sinopsis Anya hancur saat mengetahui dirinya hamil dari Evan, pria yang pernah berjanji akan bertanggung jawab jika hal ini terjadi. Namun, ketika Anya berusaha menghubungi Evan dan meminta pertanggungjawaban, dia dihadapkan pada penolakan keras dari ibu Evan, yang menghina dan merendahkannya. Ibu Evan bahkan menawarkan uang untuk menggugurkan kandungan Anya, menyuruhnya pergi dan tak pernah kembali. Meski terluka, Anya menolak uang tersebut dan memutuskan untuk membesarkan anaknya sendiri. Lima tahun kemudian, Anya yang kini seorang ibu tunggal, telah berjuang membangun hidupnya dan bekerja di sebuah perusahaan besar. Tanpa diduga, dia bertemu kembali dengan Evan, yang ternyata adalah CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Evan, yang tidak mengetahui Anya memiliki anak darinya, merasa tertarik kembali kepada wanita yang pernah menjadi bagian dari hidupnya. Dalam situasi ini, Anya harus menghadapi dilema emosional antara memaafkan masa lalu atau mempertahankan jarak demi melindungi dirinya dan anaknya. Namun, kenyataan bahwa Evan adalah ayah dari anak yang selama ini ia besarkan seorang diri membuat keadaan menjadi semakin rumit. Akankah Evan mengetahui kebenaran tentang anaknya? Dan bisakah Anya memberikan kesempatan kepada Evan untuk menjadi bagian dari kehidupan mereka?
Lihat lebih banyakBab 74 – Luka yang Tak TerlihatAnya berdiri di depan cermin besar rumahnya bersama Nathan. Wajahnya masih sembab, namun sorot matanya memancarkan tekad yang membara. Ia mengusap air mata yang tersisa, meneguhkan hatinya bahwa ia tak akan membiarkan siapa pun merenggut Kenzo darinya. Nathan yang berdiri di dekat pintu hanya memperhatikannya dalam diam. Ia tahu betapa hancurnya hati Anya, tapi di balik itu, ia juga melihat kekuatan luar biasa yang sedang bersemi dalam diri wanita itu. “Aku harus bicara dengan Evan,” suara Anya memecah keheningan. Nathan menghela napas berat. “Kamu yakin? Kalau ibunya tahu, mereka bisa saja memanfaatkan pertemuan itu untuk menjatuhkanmu.” Anya berbalik, menatap Nathan dengan mata yang memerah. “Aku tidak peduli. Aku harus tahu alasannya. Kenapa tiba-tiba mereka begitu ngotot mengambil Kenzo? Ada sesuatu yang mereka sembunyikan, dan aku harus mengetahuinya.” Nathan mendekat, meraih tangan Anya dengan lembut. “Aku akan menemanimu. Aku tidak akan
Bab 73 – Bara di Balik Dendam Anya berdiri mematung di depan pintu ruang kerja Evan, matanya menatap kosong pada layar ponselnya yang baru saja menampilkan nama Saraswati. Kata-kata dingin wanita itu terus terngiang di kepalanya—*“Bersiaplah kehilangan segalanya.”* Tangannya mengepal begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Nathan yang berdiri di sisinya bisa merasakan betapa rapuh, sekaligus marahnya wanita itu saat ini. “Kita harus mengambil Kenzo kembali,” suara Anya terdengar pelan, tetapi penuh dengan tekad membara. Nathan mengangguk, matanya menatapnya penuh keyakinan. “Aku akan membantumu, Anya. Apa pun yang terjadi, aku tidak akan membiarkan mereka memisahkanmu dari Kenzo.” Anya menelan ludah, mencoba mengendalikan emosinya. Tapi jauh di dalam hatinya, ia tahu bahwa menghadapi Saraswati dan Evan tidak akan semudah itu. “Kita butuh rencana,” lanjut Nathan. “Aku akan menghubungi pengacaraku. Kita bisa melawan mereka secara hukum.” Namun, Anya menggeleng p
Bab 72 – Api yang Membakar BatasAnya masih berdiri di hadapan Nathan, hatinya berkecamuk di antara rasa sakit dan pengakuan cinta pria itu. Ia ingin mempercayai Nathan—ingin menyerahkan bebannya—tetapi luka masa lalu mengingatkannya bahwa tidak ada yang benar-benar tulus. Namun, lamunannya buyar ketika ponselnya bergetar di dalam genggaman. Nama *Mama* tertera di layar, membuat keningnya berkerut. Ia menjawab panggilan itu, tetapi yang menyambutnya adalah suara isakan panik. “Ada apa, Ma?” tanyanya, cemas. “Kenapa Mama menangis?” Nathan yang berdiri di sampingnya ikut khawatir, mencoba menangkap isi percakapan dari ekspresi tegang di wajah Anya. “Anya…,” suara Sarah bergetar di seberang sana. “Mamanya Evan… dia… dia membawa Kenzo. Mereka membawa pengacara dan… mengambil Kenzo begitu saja!” Dunia Anya seketika berhenti berputar. Dadanya terasa sesak, tangannya mengepal di sisi tubuh. “Apa?” suaranya melengking, penuh amarah. Nathan mendekat, meletakkan tangannya di bahu An
Bab 71 – Bara di Balik CintaAnya melangkah keluar dari ruang kerja Evan dengan hati yang dipenuhi kepuasan. Permainan baru saja dimulai, dan ia sudah berada di depan. Senyum sinis menghiasi wajahnya saat membayangkan betapa hancurnya Chintya di dalam sana. Perempuan itu terlalu lemah untuk menghadapi kenyataan. Dan kelemahan itulah yang akan ia manfaatkan. Namun, langkahnya terhenti di ujung koridor ketika seseorang tiba-tiba berdiri di hadapannya. Nathan. Pria itu bersandar di dinding dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Matanya menatap Anya tajam, penuh dengan ketidaksetujuan yang jelas. "Kita perlu bicara," ucap Nathan pelan, tapi nada suaranya tegas. Anya mendesah pelan, seolah enggan meladeni. "Kalau ini tentang Evan dan Chintya, aku tidak ingin mendengar ceramahmu, Nathan," jawabnya, melanjutkan langkah. Namun, Nathan dengan sigap meraih lengannya, menghentikannya. "Aku serius, Anya," suaranya lebih dalam, nyaris seperti peringatan. "Apa yang sedang kau
Bab 70 – Api Dalam Sekam Malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Di ruang kerjanya, Evan duduk termenung di balik meja kayu besar, menatap kosong pada segelas whiskey yang belum ia sentuh. Pikirannya kacau—terlalu banyak hal yang berputar di kepalanya. Chintya, Anya, pernikahan yang diambang kehancuran. Pintu ruang kerja terbuka pelan. Anya melangkah masuk tanpa mengetuk, mengenakan blus hitam yang membalut tubuhnya dengan anggun. Ada ekspresi tenang di wajahnya, tetapi tatapan matanya menyimpan sesuatu yang jauh lebih gelap. "Aku pikir kau butuh teman bicara," ucap Anya lembut, menutup pintu di belakangnya. Evan mendesah, mengusap wajahnya dengan kedua tangan. "Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi, Anya. Semua ini terasa seperti mimpi buruk yang tidak berakhir." Anya mendekat, berdiri di samping meja, lalu bersandar dengan santai. "Kau terlalu keras pada dirimu sendiri, Evan. Kau bukan pria jahat. Kau hanya terjebak dalam pernikahan yang tidak kau inginkan." Kat
Bab 69 – Di Ambang KehancuranJeritan itu memecah keheningan di ruangan. Anya sontak menutup mulutnya dengan kedua tangan, tubuhnya membeku di tempat. Sementara itu, Evan bergerak cepat, meraih pergelangan tangan Chintya sebelum pisau di tangannya benar-benar melukai dirinya sendiri. “Lepaskan aku!” Chintya meronta, matanya merah dipenuhi air mata dan emosi yang meledak-ledak. “Tidak akan!” Evan menggenggam erat pergelangan tangan istrinya, suaranya keras namun terdengar panik. “Apa kau sudah gila, Chintya?! Kau pikir membahayakan dirimu sendiri akan menyelesaikan semua ini?” Chintya terisak, tubuhnya bergetar hebat. “Aku tidak peduli lagi, Evan! Kau tidak pernah mencintaiku! Untuk apa aku hidup kalau aku hanya jadi beban dalam hidupmu?!” “Jangan bicara seperti itu!” Evan mengeratkan cengkeramannya hingga pisau di tangan Chintya akhirnya terlepas dan jatuh ke lantai dengan dentingan tajam. Ia menghela napas kasar sebelum menatap istrinya yang kini menangis tanpa kendali. Any
Bab 68 – Batas KesabaranPagi itu, suasana rumah terasa mencekam.Chintya masih duduk di ranjang dengan wajah kusut. Rambutnya berantakan, matanya sembab, dan rasa sakit di kepalanya semakin parah akibat mabuk semalam. Hatinya penuh dengan kemarahan dan frustrasi. Ia sudah berusaha sebaik mungkin untuk menjadi istri Evan, tetapi pria itu tetap mengabaikannya. Baru saja ia ingin kembali berbaring, pintu kamarnya terbuka dengan kasar. Saraswati masuk dengan wajah penuh amarah. "Bangun!" bentaknya tajam. Chintya mendesah lelah, menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Mama, aku masih pusing. Bisa tidak, nanti saja kita bicara?" Namun, Saraswati tidak peduli. Dengan langkah cepat, ia menarik selimut dari tubuh Chintya dan membuangnya ke lantai. "Dengar, Chintya. Aku tidak akan membiarkan kau menghancurkan pernikahan ini. Aku sudah cukup bersabar melihat Evan bersikap dingin padamu, dan sekarang kau malah semakin memperburuk keadaan dengan keluyuran dan mabuk-mabukan?!" Chintya men
Bab 67 Jam menunjukkan pukul 01.00 dini hari, ketika suara pintu utama berderit pelan, menandakan seseorang baru saja masuk ke dalam rumah. Evan yang masih terjaga di ruang kerjanya menoleh dengan kening berkerut. Ia melirik arlojinya, memastikan bahwa ia tidak salah lihat. Langkah tertatih-tatih terdengar jelas di lantai marmer. Evan menghela napas panjang sebelum bangkit dari kursinya dan melangkah menuju ruang tamu. Pandangannya langsung menangkap sosok Chintya yang berjalan sempoyongan. Wajah wanita itu memerah, matanya sayu, dan aroma alkohol menyengat dari tubuhnya. "Chintya," suara Evan terdengar dingin. "Kau baru pulang?" Chintya tersenyum miring, mencoba menyandarkan tubuhnya di dinding agar tidak jatuh. "Ya... aku pulang, sayang," ucapnya dengan suara yang terputus-putus. Evan mengepalkan tangannya, berusaha menahan kekecewaannya. "Kau mabuk?" Chintya terkikik pelan, seolah ucapan Evan adalah lelucon. "Hanya... sedikit. Aku butuh hiburan... Suamiku terlalu sibuk un
Bab 66 Saraswati berdiri kaku di ambang pintu setelah mendengar ucapan tajam Anya. Wajahnya memucat, tangannya terkepal di sisi tubuhnya menahan emosi yang meletup-letup di dadanya. Ia datang dengan keyakinan bisa menekan Anya, tetapi kini justru kata-kata gadis itu yang menusuk egonya dalam-dalam. "Apa kau lupa, Nyonya?" suara Anya terdengar dingin, tanpa sedikit pun gentar. "Lima tahun lalu, saat aku datang memohon tanggung jawab dari anakmu, kau malah mengusirku. Kau bahkan menyuruhku menggugurkan kandungan ini. Apa kau lupa bagaimana kau memperlakukan aku yang saat itu sedang mengandung darah daging keluargamu?" Saraswati terdiam, kedua bibirnya mengatup rapat. Ia tidak menduga Anya akan mengungkit luka lama itu. "Sekarang, setelah anakku lahir dan tumbuh sehat, kau tiba-tiba datang mengklaim Kenzo sebagai cucumu?" lanjut Anya. "Sungguh hebat sekali caramu memutar keadaan, Nyonya." Nafas Saraswati memburu, rasa malu dan amarah bercampur aduk di dadanya. "Aku hanya ingin ya
“Tidak … tidak mungkin!”Anya terduduk lemas menatap dua garis merah pada alat uji kehamilan di tangannya. Perasaan sedih, bingung, dan takut bercampur menjadi satu.Di tengah kepanikan, ia teringat pada satu nama yang membuatnya seperti ini. "Evan harus tanggung jawab … ini anaknya."Dengan tangan gemetar, Anya mencoba menghubungi pria itu.Satu kali panggilan, dua kali, tiga kali, tak ada jawaban. Setiap panggilan yang tidak terjawab itu membuat hatinya semakin hancur.Namun, Anya tidak ingin berdiam diri. Ia bergegas menemui sahabatnya, Clara, untuk meminta bantuan. Bagaimanapun, Clara adalah orang yang mempertemukannya dengan Evan.Tapi saat tiba di rumah Clara, Anya mendapati rumah itu kosong. Tak ada siapa pun di sana, bahkan orang tua Clara pun tidak ada."Kenapa semua orang menghilang saat aku butuh mereka?" keluh Anya sambil berusaha menahan tangisnya.Kalut dan panik, ia pun memutuskan untuk mendatangi rumah Evan. Dalam hati, ia berharap Evan ada di sana dan bisa diajak bica...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen