Home / Romansa / Bos Arogan Itu Ayah Anakku / Bab 6. Permainan Evan

Share

Bab 6. Permainan Evan

Author: Bulandari f
last update Last Updated: 2024-12-19 23:18:48

Bab 6

Permainan Evan

Pagi itu, Anya melangkah masuk ke kantor dengan langkah berat. Rasa penasaran dan gugup berbaur dalam pikirannya, membuatnya sulit fokus sejak semalam. Ia bahkan tidak bisa tidur nyenyak setelah menerima telepon dari Evan. Pria itu kembali hadir dalam hidupnya, dan, seperti biasa, membawa badai yang membuat hatinya tak karuan.

“Tenang, Anya. Ini hanya pekerjaan,” bisiknya pada diri sendiri, mencoba meyakinkan diri.

Namun, hatinya tahu bahwa ini lebih dari sekadar pekerjaan. Ada sesuatu yang menggantung di udara, sesuatu yang membuat Anya merasa terjebak.

Ketika ia mengetuk pintu ruangan Evan, jantungnya berdetak kencang. “Masuk,” suara Evan terdengar dari dalam. Anya membuka pintu dan masuk perlahan. Ia mendapati Evan duduk di kursinya, seperti biasa, dengan ekspresi dingin yang sulit ditebak.

“Selamat pagi, Pak,” sapa Anya, berusaha terdengar profesional meskipun hatinya kacau.

Evan menatapnya tajam, tidak membalas sapaannya. Ia hanya memberikan isyarat dengan tangannya agar Anya duduk. Anya menurut, meskipun ia merasa gugup duduk di hadapan pria yang dulu pernah menjadi bagian dari hidupnya.

“Maaf Pak, apa yang ingin Bapak sampaikan? Apa saya melakukan kesalahan dalam pekerjaan?” tanyanya basa-basi, mencoba memulai percakapan. Namun sebenarnya, ia ingin sekali mencakar wajah pria itu. Pria yang sudah membenamkan benih di rahimnya dan pergi tanpa tanggung jawab.

Evan tetap diam, hanya menatap Anya tanpa berkedip. Mata tajamnya membuat Anya merasa seperti dipermainkan. Waktu berlalu, tetapi Evan tidak juga mengucapkan sepatah kata pun. Hal ini membuat Anya semakin kesal.

“Baiklah,” Anya akhirnya berdiri dengan tegas. “Kalau tidak ada yang ingin Bapak sampaikan, saya permisi.”

Namun, sebelum Anya sempat melangkah, suara tegas Evan menghentikannya. “Duduk. Aku belum selesai bicara.”

Nada suaranya begitu otoriter hingga membuat Anya tidak berkutik. Ia kembali duduk dengan enggan. “Baiklah, apa yang ingin Bapak katakan?” tanyanya, suaranya terdengar datar.

Evan memainkan pena di tangannya, tampak seperti sedang mempertimbangkan sesuatu. Ada begitu banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan pada Anya, tetapi amarahnya karena Anya pergi tanpa kabar lima tahun lalu membuatnya memendam semuanya.

“Aku hanya ingin mengingatkan kamu, Anya. Aku bisa memecatmu kapan saja. Jadi, sebisa mungkin, bekerjalah dengan giat,” kata Evan akhirnya.

Anya menatap Evan dengan ekspresi datar. Ia menunggu lebih lanjut, tetapi tidak ada kata tambahan dari pria itu. “Baiklah. Apa ada yang ingin Bapak tambahkan?” tanyanya lagi, mencoba bersikap profesional.

“Tidak,” jawab Evan singkat.

Anya hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Ia datang lebih pagi atas permintaan Evan, menunggu hampir satu jam, hanya untuk mendengar ancaman samar seperti itu. “Sialan,” gumamnya pelan saat ia berdiri, siap untuk pergi.

Namun, ucapan pelannya itu ternyata terdengar oleh Evan. “Apa kamu bilang aku sialan?” tanyanya dengan nada gusar. Tatapannya menusuk.

Anya tertegun. Ia tidak menyangka gumamannya terdengar. “Eh, tidak, Pak. Saya tidak bilang begitu,” jawabnya gugup.

“Jangan berbohong, Anya. Apa kamu berani mengatai aku seperti itu?” Evan berdiri dari kursinya, mendekati Anya. Suaranya rendah, tetapi jelas penuh emosi.

Anya menunduk, mencoba menghindari tatapan Evan. “Saya tidak mengatakan Bapak sialan, Pak. Tapi...”

“Tapi apa?” desak Evan, nadanya semakin tegas.

Anya tidak mau memperpanjang masalah. “Tidak ada, Pak. Kalau tidak ada lagi yang perlu dibahas, saya akan kembali bekerja,” katanya cepat, lalu melangkah keluar sebelum Evan sempat menghentikannya.

Namun, Evan tidak berhenti di situ. Ia memutar otak untuk mencari cara lain. Dengan nada tenang tetapi penuh makna, ia memanggil sekretarisnya, Roy. “Roy, ambilkan semua berkas lama di gudang arsip. Aku butuh itu segera.”

Roy, meskipun bingung, langsung melaksanakan perintah itu. Tidak lama kemudian, Evan membawa tumpukan berkas itu langsung ke meja Anya. “Kerjakan ini semua,” perintahnya dengan nada dingin. “Dan jangan pulang sebelum selesai.”

Anya menatap tumpukan dokumen itu dengan mata melebar. “Apa kamu gila? Mana mungkin aku bisa menyelesaikan semua ini dalam satu hari!” protesnya.

Evan hanya mengangkat bahu, tampak tidak peduli. “Aku tidak peduli bagaimana caramu menyelesaikannya. Yang aku tahu, aku ingin semua ini selesai hari ini juga.”

“Ini tidak masuk akal,” gerutu Anya sambil menatap dokumen-dokumen itu dengan putus asa.

Evan hanya tersenyum miring sebelum pergi meninggalkan meja Anya. Dalam hatinya, ia merasa puas telah menemukan cara untuk membuat Anya tetap berada di bawah kendalinya. Tetapi di sisi lain, ia juga merasakan kegelisahan yang sulit dijelaskan setiap kali melihat wanita itu.

Sementara itu, Anya duduk dengan kesal di mejanya, mencoba menenangkan diri. “Dasar monyet!” gumamnya lagi, kali ini memastikan tidak ada yang mendengarnya. Tetapi, meskipun marah, ia tahu bahwa ia tidak punya pilihan lain selain menyelesaikan tugas yang diberikan padanya.

“Ini belum selesai, Evan,” bisik Anya dalam hati. “Aku akan menunjukkan padamu kalau aku bukan wanita lemah seperti yang kamu kira.” (Bersambung).

Related chapters

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 7. Privasi

    Bab 7 Anya duduk di meja kerjanya dengan wajah masam. Tumpukan berkas yang baru saja diletakkan Evan terasa seperti gunung yang mustahil didaki. Ia memandang dokumen-dokumen itu dengan perasaan campur aduk: marah, kesal, dan putus asa. "Dia benar-benar gila!" gerutunya pelan sambil menatap tumpukan itu. "Tidak berperikemanusiaan. Bagaimana bisa dia menyuruhku menyelesaikan semuanya dalam satu hari? Apa dia pikir aku robot?" Tangannya mulai membuka dokumen satu per satu, meskipun pikirannya penuh dengan sumpah serapah untuk pria yang kini berada di ruangannya. Anya tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana Evan selalu menemukan cara untuk membuatnya menderita. Sementara itu, di ruangan lain, Evan duduk dengan nyaman di kursinya. Matanya tertuju pada layar komputer di depannya, yang memperlihatkan aktivitas Anya melalui kamera pengawas. Ia melihat bagaimana wanita itu berkutat dengan berkas-berkasnya, bibirnya bergerak seolah-olah sedang mengumpat. Evan tersenyum kecil. "Dasar ke

    Last Updated : 2024-12-20
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 8. Bos ku mantan kekasihku

    Bab 8 Anya merasa merinding ketika mengetahui kalau tempat itu begitu sepi, apalagi karena suasana malam membuatnya sedikit menyeramkan. "Kenapa tiba-tiba kudukku merasa merinding?" tanya Anya sambil mengedikkan bahunya. Sesaat kemudian, Anya mempercepat langkahnya, berlari mengejar Evan yang sudah meninggalkannya sendirian di lantai yang sunyi. “Evan, tunggu aku!” teriaknya dengan nada frustrasi, merasa tak punya pilihan selain mengikuti pria itu jika ingin segera keluar dari gedung. Evan tidak menoleh, hanya terus berjalan menuju lift. Langkahnya tetap, menunjukkan ketenangan yang membuat Anya semakin kesal. Ketika pintu lift hampir tertutup, Anya berhasil masuk tepat waktu, meski napasnya terengah-engah. “Kenapa kamu seperti ini, Evan? Kamu sengaja mempermainkanku, ya?” tanya Anya dengan nada penuh emosi. Evan hanya menatapnya dingin, tetapi ada sedikit kilatan emosi di matanya. Ia menekan tombol lift tanpa berkata apa-apa, membuat suasana di dalam lift terasa begitu tega

    Last Updated : 2024-12-21
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 9. Gejolak Hati Evan

    Bab 9 Gejolak Hati EvanMalam itu, Evan berbaring di tempat tidurnya dengan pikiran yang tidak tenang. Wajah Anya terus terbayang di benaknya, terutama saat ia melihat Anya bersama pria yang menjemputnya di depan gedung kantor tadi malam. Ada sesuatu yang mengusik hati Evan—campuran antara rasa penasaran dan kecemburuan yang tak ia pahami sepenuhnya. “Siapa dia?” gumam Evan pada dirinya sendiri. “Apa dia suaminya? Tapi di data lamaran kerjanya, statusnya masih single.” Bayangan Anya tersenyum pada pria itu membuat dadanya terasa panas. Evan memutar kembali ingatannya ke beberapa minggu lalu, ketika ia secara tidak sengaja melihat Anya bersama seorang anak kecil di taman dekat kantornya. Anak itu berusia sekitar lima tahun, dengan rambut hitam legam dan wajah yang mengingatkannya pada seseorang yang sangat familiar. “Anya tidak punya adik lagi. Jadi, siapa anak itu?” pikir Evan. “Apa mungkin itu anaknya?” Evan mencoba mengabaikan pikirannya, tetapi rasa penasaran itu terlalu

    Last Updated : 2024-12-23
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 10. Rahasia yang Terungkap

    Bab 10Rahasia yang TerungkapPagi itu, suasana di kantor terasa lebih berat bagi Anya. Ia mulai merasakan bahwa kehadirannya di dekat Evan selalu membawa situasi canggung. Namun, pekerjaan tetap harus diselesaikan, dan ia tidak ingin menunjukkan bahwa dirinya terganggu. Sementara itu, di ruang kerja Evan, Chintya berdiri di depan meja pria itu. Mata Chintya memperhatikan gerak-gerik Evan yang sejak tadi sibuk mengetik di laptopnya, tetapi sesekali matanya melirik ke arah pintu, seolah menunggu seseorang masuk. "Kenapa kamu terus melihat pintu, Evan?" tanya Chintya dengan nada penasaran. Evan berhenti mengetik dan mengangkat bahunya. "Enggak, aku cuma memastikan tidak ada gangguan." Chintya memiringkan kepala, menatap Evan dengan curiga. "Kamu yakin? Aku rasa kamu menunggu seseorang." Evan menghela napas panjang, mencoba menghindari tatapan tajam Chintya. "Kamu terlalu berlebihan, Chintya. Aku cuma fokus bekerja." Namun, Chintya tidak mudah percaya. Ia tahu ada sesuatu yan

    Last Updated : 2024-12-24
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   11

    Bab 11. keceplosan yang menimbulkan tanda tanya Chintya pulang dengan wajah masam. Langkahnya tergesa menuju ruang keluarga di mana Nyonya Rita sedang duduk santai, memperhatikan kuku jentiknya yang baru dihias. Tanpa banyak bicara, Chintya langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa sebelah ibunya. Rita melirik putrinya sejenak, lalu bertanya dengan nada santai, “Kamu kenapa, Nak? Kenapa pulang-pulang cemberut seperti itu?” Chintya mendesah panjang, lalu melipat kedua tangannya di dada. “Aku kesal, Ma.” Rita mengerutkan kening. “Kesal kenapa? Cerita dong, Sayang.” “Itu si Evan, Ma!” Chintya mulai bicara dengan nada penuh emosi. “Ternyata dia punya hubungan masa lalu dengan salah satu karyawannya. Kurang ajar kan, Ma?"Rita menghentikan kegiatannya memperhatikan kuku, lalu menatap Chintya dengan penuh perhatian. “Maksud kamu apa? Mantan pacarnya Evan kerja di perusahaan Evan?” Chintya mengangguk dengan ekspresi cemberut. “Iya, Ma. Bisa bayangkan nggak? Mantan pacarnya ada di sek

    Last Updated : 2024-12-25
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 12

    Evan tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dia butuh jawaban kenapa Anya berubah padanya, sehingga Evan memutuskan untuk menemui Anya saat itu juga. Tidak peduli akan ia yang masih merasa lelah karena habis pulang kerja. “Aku harus mendatangi Anya ke rumahnya,” kata Evan penuh dengan tekat. Sedangkan Chintya tidak beranjak dari posisinya sedari tadi, dia masih duduk dan berbicara dengan Sarah mamanya Evan. “Ma, aku gak ngerti kenapa Evan selalu begini. Dia gak pernah peduli sama aku, apalagi pernikahan ini. Kita tinggal sebulan lagi, tapi dia bahkan gak mau ikut urus persiapannya. Apa dia benar-benar serius menikah denganku?” suara Chintya bergetar, antara marah dan putus asa. Sarah menghela napas panjang, menyesap teh hangatnya sebelum menatap Chintya dengan pandangan lembut. “Sayang, Evan itu cuma lagi banyak pikiran. Kamu tahu kan pekerjaannya berat? Dia pasti capek. Coba kamu lebih pengertian.” “Pengertian?” Chintya mendengus, melipat tangannya dengan kesal. “Aku sudah cukup pen

    Last Updated : 2024-12-26
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 13. Masa lalu yang menyakitkan

    Evan menginjak pedal gas lebih keras dari biasanya. Sepanjang perjalanan pulang, gerutuan tidak berhenti keluar dari mulutnya. "Kurang ajar! Kenapa bisa ada Chintya segala di sana? Apa dia sengaja mengikutiku? Kenapa dia selalu ikut campur urusanku?" tangannya mengepal keras pada setir mobil, lalu dengan frustrasi memukulnya. Suara dentingan klakson mobil yang tidak sengaja tertekan membuat orang-orang di sekitarnya menoleh, tapi Evan tidak peduli.Niat awalnya untuk bicara dengan Anya berubah menjadi kekacauan. Anya tidak sempat memberi penjelasan, dan Chintya justru membuat situasi semakin rumit. Bayangan wajah Anya yang terkejut dan wajah Chintya yang penuh amarah bercampur menjadi satu di kepalanya. Evan merasa sesak.Saat tiba di rumah, ia menghempaskan pintu mobil dengan kasar dan berjalan masuk dengan langkah berat. Namun, sebelum ia sempat mencapai kamarnya, suara ibunya, Sarah, menghentikan langkahnya."Evan! Kamu dari mana saja?!" Sarah berdiri di ruang tamu dengan wajah pen

    Last Updated : 2024-12-27
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 14. Kenapa dia yang marah padaku

    Pagi itu, Anya masih duduk di tepi ranjang, memandangi wajah Kenzo yang tertidur pulas. Mata kecil anak itu terpejam dengan tenang, sementara napasnya teratur. Anya merapikan selimut yang menutupi tubuh mungilnya sambil bergumam pelan, “Kalau bukan karena kamu, Kenzo, mungkin Mama sudah menyerah.” Namun, pagi yang damai itu ternoda oleh rasa malas yang terus menghantui. Anya melirik jam dinding, sudah hampir pukul tujuh lebih tiga puluh menit. Ia belum bersiap sama sekali. Pikirannya dipenuhi konflik batin yang tidak kunjung reda. Ia tahu apa yang harus ia lakukan, bersiap dan pergi bekerja. Tapi, bayangan bertemu dengan Evan, mantan kekasihnya sekaligus bos di tempat kerjanya, membuat tubuhnya seolah kehilangan energi. "Apa aku bisa skip aja kerja hari ini?" Anya membatin. Namun, ia juga sadar, hal itu tidak mungkin. Baru saja dua minggu ia bekerja di perusahaan itu, dan izin tanpa alasan jelas sama saja dengan mengundang masalah. “Libur gak yah? Kalau kerja pasti akan ketemu den

    Last Updated : 2024-12-28

Latest chapter

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   40

    Bab 7 Laura terisak di atas ranjang dengan kedua tangan masih terborgol. Rasa dingin dari es yang tadi digunakan Zaky mulai menghilang, digantikan dengan tubuh yang lelah dan gemetar. Matanya basah oleh air mata, sementara pikirannya berputar mencari jalan keluar dari neraka ini. Entah sejak kapan, ia akhirnya tertidur karena kelelahan menangis. Dalam tidurnya, wajah ibunya kembali muncul, seperti mencoba meraih dan menenangkannya. "Mama...," bisiknya lirih dalam mimpi. Namun, ketenangan itu hanya sementara. Sebuah suara lirih terdengar dari pintu kamar yang kembali terbuka. Langkah kaki perlahan mendekatinya. Zaky, pria keji yang menculiknya, kini berdiri di samping tempat tidurnya, menatap wajahnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kamu cantik... dan kamu akan menjadi milikku," gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan setan di tengah kegelapan. Tangan Zaky terulur, mengelus pipi Laura yang masih basah oleh air mata. Sentuhan itu membuat Laura terbangun seketika. Matan

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 56

    Bab 7 Laura terisak di atas ranjang dengan kedua tangan masih terborgol. Rasa dingin dari es yang tadi digunakan Zaky mulai menghilang, digantikan dengan tubuh yang lelah dan gemetar. Matanya basah oleh air mata, sementara pikirannya berputar mencari jalan keluar dari neraka ini. Entah sejak kapan, ia akhirnya tertidur karena kelelahan menangis. Dalam tidurnya, wajah ibunya kembali muncul, seperti mencoba meraih dan menenangkannya. "Mama...," bisiknya lirih dalam mimpi. Namun, ketenangan itu hanya sementara. Sebuah suara lirih terdengar dari pintu kamar yang kembali terbuka. Langkah kaki perlahan mendekatinya. Zaky, pria keji yang menculiknya, kini berdiri di samping tempat tidurnya, menatap wajahnya dengan tatapan yang sulit diartikan. "Kamu cantik... dan kamu akan menjadi milikku," gumamnya pelan, nyaris seperti bisikan setan di tengah kegelapan. Tangan Zaky terulur, mengelus pipi Laura yang masih basah oleh air mata. Sentuhan itu membuat Laura terbangun seketika. Matan

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 35

    **Bab 35: Kegelapan yang Mengintai (Revisi Halus)**Hujan masih mengguyur deras di luar rumah Tiara. Angin malam membawa aroma tanah basah yang bercampur dengan kepedihan di hati Bu Ijah dan Tiara. Setelah semua yang terjadi, Bu Ijah tak bisa tidur. Ia duduk termenung di ruang tamu dengan secangkir teh yang kini telah dingin, pikirannya terus dipenuhi oleh pengkhianatan Alex dan luka mendalam yang harus ditanggung oleh putrinya.Namun, di balik kesunyian malam yang kelam itu, ada bayang-bayang yang lebih besar mengintai. Di kamar yang tersembunyi, Tiara yang masih terjebak dalam keterasingan, tiba-tiba merasakan udara di sekitarnya berubah menjadi sangat dingin. Di sudut ruangan, di balik cermin besar yang menggantung, muncul bayangan gelap yang perlahan membentuk siluet. Tiara menggigil, bukan karena suhu yang rendah, tetapi karena firasat buruk yang semakin menggema dalam jiwanya."Tiara…" suara halus berbisik, seakan datang dari dalam relung pikirannya.Dengan cepat, Tiara menoleh,

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 53

    Bab 53: Cemburu yang Dipendam Langit mulai berwarna jingga saat Anya melangkah keluar dari gedung kantor. Udara sore yang seharusnya menenangkan justru terasa berat di dadanya. Hari ini adalah salah satu hari terburuk dalam hidupnya. Sejak pagi, Chintya telah membuat suasana kerja menjadi neraka. Fitnah-fitnah yang dilontarkan istri Evan terus bergaung di telinganya. Tatapan sinis dari rekan-rekan kerja semakin mempertegas bahwa ia telah menjadi bahan gosip utama di kantor. Anya menghela napas panjang, mencoba menahan perasaan sesak yang terus menghimpitnya. Namun, saat ia hendak melangkah menuju halte untuk menunggu taksi online, sebuah mobil hitam berhenti tepat di depannya. Jendela mobil terbuka, memperlihatkan sosok pria yang tersenyum hangat ke arahnya. "Naiklah, aku jemput kamu hari ini," kata Nathan dengan suara lembut. Anya menoleh dengan ekspresi sedikit terkejut. "Nathan?" Nathan mengangguk. "Aku lihat kamu terlihat tidak baik hari ini. Jadi, aku pikir kamu butuh s

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 52.Runtuhnya Kesabaran Anya

    Bab 52: Runtuhnya Kesabaran Anya Hari-hari di kantor semakin terasa seperti neraka bagi Anya. Sejak gosip tentang dirinya menyebar luas, ia merasa seakan setiap mata yang menatapnya penuh dengan kebencian dan penghinaan. Namun, yang paling menyakitkan adalah kenyataan bahwa semua ini terjadi karena ulah Chintya. Chintya semakin gencar menjalankan rencananya. Setiap kali Evan tidak berada di kantor, ia akan muncul dengan penuh percaya diri. Para karyawan, yang tahu betul siapa dia, langsung memberikan perhatian penuh. Beberapa bahkan berusaha mengambil muka di hadapan Chintya, berharap mendapat promosi atau keuntungan lainnya. "Bu Chintya, Anda cantik sekali hari ini. Apa ada yang bisa kami bantu?" seorang karyawan pria mencoba menarik perhatiannya. "Bu Chintya, kapan-kapan kita makan siang bersama, dong," sahut yang lain. Chintya hanya tersenyum angkuh. Ia tidak tertarik dengan mereka. Ia punya tujuan lain—menghancurkan mental Anya. Siang itu, ketika Chintya memasuki ruang

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 51. Fitnah di ruang kerja

    Bab 51. Fitnah di ruang kerja Setelah pertemuan yang memanas dengan Evan, Anya mencoba melanjutkan pekerjaannya seperti biasa. Namun, hatinya terus gelisah. Setiap kali ia melangkah ke kantor, ia merasa seperti ribuan pasang mata mengawasinya. Bisikan-bisikan di sudut ruangan mulai terdengar jelas, dan setiap kalimat seakan ditujukan untuk menghancurkan semangatnya. Di ruang kerja, Anya duduk sambil mengetik laporan. Namun, pikirannya melayang saat mendengar dua rekan kerja berbicara pelan di dekat pintu. “Kamu tahu nggak, katanya Anya itu ada hubungan sama Pak Evan,” bisik seorang karyawan. “Iya, aku juga dengar dari Bu Chintya. Katanya, Anya itu mau merebut suaminya sendiri. Berani sekali dia!” sahut yang lain. “Pantesan dia selalu dipanggil langsung ke ruang Pak Evan. Mungkin aja ada apa-apa di antara mereka,” karyawan itu menambahkan, lalu keduanya tertawa pelan. Anya mengepalkan tangannya di bawah meja. Dadanya terasa sesak mendengar fitnah yang dilemparkan begitu saja.

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 50. Gosip di ruang kerja

    Bab 50: Titik Balik yang Pahit "Ini Pak, semua data yang Bapak minta sudah aku masukkan di sini, Pak," kata Tika salah satu karyawati Evan. "Baiklah, letakkan situ nanti aku periksa!" Evan tetap terfokus pada pekerjaannya saat ini. "Oh iya, Pak. Aku sekalian mau memberikan laporan dari Bu Anya, tapi Bu Anya berpesan ke aku untuk memberikannya ke Bapak."Seketika Evan mengangkat kepala dan menatap tajam ke Tika. "Kenapa kamu yang mengantarnya?"Tika langsung gugup dan dengan terbata-bata ia berkata, "Bu Anya minta tolong ke- a-aku, Pak.""Berikan ini lagi padanya dan suruh dia untuk menemui ku langsung.""Tapi, Pak," kata Tika yang masih gugup, apalagi saat melihat tatapan tajam mata Evan. "Aku rasa aku sudah berkata cukup jelas, aku ingin kamu sekarang keluar dan suruh Anya mengantar ini langsung ke aku!" "Ba-baik Pak."Saat itu juga, Tika langsung menghampiri Anya di ruang kerjanya. "Tidak apa, Bu. Aku sudah diberi pesan oleh Pak Evan. Dia meminta agar laporan ini langsung kau

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 49. Jejak Luka di Balik Bayang-Bayang

    Bab 49.Jejak Luka di Balik Bayang-Bayang Evan berjalan dengan langkah berat menyusuri lorong yang remang, meninggalkan rumah Anya dengan perasaan campur aduk antara penyesalan dan tekad yang semakin membara. Setiap langkahnya diiringi oleh gema kata-kata Anya yang masih terngiang di telinganya, "Terlambat, Evan." Kata-kata itu menghantamnya bak peluru, bukan karena amarah semata, melainkan karena rasa frustrasi yang membuat dadanya sesak. Di dalam mobil mewah yang kini menjadi pelarian sementara, Evan duduk terpaku di kursi pengemudi. Kedua tangannya menggenggam setir dengan erat, seakan berusaha menahan riak emosi yang hendak meluap. Ia menatap kosong ke arah lampu jalan yang bergantian menerangi wajahnya, mencoba menyusun strategi agar tidak semakin tenggelam dalam kegelapan masa lalunya. "Apakah benar aku terlambat? Ataukah masih ada harapan untuk kembali?” gumamnya dalam hati, menolak menerima kenyataan bahwa ia telah kehilangan segalanya sejak dulu. Ia mengambil ponselnya

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 48.

    Bab 48Evan berjalan menjauh dari rumah Anya dengan langkah berat. Hatinya berdebar kencang, bukan karena amarah, tetapi karena rasa frustrasi yang semakin menyesakkan dadanya. Tatapan dingin Anya dan kata-katanya yang tegas masih terngiang di kepalanya. "Terlambat, Evan."Dua kata itu terus bergema, membuatnya merasa seperti pria yang tidak pernah memiliki kesempatan sejak awal. Tetapi apakah benar terlambat? Tidak. Ia menolak percaya bahwa tidak ada jalan kembali. Evan masuk ke dalam mobilnya, tetapi tidak langsung menyalakan mesin. Kedua tangannya mencengkeram setir erat, menahan diri agar tidak melampiaskan emosinya dengan cara yang salah. Ia menghela napas panjang, mencoba berpikir jernih. Jika ia ingin mendapatkan Kenzo, ia harus memiliki strategi yang tepat. Anya bukan tipe wanita yang bisa diancam atau dipaksa. Ia sudah cukup mengenalnya untuk tahu bahwa semakin ia menekan, semakin keras Anya akan menolak. Tapi jika ia bisa membuatnya percaya bahwa kehadirannya dalam hid

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status