Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut

Syair Singgasana 1 : Prahara Di Balik Kabut

last updateLast Updated : 2022-12-09
By:  Ryandhika RahmanCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
6 ratings. 6 reviews
113Chapters
13.8Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Seorang pencopet remaja secara tak sengaja terlibat dalam skandal menghilangnya pusaka purbakala yang menjadi rebutan. Keterlibatannya sekaligus membuka tabir gelap besar tentang peradaban tersembunyi di balik kabut, tentang kekejian, kelicikan, pertaruhan, perjuangan, cinta, kesetiaan, dan perang. Sebuah novel yang tak akan bercerita tentang kepahlawanan, melainkan sebuah cerita tentang sifat-sifat manusia. Keserakahan, kemunafikan, penghianatan, ambisi, dan keyakinan hati. Tipu daya dan cinta berbaur pada tajamnya pedang dan dinginnya hati. Ini adalah novel tentang sebuah syair paling kejam dalam sejarah umat manusia, syair singgasana.

View More

Chapter 1

1. PERTEMUAN PENTING

Kota itu tampak lebih bising dari biasanya. Para lelaki dewasa dan pemuda-pemuda hilir-mudik dengan bergesa-gesa. Sedangkan para perempuannya menampakkan wajah cemas dan tegang.

Burung-burung yang biasanya betah bermain lama-lama di jalan-jalan tanah kering kota itu seperti enggan untuk sekedar menancapkan kuku-kuku kakinya di permukaan tanah. Mereka lebih memilih hinggap di pohon-pohon atau tempat yang tinggi sambil mengawasi keadaan kota dari sana.

Tidak jauh dari dermaga pantai di pusat kota, sebuah komplek istana besar yang angkuh berdiri dengan tenang seolah tak peduli dengan aktivitas yang terjadi di dekatnya. Ratusan Pria berseragam keprajuritan berdiri di setiap sudut komplek itu, sudut yang dianggap penting dan perlu untuk dijaga. Semuanya tampak menyeramkan dan tak berpikir panjang untuk bertindak tegas pada siapa saja yang dianggap mengganggu kenyamanan komplek istana itu.

Komplek istana itu tepatnya mempunyai beberapa bangunan. Bangunan utamanya adalah ruangan besar yang lantainya beralas kayu ulin berwarna cokelat pekat yang kokoh. Ada puluhan kursi empuk yang bersusun dengan rapi di sisi-sisi ruangan itu. Terlihat santai namun anggun. Dinding bangunan itu juga terbuat dari kayu ulin kokoh berbalut kain-kain sutra halus berwarna biru laut yang disebar begitu teliti sehingga tak terkesan sedikit pun kalau kain-kain itu merupakan tempelan semata. Atapnya begitu tinggi dengan tujuh tiang penyangga yang begitu kekar dan kokoh. Bergantung lentera-lentera cantik yang cahayanya seperti menembus dinding kokoh bangunan itu, lentera yang begitu indah bagaikan batu pualam yang disepuh dengan intan paling mahal di dunia.

Namun ruangan itu tak hanya berisi benda-benda indah, ada puluhan pria dan wanita yang duduk menempati kursi-kursi di ruangan itu. Mereka semua mengenakan pakaian yang rapi dan bersih. Begitu gagah dan berwibawa para lelakinya, sedangkan perempuan-perempuannya terlihat sangat anggun dan terhormat.

Ada tiga kursi utama yang tampak khusus di ruangan itu. Satu di antaranya berukuran lebih besar dan lebih mewah dari semua kursi yang lain. Tampak seperti singgasana yang memancarkan keagungan. Sedangkan dua kursi yang berada di samping kiri-kanannya berukuran lebih kecil dari satu kursi utama itu, tapi lebih besar dari kursi lainnya.

Kursi yang lebih besar dari kursi lain itu ditempati oleh seorang wanita berusia 24 tahun. Wajahnya sangat bercahaya, putih bersih, kedua bola matanya sangat indah bagaikan sepasang mutiara cerah berwarna cokelat berkilau. Alisnya seperti lukisan liukan sungai yang berwarna gelap namun mempesona. Rambutnya yang lebih panjang dari bahu tergerai lemah seperti medan magnet yang kuat untuk memaksa setiap makhluk untuk membelainya.

Wanita itu seperti hadirin lainnya, juga mengenakan pakaian indah yang menggambarkan kemewahan. Namun pakaiannya tampak lebih berkilau dari yang lainnya, dengan mahkota berwarna perak yang membalut halus kepalanya. Di samping kiri dan kanannya, duduk dengan berwibawa, seorang lelaki paruh baya dan seorang perempuan yang telah beruban, yang juga mengenakan pakaian mewah khas bangsawan.

Seorang pria yang kira-kira berusia tak kurang dari 50 tahun tampak memandang wanita yang berada di kursi besar itu.

“Berarti benar, Paduka Ratu, mereka semakin mendekati garis perbatasan untuk mengawasi kita,” kata pria itu dengan santun.

“Kita harus menyelamatkannya, Paduka,” suara dari arah lain ikut berkomentar.

Wanita berusia 24 tahun yang dipanggil Ratu itu menghela nafas pendek, “Bagaimana pendapatmu, Paman?”

Seorang pria berambut klimis sangat pendek dan bercambang tipis yang duduk tak jauh dari tempat duduk Sang Ratu mengangguk hormat, “Seperti yang telah Ratu katakan tadi, kita tak mungkin meladeni pasukan mereka untuk bertempur saat ini. Bukan meremehkan kekuatan pasukan kita sendiri, tapi memang pasukan lawan benar-benar tangguh, dan sulit bagi kita untuk menang. Selain itu peperangan hanya akan merugikan rakyat. Tak ada jalan lain selain menyelamatkannya, tapi menyembunyikannya di suatu tempat yang masih mampu dijangkau tentu bukan pilihan yang bijak.”

“Maksud Paman Patih?” Sang Ratu meminta saran.

“Membawanya jauh dari wilayah ini, sampai mereka tak mampu menemukannya”

Pria setengah baya yang duduk di salah satu kursi utama tempat itu angkat bicara, “Putriku, bolehkah aku memberi sedikit saran?”

“Tentu saja, Ayah.”

“Patihmu benar, nak. Kita harus membawanya ke tempat yang jauh dari wilayah ini. tapi kita perlu mendengar saran dari seseorang untuk hal ini”

Sang Ratu terdiam sejenak, penuh kekalutan.

“Aku mengerti maksud ayah,” putus Sang Ratu akhirnya, dengan nada berat. “Tidak ada waktu lagi, sebelum mereka habis kesabaran. Temui Ampu Estungkara”

Ayunda lantas menyelesaikan rapat itu dengan perintah untuk mengawasi perbatasan lebih ketat lagi kepada para kepala prajuritnya sebelum ia beranjak dan membubarka pertemuan penting tersebut.

Ratu Ayunda masuk ke kamarnya. Duduk di tepi tempat tidurnya yang bernuansa biru laut. Terdiam sejenak memandangi lekat-lekat kamar tidurnya itu, hampir seluruh ornamen kamarnya berwarna biru laut. Tirai jendela, alas tempat tidur, atap-atap, dan lemari anggun yang menyimpan berbagai macam pakaian kebesarannya sebagai seorang kepala negara. Praktis hanya karpet yang berwarna merah marun, dan dinding kayu ulin berwarna cokelat khas kayu alami.

Dua tahun lalu ia diangkat sebagai kepala negara termuda sepanjang sejarah kerajaan Danta dan ratu pertama di kerajaan itu. Suatu perjudian besar raja saat menunjuk putrinya untuk menggantikannya. Bukan karena tak ada keturunan lagi yang laki-laki, bukan itu. Ia punya dua kakak yang semuanya laki-laki. Kakak nomor duanya sama sekali tak punya keinginan menjadi raja, ia lebih memilih menjadi pengajar di sebuah sekolah di desa terpencil. Profesi yang agak lucu dari seorang putra raja. Sedangkan kakak tertuanya menurut ayahnya tak punya kapasitas memimpin sebuah kerajaan, entah apa alasannya, yang jelas empat bulan setelah pengangkatan Ayunda, kakak tertuanya itu melakukan pemberontakan dengan pasukan-pasukan setianya, pemberontakan yang dapat ditumpas dengan mudah, dan kakaknya tersebut sampai kini tak ada yang tau kabarnya, entah tewas atau kondisi lainnya.

Dan di tahun keduanya memerintah, ancaman yang lebih besar datang. Menyelamatkan sesuatu yang sangat berharga dari tangan jahat yang ingin memilikinya, yang sudah seminggu ini mengawasi mereka dari bukit perbatasan. Harapan muncul dari mulut sang pertapa dari Gunung Kawah Berapi bernama Estungkara tadi siang, “Bawa ke dunia awam, seseorang telah ditakdirkan untuknya. Namanya adalah Ganendra Aryasathya!!”

“Ganendra Aryasathya...”

Ayunda membatin.

Siapakah gerangan pemilik nama tersebut?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Rizki Ansyari
Dunia dibalik kabut adalah refleksi dunia awam sesungguhnya, dimana semua ego, intrik, pengkhianatan akan selalu ada. Penulis mempu membukus kisah ini dengan begitu rapi tapi juga memainkan emosi pembaca. Kereeenn
2023-02-08 00:43:02
2
user avatar
Aldho Alfina
Bantu promote thor "Penguasa Dewa Naga"
2023-01-27 18:12:06
1
user avatar
Aldi pga
Legenda Galuh Tapa mampir, semangat
2022-07-06 19:53:37
1
user avatar
fatekhatur rohmah
Temponya emang gak terlalu cepat, pelan tapi udah ada kejutan di bab-bab awal dan bikin penasaran. Dialognya bagus dan penulis bener2 pas ngasih momen yang bikin aku kaget alias ga buru-buru. Masih belum bisa ditebak tokoh jagoannya yh mana nih, plis deh yg kayak gini jangan cepet2 tamat
2022-03-23 22:21:09
1
user avatar
Dwik Astuti
Ceritanya benar benar seru! suka banget!
2022-03-23 19:15:05
1
user avatar
Tommy Rainbowisdom
Nah ini, novel fantasy yang aku tunggu-tunggu. Udah bagus, bikin penasaran lagi... Penasaran sama kelanjutan cerita Ganendra, Ayunda, dan karakter-karakter lain. Settingnya juga oke punya ... Ada kota favoritku, Palangkaraya. Cepet-cepet update, Thor!
2022-03-23 17:27:05
2
113 Chapters
1. PERTEMUAN PENTING
Kota itu tampak lebih bising dari biasanya. Para lelaki dewasa dan pemuda-pemuda hilir-mudik dengan bergesa-gesa. Sedangkan para perempuannya menampakkan wajah cemas dan tegang. Burung-burung yang biasanya betah bermain lama-lama di jalan-jalan tanah kering kota itu seperti enggan untuk sekedar menancapkan kuku-kuku kakinya di permukaan tanah. Mereka lebih memilih hinggap di pohon-pohon atau tempat yang tinggi sambil mengawasi keadaan kota dari sana. Tidak jauh dari dermaga pantai di pusat kota, sebuah komplek istana besar yang angkuh berdiri dengan tenang seolah tak peduli dengan aktivitas yang terjadi di dekatnya. Ratusan Pria berseragam keprajuritan berdiri di setiap sudut komplek itu, sudut yang dianggap penting dan perlu untuk dijaga. Semuanya tampak menyeramkan dan tak berpikir panjang untuk bertindak tegas pada siapa saja yang dianggap mengganggu kenyamanan komplek istana itu. Komplek istana itu tepatnya mempunyai beberapa bangunan. Bangunan utamanya a
last updateLast Updated : 2022-02-07
Read more
2. GANENDRA ARYASATHYA
Siapakah gerangan pemilik nama tersebut?Menilik dari namanya, ia adalah seorang laki-laki. Apakah ia seorang yang berbadan tegap layaknya para pahlawan pada umumnya? Bermata tajam bagai elang yang tak gentar menghadapi siapapun musuhnya? Berwajah rupawan yang menggetarkan hati para wanita? Menggunakan senjata kokoh dan tajam sebagai perisai ketangguhannya?Kalaupun Ampu Estungkara serius, entah kekuatan hebat yang seperti apakah yang dimiliki oleh Ganendra Aryasathya itu. Dan kenapa harus orang dari dunia awam? Dunia-nya sendiri sepertinya belum kekurangan para pahlawan dan ksatria tangguh untuk diberikan takdir sebagai pemilik sesuatu yang berharga itu.Pusaka itu sendiri sudah lama menjadi sengketa dan objek rebutan para penguasa lainnya. Ia adalah seuntai kalung permata yang konon dikabarkan memiliki kekuatan yang sangat dahsyat walaupun hingga saat ini belum pernah ada yang bisa membuktikan hal itu. Kalung Gajahsora namanya. Kalung Gajahsora merupakan pusak
last updateLast Updated : 2022-02-07
Read more
3. REMAJA PENCOPET
Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Maret 2010Siang hari yang begitu terik. Kendaraan bermotor berseliweran bergantian di lintasan jalanan yang begitu panas. Puluhan petugas parkir dengan segala kesusah payahannya terus mengatur sistem keluar masuk kendaraan. Sesekali mereka melap keringat yang mengucur dari mukanya dengan topi atau rompi orange-nya. Peluit-peluit saling susul menyusul memberikan suara cemprengnya, berharap mendapatkan lembaran-lembaran rupiah dari itu,Saat itu padahal telah hampir sore, sekitar pukul tiga lewat. Suasana di kawasan itu memang sangat ramai di jam-jam seperti ini hingga malam hari. Tak salah jika warga Palangka Raya menyebutnya pasar besar, karena semua yang diperlukan tersedia di pasar ini. Dan di jam-jam seperti itu, biasanya para pedagang mulai sibuk menggelar dagangannya.Puluhan bahkan ratusan gerobak besar beraneka muatan memenuhi sepanjang rute pasar. Para pedagang memang menyimpan barang dagangann
last updateLast Updated : 2022-02-07
Read more
4. TIGA SAHABAT
“Lumayan juga..” pemuda itu berkata lagi, kali ini sambil menyulut rokok.Pemuda yang diajaknya berbicara tak menyahut.“Sudah makan kau?”Pemuda yang menghitung uang itu menatap temannya sambil tersenyum, “Kau mau makan?”“Hahahaha! Kau pikir rokok ini bisa membuatku kenyang..”“Berhentilah merokok. Aku tak tega melihat paru-parumu terpilin-pilin asap rokokmu itu”Pemuda yang merokok itu, menghembuskan asap rokok dari mulutnya dengan tenang, “Kau yang harusnya ikut merokok. Bukan pria sejati kau”“Hei, aku hanya kasihan dengan paru-paruku. Jaga kesehatanmu, Sutha.”“Bayu, Bayu… Aku ini pencopet, kau juga begitu. Kita ini ada di dunia kriminalitas. Masa’ para pelaku kriminalitas tidak merokok.”“Tapi para pelaku kriminalitas kan juga perlu merawat kesehatannya. Kau pikir kita mencopet untuk apa? Untuk makan,
last updateLast Updated : 2022-02-07
Read more
5. SEBUAH PERINGATAN
Untuk pertama kalinya sejak memasuki tempat itu, Rukmana tersenyum. Senyum yang sama sekali tak tampak kalau ia sedang senang. Tapi lebih kepada pernyataan akhirnya kau menanyakan ini.“Bayu, Pria tua itu mengatakan kalau temanku yang bernama Bayu Aditya tidak boleh keluar rumah dalam dua hari ini atau dia akan mendapatkan kesulitan yang besar.”“Menarik sekali. Rupanya aku telah menjatuhkan KTP-ku tepat di depannya hingga ia bahkan dapat menyebutkan nama lengkapku dengan lancar.”Rukmana menggengam tangan Bayu, “Dengarkan aku, bodoh! Kau tentu tak ingin mendapatkan kesulitan, bukan? Dan aku percaya kalau ia bukan pria sembarangan, belum sempat aku mencerna kata-katanya, ia telah menghilang entah ke mana. Kau tahu ‘menghilang’ maksudku, kan?”“Rukmana. Aku tidak akan kenapa-kenapa. Dan percayalah, ia hanyalah pria bodoh dengan kumis dan jenggot palsu yang akan mengagetkanmu saat kau pulang nan
last updateLast Updated : 2022-02-07
Read more
6. PARA UTUSAN RATU
Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Maret 2010 “Apa nama kota ini?” tanya seorang pria jangkung yang mengenakan pakaian berwarna ungu.“Palangka Raya,” jawab seorang pria lain yang memegang gulungan mirip peta.“Seumur hidupku, aku belum pernah menjelajahi kota ini. Dan segera setelah tugas ini selesai, aku akan menjelajahi kota ini sampai tak menyisakan sudut kecilnya,” kata pria lain begitu bernafsu.“Kalau kau ingin segera menyelesaikan tugas ini, ayo kita segera menemukan Ganendra Aryasathya.” pria yang membawa peta itu menyahut sambil memandang ke sekitarnya.Empat belas pria itu langsung berjalan beriringan menyebrangi jalan raya. Dengan pria yang menggunakan peta memimpin di depan.“Kau yakin kita akan menemukannya di sini, Gama?” tanya salah seorang rombongan itu.“Kata Ampu Estungkara, kita memang seharusnya menemukannya di
last updateLast Updated : 2022-02-07
Read more
7. PESAN DARI RUSA BERSAYAP
Pencarian itu tampaknya adalah salah satu hari-hari terburuk dan paling menyebabkan dalam hidup mereka. Setelah seharian menyusuri jalan-jalan kota Palangka Raya, dengan harapan yang memenuhi ubun-ubun mereka. Namun, mereka akhirnya kembali berkumpul di tempat yang telah ditentukan sebelumnya, malam harinya. “Aneh sekali. Aku tak mengerti mengapa pandangan batin yang membuatku yakin lenyap begitu saja,” ungkap Arni penuh kekesalan,”Kau juga merasakannya, kan, Tatra?”Tatra mengangguk yang gerakannya lebih mirip menahan kantuk.“Apa yang kita lakukan selanjutnya ini?” Dirga tampak mulai tak bersemangat.Patih Tarkas mengusir nyamuk yang mencoba hinggap di hidungnya, “Sebaiknya kita istirahat dulu. Banyak perbedaan yang terjadi apabila kita memutuskan suatu hal yang cukup penting ketika memikirkannya dalam keadaan yang letih dengan keadaan yang lebih segar.”“Jujur. Aku sebenarnya masih bers
last updateLast Updated : 2022-02-07
Read more
8. PENCURI DAN PENGEJAR CAHAYA
Palangka Raya, Maret 2010 Dua orang pemuda harus menerima kenyataan bahwa mereka telah menghabiskan terlalu banyak waktu di warung mie ayam sambil ngobrol serius dengan pemilik warung. Dan alhasil mereka akhirnya mesti pulang berjalan kaki di malam yang cukup larut ini, karena memang tak ada angkutan kota yang berminat mencari penumpang di jam malam seperti ini. Sutha berjalan bagaikan orang ngantuk, “Sudah kubilang, jangan di warung itu. Kau bersama amang pemilik warung itu punya minat terhadap tema obrolan yang sama dan tak pernah menyadari betapa inginnya temanmu ini untuk pulang.” Bayu tak menjawab gerutuan dari temannya itu. Ia menendang-nendang batu jalanan dengan kedua tangannya diselipkan di saku celananya. “Aku boleh nginap di tempatmu, kan?” Sutha memegang pundak Bayu. Bayu menggumam. Sutha tersenyum, “Baguslah kalau begitu.” Mereka berjalan tanpa berkata-kata, hanya Sutha yang asyik
last updateLast Updated : 2022-02-07
Read more
9. PAHLAWAN YANG MATI
“Luar biasa. Terawat sekali rumah ini,” komentar Samira. Arni menatap Samira dengan wajah yang mengejek, “Kalau begitu rumahmu juga luar biasa, Kawan.” “Jangan menghina rumahku!” Dahup, Gama, serta beberapa prajurit tertawa. Mereka tiba di depan pintu rumah itu. Dirga mengetuk pintu beberapa kali. Namun tak ada yang menjawab. “Perlu kubantu?” tawar Samira antusias. “Sihir dilarang kalau tidak terdesak, Samira. Apa harus kutato peringatan itu di jidatmu?” larang Tadana, pejabat muda, yang cukup disegani di rombongan itu. Samira bersungut-sungut. Dirga kembali mengetuk pintu. Tapi tetap tak ada jawaban. Susena menghela nafas putus asa, “Kupikir Sang Gahyaka itu salah rumah.” “Ssst, dengarkan.” Dirga memicingkan matanya. Ada suara derap kaki di dalam rumah yang sepertinya mengarah ke pintu. Benar saja, beberapa saat kemudian, terdengar daun pegangan pintu di putar dari dalam. Seorang perempu
last updateLast Updated : 2022-03-17
Read more
10. KEJUTAN PARA DEWA
Perempuan itu tidak menjawab. Ia menyingkap kain hijau yang menutup nisan ketiga makam itu. Hingga tulisan di nisan itu kini dapat terlihat dengan jelas. Makam pertama bertuliskan : Terbaring dengan mesra dan damai Aswathama Arya Lahir 03-01-1963 Wafat 29-03-1995   Makam kedua yang berukuran sama bertuliskan : Terbaring dengan mesra dan damai  Aruna Prahesti Lahir 16-07-1966 Wafat 29-03-1995   Dan di makam terakhir yang ukurannya paling kecil tertulis : Terbaring dengan mesra dan damai Ganendra Aryasathya Lahir 25-09-1986 Wafat 29-03-1995   Mereka membaca tulisan di ketiga makam itu berulang-ulang kali berharap ada kesalahan saat mereka membaca n
last updateLast Updated : 2022-03-17
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status