Keira sudah tidak lagi merasa canggung atau sedikit ragu menawarkan dagangan makanan yang ia buat. Setelah pesanan goodie bag untuk acara ulang tahun cucu bosnya, Kei merasa ini jalan baginya mulai mencari uang tambahan.
Gaji tiap bulan yang didapat sebesar lima juta ditambah uang makan dan transport, ditotal take home pay yang dibawa Kei total enam juta rupiah, ia atur sedemikian rupa untuk tabungan dan modal dagang.
Infornasi yang didapatkan dari Ervan--teman Kemal, bahwa sewa lapak jualan di sana bayar perhari kedatangan. Jadi jika Keira jualan hanya sabtu dan minggu, ia cukup merogoh kocek uang kebersihan empat puluh ribu untuk dua hari. Tergolong murah. Kemal bahkan sudah menyewa lapak tak jauh dari tempat Ervan.
Pekan itu menjadi hari pertama Keira jualan. Ia dan Kemal memutuskan akan berjualan pasta berupa spagety goreng, fetucini goreng dan steak ayam yang bumbunya ia racik sendiri.
Jam enam pagi mereka sudah membuka lapak. Meja lipat, dua kompor portable, disiapkan Kei dengan baik. Karena mereka tak punya mobil, Kei terpaksa bolak balik dua kali untuk mengangkut dagangan.
"Mal, ayam yang udah dimarinasi, biarin di coolbox aja. Biar tetep stabil suhunya," tukas Keira sembari menguncir rambutnya menyisakan poni menutupi kening. Ia memakai apron merah, pun Kemal.
Keduanya sibuk menata, bahkan Keira memesan spanduk kecil bertuliskan 'Dapur Keira'. Sengaja mengusung namanya supaya mudah diingat.
Kemal memasang standing banner bertuliskan menu makanan yang dijajaki. Keduanya berdoa bersama, supaya rejeki hari itu mudah didapat dan usaha mereka lancar.
Satu jam pertama sudah ada sepuluh pembeli, Keira memasak, Kemal menempatkan pada wadah juga merangkap kasir. Intinya Kei hanya mau memasak.
"Mbak, spagety goreng mozarela cheese satu sama paket nasi steak ayam satu," tukas pembeli yang tampak seperti baru joging.
"Siap, Mas. Sebentar, ya, pesanan atas nama siapa?" Keira menatap.
"Renan" jawabnya. Kemal menulis di paperlunch putih dengan spidol. Keira langsung melanjutkan memasak, ia tak peduli lalu lalang orang yang melewati lapak dagangnya, tapi ia tak sadar, jika Renan terus memperhatikannya.
Renan, karyawan salah satu perusahaan yang bergerak di jasa kontraktor, menjabat sebagai staf keuangan. Masih baru, belum ada dua tahun bekerja.
Tak lama pesanannya selesai, "semua tiga puluh lima ribu," kata Kemal. Renan diam, ia menatap dengan penuh arti ke Keira. "Mas, tiga lima semuanya," sambung Kemal.
"Ah! Iya, lima puluh, ya," kaget Renan lalu menyerahkan uang ke Kemal dan pergi begitu saja bahkan terlihat terbirit-birit.
"Lah, kembaliannya!" teriak Kemal, tetapi Renan tidak mendengar atau pura-pura tak dengar.
"Biar gue kejar. Udah kebanyakan duit kali tuh orang. Lima belas ribu juga berharga!" ketus Keira yang segera berlari mengejar, masih memakai celemek warna hitam. "Mas! Mas! Yang bawa tentengan di tangan!" teriaknya. Renan tak menggubris karena tak yakin jika dirinya yang dipanggil. “Renan!” teriak Keira. otomatis Renan berhenti berjalan, ia menoleh ke belakang. Terlihat Keira berlari ke arahnya. “Kembaliannya, lima belas ribu.” Keira memberikan uang ke tangan Renan.
“Nggak usah, ambil aja,” tolaknya sambil menggelengkan kepala.
“Nggak bisa, dong. Ambil, ini bukan rejeki saya. Total pesanan kamu tiga lima. Ini, makasih, ya.” Keira langsung balik badan berjalan meninggalkan Renan yang hanya bisa diam menatap kepergian Keira. Ia melihat ke tangannya yang terselip uang kembalian tanpa bisa berkata apapun.
Tiba dimobilnya, Renan tak lepas tersenyum. “Gimana?” tanya temannya yang duduk tepat di sampingnya, duduk di jok penumpang sebelah kiri bagian depan.
“Baik banget orangnya. Gue sengaja nggak ambil kembalian dan pergi gitu aja. Dibalikin sama dia, ngejar gue tadi.” Renan menyerahkan plastik berisi makanan buatan Keira ke temannya.
“Tapi kayaknya dia lebih tua dari lo, deh, Nan. Janda juga, ‘kan?”
“Nggak masalah. Kenapa emangnya,” sinisnya.
“Yailah, gue cuma tanya. PDKT lah kalau emang lo naksir berat.”
“Cantik juga dia. Gila sih, suaminya bego banget cerai sama cewek kayak dia. Lo harusnya tadi lihat waktu dia masak, sama sekali nggak takut kecipratan minyak atau panas kena uap masakannya. Santai aja. Dia sama cowok tadi jualan makananya.”
“Siapa? Cowoknya jangan-jangan?” Temannya itu menyantap spagety goreng, kemudian mengacungkan ibu jari. “Enak, Nan, cobain.” Wadah disodorkan ke Renan, lelaki itu mencicipi masakan Keira.
“Iya enak. Cobain yang steak ayam.” Renan membuka wadah lainnya, ia cicipi lalu senyumnya mengembang. “Enak banget, definisi cewek idaman buat dijadiin istri kalau gini.”
“Yakin lo? Nyokap lo nggak masalah emangnya?”
“Santai. Gue yakin kalau emang Keira jodoh gue, gue bisa yakinin Bunda buat restuin.”
“Kalau nggak gimana? Lo mau stress lagi gara-gara ditinggal kawin mantan tunangan lo yang milih sama laki-laki berseragam itu?” lirik dingin temannya.
“Gue yakin kali ini nggak. Udah cukup setahun gue drop karena dia. Dari awal gue lihat Keira waktu antar adek gue bikin visa, gue langsung tertarik sama dia. Setelah kita mata-matain dia, gue yakin hidup dia nggak semulus mukanya yang cantik.”
Temannya tertawa lebar, bahkan terbatuk-batuk saking merasa jawaban Renan konyol. “Yaudah apelin, lah. Cari tau rumahnya di mana, jangan kasih kendor. Nan, asli ini enak, bisa rekomendasi buat pilihan jajanan atau kalau ada acara pesen aja ke dia.”
Mendadak ucapan temannya menjadi ide cemerlang yang muncul di kepalanya. Setelah menghabiskan nasi chicken steak, ia bergegas turun dari dalam mobil, kembali menyambangi lapak jualan Keira. Ia berdeham, Keira yang sedang duduk sambil minum air mineral botol hanya melirik.
“Kurang kembaliannya?” tegur Keira.
Renan menggelengkan kepala. “Saya mau pesan lagi, chicken steak dua porsi dan spagety goreng mozarela dua.”
“Oh.” Keira beranjak. Ia sendirian karena Kemal sedang di lapak Ervan-temannya. Keira menyalakan kompor, ia mulai memasak sementara Renan berdiri di sisi kanan lapak. Sambil menahan laju jantung yang kecepatannya diatas rata-rata, ia mulai bertanya demi mencairkan suasana.
“Mbak namanya Keira, ya?”
“Iya,” jawab Keira sambil mengawasi ayam yang sedang ia panggang diatas panggangan pipih. Desis nyaring dari ayam yang mulai melewati proses masak juga asap yang harumnya menggugah selera, membuat Renan justru tersenyum lebar. Wajah cantik Keira yang tak terlihat lelah saat memasak, menambah daya tarik Renan untuk mencoba mendekati janda itu.
“Kalau mau pesan untuk acara kantor bisa?”
Seketika Keira mengangkat kepalanya menatap Renan yang berdebar tak karuan, mau copot jantungnya ditatap Keira seperti itu. “Boleh, untuk kapan dan berapa porsi? Japri saya, aja, Mas.”
“Oke, saya simpan nomor WA kamu, ya,” ujar Renan sambil memasukan nomor ponsel Keira ke ponselnya.
“Tapi kalau pesannya hari kerja, minimal dua hari sebelum, ya, biar saya atur sama Adik saya, dia nanti yang tugasnya antar pesanannya.”
Oh, adiknya. Bagus, aman kalau gitu. batin Renan seraya tersenyum lebar.
Kemal datang, ia menenteng dua minuman dingin berupa jus sunkis dan jeruk keprok. “Mbak, mau yang mana, dikasih gratis dari Ervan.” Kemal meletakkan bungkusan di atas meja.
“Lho, Mas yang tadi, mau pesan lagi?” tukas Kemal.
“Iya, empat porsi. Masakan Mbak Keira enak.” Renan jadi ikut-ikutan memanggil ‘mbak’ ke Keira yang tersenyum simpul. Duh, semakin bertalu-talu tak karuan jantung Renan, ia tutupi dengan memalingkan wajah beberapa detik sebelum kembali menatap Keira yang masih memasak.
“Masakan Kakak saya enak-enak, dia jago, tapi kalau bikin bolu atau kue angkat tangan. Masih harus dipoles. Kakak saya juga single, baru menjanda.”
“Mal!” tegur Keira tegas. Kemal cengar cengir. Sementara Keira bersingut sebal ke arah adiknya. Renan tersenyum tipis. Akhirnya setelah menunggu beberapa waktu, pesanannya selesai. Renan pamit tapi tanpa tangan hampa, selain makanan juga mendapat nomor hp Keira. Ia menghembuskan napas panjang, merasa senang akhirnya bisa bertatap muka langsung dan bicara dengan wanita cantik yang menarik hatinya walau hanya karena perkara kembalian.
Bersambung,
Renan bersiap bertandang ke rumah Keira atas ide teman-teman satu pekerjaannya, Donovan, Melvin dan Bagas. Ia mematut diri di depan cermin kamarnya, di bawah suara bunda sudah terdengar memanggil dirinya dengan kencang. Renan buru-buru turun, ia tampak rapi dan hal itu membuat bundanya tercengang. “Mau ke mana kamu malam minggu gini?” tegurnya ingin tau. “Pergi sebentar ya, Bun,” jawab Renan menyalim tangan bundanya.“Iya mau ke mana? Bunda mau ajak kamu ke rumah Tante Mina, mau kenalin kamu ke anak gadisnya yang–"“Renan pergi, bye, bun.” Ia bergegas ke arah garasi, membuka pintu mobil lalu melesak masuk. Buru-buru ia hidupkan mesin mobil lalu melaju keluar dari garasi rumah yang membuat bundanya melongo di teras depan rumah. Renan enggan bundanya ikut campur perihal siapa calon pasangannya. Ia sebenarnya tau, hal itu karena bunda merasa kasihan dengan putranya. Tetapi cara bunda salah karena Renan justru tersinggung, kesannya ia tak bisa mencari pengganti mantan tunangannya dulu
"Enak makanannya?" tanya Keira sambil bertopang dagu dengan siku bertumpu pada pahanya. "Banget, kamu nggak pingin buka katering aja?" "Belum diseriusin, butuh waktu ekstra dan konsep jelas. Lagian di sini udah ada katering harian juga, nggak enak sama tetangga RT lain." "Namanya jualan atau bisnis pasti akan ada pesain dekat, yang penting punya cirikhas buat bedainnya." Renan meletakkan sendok dan garpu dengan posisi terbalik, tandanya ia sudah selesai makan. Teh hangat juga ia teguk hingga habis setengah gelas. "Terima kasih, boleh makan di sini," kata Renan yang betul-betul merasa puas menikmati makan malamnya. "Sama-sama, saya juga makasih banget tadi Bapak udah ditolongin." "Keira, Kei!" Suara seseorang di depan pagar membuat Keira menoleh. Jam dinding sudah menunjukkan angka sepuluh malam, bahkan lebih. Keira beranjak, berjalan ke arah pagar disusul Renan. "Lagi ngap-- o ... ow ... lagi diapelin, toh ...," goda Rima yang menggoda Keira dengan menaik turunkan alis matanya.
Hai ... jangan lupa love dan comment ya 🥰_______"Gol!!!!" teriak serempak teman satu tim yang berlari menghampiri. Renan berhasil mencetak gol ke gawang lawan. Olahraga futsal yang setiap jumat malam ia lakukan bersama teman-teman kerja juga teman masa kuliah, membuatnya tetap bugar. Renan memang begitu, tak bisa lepas dari olahraga walau hanya jogging saja. Napasnya ngosngosan, ia berkacak pinggang mengatur napas sambil berjalan menunggu operan bola dari temannya lain. Keringat yang membasahi wajah juga tubuhnya, ia biarkan keluar melalui pori-pori. Tawanya pecah saat melihat temannya terpeleset bola yang sedang di oper. Tawanya begitu lebar, rambut cepaknya sudah mulai tumbuh lebat lagi. Ia malas ke barbershop, nanti saja sampai waktunya ditegur HRD kantor. Kedua matanya menyipit, berlari ke ujung lapangan menerima umpan dari temannya. Gerakannya gesit, kakinya lincah menggocek bola bundar lalu .... "Gol!" teriak teman-temannya lagi. Permainan selesai, skor 5 - 2 berhasil men
"Kei, kenapa kamu kayaknya nolak Renan banget? Dia baik lho," pungkas ibu sambil membantu Keira mengemas peralatan setelah dagang di bazar. Ia menunggu Kemal datang sebagai bala bantuan mengangkut barang-barang."Kei nggak suka karena belum mau dekat sama siapapun dan juga rasanya usia dia lebih muda, Bu. Kei nggak mau kelihatan ngemong." Keira berkata jujur, ia menyukai laki-laki yang matang dan mapan."Kayak Bastian? Buktinya kamu diceraikan. Dia masih cinta sama mantannya. Kei, realita aja, kalau emang Renan baik, nggak salah. Nggak baik janda lama-lama."Ya ampun, ucapan ibu membuat hati Keira menjadi nyeri, tapi ia abaikan, tidak mau menanggapi komentar ibunya.Hari-hari Keira melelahkan. Ia bahkan mengorbankan jam tidurnya karena sepulang bekerja menyiapkan pesanan lainnya. Hal itu menjadikan Keira harus mengambil keputusan penting.Ia mengajukan resign dari pekerjaannya. Rima dan Ambar terkejut, tapi bisa aja. Pihak kantor juga memahami posisi Keira yang tampaknya harus serius
Dukung terus karya saya, ya ... terima kasih ❤________[Mbak, Kei, lagi apa?]Pesan pertama masuk yang dikirim Renan, Keira membaca saja tanpa mau membalas. Ia letakkan ponsel lalu kembali sibuk membuat desain banner dan spanduk terbaru. Keira harus membuat konsep usahanya yang baru, ia bahkan menyediakan papan tulis kecil, spidol dan penghapusnya juga.Lima belas menit berlalu, Keira mengabaikan ponselnya yang dipasang mode senyap. Namun, ketika membuka layar kunci, muncul notifikasi pesan masuk dari Renan.[Mbak Kei, balas dong WAnya. Sibuk banget, ya?][Mbak ... Kei ....]Dan belasan chat 'sampah' lainnya, menurut Keira. Jam menunjukan angka sebelas malam, ia memutuskan tidur tanpa membalas pesan singkat. Baru saja akan memejamkan mata, ponsel yang tadinya dalam mode senyap berbunyi.Tangannya meraba-raba ke posisi kanan. Ia raih ponsel. "Ya, halo," jawabnya tanpa melihat siapa yang menghubungi."Mbak Kei, udah tidur?" Keira melotot mendengar ia disapa seperti itu."Ya ampun, Nan,
"Jangan sok tau, Nan. Ada kok yang pesan," sanggah Keira menutupi."Bohong. Kata Kemal nggak ada. Sepi-sepi aja."Waduh, Kemal benar-benar sudah menjadi mata-mata Renan. Keira menghela napas, ia memijit pelipisnya."Ya wajar juga, namanya baru mulai usaha. Udah, lah ... bukan urusan penting. Aku balik duluan, ya." Keira melepaskan genggaman tangan Renan, tapi tak jua terlepas."Temenin beli jajanan, ya, Mbak." Dengan santainya, tangan Keira kembali digenggam Renan. Mau sekuat apapun Kei berontak, tetap saja tak bisa. Mau tak mau Keira menuruti Renan, dengan jalan lelaki itu yang pincang-pincang, Keira tak tega juga. "Sini aku bawain keranjangnya. Belanjaan apaan, sih. Cemilan kayak anak kecil semua gini," jeplak Keira seraya meraih keranjang belanjaan dari tangan Renan. "Buat iseng kalau di rumah. Ada kerjaan lain yang harus dipantau dan enaknya sambil ngemil," jawab Renan santai. "Mbak mau apa? Aku traktir," katanya lagi. "Nggak usah pake embel-embel 'mbak'." tegur Keira kesal. Wa
Dekat dengan seseorang yang punya link banyak tersebar di mana-mana, seharusnya bisa dimanfaatkan Keira tanpa ragu. Tetapi, ia justru tak mau. Gengsi karena ia janda yang dikejar berondong, membuat tembok batasan dibangun Keira sendiri.Dengan dua kali pengantaran ke rumah pemesan, Keira berboncengan dengan Kemal yang seharusnya sibuk ketik skripsi, tapi demi sang kakak ia tanggalkan urusan pribadinya."Udah beres nih, Mbak?" Kemal memberikan helm ke tangan Keira yang segera memakai."Iya. Nih, gocap buat lo, buat beli bensin." Keira memberikan lima puluh ribu ke Kemal yang diterima dengan suka hati.Keira dan Kemal tak langsung pulang, ia membeli es campur dulu untuk orang rumah. Saat mengantri, ponselnya bergetar. Siapa lagi jika bukan Renan yang rajin jarang absen hubungi Keira.[Mbak, lagi apa? Gimana pesanannya?]Keira hanya membaca. Ia kembali fokus melihat penjual es campur membuatkan pesanannya.[Mbak, bales dong. Aku telpon kalau nggak mau bales, ya.]Ya ampun ini bocah. bati
Hai, terima kasih yang sudah mendukung ya. ____Sudah dua hari Keira berkutat dengan pesanan yang sudah pasti dikerjakan. Walau lelah, ia coba tahan dan jalani bersama kedua orang tuanya juga Kemal."Mbak, ekspansi, lah ... katering kantoran. Lo bisa atur menunya, bagian pengantaran sementara gue nggak masalah."Keira sedang memperhatikan ayam panggang dalam oven besar di garasi. Sekali memanggang enam ekor ayam bisa masuk. Mempersingkat waktu."Bisa, sih, tapi wadahnya gue nggak mau yang cuci-cuci itu." Keira melepas cempal sarung tangan, lalu duduk di ubin teras bersama Kemal."Ya beli yang sekali buang. Jaman sekarang kan banyak. Lo tanya ke tempat langganan.""Gitu, ya?" toleh Keira ke adiknya yang berdecak heran, kadang kakaknya dongdong. Masak jago, soal pengaturan usaha atau konsepnya seperti apa butuh masukan dari orang lain."Lo bayangin kalau dalam satu bulan pegang empat kantor dengan total perhari 100 porsi. Dikali harganya dua puluh lima ribu. Auto kaya raya nggak lo." K