Share

Rejeki super nomplok

Hai hai ... jangan lupa tinggalkan jejak ya ... šŸ˜ŠāœŒ

_______

"Mal, bisa bawanya?" Keira menoleh ke adiknya yang memanggul karung berisi bahan belanjaan untuk pesanan nasi box 100 porsi. Lagi-lagi Kemal yang dijadikan asisten pribadi Keira. 

"Bisa. Jalan aja, Mbak, lo bisa bawanya, kan?" Kemal memperhatikan kakaknya yang dikedua tangan menenteng plastik berisi dus, sendok, tisu. 

"Bisa." Keira terus berjalan hingga ke parkiran motor. Mereka saling menatap saat tiba di depan motor Kemal. 

"Mbak, ini harus dua kali balik, gimana?" Karena motor Kemal hanya motor bebek matic biasa, bukan yang besar, tak muat untuk menaruh belanjaan. 

"Gue naik angkot aja, deh, Mal. Masih ada jam segini, kan?" Keira melihat jam tangan di pergelangan tangan kiri. Masih jam delapan malam. Keira dan Kemal belanja di pasar yang memang ramai jika malam, selain itu harga juga murah. 

"Yaudah gue ikutin di belakang angkotnya." Bagaimana juga Kemal mengkhawatirkan sang kakak. Ia lalu menuju kentoko kelontong, meminta tali rafia untuk ikat karung berisi belanjaan sayuran di jok belakang. Kemal tak meminta gratis, ia memberikan uang dua ribu rupiah walau pemilik toko melarang, namanya sama-sama jualan, tetap aja tak cuma-cuma. 

Karung sukses terikat kencang, Keira naik angkot ke arah komplek rumah mereka, nanti dari sana Keira bisa jalan kaki hingga sampai rumah, atau dijemput Kemal lagi setelah menaruh karung belanjaan di rumah. 

Keduanya tak ada rasa malu, sudah biasa dan tetangga juga tau jika keluarga Keira bukan orang yang sudah susah, malah tak mau usaha. 

Keira dan Kemal tiba di rumah dengan selamat. Tadi sepulang bekerja, Keira segera ganti baju dengan kaos dan celana traning panjang untuk ke pasar. "Kei, Bapak bantuin sini. Lipetin dus sama taruh alas plastiknya." Bapak langsung duduk di atas karpet, sofa ruang tengah sudah di geser Kemal mepet dinding, jadi lega ruangan itu yang tak besar juga ukurannya. Sedangkan ibu membongkar belanjaan dari dalam karung bekas beras. 

Keira menggelar koran bekas cukup banyak, jadi sampahnya mudah dirapikan, tak berceceran di lantai. Ia berganti celana pendek, segera duduk melantai bersama ibu. Kemal makan dulu sebelum bantu memasukkan sendok plastik dan tisu ke dalam plastik bening ukuran 1/4. 

"Ayamnya udah Ibu cuci bersih, tadi minta sama tukang ayam langganan kita satu ekor dipotong enam. Dia kaget, Kei, dapet orderan banyak dari kita. Malah katanya kalau kamu sering dapat pesanan, harga bisa miring," tukas ibu yang mulai mengupas kentang lalu direndam dalam baskom berisi air supaya tidak hitam karena teroksidasi. 

"Aamiin, mudah-mudahan banyak nanti," cengir Keira. 

"Mbak, mending buka catering. Siapa tau orang-orang komplek pada mau langganan. Gue juga sebentar lagi kelar, selama belum dapat kerjaan, gue yang anter-anterin, nggak apa-apa." 

Mendengar itu Keira menatap adiknya lekat. "Nggak malu emangnya?" 

"Kenapa malu. Emang dosa kalau sarjana belum kerja ditempat beken terus jadi tukang antar catering? Santai, Mbak." Kemal lanjut makan hanya dengan telur ceplok pakai kecap. 

"Tapi gue kan, kerja kantoran." Keira kembali lanjut menyingai bawang merah dan bawang putih. 

"Kalau gitu, sabtu minggu jualan aja. Nanti gue coba cari tau info bazar atau lapak, deh. Kayaknya kemarin si Ervan bahas pas kita nongkrong. Dia sama Tante Tere mau jualan jus viral yang buah-buahnya udah di tata di gelas plastik itu, jadi yang beli tinggal tunjuk. Nah kita jualan makanan."

Keira lalu berpikir sejenak, sambil melanjutkan pekerjaan, ia terus menganalisa. 

"Makanan kayak apa, Mal? Ada ide? Gue suka buntu."

"Mbak Keira kan bisa bikin macem-macem, kita coba yang sederhana dulu, misalnya ... mmm ... apa ya?" Kemal berpikir juga. 

"Kei, kamu bisa bikin menu aneka pasta, 'kan? Itu aja. Bahan bakunya yang biasa aja kalau tempatnya juga biasa, tapi kalau di car free day yang banyak orang berduit, baru deh pilih bahan yang premium."

"Gitu, ya, Bu. Yaudah lo coba cari info deh, Mal."

"Oke, besok gue ke tempat Ervan." Kemal beranjak, makanannya sudah habis dan ia mencuci piring juga. Keira terus mencari ide memasak apa. Spagety sudah banyak, apa lagi kira-kira? Sambil menyiangi sayuran dan mulai memasak beberapa bahan ia terus mencari inspirasi. 

Pukul dua belas malam, Keira sudah selesai membuat ayam ungkep untuk menu ayam bakar kalasan. Bumbu oles ia pisahkan menumisnya supaya tidak tercampur air kaldu, ia selalu punya cara untuk membuat makanannya lain dari rasa dengan teknik yang ia lakukan. 

Bapak menyiapkan oven besar milik Keira yang seringnya digunakan saat menjelang lebaran untuk membuat pesanan kue kering. Oven dengan panas dari gas elpiji disimpan bapak dengan apik di garasi rumahnya, ditutupi terpal biar tetap bersih. 

"Mal, bantuin Bapak setting ovennya," perintah Keira yang memindahkan ayam-ayam ke dalam baskom besar. Kemal beranjak, berjalan ke garasi meninggalkan sapu ijuk yang sedang ia pakai untuk menyapu lantai. 

"Kentangnya udah Ibu goreng semua, tinggal kamu bumbuin nanti pagi. Istirahat dulu, Kei." Ibu menepuk bahu putrinya. Keira mengangguk. Menu yang ia siapkan tak muluk-muluk, menu nasi ayam bakar kalasan dengan sambal goreng kentang, sambal terasi goreng, lalapan, semur daging dan tumis soun jamur. Sesuai dengan harga lima puluh ribu perpaketnya. 

"Ia, Bu, sebentar Kei masak semur dagingnya sampai nyemek aja, baru pagi-pagi agak dikeringin lagi." Demi menghemat waktu, Keira akan memanggang ayamnya di oven, supaya bebas arang juga. Wangi ayamnya memang beda, tapi tekstur dagingnya basah jadi juicy saat dimakan. 

Keira mengambil bantal dari dalam kamarnya, ia letakkan di atas karpet. Ia rebahkan tubuhnya, kompor dengan wajan super besar masih menyala, sengaja ia sedikit kecilkan apinya supaya tidak cepat menyusut airnya tapi daging tidak empuk. Keira tau teknik memasak yang bahkan menghemat gas. 

Satu jam, lumayan. batin Keira yang mulai memejamkan mata. Ia tak sendiri, ibu ikut tidur menemaninya tapi di sofa. 

***

Harum masakan tercium, Keira bangun pukul setengah dua, tepat waktu. Ia mengaduk daging yang sudah terlihat bumbunya meresap. Setengah jam lagi, setelah itu ia tutup rapat wajan, matikan api, hal itu supaya menahan panas tidak ke mana-mana dan proses pengempukkan daging terjadi. Itu salah satu tekniknya memasak. Jadi tidak buang-buang gas. 

Bapak juga bangun, setelah salat tahajud, mulai memanaskan oven. Bapak sangat bersemangat, bukan karena uang yang Keira hasilkan, tetapi di dalam hatinya jika ini diseriuskan, omsetnya lumayan. 

Tak hanya bapak, Kemal juga sudah bangun. Ia membuat teh hangat lalu mengintip ke wajan. Keira tau, dengan sendok ia ambil bumbu semur, adiknya mencicipi. 

"Terjamin enak, Mbak." Kemal mengacungkan ibu jari. Semua mulai sibuk membantu, Ibu memasak nasi di dandang besar saat Keira menumis untuk bumbu sambel goreng kentang, semua bekerja sama dengan kompak tanpa diminta. 

Jam sembilan pagi, tak terasa sudah selesai. Semua siap. Keira juga sudah mandi, berpakaian rapi, jauh dari tampilannya saat memasak yang memakai celana pendek, kaos, celemek, dengan serbet di pundak. Sekarang Keira cantik dengan kemeja longgar warna putih, celana jeans, sepatu wedges lima senti. 

Kemal ia ajak ke kantornya. Mumpung adiknya tak ada kegiatan, sekaligus memastikan semua pesana  nasi box aman. Kei juga melebihkan lima porsi, sengaja takut ada yang kurang. Ia bahkan mengajak Kemal ikut hadir di acara ulang tahun bosnya, jika di sana makanan yang disuguhkan bukan masakannya tapi menu buffet dari salah satu catering langganan artis. Kei tak masalah, masakannya habis dibagikan ke orang-orang sebagian dan setengahnya anak-anak yatim piatu yang diundang. 

Rima dan Ambar bahkan mendapatkan satu jatah yang tersisa, mereka memilih mencicipi masakan Keira di pantry. 

"Kei! Enak banget! Gue mau dong pesen semur dagingnya sekilo buat stok di rumah!" cicit Ambar. 

"Boleh. Bilang aja kapan, nanti gue masakin." Keira cengengesan. Pintu pantry terbuka lagi, sekuriti menghampiri. 

"Mbak Keira, dipanggil Pak Bos di ruangannya." 

Keira segera beranjak, ia berjalan ke ruangan bos besarnya alias direktur utama. Kemal sudah ke bawah, memilih menunggu di kantin karyawan samping kantor. 

Setelah mengetuk pintu, ia melihat bosnya mengangguk. Keira berjalan perlahan. "Selamat siang, Pak, Bapak panggil saya?" tukasnya sopan. 

"Iya. Kei, makasih untuk nasi boxnya, saya sama istri tadi cicipi, enak masakan kamu. Terjamin. Gini, Kei, eh ... duduk dulu," ajak bosnya. Keira duduk di hadapan pak bos terpisah meja kerja. "Kebetulan cucu saya minggu besok ulang tahun, kamu bisa bikin paket makanan anak-anak, nggak? Sama goodiebagnya sekalian, deh, perpaketnya berapa atur di kamu aja. Cucu saya ulang tahun ke enam, teman-teman sekolahnya yang diundang. Clarisa suka warna pink." 

"Bisa, Pak, saya bisa bikinkan. Untuk berapa anak?" Keira tampak berbinar. 

"Bikin seratus paket, saya mau undang anak yatim piatu lagi. Maaf mendadak, Kei. Itu istri saya, biar lanjut bahas sama dia, ya, saya ketemu staf lain dulu." Pak bosnya beranjak, berganti istrinya yang memuji masakan Keira. Obrolan bisnis berlanjut. 

Pulang dari kantor, Keira menyeret Kemal lagi ke pasar, mereka belanja kebutuhan besok. Ide kreatif Keira juga muncul, ia mendesain kartu ucapan yang nantinya ia gantung dengan tali coklat di tiap tas berisi makanan. Ia print di rumah, lalu ditempel atas karton manila warna pink. 

Ibu dan bapak makin bersemangat, mereka memasukan aneka snack dan minuman teh kotak juga susu. Sementara Keira mulai menyiapkan bahan untuk membuat macaroni panggal saus keju leleh. Perpaket ia hargai empat puluh ribu, istri bosnya tak masalah apalagi snack dan makanannya berbahan premium. Sedang asik memasak, Kemal memanggil jika ada seseorang yang mengantarkan paket untuk Keira. 

"Ya, saya Keira," ucapnya dengan wajah penuh keringat karena sedang di dapur. 

"Ini, Mbak, kiriman Pizza."

"Iya, dari siapa, ya, Pak?" 

"Saya nggak tau, Mbak. Cuma delivery aja," tukasnya. Keira menerima dua box pizza ukuran besar di tangannya. Tak mungkin mantan suaminya yang kirim. Ia membawa masuk pizza itu, meletakkan di meja makan. 

Dalam keadaan bingung ia tetap memasak, siapa yang kirim? Sok misterius banget. Pikirnya. 

Dilain tempat, tak jauh dari rumah Keira. Seseorang mengulum senyum, ia salah tingkah sendiri di dalam mobil, hal itu membuat empat cowok lainnya keherannya. 

"Muncul, lah. Sok misterius, lu! Cemen amat!" tegur temannya. 

"Cantik banget dia, asli gue degdegan. Gini amat suka sama cewek spek bidadari." Lelaki itu memegang dada kirinya yang berdebar tak karuan. 

bersambung,

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status