Flashback: Tiga Tahun Lalu di Sekolah Tiga tahun yang lalu, suasana sekolah favorit di Bandung selalu terasa penuh antusiasme, terutama di pagi hari. Para siswa berdatangan dengan semangat, dan sekolah ini dikenal dengan murid-muridnya yang berprestasi dan dari kalangan terpandang. Di antara mereka, ada satu sosok yang selalu menjadi pusat perhatian: Kim Daehan. Siswa kelas 12 ini bukan hanya dikenal karena wajah tampannya yang khas oriental, tetapi juga karena gaya hidupnya yang penuh kemewahan dan sikapnya yang arogan. Luna baru saja diterima di sekolah tersebut dengan beasiswa karena kecerdasannya yang luar biasa. Ia meraih peringkat tertinggi di ujian masuk, yang mengantarkannya masuk ke sekolah ini, meski berasal dari keluarga sederhana. Namun, di balik kecemerlangannya, Luna adalah sosok yang pemalu dan lebih suka menjauh dari keramaian. Pagi itu, Luna berjalan tergesa-gesa di lorong sekolah, tangannya memegang minuman dingin yang baru saja ia beli di kantin. Kepalanya sed
Di rumah sederhana keluarga Luna, suasana terasa tegang. Arya, ayah Luna, duduk di kursi tua dengan wajah penuh kekhawatiran. Luna yang melihat Ayahnya yang baru pulang kerja melihat ekspresi ayahnya dan merasa ada sesuatu yang tidak beres. Luna bertanya. "Ayah, ada apa? Wajah Ayah terlihat pucat." Arya menghela napas panjang. "Luna, ada sesuatu yang harus Ayah sampaikan padamu." Luna duduk di samping ayahnya. "Apa itu, Ayah? Katakan saja." "Hutang Ayah... ternyata mencapai 135 juta rupiah. Ayah tidak tahu bagaimana cara melunasinya."Arya menundukkan kepalanya. Luna: Terkejut. "135 juta? Bagaimana bisa sebanyak itu, Ayah?" Arya: "Bunga pinjaman online itu sangat tinggi. Ayah tidak menyangka akan seburuk ini." Luna: Menunduk, berpikir keras. "Ayah, jangan khawatir. Aku akan mencari cara untuk membantu melunasi hutang itu." Arya: "Tapi bagaimana caranya, Luna? Gajimu belum cukup untuk itu." Luna menatap nanar."Aku akan mencari solusi, Ayah. Percayalah padaku." Sete
Luna duduk di meja kerjanya di sudut ruangan kantor, memandang layar laptop dengan fokus. Sebagai salah satu karyawan tim desain di perusahaan Daehan, ia bekerja keras dan menjalankan tugasnya dengan profesional. Tidak ada seorang pun di kantor yang tahu bahwa Luna adalah istri sah Daehan. "Hei ,Luna tolong belikan aku kopi ya caramel machiatto "ucap seorang senior di tim desain tersebut. "Baik ka, aku belikan."Luna pergi ke kantin . Pernikahan mereka memang dirahasiakan, Daehan menginginkan semua tetap tertutup, sementara Luna pun tidak berani membocorkan kesepakatan pernikahan kontrak mereka. Hanya enam bulan yang perlu ia jalani, setelah itu mereka akan berpisah, dan ia bisa melanjutkan hidupnya. Namun, meskipun mereka sudah menikah, kehidupan Luna di kantor tidak berubah. Dia diperlakukan seperti karyawan biasa, bahkan sering diremehkan oleh beberapa rekan kerjanya. "Luna ... tolong kau buat laporan ini ya sore ini harus selesai." "Baik bu "Luna menganggukkan kepala
Pagi itu di kantor Daehan terasa seperti pagi yang biasa bagi Luna. Ia berjalan keluar dari kedai kopi favoritnya, membawa secangkir kopi untuk kepala timnya, lalu kembali ke kantor. Sebagai karyawan di tim desain, Luna selalu berusaha untuk bersikap profesional meskipun sering diremehkan oleh rekan-rekan kerjanya. Hari ini pun, Luna menjalani rutinitasnya dengan tenang. Sesampainya di kantor, suasana terasa sedikit berbeda. Ada kegaduhan kecil di area resepsionis, dan beberapa rekan kerjanya tampak berbisik-bisik sambil melirik ke arah pintu masuk utama. Luna hanya mengernyit, tidak terlalu mempedulikannya dan melanjutkan langkah menuju ruang kepala timnya. Tapi sebelum dia sampai ke sana, langkahnya terhenti saat mendengar suara langkah sepatu hak tinggi yang tajam, menghentak lantai marmer kantor. Sebuah aura keanggunan dan pesona segera memenuhi ruangan. Seorang wanita cantik dengan penampilan menawan masuk ke kantor dengan penuh percaya diri. Rambut panjangnya tergerai indah,
Pagi itu, Luna memasuki kantor Daehan dengan perasaan yang campur aduk. Keberaniannya sudah terkumpul selama berminggu-minggu, dan hari ini adalah saatnya ia berbicara. Selama beberapa bulan terakhir, hubungan mereka hanya dipenuhi ketegangan, cemoohan, dan luka yang terus membekas. "Sepertinya aku sudah tidak tahan lagi, aku harus pergi." Daehan selalu berkata kasar, menyudutkan Luna dengan komentar-komentar yang menyakitkan, dan memperlakukannya seolah-olah Luna hanya masalah kecil yang perlu segera dihilangkan. Tapi Luna sudah cukup. Dia tidak bisa terus hidup dalam pernikahan kontrak ini yang semakin hari hanya membuatnya merasa terjebak. Ketika pintu ruangan terbuka, Daehan sedang sibuk membaca dokumen di mejanya. Luna melangkah masuk, menutup pintu dengan pelan dan menghela napas panjang sebelum akhirnya berbicara, “Pak Daehan, aku ingin kita berpisah. Daehan mendongak, sejenak terkejut melihat Luna berdiri di depannya dengan ekspresi serius. Dahinya berkerut dan nada sua
Malam itu, Daehan duduk di sofa apartemen Ryuka, mencoba menikmati malam yang seharusnya dipenuhi dengan keintiman dan gairah. Ryuka, model internasional dengan kecantikan luar biasa, tampak begitu memikat. Dengan gaun seksi yang memperlihatkan keindahan tubuhnya, Ryuka mengelilingi Daehan, tersenyum lembut saat dia mendekat. “Sudah lama kita tidak bertemu,” bisiknya manja, jemarinya melingkari leher Daehan, menariknya lebih dekat. Daehan tersenyum, mencoba untuk merespons, tapi hatinya terasa hampa. Ia memandang Ryuka, yang selama ini menjadi sosok yang ia cintai, namun malam ini ada sesuatu yang berbeda. Sentuhannya, suaranya, bahkan senyumnya yang dulu begitu ia rindukan, kini terasa seolah jauh."Ya, aku juga sangat merindukanmu Ryuka." Daehan dengan ekpresi datarnya. Ryuka melanjutkan pembicaraan dengan nada yang penuh godaan, “Kau pasti merindukan momen-momen seperti ini, bukan?” Dia mendekat, mencium bibir Daehan dengan penuh gairah, tapi di balik semua itu, Daehan merasa pik
"Luna !"pekik seorang manajer kepada Luna .Luna langsung berdiri. "Iya, saya bu."ujar Luna . Kemudian Luna berdiri dari kursinya. "Kamu lihat siapa yang datang kan ? kenapa kamu tidak menyapanya?" Susan dengan suara yang tinggi. "Selamat pagi pak."Luna menyapa Daehan kemudian kembali bekerja. Daehan hanya menatap Luna dingin. Setelah masuk jam makan siang Luna bergegas karena sudah menyelesaikan pekerjaannya . Luna minta izin untuk pulang siang karena ada hal yang yang sangat penting. "Permisi bu, saya mau minta izin, saya harus ... menemui ayah saya ini sangat penting." "Hoo, setelah tadi pagi kamu bersikap angkuh sekarang mau mangkir kerja?"ujar Susan . "Bukan begitu bu ini hari yang penting untuk Ayah saya."lirih Luna. "Baik kalau kamu berani silahkan minta izin langsung pada Pak Daehan jika dia mengizinkan maka kamu saya izinkan pulang awal jika tidak maka kamu harus pulang sore."ujar Susan. "Baik bu."Luna bergegas ke ruangan Daehan. Ternyata ada Ryuka di ruang
Pagi itu di rumah Daehan, Luna bangun lebih awal seperti biasa. Meski suasana rumah selalu dingin karena sikap dingin Daehan, Luna tetap menjalani rutinitasnya dengan penuh tanggung jawab. Setelah menyelesaikan shalat Subuh, Luna berpakaian rapi untuk bekerja. Dia mengenakan blus putih sederhana dan rok panjang yang dipadukan dengan hijab berwarna krem. Meski hatinya sering kali terasa berat, Luna tetap berusaha tenang, terutama dalam menghadapi tiga bulan tersisa dari pernikahan kontrak ini. Luna juga sudah menyiapkan pakaian kerja Daehan dengan hati-hati dan menata meja sarapan. Tidak ada sapaan hangat di antara mereka, hanya hening yang selalu mengisi ruang di rumah itu. Daehan yang biasanya cuek, sarapan cepat tanpa banyak bicara, lalu pergi begitu saja. Sementara itu, Luna hanya menunduk, berusaha tidak terlalu terpengaruh oleh sikap suaminya yang kerap sinis dan dingin. Baginya, yang terpenting adalah bertahan sampai kontrak selesai. Setelah memastikan semuanya siap, Luna