,” bisik Dewi saat mereka memasuki ruangan. “Aku sudah bilang ke mereka soal kamu. Mereka bahkan tampak tertarik.”Namun, saat Dewi menyampaikan kedatangan mereka kepada resepsionis, ekspresi ramah yang semula terpancar di wajah staf tersebut berubah menjadi kaku.“Satu momen, saya panggilkan Ibu Sisca dari HRD,” ujar staf tersebut dengan suara datar.Tak lama kemudian, Sisca—wanita paruh baya dengan raut wajah tegas dan pakaian formal rapi—muncul dari balik pintu kaca. Dewi langsung berdiri dan menyambutnya dengan senyum.“Selamat pagi, Bu Sisca. Ini Anya, teman saya yang ingin saya rekomendasikan. Dia sangat kompeten dan—”Namun, Sisca mengangkat tangannya, memoton
Bab 93 – Penolakan yang Mencurigakan Dewi berdiri dengan gelisah di ruang HRD Sanjaya Grup. Ia baru saja menyerahkan dokumen lamaran milik Anya dan berharap prosesnya akan berjalan lancar. Salah satu staf HRD, Sisca, sedang membaca berkas lamaran itu dengan ekspresi yang sulit ditebak. Beberapa detik kemudian, Sisca menatap Dewi dengan pandangan serius. “Maaf, Bu Dewi, tapi sepertinya kami tidak bisa menerima lamaran dari saudari Anya.” Dewi mengerutkan kening. “Maaf? Maksudnya, kenapa? Bukankah kalian sedang butuh tambahan staf? Anya punya latar belakang kerja yang bagus. Dia sangat bersemangat untuk bekerja.” Sisca tampak sedikit canggung, tetapi ia tetap menjaga profesionalitasnya. “Kami merasa... Anya tidak sesuai dengan kriteria calon karyawan yang sedang kami cari.” “Apa maksudmu dengan 'tidak sesuai kriteria'?” tanya Dewi dengan nada heran. “Kalian bahkan belum mewawancarainya. Bagaimana bisa kalian tahu dia tidak cocok?” Sisca menunduk sebentar, lalu menatap Dewi dengan s
BabKeesokan paginya, Anya bangun dengan semangat yang sedikit berbeda dari biasanya. Setelah perbincangan panjang dengan ibunya, ia memutuskan untuk bertemu dengan sahabatnya, Dewi, guna mencari pekerjaan. Ia tahu bahwa jika ingin merebut kembali hak asuh Kenzo, ia harus bekerja keras dan menyisihkan uang untuk menyewa pengacara terbaik. Ini bukan perkara mudah, tetapi Anya siap menghadapi segala rintangan.Dengan langkah mantap, Anya menemui Dewi di sebuah kafe kecil tempat mereka biasa bertemu. Begitu melihat Anya datang, Dewi langsung melambaikan tangan dan tersenyum lebar. "Anya! Duduk sini, aku sudah pesan kopi untukmu."Anya duduk dan menarik napas dalam. "Terima kasih, Dewi. Aku benar-benar butuh bantuanmu. Aku harus segera mendapatkan pekerjaan. Aku ingin menyewa pengacara dan merebut kembali Kenzo."Dewi menatap sahabatnya dengan penuh simpati. "Aku mengerti, Anya. Kebetulan di tempatku bekerja sedang membuka lowongan. Kamu bisa melamar di sana. Gajinya lumayan dan kamu bisa
Bab 96 - Cinta yang DiujiNathan yang baru sampai rumah langsung menatap ibunya dengan mata yang penuh kemarahan. Hatinya terasa seperti terbakar oleh kata-kata Bu Rina yang seolah-olah menganggap Anya sebagai sampah yang tidak pantas berada dalam hidupnya.'Kamu dari mana saja, Nathan? Tadi Citra menunggumu cukup lama disini, Nathan," ujar Bu Rina tiba-tiba, tapi Nathan memilih untuk tidak menanggapinya. Ia justru berjalan berlalu menuju arah kamarnya membuat Bu Rina kebingungan dengan apa yang terjadi pada anaknya Nathan. "Nathan, kamu kenapa sih? Nathan," panggil Bu Rina. Karena tidak ada jawaban, membuat Bu Rina justru berjalan menghentikan langkah Nathan dan tiba-tiba membalikkan badan Nathan menatap ke arahnya. "Nathan, kamu berani mengabaikan ibu?" pertanyaan itu membuat Nathan tidak tahan lagi, sampai akhirnya Nathan berkata, "Bu, sebenarnya apa yang Ibu mau?" tanya Nathan dengan suara bergetar menahan emosi.Bu Rina menghela napas panjang, lalu menatap putranya dengan taja
“Tidak … tidak mungkin!”Anya terduduk lemas menatap dua garis merah pada alat uji kehamilan di tangannya. Perasaan sedih, bingung, dan takut bercampur menjadi satu.Di tengah kepanikan, ia teringat pada satu nama yang membuatnya seperti ini. "Evan harus tanggung jawab … ini anaknya."Dengan tangan gemetar, Anya mencoba menghubungi pria itu.Satu kali panggilan, dua kali, tiga kali, tak ada jawaban. Setiap panggilan yang tidak terjawab itu membuat hatinya semakin hancur.Namun, Anya tidak ingin berdiam diri. Ia bergegas menemui sahabatnya, Clara, untuk meminta bantuan. Bagaimanapun, Clara adalah orang yang mempertemukannya dengan Evan.Tapi saat tiba di rumah Clara, Anya mendapati rumah itu kosong. Tak ada siapa pun di sana, bahkan orang tua Clara pun tidak ada."Kenapa semua orang menghilang saat aku butuh mereka?" keluh Anya sambil berusaha menahan tangisnya.Kalut dan panik, ia pun memutuskan untuk mendatangi rumah Evan. Dalam hati, ia berharap Evan ada di sana dan bisa diajak bica...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen