Beranda / Romansa / Bos Arogan Itu Ayah Anakku / Bab 4. Siapa wanita itu?

Share

Bab 4. Siapa wanita itu?

Penulis: Bulandari f
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-08 09:58:39

Anya tertegun. Apa ia tidak salah mendengar?

“Ma-maaf?” 

Evan mendengus. “Lupakan,” ujarnya dengan nada kesal yang kentara. 

Jarinya mengetuk perlahan meja kayu mahoni itu, irama yang tak konsisten seperti pikirannya yang kacau. Ekspresinya sulit ditebak, meski ada sesuatu yang membara di balik pandangannya.

Evan membaca setiap detail dokumen itu dengan hati-hati, tapi bukan karena ia peduli pada isi dokumen itu. Ada sesuatu yang jauh lebih besar yang mengusiknya. 

Anya menggigit bibir gelisah. Keheningan itu membuatnya tidak tenang. 

‘Seharusnya aku tidak menjatuhkan lamaran kerja ke sini,’ Anya menggerutu dalam hati. Kalau tahu perusahaan ini milik Evan, Anya tak akan melamar pekerjaan ke tempat ini.

Tapi apa boleh buat. Perusahaan ini terkenal dengan gajinya yang besar. Anya tak bisa hanya memikirkan diri sendiri. Bagaimanapun, ia harus mendapatkan pekerjaan ini demi anaknya, Kenzo.

Tiba-tiba, suara ketukan terdengar, memecah keheningan yang menyelimuti dua insan dengan pikiran berkecamuk itu. 

“Masuk,” ucap Evan. 

Raka, asistennya, masuk dengan sebuah tablet di tangan. “Oh, maaf, Pak, saya tidak tahu wawancaranya belum selesai,” kata pria itu. 

Evan hanya mengibaskan tangan, seolah tak keberatan. “Ada apa?” tanyanya. 

“Saya hanya ingin menyampaikan jadwal Anda hari ini. Bapak akan ada rapat dengan tim pemasaran pukul sebelas, lalu makan siang dengan Nona Chintya—”

“Cukup,” sela Evan sebelum sang asisten menyelesaikan ucapannya. Tatapannya beralih pada Anya yang sedari tadi hanya diam dan menyimak percakapan mereka. 

“Kamu boleh pulang!” katanya dengan nada dingin. 

“Y-ya?” tanya Anya bingung. “Tapi, Pak, saya belum—” 

Evan langsung berdiri dari kursinya dan menunjuk ke arah pintu. “Lamaranmu akan saya pertimbangkan. Sekarang, silakan keluar.” 

Rahang Anya mengeras. Hatinya terasa panas dengan pengusiran ini.

Tapi Anya berusaha menahan diri. Ia menundukkan kepala, lalu keluar dari ruangan dengan langkah tergesa. Berada di sini membuat kesabarannya benar-benar diuji!

“Benar-benar tidak punya hati!” gerutu Anya sambil berjalan meninggalkan kantor itu. “Dia bahkan tidak minta maaf sedikit pun.”

Di sisi lain, Evan tampak menghela napas. Ia meletakkan dokumen resume Anya ke meja. Wajahnya menunjukkan kelelahan, tapi bukan karena pekerjaan. 

“Anda baik-baik saja?” tanya Raka.

Evan hanya menghela napas. “Kencan buta lagi, ya?” tanyanya dengan nada datar, merujuk pada janji makan siang yang pasti diatur oleh ibunya.

“Iya, Pak. Nyonya Saraswati menekankan agar Anda hadir kali ini. Beliau mengatakan bahwa Anda sudah terlalu banyak menolak.” 

“Dia belum menyerah, ya?” gumam Evan sambil bersandar di kursinya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu melirik Raka. “Berapa lama ini akan berlangsung?” 

“Sekitar satu jam, Pak. Lokasinya di restoran hotel seperti biasa.” 

Evan mendengus pelan, seolah ingin protes, tapi ia hanya mengangguk pasrah. “Baiklah. Pastikan waktunya tidak lebih dari itu.” 

“Siap, Pak.” 

Sebelum Raka berbalik untuk keluar, Evan menambahkan, “Oh, satu hal lagi. Pelamar baru itu ... Anya Permata. Terima dia. Mulai bekerja besok.” 

Raka tertegun, sedikit bingung. “Baik, Pak. Tapi … apakah Anda yakin?” 

Evan mengangkat alis, memberi tatapan tajam. “Apa ada yang salah dengan keputusanku?” 

“Tidak, Pak,” jawab Raka cepat. Ia tidak berani bertanya lebih jauh. Dengan anggukan kecil, ia meninggalkan ruangan. 

Ketika pintu tertutup kembali, Evan memandangi dokumen Anya sekali lagi. Tatapannya sulit diartikan, seperti menyimpan campuran kemarahan dan sesuatu yang lebih dalam.

___

Pagi ini, Anya mematut dirinya di depan cermin. Ia mengenakan blus putih bersih dan rok hitam yang meskipun sederhana, ia terlihat rapi dan profesional. 

Namun, pikirannya terus dipenuhi dengan pertanyaan yang mengganggunya sejak kemarin. 

“Kenapa dia menerimaku?” gumamnya.

Bukankah Evan membencinya?

Anya mencoba mengabaikan rasa cemas yang merayap di dadanya. Lima tahun telah berlalu sejak ia terakhir kali bertemu Evan. Apa alasan pria itu kembali dan bahkan menerimanya sekalipun ia tak suka padanya? 

"Anya, jangan pikirkan itu," bisiknya pada diri sendiri. "Kamu butuh pekerjaan ini. Fokus saja pada tujuanmu. Ini bukan tentang dia." 

Ia meraih tasnya dan keluar dari kamar, melewati ruang tamu kecil tempat ibunya, Sarah, sedang melipat pakaian. 

“Berangkat sekarang?” tanya Sarah, menatap anak perempuannya dengan senyum lembut. 

Anya mengangguk. “Doakan aku, Bu. Semoga semuanya berjalan lancar.” 

“Pasti, Nak. Kamu kuat, Anya. Jangan biarkan siapa pun menjatuhkanmu,” ujar Sarah sambil menggenggam tangan putrinya dengan penuh kasih sayang. 

Anya tersenyum kecil, lalu bergegas pergi. 

Sesampainya di kantor, suasana terasa kaku sejak Anya memasuki ruangan pria itu. 

Evan duduk di kursinya, tangannya memegang pena yang ia putar-putar di antara jari-jarinya. Ketika Anya melangkah masuk, matanya hanya melirik sekilas, sebelum kembali fokus pada berkas di mejanya. 

“Selamat pagi, Pak,” sapa Anya dengan nada sopan. 

Evan mengangguk kecil, hampir tanpa ekspresi. “Duduk.” 

Anya menurut, duduk di kursi yang disediakan di depannya. Ia mencoba menjaga sikapnya tetap tenang, meskipun hatinya berdebar kencang. 

“Mulai hari ini, kamu akan ditempatkan di divisi pemasaran,” ucap Evan tanpa basa-basi. “Supervisor divisi tersebut akan memberikanmu laporan mingguan untuk dipelajari. Pastikan kamu memahami semua detailnya.” 

“Baik, Pak. Terima kasih atas kesempatannya,” jawab Anya, suaranya tetap tenang meski pikirannya bertanya-tanya apa yang sebenarnya Evan pikirkan. 

Belum sempat percakapan itu selesai, pintu ruangan terbuka. Seorang wanita dengan penampilan mewah melangkah masuk, tanpa mengetuk atau meminta izin. 

"Sayang! Aku tadi lihat mobilmu di parkiran," ucap wanita itu dengan suara manja, senyumnya mengembang saat ia mendekati Evan. 

Anya menoleh, menatap wanita itu dengan sedikit bingung. Wanita itu melingkarkan tangannya di bahu Evan, seolah menunjukkan kepemilikannya. 

“Siapa dia?” tanyanya sambil melirik Anya dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

“Pegawai baru,” jawab Evan singkat, tatapannya tetap dingin. 

“Oh, begitu.” Wanita itu tersenyum tipis, lalu kembali menatap Evan. “Jangan lupa, kita ada janji makan siang. Jangan terlambat, ya.” 

Nada suaranya penuh dengan keakraban, dan satu kata yang ia ucapkan membuat dada Anya sedikit terasa sesak. 

‘Sayang.’

Kata yang menegaskan bahwa wanita itu memiliki hubungan spesial dengan Evan.

“Kalau tidak ada lagi, kamu bisa keluar sekarang,” ucap Evan kepada Anya.

Anya tersentak dari lamunan. Ia segera berdiri, mengangguk kecil, lalu berjalan keluar tanpa berkata apa-apa. 

Namun, saat pintu tertutup di belakangnya, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. 

Siapa wanita itu? Apa hubungannya dengan Evan? Dan kenapa semua ini terasa jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan? 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 5. Situasi rumit

    Anya berdiri di sudut ruangan, memerhatikan interaksi Evan dan wanita bernama Chintya itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Wanita cantik itu tampak lengket pada Evan dengan sikap penuh keakraban. Sesekali, ia tertawa kecil sambil merapikan dasi Evan dengan gaya posesif. Evan, seperti biasanya, tetap tenang dan dingin. Ia tidak menunjukkan perhatian berlebih pada Chintya, tetapi juga tidak menepis keintiman wanita itu. Hal ini membuat Anya semakin tidak nyaman. “Hari ini kau terlihat sangat tampan, Sayang,” ujar Chintya sambil tersenyum manis. “Apa kita benar-benar harus makan siang di restoran? Bagaimana kalau kita cari tempat yang lebih tenang? Hanya kita berdua.” Evan melirik Chintya dengan datar. “Ibu sudah mengatur semuanya. Kita tidak bisa membatalkannya.” Chintya tampak sedikit kesal, tetapi dengan cepat menyembunyikan ekspresinya. “Baiklah. Tapi kau harus janji menghabiskan lebih banyak waktu denganku setelah ini, ya.” Anya menunduk, pura-pura sibuk melihat dokumen

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-08
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 6. Permainan Evan

    Bab 6 Permainan Evan Pagi itu, Anya melangkah masuk ke kantor dengan langkah berat. Rasa penasaran dan gugup berbaur dalam pikirannya, membuatnya sulit fokus sejak semalam. Ia bahkan tidak bisa tidur nyenyak setelah menerima telepon dari Evan. Pria itu kembali hadir dalam hidupnya, dan, seperti biasa, membawa badai yang membuat hatinya tak karuan. “Tenang, Anya. Ini hanya pekerjaan,” bisiknya pada diri sendiri, mencoba meyakinkan diri. Namun, hatinya tahu bahwa ini lebih dari sekadar pekerjaan. Ada sesuatu yang menggantung di udara, sesuatu yang membuat Anya merasa terjebak. Ketika ia mengetuk pintu ruangan Evan, jantungnya berdetak kencang. “Masuk,” suara Evan terdengar dari dalam. Anya membuka pintu dan masuk perlahan. Ia mendapati Evan duduk di kursinya, seperti biasa, dengan ekspresi dingin yang sulit ditebak. “Selamat pagi, Pak,” sapa Anya, berusaha terdengar profesional meskipun hatinya kacau. Evan menatapnya tajam, tidak membalas sapaannya. Ia hanya memberikan isyarat d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 7. Privasi

    Bab 7 Anya duduk di meja kerjanya dengan wajah masam. Tumpukan berkas yang baru saja diletakkan Evan terasa seperti gunung yang mustahil didaki. Ia memandang dokumen-dokumen itu dengan perasaan campur aduk: marah, kesal, dan putus asa. "Dia benar-benar gila!" gerutunya pelan sambil menatap tumpukan itu. "Tidak berperikemanusiaan. Bagaimana bisa dia menyuruhku menyelesaikan semuanya dalam satu hari? Apa dia pikir aku robot?" Tangannya mulai membuka dokumen satu per satu, meskipun pikirannya penuh dengan sumpah serapah untuk pria yang kini berada di ruangannya. Anya tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana Evan selalu menemukan cara untuk membuatnya menderita. Sementara itu, di ruangan lain, Evan duduk dengan nyaman di kursinya. Matanya tertuju pada layar komputer di depannya, yang memperlihatkan aktivitas Anya melalui kamera pengawas. Ia melihat bagaimana wanita itu berkutat dengan berkas-berkasnya, bibirnya bergerak seolah-olah sedang mengumpat. Evan tersenyum kecil. "Dasar ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 8. Bos ku mantan kekasihku

    Bab 8 Anya merasa merinding ketika mengetahui kalau tempat itu begitu sepi, apalagi karena suasana malam membuatnya sedikit menyeramkan. "Kenapa tiba-tiba kudukku merasa merinding?" tanya Anya sambil mengedikkan bahunya. Sesaat kemudian, Anya mempercepat langkahnya, berlari mengejar Evan yang sudah meninggalkannya sendirian di lantai yang sunyi. “Evan, tunggu aku!” teriaknya dengan nada frustrasi, merasa tak punya pilihan selain mengikuti pria itu jika ingin segera keluar dari gedung. Evan tidak menoleh, hanya terus berjalan menuju lift. Langkahnya tetap, menunjukkan ketenangan yang membuat Anya semakin kesal. Ketika pintu lift hampir tertutup, Anya berhasil masuk tepat waktu, meski napasnya terengah-engah. “Kenapa kamu seperti ini, Evan? Kamu sengaja mempermainkanku, ya?” tanya Anya dengan nada penuh emosi. Evan hanya menatapnya dingin, tetapi ada sedikit kilatan emosi di matanya. Ia menekan tombol lift tanpa berkata apa-apa, membuat suasana di dalam lift terasa begitu tega

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-21
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 9. Gejolak Hati Evan

    Bab 9 Gejolak Hati EvanMalam itu, Evan berbaring di tempat tidurnya dengan pikiran yang tidak tenang. Wajah Anya terus terbayang di benaknya, terutama saat ia melihat Anya bersama pria yang menjemputnya di depan gedung kantor tadi malam. Ada sesuatu yang mengusik hati Evan—campuran antara rasa penasaran dan kecemburuan yang tak ia pahami sepenuhnya. “Siapa dia?” gumam Evan pada dirinya sendiri. “Apa dia suaminya? Tapi di data lamaran kerjanya, statusnya masih single.” Bayangan Anya tersenyum pada pria itu membuat dadanya terasa panas. Evan memutar kembali ingatannya ke beberapa minggu lalu, ketika ia secara tidak sengaja melihat Anya bersama seorang anak kecil di taman dekat kantornya. Anak itu berusia sekitar lima tahun, dengan rambut hitam legam dan wajah yang mengingatkannya pada seseorang yang sangat familiar. “Anya tidak punya adik lagi. Jadi, siapa anak itu?” pikir Evan. “Apa mungkin itu anaknya?” Evan mencoba mengabaikan pikirannya, tetapi rasa penasaran itu terlalu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 10. Rahasia yang Terungkap

    Bab 10Rahasia yang TerungkapPagi itu, suasana di kantor terasa lebih berat bagi Anya. Ia mulai merasakan bahwa kehadirannya di dekat Evan selalu membawa situasi canggung. Namun, pekerjaan tetap harus diselesaikan, dan ia tidak ingin menunjukkan bahwa dirinya terganggu. Sementara itu, di ruang kerja Evan, Chintya berdiri di depan meja pria itu. Mata Chintya memperhatikan gerak-gerik Evan yang sejak tadi sibuk mengetik di laptopnya, tetapi sesekali matanya melirik ke arah pintu, seolah menunggu seseorang masuk. "Kenapa kamu terus melihat pintu, Evan?" tanya Chintya dengan nada penasaran. Evan berhenti mengetik dan mengangkat bahunya. "Enggak, aku cuma memastikan tidak ada gangguan." Chintya memiringkan kepala, menatap Evan dengan curiga. "Kamu yakin? Aku rasa kamu menunggu seseorang." Evan menghela napas panjang, mencoba menghindari tatapan tajam Chintya. "Kamu terlalu berlebihan, Chintya. Aku cuma fokus bekerja." Namun, Chintya tidak mudah percaya. Ia tahu ada sesuatu yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   11

    Bab 11. keceplosan yang menimbulkan tanda tanya Chintya pulang dengan wajah masam. Langkahnya tergesa menuju ruang keluarga di mana Nyonya Rita sedang duduk santai, memperhatikan kuku jentiknya yang baru dihias. Tanpa banyak bicara, Chintya langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa sebelah ibunya. Rita melirik putrinya sejenak, lalu bertanya dengan nada santai, “Kamu kenapa, Nak? Kenapa pulang-pulang cemberut seperti itu?” Chintya mendesah panjang, lalu melipat kedua tangannya di dada. “Aku kesal, Ma.” Rita mengerutkan kening. “Kesal kenapa? Cerita dong, Sayang.” “Itu si Evan, Ma!” Chintya mulai bicara dengan nada penuh emosi. “Ternyata dia punya hubungan masa lalu dengan salah satu karyawannya. Kurang ajar kan, Ma?"Rita menghentikan kegiatannya memperhatikan kuku, lalu menatap Chintya dengan penuh perhatian. “Maksud kamu apa? Mantan pacarnya Evan kerja di perusahaan Evan?” Chintya mengangguk dengan ekspresi cemberut. “Iya, Ma. Bisa bayangkan nggak? Mantan pacarnya ada di sek

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 12

    Evan tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dia butuh jawaban kenapa Anya berubah padanya, sehingga Evan memutuskan untuk menemui Anya saat itu juga. Tidak peduli akan ia yang masih merasa lelah karena habis pulang kerja. “Aku harus mendatangi Anya ke rumahnya,” kata Evan penuh dengan tekat. Sedangkan Chintya tidak beranjak dari posisinya sedari tadi, dia masih duduk dan berbicara dengan Sarah mamanya Evan. “Ma, aku gak ngerti kenapa Evan selalu begini. Dia gak pernah peduli sama aku, apalagi pernikahan ini. Kita tinggal sebulan lagi, tapi dia bahkan gak mau ikut urus persiapannya. Apa dia benar-benar serius menikah denganku?” suara Chintya bergetar, antara marah dan putus asa. Sarah menghela napas panjang, menyesap teh hangatnya sebelum menatap Chintya dengan pandangan lembut. “Sayang, Evan itu cuma lagi banyak pikiran. Kamu tahu kan pekerjaannya berat? Dia pasti capek. Coba kamu lebih pengertian.” “Pengertian?” Chintya mendengus, melipat tangannya dengan kesal. “Aku sudah cukup pen

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26

Bab terbaru

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 96 - Cinta yang Diuji

    Bab 96 - Cinta yang DiujiNathan yang baru sampai rumah langsung menatap ibunya dengan mata yang penuh kemarahan. Hatinya terasa seperti terbakar oleh kata-kata Bu Rina yang seolah-olah menganggap Anya sebagai sampah yang tidak pantas berada dalam hidupnya.'Kamu dari mana saja, Nathan? Tadi Citra menunggumu cukup lama disini, Nathan," ujar Bu Rina tiba-tiba, tapi Nathan memilih untuk tidak menanggapinya. Ia justru berjalan berlalu menuju arah kamarnya membuat Bu Rina kebingungan dengan apa yang terjadi pada anaknya Nathan. "Nathan, kamu kenapa sih? Nathan," panggil Bu Rina. Karena tidak ada jawaban, membuat Bu Rina justru berjalan menghentikan langkah Nathan dan tiba-tiba membalikkan badan Nathan menatap ke arahnya. "Nathan, kamu berani mengabaikan ibu?" pertanyaan itu membuat Nathan tidak tahan lagi, sampai akhirnya Nathan berkata, "Bu, sebenarnya apa yang Ibu mau?" tanya Nathan dengan suara bergetar menahan emosi.Bu Rina menghela napas panjang, lalu menatap putranya dengan taja

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 95 – Api yang Kian Membesar

    Bab 95 – Api yang Kian MembesarAnya masih berdiri di ambang pintu, dadanya naik turun menahan emosi setelah Chintya pergi meninggalkan apartemennya. Pipinya masih terasa panas akibat tamparan tadi, tetapi lebih dari itu, kata-kata Chintya terus terngiang di kepalanya. *"Aku peringatkan, Anya! Berhenti berpura-pura menjadi korban! Jangan berani lagi mengganggu rumah tanggaku, atau aku pastikan hidupmu akan lebih menderita!"* Anya mengeratkan genggamannya. Ia tidak akan mundur. Ia tidak akan menyerah. Jika Chintya berpikir ancaman itu bisa menghentikannya, maka dia salah besar. Namun, jauh di dalam hatinya, ada ketakutan yang mulai tumbuh. Chintya bukan hanya wanita biasa—dia istri Evan, seseorang yang memiliki posisi kuat dalam hidupnya. Jika Chintya benar-benar berniat menghancurkannya, ia harus siap menghadapi konsekuensi besar. Saat pikirannya masih kacau, suara ketukan pintu kembali terdengar. Anya menghela napas panjang, berharap itu bukan Chintya yang kembali untuk melan

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 94 – Luka yang Belum Sembuh

    Bab 94 – Luka yang Belum SembuhNathan menghela napas panjang sambil menggenggam erat tangan Anya. Amarahnya belum reda setelah pertemuan dengan Evan. Matanya masih menyiratkan kemarahan yang tertahan.“Anya, kamu harus melawan. Jangan biarkan Evan memperlakukanmu seperti ini.”Anya terdiam. Kata-kata Nathan menggema di kepalanya, tapi ada perasaan lain yang berkecamuk di hatinya. Hatinya terluka bukan hanya karena Evan merendahkannya, tetapi juga karena ia masih belum bisa sepenuhnya membenci pria itu.“Aku hanya ingin Kenzo kembali padaku, Nathan,” suara Anya bergetar. “Aku tidak peduli dengan Evan, tidak peduli dengan masa lalu, aku hanya ingin anakku.”Nathan mengepalkan tangannya. “Kalau begitu, kita harus melawan. Kalau dia tidak mau mengembalikan Kenzo dengan cara baik-baik, kita akan menggunakan cara lain.”Anya menatap Nathan dengan keraguan. “Maksudmu?”Nathan tersenyum tipis, tapi ada ketegasan di matanya. “Kita bisa membawa masalah ini ke pengadilan, Anya. Kamu ibunya. Kam

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 93 – Pertemuan yang Menyakitkan

    Bab 93 – Pertemuan yang MenyakitkanEvan duduk di dalam mobil dengan jantung berdegup kencang. Ia menatap layar ponselnya sekali lagi, memastikan bahwa pesan dari Anya memang benar-benar ada. Ia masih tidak percaya bahwa Anya ingin bertemu dengannya. Rasa bahagia mengalir di hatinya, seolah-olah ada harapan baru yang muncul. Mungkinkah Anya sudah memaafkannya? Apakah ini kesempatan baginya untuk memperbaiki semuanya?Dengan semangat yang sedikit berlebihan, Evan menghidupkan mesin mobil dan segera menuju kafe tempat mereka berjanji bertemu. Sepanjang perjalanan, pikirannya terus membayangkan bagaimana pertemuan ini akan berjalan. Ia membayangkan Anya tersenyum padanya, mengatakan bahwa semua sudah berakhir dan mereka bisa kembali seperti dulu.Namun, begitu ia tiba di kafe dan melihat Anya turun dari mobil bersama Nathan, hatinya langsung mencelos. Senyumnya yang tadinya mengembang perlahan pudar. Evan mengepalkan tangannya di atas meja saat melihat bagaimana Nathan dengan santainya m

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 92 – Kecurigaan Chintya dan Amarah yang Memuncak.

    Bab 92 – Kecurigaan Chintya dan Amarah yang Memuncak.Pagi masih terasa dingin ketika Evan melangkah masuk ke rumah. Wajahnya tampak letih, pikirannya masih dipenuhi kejadian semalam—Anya yang marah, Nathan yang nyaris menghajarnya, dan perasaan bersalah yang semakin menekan dadanya. Namun, sebelum sempat menghela napas lega, suara Chintya yang tajam menyambutnya. "Dari mana saja kamu semalaman?" Evan menoleh dan menemukan Chintya berdiri di depan pintu ruang tamu dengan tangan bersedekap. Matanya menatap tajam, penuh dengan kemarahan yang ditahan. "Aku…" Evan berusaha mencari alasan yang masuk akal, tetapi kepalanya masih terlalu lelah untuk berpikir jernih. Chintya melangkah mendekat, ekspresinya semakin tegang. "Kamu pikir aku bodoh, Evan? Aku menunggumu semalaman, menghubungimu berkali-kali, tapi tidak ada jawaban. Lalu tiba-tiba kamu pulang pagi dengan wajah seperti itu?" Evan mengusap wajahnya. "Chintya, aku tidak ingin bertengkar sekarang." "Oh, kamu pikir aku akan

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 91 – Malam yang Penuh Penyesalan

    Bab 91 – Malam yang Penuh PenyesalanLangit malam tampak kelam, seolah ikut merasakan kehampaan di hati Anya. Ia berjalan tanpa arah di trotoar kota, membiarkan angin dingin menerpa wajahnya yang basah oleh air mata. Hidupnya terasa seperti kapal yang kehilangan arah, hanyut dalam ombak keputusasaan. Anya tidak punya siapa-siapa lagi. Ia kehilangan pekerjaan, kehilangan hak asuh Kenzo, dan bahkan kehilangan sahabatnya. Semua terasa begitu gelap dan tak ada cahaya harapan di ujungnya. Tanpa sadar, langkahnya membawanya ke depan sebuah klub malam. Lampu neon berkelap-kelip, musik menggelegar dari dalam, dan suara tawa orang-orang mabuk terdengar di sekitarnya. Tanpa berpikir panjang, Anya melangkah masuk. Di dalam klub, suasana begitu ramai dan bising. Anya berjalan menuju bar dan tanpa ragu memesan minuman keras. Ia ingin melupakan segalanya—rasa sakit, kehilangan, dan terutama Evan. Satu gelas... dua gelas... tiga gelas... Namun, bukannya menghilang, rasa sakit itu justru se

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 90 – Perang Hak Asuh

    Bab 90 – Perang Hak AsuhDi ruang makan rumah Evan, suasana tampak tegang. Saraswati duduk dengan anggun di kursinya, menyesap teh dengan ekspresi penuh perhitungan. Evan, yang duduk di seberangnya, terlihat lelah dan frustasi. Ia baru saja pulang dari kantor dan ingin istirahat, tetapi ibunya tiba-tiba memulai pembicaraan yang membuatnya semakin terbebani. “Kau sungguh bodoh, Evan,” suara Saraswati terdengar tajam. Evan menghela napas, meletakkan sendok di atas piring. “Apa lagi kali ini, Ma?” “Kau bilang tidak akan memperjuangkan hak asuh Kenzo. Kau benar-benar ingin menyerahkan anakmu begitu saja pada Anya?” Saraswati menatapnya dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Evan memijit pelipisnya. “Ma, sejak awal aku tidak ingin memperpanjang perkara ini. Kalau Anya ingin mengambil hak asuh Kenzo, biarkan saja. Itu memang haknya sebagai ibu.” Saraswati langsung menaruh cangkir tehnya dengan kasar di meja. “Kau benar-benar tidak berpikir panjang, Evan! Jangan jadi pria bodoh!”

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 89 – Luka di Antara Kita

    Bab 89 – Luka di Antara KitaDi rumah mewah milik Evan, Kenzo duduk di ruang keluarga dengan wajah murung. Tangannya memainkan mobil-mobilan kecil di atas meja, tetapi hatinya tidak berada di sana. Bocah kecil itu mendongak ke arah neneknya, Saraswati, yang sedang duduk di sofa sambil menikmati secangkir teh. "Nek," suara kecilnya memecah keheningan. Saraswati menoleh dengan senyum lembut. "Ada apa, sayang?" Kenzo menggigit bibirnya ragu-ragu, lalu akhirnya mengungkapkan apa yang ada di pikirannya. "Kapan aku bisa bertemu Mama? Aku sangat rindu Mama, Nek." Senyum di wajah Saraswati sedikit memudar, tapi ia segera menguasai dirinya. "Mama Anya sedang di luar kota, sayang. Dia sudah menghubungi kami, tapi katanya dia sibuk dan tidak bisa bertemu denganmu sekarang." Kenzo mengerutkan kening. "Benarkah?" Saraswati mengangguk mantap. "Ya, Nenek tidak mungkin berbohong padamu. Mama Anya bilang dia punya banyak urusan dan belum sempat menemui Kenzo. Kasihan ya, Nak." Mata Kenzo

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 88 – Cinta yang Diuji

    Bab 88 – Cinta yang Diuji Anya menutup pintu dengan kasar, seolah ingin menutup semua kenangan yang kembali berputar di kepalanya. Tapi bagaimana pun juga, suara Evan yang terus memanggil namanya masih bergema di benaknya. Sarah menatap putrinya dengan napas berat. "Apa kau benar-benar yakin dengan keputusanmu, Nak?" Anya menghela napas panjang, berusaha mengontrol emosinya. "Ibu, aku sudah cukup menderita karena Evan. Aku tidak mau jatuh ke lubang yang sama lagi." Sarah mengangguk pelan, tapi raut wajahnya tetap terlihat khawatir. "Aku hanya tidak ingin kau menyesal nanti, Anya. Karena dari cara Evan memandangmu tadi, aku bisa melihat bahwa dia benar-benar menginginkan kesempatan kedua." Anya tersenyum pahit. "Tapi kesempatan itu sudah hilang, Bu." Sementara itu, di luar rumah, Evan masih berdiri dengan tubuh yang kedinginan. Ia mengeratkan jaketnya yang sudah basah, menatap pintu rumah Anya dengan tatapan penuh tekad. **---** Keesokan harinya, kabar tentang Eva

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status