Home / Romansa / Bos Arogan Itu Ayah Anakku / Bab 4. Siapa wanita itu?

Share

Bab 4. Siapa wanita itu?

Author: Bulandari f
last update Last Updated: 2024-12-08 09:58:39

Anya tertegun. Apa ia tidak salah mendengar?

“Ma-maaf?” 

Evan mendengus. “Lupakan,” ujarnya dengan nada kesal yang kentara. 

Jarinya mengetuk perlahan meja kayu mahoni itu, irama yang tak konsisten seperti pikirannya yang kacau. Ekspresinya sulit ditebak, meski ada sesuatu yang membara di balik pandangannya.

Evan membaca setiap detail dokumen itu dengan hati-hati, tapi bukan karena ia peduli pada isi dokumen itu. Ada sesuatu yang jauh lebih besar yang mengusiknya. 

Anya menggigit bibir gelisah. Keheningan itu membuatnya tidak tenang. 

‘Seharusnya aku tidak menjatuhkan lamaran kerja ke sini,’ Anya menggerutu dalam hati. Kalau tahu perusahaan ini milik Evan, Anya tak akan melamar pekerjaan ke tempat ini.

Tapi apa boleh buat. Perusahaan ini terkenal dengan gajinya yang besar. Anya tak bisa hanya memikirkan diri sendiri. Bagaimanapun, ia harus mendapatkan pekerjaan ini demi anaknya, Kenzo.

Tiba-tiba, suara ketukan terdengar, memecah keheningan yang menyelimuti dua insan dengan pikiran berkecamuk itu. 

“Masuk,” ucap Evan. 

Raka, asistennya, masuk dengan sebuah tablet di tangan. “Oh, maaf, Pak, saya tidak tahu wawancaranya belum selesai,” kata pria itu. 

Evan hanya mengibaskan tangan, seolah tak keberatan. “Ada apa?” tanyanya. 

“Saya hanya ingin menyampaikan jadwal Anda hari ini. Bapak akan ada rapat dengan tim pemasaran pukul sebelas, lalu makan siang dengan Nona Chintya—”

“Cukup,” sela Evan sebelum sang asisten menyelesaikan ucapannya. Tatapannya beralih pada Anya yang sedari tadi hanya diam dan menyimak percakapan mereka. 

“Kamu boleh pulang!” katanya dengan nada dingin. 

“Y-ya?” tanya Anya bingung. “Tapi, Pak, saya belum—” 

Evan langsung berdiri dari kursinya dan menunjuk ke arah pintu. “Lamaranmu akan saya pertimbangkan. Sekarang, silakan keluar.” 

Rahang Anya mengeras. Hatinya terasa panas dengan pengusiran ini.

Tapi Anya berusaha menahan diri. Ia menundukkan kepala, lalu keluar dari ruangan dengan langkah tergesa. Berada di sini membuat kesabarannya benar-benar diuji!

“Benar-benar tidak punya hati!” gerutu Anya sambil berjalan meninggalkan kantor itu. “Dia bahkan tidak minta maaf sedikit pun.”

Di sisi lain, Evan tampak menghela napas. Ia meletakkan dokumen resume Anya ke meja. Wajahnya menunjukkan kelelahan, tapi bukan karena pekerjaan. 

“Anda baik-baik saja?” tanya Raka.

Evan hanya menghela napas. “Kencan buta lagi, ya?” tanyanya dengan nada datar, merujuk pada janji makan siang yang pasti diatur oleh ibunya.

“Iya, Pak. Nyonya Saraswati menekankan agar Anda hadir kali ini. Beliau mengatakan bahwa Anda sudah terlalu banyak menolak.” 

“Dia belum menyerah, ya?” gumam Evan sambil bersandar di kursinya. Ia mengusap wajahnya dengan kedua tangan, lalu melirik Raka. “Berapa lama ini akan berlangsung?” 

“Sekitar satu jam, Pak. Lokasinya di restoran hotel seperti biasa.” 

Evan mendengus pelan, seolah ingin protes, tapi ia hanya mengangguk pasrah. “Baiklah. Pastikan waktunya tidak lebih dari itu.” 

“Siap, Pak.” 

Sebelum Raka berbalik untuk keluar, Evan menambahkan, “Oh, satu hal lagi. Pelamar baru itu ... Anya Permata. Terima dia. Mulai bekerja besok.” 

Raka tertegun, sedikit bingung. “Baik, Pak. Tapi … apakah Anda yakin?” 

Evan mengangkat alis, memberi tatapan tajam. “Apa ada yang salah dengan keputusanku?” 

“Tidak, Pak,” jawab Raka cepat. Ia tidak berani bertanya lebih jauh. Dengan anggukan kecil, ia meninggalkan ruangan. 

Ketika pintu tertutup kembali, Evan memandangi dokumen Anya sekali lagi. Tatapannya sulit diartikan, seperti menyimpan campuran kemarahan dan sesuatu yang lebih dalam.

___

Pagi ini, Anya mematut dirinya di depan cermin. Ia mengenakan blus putih bersih dan rok hitam yang meskipun sederhana, ia terlihat rapi dan profesional. 

Namun, pikirannya terus dipenuhi dengan pertanyaan yang mengganggunya sejak kemarin. 

“Kenapa dia menerimaku?” gumamnya.

Bukankah Evan membencinya?

Anya mencoba mengabaikan rasa cemas yang merayap di dadanya. Lima tahun telah berlalu sejak ia terakhir kali bertemu Evan. Apa alasan pria itu kembali dan bahkan menerimanya sekalipun ia tak suka padanya? 

"Anya, jangan pikirkan itu," bisiknya pada diri sendiri. "Kamu butuh pekerjaan ini. Fokus saja pada tujuanmu. Ini bukan tentang dia." 

Ia meraih tasnya dan keluar dari kamar, melewati ruang tamu kecil tempat ibunya, Sarah, sedang melipat pakaian. 

“Berangkat sekarang?” tanya Sarah, menatap anak perempuannya dengan senyum lembut. 

Anya mengangguk. “Doakan aku, Bu. Semoga semuanya berjalan lancar.” 

“Pasti, Nak. Kamu kuat, Anya. Jangan biarkan siapa pun menjatuhkanmu,” ujar Sarah sambil menggenggam tangan putrinya dengan penuh kasih sayang. 

Anya tersenyum kecil, lalu bergegas pergi. 

Sesampainya di kantor, suasana terasa kaku sejak Anya memasuki ruangan pria itu. 

Evan duduk di kursinya, tangannya memegang pena yang ia putar-putar di antara jari-jarinya. Ketika Anya melangkah masuk, matanya hanya melirik sekilas, sebelum kembali fokus pada berkas di mejanya. 

“Selamat pagi, Pak,” sapa Anya dengan nada sopan. 

Evan mengangguk kecil, hampir tanpa ekspresi. “Duduk.” 

Anya menurut, duduk di kursi yang disediakan di depannya. Ia mencoba menjaga sikapnya tetap tenang, meskipun hatinya berdebar kencang. 

“Mulai hari ini, kamu akan ditempatkan di divisi pemasaran,” ucap Evan tanpa basa-basi. “Supervisor divisi tersebut akan memberikanmu laporan mingguan untuk dipelajari. Pastikan kamu memahami semua detailnya.” 

“Baik, Pak. Terima kasih atas kesempatannya,” jawab Anya, suaranya tetap tenang meski pikirannya bertanya-tanya apa yang sebenarnya Evan pikirkan. 

Belum sempat percakapan itu selesai, pintu ruangan terbuka. Seorang wanita dengan penampilan mewah melangkah masuk, tanpa mengetuk atau meminta izin. 

"Sayang! Aku tadi lihat mobilmu di parkiran," ucap wanita itu dengan suara manja, senyumnya mengembang saat ia mendekati Evan. 

Anya menoleh, menatap wanita itu dengan sedikit bingung. Wanita itu melingkarkan tangannya di bahu Evan, seolah menunjukkan kepemilikannya. 

“Siapa dia?” tanyanya sambil melirik Anya dari ujung kepala hingga ujung kaki. 

“Pegawai baru,” jawab Evan singkat, tatapannya tetap dingin. 

“Oh, begitu.” Wanita itu tersenyum tipis, lalu kembali menatap Evan. “Jangan lupa, kita ada janji makan siang. Jangan terlambat, ya.” 

Nada suaranya penuh dengan keakraban, dan satu kata yang ia ucapkan membuat dada Anya sedikit terasa sesak. 

‘Sayang.’

Kata yang menegaskan bahwa wanita itu memiliki hubungan spesial dengan Evan.

“Kalau tidak ada lagi, kamu bisa keluar sekarang,” ucap Evan kepada Anya.

Anya tersentak dari lamunan. Ia segera berdiri, mengangguk kecil, lalu berjalan keluar tanpa berkata apa-apa. 

Namun, saat pintu tertutup di belakangnya, pikirannya dipenuhi berbagai pertanyaan. 

Siapa wanita itu? Apa hubungannya dengan Evan? Dan kenapa semua ini terasa jauh lebih rumit dari yang ia bayangkan? 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 5. Situasi rumit

    Anya berdiri di sudut ruangan, memerhatikan interaksi Evan dan wanita bernama Chintya itu dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Wanita cantik itu tampak lengket pada Evan dengan sikap penuh keakraban. Sesekali, ia tertawa kecil sambil merapikan dasi Evan dengan gaya posesif. Evan, seperti biasanya, tetap tenang dan dingin. Ia tidak menunjukkan perhatian berlebih pada Chintya, tetapi juga tidak menepis keintiman wanita itu. Hal ini membuat Anya semakin tidak nyaman. “Hari ini kau terlihat sangat tampan, Sayang,” ujar Chintya sambil tersenyum manis. “Apa kita benar-benar harus makan siang di restoran? Bagaimana kalau kita cari tempat yang lebih tenang? Hanya kita berdua.” Evan melirik Chintya dengan datar. “Ibu sudah mengatur semuanya. Kita tidak bisa membatalkannya.” Chintya tampak sedikit kesal, tetapi dengan cepat menyembunyikan ekspresinya. “Baiklah. Tapi kau harus janji menghabiskan lebih banyak waktu denganku setelah ini, ya.” Anya menunduk, pura-pura sibuk melihat dokumen

    Last Updated : 2024-12-08
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 6. Permainan Evan

    Bab 6 Permainan Evan Pagi itu, Anya melangkah masuk ke kantor dengan langkah berat. Rasa penasaran dan gugup berbaur dalam pikirannya, membuatnya sulit fokus sejak semalam. Ia bahkan tidak bisa tidur nyenyak setelah menerima telepon dari Evan. Pria itu kembali hadir dalam hidupnya, dan, seperti biasa, membawa badai yang membuat hatinya tak karuan. “Tenang, Anya. Ini hanya pekerjaan,” bisiknya pada diri sendiri, mencoba meyakinkan diri. Namun, hatinya tahu bahwa ini lebih dari sekadar pekerjaan. Ada sesuatu yang menggantung di udara, sesuatu yang membuat Anya merasa terjebak. Ketika ia mengetuk pintu ruangan Evan, jantungnya berdetak kencang. “Masuk,” suara Evan terdengar dari dalam. Anya membuka pintu dan masuk perlahan. Ia mendapati Evan duduk di kursinya, seperti biasa, dengan ekspresi dingin yang sulit ditebak. “Selamat pagi, Pak,” sapa Anya, berusaha terdengar profesional meskipun hatinya kacau. Evan menatapnya tajam, tidak membalas sapaannya. Ia hanya memberikan isyarat d

    Last Updated : 2024-12-19
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 7. Privasi

    Bab 7 Anya duduk di meja kerjanya dengan wajah masam. Tumpukan berkas yang baru saja diletakkan Evan terasa seperti gunung yang mustahil didaki. Ia memandang dokumen-dokumen itu dengan perasaan campur aduk: marah, kesal, dan putus asa. "Dia benar-benar gila!" gerutunya pelan sambil menatap tumpukan itu. "Tidak berperikemanusiaan. Bagaimana bisa dia menyuruhku menyelesaikan semuanya dalam satu hari? Apa dia pikir aku robot?" Tangannya mulai membuka dokumen satu per satu, meskipun pikirannya penuh dengan sumpah serapah untuk pria yang kini berada di ruangannya. Anya tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana Evan selalu menemukan cara untuk membuatnya menderita. Sementara itu, di ruangan lain, Evan duduk dengan nyaman di kursinya. Matanya tertuju pada layar komputer di depannya, yang memperlihatkan aktivitas Anya melalui kamera pengawas. Ia melihat bagaimana wanita itu berkutat dengan berkas-berkasnya, bibirnya bergerak seolah-olah sedang mengumpat. Evan tersenyum kecil. "Dasar ke

    Last Updated : 2024-12-20
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 8. Bos ku mantan kekasihku

    Bab 8 Anya merasa merinding ketika mengetahui kalau tempat itu begitu sepi, apalagi karena suasana malam membuatnya sedikit menyeramkan. "Kenapa tiba-tiba kudukku merasa merinding?" tanya Anya sambil mengedikkan bahunya. Sesaat kemudian, Anya mempercepat langkahnya, berlari mengejar Evan yang sudah meninggalkannya sendirian di lantai yang sunyi. “Evan, tunggu aku!” teriaknya dengan nada frustrasi, merasa tak punya pilihan selain mengikuti pria itu jika ingin segera keluar dari gedung. Evan tidak menoleh, hanya terus berjalan menuju lift. Langkahnya tetap, menunjukkan ketenangan yang membuat Anya semakin kesal. Ketika pintu lift hampir tertutup, Anya berhasil masuk tepat waktu, meski napasnya terengah-engah. “Kenapa kamu seperti ini, Evan? Kamu sengaja mempermainkanku, ya?” tanya Anya dengan nada penuh emosi. Evan hanya menatapnya dingin, tetapi ada sedikit kilatan emosi di matanya. Ia menekan tombol lift tanpa berkata apa-apa, membuat suasana di dalam lift terasa begitu tega

    Last Updated : 2024-12-21
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 9. Gejolak Hati Evan

    Bab 9 Gejolak Hati EvanMalam itu, Evan berbaring di tempat tidurnya dengan pikiran yang tidak tenang. Wajah Anya terus terbayang di benaknya, terutama saat ia melihat Anya bersama pria yang menjemputnya di depan gedung kantor tadi malam. Ada sesuatu yang mengusik hati Evan—campuran antara rasa penasaran dan kecemburuan yang tak ia pahami sepenuhnya. “Siapa dia?” gumam Evan pada dirinya sendiri. “Apa dia suaminya? Tapi di data lamaran kerjanya, statusnya masih single.” Bayangan Anya tersenyum pada pria itu membuat dadanya terasa panas. Evan memutar kembali ingatannya ke beberapa minggu lalu, ketika ia secara tidak sengaja melihat Anya bersama seorang anak kecil di taman dekat kantornya. Anak itu berusia sekitar lima tahun, dengan rambut hitam legam dan wajah yang mengingatkannya pada seseorang yang sangat familiar. “Anya tidak punya adik lagi. Jadi, siapa anak itu?” pikir Evan. “Apa mungkin itu anaknya?” Evan mencoba mengabaikan pikirannya, tetapi rasa penasaran itu terlalu

    Last Updated : 2024-12-23
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 10. Rahasia yang Terungkap

    Bab 10Rahasia yang TerungkapPagi itu, suasana di kantor terasa lebih berat bagi Anya. Ia mulai merasakan bahwa kehadirannya di dekat Evan selalu membawa situasi canggung. Namun, pekerjaan tetap harus diselesaikan, dan ia tidak ingin menunjukkan bahwa dirinya terganggu. Sementara itu, di ruang kerja Evan, Chintya berdiri di depan meja pria itu. Mata Chintya memperhatikan gerak-gerik Evan yang sejak tadi sibuk mengetik di laptopnya, tetapi sesekali matanya melirik ke arah pintu, seolah menunggu seseorang masuk. "Kenapa kamu terus melihat pintu, Evan?" tanya Chintya dengan nada penasaran. Evan berhenti mengetik dan mengangkat bahunya. "Enggak, aku cuma memastikan tidak ada gangguan." Chintya memiringkan kepala, menatap Evan dengan curiga. "Kamu yakin? Aku rasa kamu menunggu seseorang." Evan menghela napas panjang, mencoba menghindari tatapan tajam Chintya. "Kamu terlalu berlebihan, Chintya. Aku cuma fokus bekerja." Namun, Chintya tidak mudah percaya. Ia tahu ada sesuatu yan

    Last Updated : 2024-12-24
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   11

    Bab 11. keceplosan yang menimbulkan tanda tanya Chintya pulang dengan wajah masam. Langkahnya tergesa menuju ruang keluarga di mana Nyonya Rita sedang duduk santai, memperhatikan kuku jentiknya yang baru dihias. Tanpa banyak bicara, Chintya langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa sebelah ibunya. Rita melirik putrinya sejenak, lalu bertanya dengan nada santai, “Kamu kenapa, Nak? Kenapa pulang-pulang cemberut seperti itu?” Chintya mendesah panjang, lalu melipat kedua tangannya di dada. “Aku kesal, Ma.” Rita mengerutkan kening. “Kesal kenapa? Cerita dong, Sayang.” “Itu si Evan, Ma!” Chintya mulai bicara dengan nada penuh emosi. “Ternyata dia punya hubungan masa lalu dengan salah satu karyawannya. Kurang ajar kan, Ma?"Rita menghentikan kegiatannya memperhatikan kuku, lalu menatap Chintya dengan penuh perhatian. “Maksud kamu apa? Mantan pacarnya Evan kerja di perusahaan Evan?” Chintya mengangguk dengan ekspresi cemberut. “Iya, Ma. Bisa bayangkan nggak? Mantan pacarnya ada di sek

    Last Updated : 2024-12-25
  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 12

    Evan tidak bisa menunggu lebih lama lagi, dia butuh jawaban kenapa Anya berubah padanya, sehingga Evan memutuskan untuk menemui Anya saat itu juga. Tidak peduli akan ia yang masih merasa lelah karena habis pulang kerja. “Aku harus mendatangi Anya ke rumahnya,” kata Evan penuh dengan tekat. Sedangkan Chintya tidak beranjak dari posisinya sedari tadi, dia masih duduk dan berbicara dengan Sarah mamanya Evan. “Ma, aku gak ngerti kenapa Evan selalu begini. Dia gak pernah peduli sama aku, apalagi pernikahan ini. Kita tinggal sebulan lagi, tapi dia bahkan gak mau ikut urus persiapannya. Apa dia benar-benar serius menikah denganku?” suara Chintya bergetar, antara marah dan putus asa. Sarah menghela napas panjang, menyesap teh hangatnya sebelum menatap Chintya dengan pandangan lembut. “Sayang, Evan itu cuma lagi banyak pikiran. Kamu tahu kan pekerjaannya berat? Dia pasti capek. Coba kamu lebih pengertian.” “Pengertian?” Chintya mendengus, melipat tangannya dengan kesal. “Aku sudah cukup pen

    Last Updated : 2024-12-26

Latest chapter

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 115. Nenek sihir

    Bab 115Pagi itu, suasana di rumah Nathan masih terasa panas setelah keributan dengan mama Nathan. Anya memilih diam, menahan semua rasa sakit dan kehinaan yang terus dilemparkan padanya. Ia tahu, tidak ada gunanya berdebat dengan wanita yang dari awal tak pernah menerimanya dan Kenzo.Nathan sudah bersiap-siap untuk berangkat kerja. Ia mengenakan kemeja putih dan celana panjang hitam, wajahnya masih terlihat lelah dan kusut setelah pertengkaran tadi. Namun begitu menatap Anya yang duduk memeluk Kenzo di sofa ruang tamu, Nathan menghampirinya.“Sayang…” Nathan memanggil lembut.Anya menoleh, memaksakan senyum tipis. "Iya?"Nathan jongkok di hadapan Anya, meraih tangannya. “Aku harus pergi kerja sekarang. Aku tinggal kamu dengan Kenzo di sini, apa tidak apa, sayang? Dan tolong... jangan tanggapi apapun yang Mama katakan. Aku nggak mau kamu makin terluka.”Anya mengangguk pelan. "Aku ngerti, Nathan..."Namun sebelum Nathan benar-benar berdiri, Anya mengeratkan genggaman tangannya. "Na

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 114

    Bab 114Malam mulai larut. Di kamar yang cukup luas namun terasa asing, Anya duduk di sisi ranjang dengan tubuh kaku. Kenzo sudah tertidur di kamar sebelah setelah Nathan menidurkannya dengan penuh kasih sayang. Nathan kembali ke kamar dan menutup pintu perlahan. Lampu kamar redup. Anya tahu, malam ini mereka resmi menjadi suami istri — setidaknya di mata hukum dan masyarakat. Tapi hatinya belum bisa sepenuhnya menerima kenyataan itu.Nathan duduk di sebelah Anya, lalu memegang tangan istrinya yang dingin. “Kamu kelihatan tegang, Anya.”Anya menoleh pelan dan tersenyum tipis. “Maaf, aku cuma... belum terbiasa.”Nathan mengangguk mengerti. “Aku ngerti kok. Kamu nggak perlu memaksakan diri.”Anya menghela napas. “Aku tahu kamu suamiku sekarang, dan aku juga tahu aku harus jadi istri yang baik. Tapi... untuk yang satu itu, aku belum siap, Nathan. Bukan karena aku nggak percaya kamu, tapi... hatiku belum sepenuhnya pulih.”Nathan memandang wajah Anya dengan tenang. Ia mengusap pipi wanita

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 113

    Bab 113Evan pulang sebagai sosok yang kalah perang, sampai ia lesu dan tidak begitu bersemangat. sampai Chintya yang sedang bermain dengan ponselnya berdiri dan menghampiri Evan yang sedang membuka jas kerjanya. "Kamu kenapa, Evan? Apa terjadi sesuatu lagi pada mama?"Mata Evan langsung tidak suka dengan ucapan Chintya, yang seperti ingin terjadi sesuatu pada Saraswati, mamanya Evan. "Lah, kamu kok natap aku kayak gitu, Evan? Aku kan hanya sedang bertanya. Apa terjadi sesuatu lagi dengan mamamu, Evan?" Chintya mengulangi ucapannya, membuat Evan menepis badan Chintya dari hadapannya. Evan seperti malas melakukan perdebatan dengan Chintya, karena itu hanya akan menambah masalahnya saja. Alhasil Evan memutuskan untuk mengacuhkan Chintya. Sekalipun Evan tidak suka dengan ucapan Chintya. "Evan, Evan. Kamu kenapa sih?"Chintya mengejar Evan sampai ke dalam kamar. "Van, kamu kenapa?"Dengan bola mata melotot Evan berkata, "Bukan urusanmu!"Chintya jadi kesal, sebab Evan tidak menghargai

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 112.

    Bab 112Pagi itu, matahari seakan enggan bersinar. Langit mendung, seolah ikut merasakan beban di hati Evan. Dengan langkah berat, ia turun dari mobil yang diparkir di depan sebuah gedung megah — tempat pernikahan Anya dan Nathan digelar. Suasana di luar tampak meriah, karangan bunga berjejer, para tamu berdatangan dengan wajah bahagia. Tapi semua itu seperti kabut abu-abu bagi Evan.Roy yang berdiri di sampingnya melirik cemas. “Lo yakin mau masuk, Van?”Evan mengangguk pelan. “Gue harus lihat sendiri… harus pastiin kalau ini bukan kemauan dia.”Mereka melangkah masuk ke dalam gedung. Iringan musik pelaminan terdengar sendu di telinga Evan, seperti menertawakan luka di hatinya. Pandangannya menyapu ruangan, mencari sosok yang selama ini memenuhi pikirannya.Dan di sanalah Anya.Berdiri di pelaminan, mengenakan kebaya putih yang indah… tapi wajahnya pucat, tatapannya kosong. Senyum yang seharusnya merekah di hari bahagia itu justru dipaksakan. Di sampingnya, Nathan tampak begitu perca

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab 111. Kemarahan Evan

    Bab 111 Angin malam yang berembus dari celah jendela rumah sakit membawa aroma antiseptik yang menyengat. Lampu-lampu redup di koridor membuat suasana semakin mencekam. Evan berdiri di depan ruangan ICU, menatap kosong ke arah ibunya yang terbaring lemah di balik kaca bening. Tubuh Saraswati dikelilingi alat medis, suara detak monitor jantung terdengar stabil, tapi wajah wanita itu tampak pucat, jauh dari sosok kuat dan angkuh yang selama ini ia kenal. Evan menghela napas berat. Setiap embusan napasnya terasa seperti beban, seolah ada batu besar yang menindih dadanya. Pikirannya kusut. Anya. Mamanya. Chintya. Reza. Nama-nama itu berputar dalam kepalanya bagai badai, memporak-porandakan ketenangannya yang tinggal serpihan. Roy duduk di kursi tunggu, memperhatikan Evan yang seperti kehilangan arah. "Van," panggilnya pelan, "kamu harus kuat, bro. Kita belum selesai di sini." Evan menoleh, mata merahnya menyiratkan kemarahan yang ditahan. "Gue gak habis pikir, Roy. Kenapa hidup gue kay

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 110

    Bab 110"Saat-saat seperti ini kamu masih memikirkan wanita itu, Evan?'Saraswati yang mengalami stroke ringan menatap kasar ke Evan, dengan ucapannya yang juga terbata-bata dan tidak sejelas kemarin. "Ma, apa salah Anya? Kenapa kamu begitu membencinya, Ma."Saraswati ingin mengatakan kalau Anya tidak sepadan dengan keluarga mereka, tapi entah kenapa rasa sakit yang ia rasa semakin parah. Sampai ia merintih kesakitan, dan melihat hal itu Evan segera berlari untuk memanggil dokter. "Ma, Mama kenapa, Ma?" tanya Evan yang merasa kuatir, dilanjutkan dengan Evan yang berteriak memanggil sang dokter. "Dokter, tolong mama ku, Dok!"Seorang dokter berlari, disusul dengan kedatangan Roy yang tadi permisi keluar. "Ada apa ini, Evan? Apa yang terjadi pada Tante?""Aku dan mama tadi sempat selisih paham, Roy. Dan sekarang Mama kejang-kejang. Aku takut mama kenapa-kenapa, Roy.""Kenapa kamu lakukan itu, Evan? Kamu tahu kalau mamamu dalam keadaan kritis. Kamu malah membebani nya dengan pikiran E

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   Bab 109. Darah yang Sama, Luka yang Sama

    Bab 109. Darah yang Sama, Luka yang SamaSaraswati masih terisak, air matanya mengalir deras. Evan memegang tangan ibunya erat-erat, dadanya sesak menunggu jawaban. Ruangan rumah sakit itu terasa lebih pengap dari biasanya. Hujan di luar belum juga reda, seolah ikut menangisi semua luka yang terbongkar malam itu.“Ma… katakan… apa benar?” suara Evan bergetar, matanya merah.Saraswati mencoba berbicara, namun suaranya masih lemah. “Maafkan Mama… Nak…”Roy berdiri di sisi Evan, ikut menahan emosi. “Bu Saraswati… kami butuh kejelasan.”Saraswati menarik napas panjang, berusaha mengumpulkan tenaga. “Iya, Evan… Reza… dia ayah kandungmu.”Deg.Kalimat itu seakan menjatuhkan bom di hati Evan. Tangannya gemetar, seolah tidak mampu menopang beban rahasia itu.“Kenapa… Ma? Kenapa selama ini Mama bohong sama aku?”Saraswati menatap Evan dengan tatapan sayu. “Mama… terpaksa, Nak… saat itu Mama nggak punya pilihan. Mama hamil kamu… tapi Rendra… suami Mama, nggak tahu. Waktu itu Reza… dia kasar, di

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab. 108. Kamu anakku, Evan

    Bab 108. Kamu anakku, Evan Beberapa hari berlalu, Saraswati masih belum sadarkan diri. Evan hampir tak pernah beranjak dari samping ranjang ibunya. Wajahnya kusut, matanya merah karena kurang tidur. Roy masih setia menemani, meski suasana di antara mereka sering diwarnai diam. Suatu malam, saat hujan deras mengguyur kota, seorang perawat datang menghampiri Evan. “Maaf, Pak Evan… ada seorang pria yang ingin bertemu. Katanya penting.” Evan mengernyit. “Siapa?” “Beliau menolak menyebutkan nama… tapi memaksa, katanya ini soal masa lalu Ibu Saraswati.” Evan saling pandang dengan Roy. “Suruh masuk.” Tak lama, seorang pria berusia sekitar 50-an dengan wajah asing, mata tajam, dan senyum licik masuk ke ruangan. Tubuhnya tegap, meski keriput sudah mulai terlihat di wajahnya. “Evan… akhirnya kita ketemu juga.” “Siapa lo?” bentak Evan, langsung berdiri. Pria itu menoleh sebentar ke Saraswati yang terbaring lemah. “Aku... orang yang pernah sangat dekat sama ibumu. Bahkan… lebih dari yan

  • Bos Arogan Itu Ayah Anakku   bab

    Bab 107 Di rumah Evan, suasana begitu mencekam. Saraswati baru saja tiba dari perjalanan singkatnya, wajahnya masih penuh amarah dan kecewa. Evan yang sejak tadi duduk di ruang tamu langsung berdiri saat melihat ibunya datang. "Mama... kenapa nggak langsung ke bandara? Kan besok malam Mama harus berangkat!" ujar Evan, berusaha menahan nada suaranya. Saraswati menatap Evan dengan sorot tajam. "Kamu pikir Mama ini pengecut kayak yang kamu kira? Mama nggak akan pergi dari sini cuma karena kamu takut sama Nathan atau Anya itu!" Evan mengepalkan tangannya. "Mama, ini demi keselamatan Mama! Situasi sekarang kacau! Dan Mama harus tahu diri, selama ini Mama sudah hancurin hidup orang, bahkan nyakitin Anya!" "Anya! Anya! Anya! Dari dulu yang kamu bela cuma perempuan itu! Kamu lupa siapa yang besarin kamu, Evan?! Kamu tega ngomong kayak gitu ke Mama kamu sendiri?!" bentak Saraswati, suaranya meninggi. "Karena Mama keterlaluan! Mama maksa Nathan buat jauhin Anya, bikin dia tersiksa… M

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status