"Kei, kenapa kamu kayaknya nolak Renan banget? Dia baik lho," pungkas ibu sambil membantu Keira mengemas peralatan setelah dagang di bazar. Ia menunggu Kemal datang sebagai bala bantuan mengangkut barang-barang."Kei nggak suka karena belum mau dekat sama siapapun dan juga rasanya usia dia lebih muda, Bu. Kei nggak mau kelihatan ngemong." Keira berkata jujur, ia menyukai laki-laki yang matang dan mapan."Kayak Bastian? Buktinya kamu diceraikan. Dia masih cinta sama mantannya. Kei, realita aja, kalau emang Renan baik, nggak salah. Nggak baik janda lama-lama."Ya ampun, ucapan ibu membuat hati Keira menjadi nyeri, tapi ia abaikan, tidak mau menanggapi komentar ibunya.Hari-hari Keira melelahkan. Ia bahkan mengorbankan jam tidurnya karena sepulang bekerja menyiapkan pesanan lainnya. Hal itu menjadikan Keira harus mengambil keputusan penting.Ia mengajukan resign dari pekerjaannya. Rima dan Ambar terkejut, tapi bisa aja. Pihak kantor juga memahami posisi Keira yang tampaknya harus serius
Dukung terus karya saya, ya ... terima kasih ā¤________[Mbak, Kei, lagi apa?]Pesan pertama masuk yang dikirim Renan, Keira membaca saja tanpa mau membalas. Ia letakkan ponsel lalu kembali sibuk membuat desain banner dan spanduk terbaru. Keira harus membuat konsep usahanya yang baru, ia bahkan menyediakan papan tulis kecil, spidol dan penghapusnya juga.Lima belas menit berlalu, Keira mengabaikan ponselnya yang dipasang mode senyap. Namun, ketika membuka layar kunci, muncul notifikasi pesan masuk dari Renan.[Mbak Kei, balas dong WAnya. Sibuk banget, ya?][Mbak ... Kei ....]Dan belasan chat 'sampah' lainnya, menurut Keira. Jam menunjukan angka sebelas malam, ia memutuskan tidur tanpa membalas pesan singkat. Baru saja akan memejamkan mata, ponsel yang tadinya dalam mode senyap berbunyi.Tangannya meraba-raba ke posisi kanan. Ia raih ponsel. "Ya, halo," jawabnya tanpa melihat siapa yang menghubungi."Mbak Kei, udah tidur?" Keira melotot mendengar ia disapa seperti itu."Ya ampun, Nan,
"Jangan sok tau, Nan. Ada kok yang pesan," sanggah Keira menutupi."Bohong. Kata Kemal nggak ada. Sepi-sepi aja."Waduh, Kemal benar-benar sudah menjadi mata-mata Renan. Keira menghela napas, ia memijit pelipisnya."Ya wajar juga, namanya baru mulai usaha. Udah, lah ... bukan urusan penting. Aku balik duluan, ya." Keira melepaskan genggaman tangan Renan, tapi tak jua terlepas."Temenin beli jajanan, ya, Mbak." Dengan santainya, tangan Keira kembali digenggam Renan. Mau sekuat apapun Kei berontak, tetap saja tak bisa. Mau tak mau Keira menuruti Renan, dengan jalan lelaki itu yang pincang-pincang, Keira tak tega juga. "Sini aku bawain keranjangnya. Belanjaan apaan, sih. Cemilan kayak anak kecil semua gini," jeplak Keira seraya meraih keranjang belanjaan dari tangan Renan. "Buat iseng kalau di rumah. Ada kerjaan lain yang harus dipantau dan enaknya sambil ngemil," jawab Renan santai. "Mbak mau apa? Aku traktir," katanya lagi. "Nggak usah pake embel-embel 'mbak'." tegur Keira kesal. Wa
Dekat dengan seseorang yang punya link banyak tersebar di mana-mana, seharusnya bisa dimanfaatkan Keira tanpa ragu. Tetapi, ia justru tak mau. Gengsi karena ia janda yang dikejar berondong, membuat tembok batasan dibangun Keira sendiri.Dengan dua kali pengantaran ke rumah pemesan, Keira berboncengan dengan Kemal yang seharusnya sibuk ketik skripsi, tapi demi sang kakak ia tanggalkan urusan pribadinya."Udah beres nih, Mbak?" Kemal memberikan helm ke tangan Keira yang segera memakai."Iya. Nih, gocap buat lo, buat beli bensin." Keira memberikan lima puluh ribu ke Kemal yang diterima dengan suka hati.Keira dan Kemal tak langsung pulang, ia membeli es campur dulu untuk orang rumah. Saat mengantri, ponselnya bergetar. Siapa lagi jika bukan Renan yang rajin jarang absen hubungi Keira.[Mbak, lagi apa? Gimana pesanannya?]Keira hanya membaca. Ia kembali fokus melihat penjual es campur membuatkan pesanannya.[Mbak, bales dong. Aku telpon kalau nggak mau bales, ya.]Ya ampun ini bocah. bati
Hai, terima kasih yang sudah mendukung ya. ____Sudah dua hari Keira berkutat dengan pesanan yang sudah pasti dikerjakan. Walau lelah, ia coba tahan dan jalani bersama kedua orang tuanya juga Kemal."Mbak, ekspansi, lah ... katering kantoran. Lo bisa atur menunya, bagian pengantaran sementara gue nggak masalah."Keira sedang memperhatikan ayam panggang dalam oven besar di garasi. Sekali memanggang enam ekor ayam bisa masuk. Mempersingkat waktu."Bisa, sih, tapi wadahnya gue nggak mau yang cuci-cuci itu." Keira melepas cempal sarung tangan, lalu duduk di ubin teras bersama Kemal."Ya beli yang sekali buang. Jaman sekarang kan banyak. Lo tanya ke tempat langganan.""Gitu, ya?" toleh Keira ke adiknya yang berdecak heran, kadang kakaknya dongdong. Masak jago, soal pengaturan usaha atau konsepnya seperti apa butuh masukan dari orang lain."Lo bayangin kalau dalam satu bulan pegang empat kantor dengan total perhari 100 porsi. Dikali harganya dua puluh lima ribu. Auto kaya raya nggak lo." K
"Ngaco. Resek kamu ya main sosor aja!" omel Keira lalu membuka pintu mobil. Renan tidak menahan, ia justru tertawa sendiri. Ya, Renan punya taktik sendiri untuk membuat Keira memahami arti kehadiran dirinya. Maka dari itu, ia juga tidak mencecar Keira lagi.Mobil melaju pergi meninggalkan rumah Keira. Ia misuh-misuh, tampak kesal lantas berjalan ke kamarnya. Ia meletakkan sling bag dengan melempar ke atas kasur."Resek! Mentang-mentang gue janda jadi bisa seenaknya disosor! Haduh Keira ... harga diri lo tadi ke manaaa...!" pekik Keira kesal kepada dirinya sendiri.Keira ganti baju dan cuci muka, lalu mulai mengatur susunan menu catering minggu depan. List nama sudah di tangan, Keira hanya perlu merekap supaya lebih rapi lagi.Pulpen di tangannya ia mainkan memutar di sela-sela jari. Buku notes sudah ia siapkan, ia berpikir menu apa yang pas dengan harga satu porsi 25 ribu."Ayam bumbu rujak, daging tipis teriyaki paprika, nila bakar bumbu kecap, apalagi, ya ...." Ia mengetuk-ngetuk ke
Bukan kesal lagi, rasanya Keira mau menarik rambut sasak tinggi bude Ratih sekuat mungkin. Ia mengatur napas di dalam mobil menuju ke rumah Ervan karena langsung dikembalikan mobilnya."Mbak, tenang aja, lah. Orang kayak gitu nanti bakal malu sendiri." Kemal mencoba membesarkan hati kakaknya."Iya, paham! Tapi gue kesel aja, Mal. Apalagi lo lihat Bastian. Gue nggak kenal tuh orang lagi. Lo bayangin, lima tahun nikah sama dia, cuma setahun gue bisa nikmatin, Mal. Sisanya, semuaaa ... Bude Ratih yang kasih masukan ini itu. Gue udah protes sama Bastian, tapi gue diminta sabar dan tuh orang ...!" jeda Keira. Ia mengusap wajahnya kesal. "Ternyata dia masih cinta sama mantan pacarnya yang tadi itu! Lalu apa arti lima tahun gue nikah sama dia?!"Keira menggebu-gebu meluapkan amarahnya. Kemal melirik, "lo babunya. Ya babu di rumah juga urusan ranjang. Kepolosan sih, lo."Jawaban menohok Keira membuat ia memukul keras lengan adiknya."Sakit, Mbak! Ya emang lo polos bin dodol. Bastian menang ga
Selamat membaca! Terima kasih dukungannya š„°__________"Itu Bagas gebetan lo dulu, kan, Mbak?" tanya Kemal."Iya. Ayo buruan jalan. Jangan sampe dia kejar lagi," cicit Keira."Ya emang kenapa? Dia mau minta nomer WA lo. HP lo ada, kenapa lo tolak?" Kemal juga jadi berjalan cepat dengan wajah panik."Itu namanya taktik, Kemal. Cewek tuh harus gitu. Apalagi gue janda. Jangan gampangan. Nanti dibilang kegatelan, serem tau!" dumal Keira."Oh, gitu. Sebenarnya lo pingin dikejar Bagas juga, toh, tapi pake mode jinak-jinak merpati? Mas Renan gimana, Mbak?"Sontak Keira berhenti berjalan, ia menatap Kemal yang menatap bingung ke arahnya."Kenapa sama Renan? Kita berdua nggak ada ikatan apapun. Masalahnya di mana?!" tantang Keira."Masalahnya dia suka banget sama lo, Mbak dan dia kejar lo kebangetan tapi lo omelin. Lo larang dia ke rumah buat apelin lo dan dia nurut. Bahkan dia kuliah lagi demi elo, kan? Demi memantaskan jadi suami idaman lo.""Ck. Sok tau!" kesal Keira. Ia berjalan duluan, m
Met baca šæ_____________Makan siang bersama Tatiana juga di kediaman Keira sengaja diadakan. Kali itu Kei tak masak, ia memesan makanan khas arab juga makanan penutup dari toko kue langganannya.Ines membantu menata piring, gelas, serta peralatan makan lainnya di meja panjang tertutup taplak meja warna emas di halaman belakang."Gue bantu," tukas Kemal lantas mengambil alih nampan besar berisi sendok juga garpu dari tangan Ines."Udah, nggak usah. Temenin sana calon istri," celetuk Ines. "Luar biasa lo, Mal, baru sekali dikenalin langsung sat set," lanjut Ines lagi.Kemal menunduk sejenak, lalu mengangkat kepala menatap Ines yang lanjut menata peralatan makan."Ibu yang nyeplos begitu. Gue sama sekali belum kepikiran ke arah sana."Ines tersenyum, "ya bagus, dong. Tandanya lo emang harus menyegerakan." Ia menatap Kemal yang berdiri sambil memegang pinggiran meja, wajahnya tampak kebingungan. "Mal, turuti maunya Ibu."Kemal hanya bisa diam mematung, kedua matanya mengikuti gerak Ines
Met baca šæ_________Ines memasukan dress dan sepatu yang ia beli ke dalam kotak lalu meletakkan di dalam lemari pakaian. Segera ia beranjak untuk istirahat karena hari sudah malam. Dexter juga tidak menghubungi karena berada di pesawat menuju Madrid.Janjinya pria itu akan menghubungi Ines jika sudah tiba atau tidak terlalu sibuk karena pekerjaan di sana sudah menunggu dirinya.Jemari Ines mengusap layar ponsel, melihat-lihat aplikasi belanja online sekedar cuci mata. Awalnya, hingga ia justru belanja beberapa barang kebutuhan pribadi."Yah, kok udah sejuta aja. Aduhhh ...," keluh Ines setelah sadar melakukan pembayaran. Saldo di rekeningnya tersisa dua juta hasil pinjam dari Keira. "Gimana gue idup. Mulai besok nggak mau berangkat dan pulang bareng Kemal."Pusing memikirkan keteledorannya, ia putusnya menerima fakta harus irit. Pintu kamarnya di ketuk, Ines beranjak cepat. Kaget seketika saat Kemal sudah pulang dari acara bersama Tatiana."Udah.""Oh, yaudah." Kemal memutar tubuh,
Met baca_______"Kopi gue mana?" tegur Kemal saat Ines menyerahkan draft bahasan rapat yang akan Kemal lakukan lima belas menit lagi dengan para manajer."Emang lo minta? Lagian rapat lo juga nggak pernah ngopi, Mal." Ines masih berdiri di sisi kanan Kemal tepat di tepi meja kerja."Lagi pingin," jawab Kemal tanpa menatap, ia sibuk membaca draft yang diberikan Ines."Nggak usah, deh, gue sibuk."Mendengar itu seketika Kemal mendongak menatap Ines yang sedang senyam senyum. "Sibuk apa.""Balesin chat dari Dexter," jawab Ines santai. Kemal mengerutkan kening. "Gue mau coba LDR sama dia. Ya, nggak jelas statusnya sih, tapi kayaknya dia naksir gue, deh, Mal.""Ck. Jangan gampang luluh. Inget nggak cerita sebelum-sebelumnya?" sindir Kemal yang menutup map lalu menyiapkan tablet juga ponselnya, ia bersiap beranjak pergi."Mal, dia beda, deh. Gue mau coba. Lo aja deketin Tatiana, masa gue nggak. Nggak adil, lah." Ines bersedekap."Terserah lo. Kalau ada apa-apa tanggung sendiri akibatnya. N
Met baca_______"Aku masih nggak percaya secepat ini kamu mau untuk kita coba lebih dekat, Mal." Tatiana menunduk malu, bahkan menyembuyikan wajahnya yang memerah dengan beberapa kali menatap keluar saat keduanya berada di dalam mobil saat perjalanan pulang. Kemal mengantar Tatiana pulang, hal itu spontan ia lakukan karena sudah terlanjur bicara jika ia mau memulai menjalin hubungan dengan Tatiana di depan Ines dan Dexter."Maaf kalau kesannya mendadak juga, buru-buru." Kalimat Kemal direspon gelengan kepala Tatiana."Nggak, kok, nggak mendadak." Tatiana memejamkan mata, ia terlihat terlalu bahagia. "Maksudku, jadi ... gini, lho ... kamu tau akuā"Kemal menghentikan mobil saat lampu merah di perempatan pintu masuk menuju komplek elite rumah Tatiana. Kepalanya menoleh ke Tatiana. Ia tersenyum tipis. "Besok pagi ke kantor jam berapa?""Aku?" tunjuk Tatiana."Iya, lah," kekeh Kemal. Tatiana mengulum senyum."Jam tujuh. Kenapa?" Begitu lemah lembut suara Tatiana, beda dengan Ines yang ka
Met baca š__________Pintu kamar keduanya terbuka lebar, sama-sama masih muka bantal dengan rambut acak-acakkan."Morning," sapa parau Ines seraya berjalan ke arah dapur, tak lupa menguap lebar mulutnya karena masih ngantuk."Pagi," balas Kemal lantas membuka laci meja dapur untuk mengambil stok kopi bubuk yang akan ia masukkan ke mesin pembuat kopi otomatis, mahal, dan canggih. Iya, lah, CEO ... masa barang-barangnya jelek."Geser," celoteh Ines saat Kemal menghalanginya hendak membuka kabinet bagian atas untuk meraih piring ceper. Ines melesak begitu saja, berdiri di depan Kemal yang seketika melotot.Tanda bahaya berbunyi! Kemal memejamkan mata karena itunya tersentuh tak sengaja dengan bokong Ines yang masih memakai baju tidur bercelana panjang."Mal! Bisa dikondisikan, kan!" omel Ines lalu buru-buru berjalan ke arah kompor listrik. Kemal tak membalas, ia hanya diam mengatur dirinya sendiri."Lo mau roti atau nasi? Gue masakin nasi goreng." Ines masih kesal karena tadi, Kemal me
Met baca š____________"Pulang?" ajak Ines setelah membuka pintu ruangan Kemal. Sejam lalu dua keponakan dan kakak iparnya sudah pulang lebih dulu. Kemal melirik jam di atas meja kerjanya, sudah tepat pukul tujuh malam. Ia beranjak, memasukan ponsel, tablet, laptop ke dalam tas kerjanya."Mbak Keira kirim makanan sore tadi, dititip di sekuriti lobi. Masak rawon, tapi kita beli telur asin sama gue mau bikin tempe goreng tepung buat pelengkapnya. Mampir ke supermarket sebentar, ya."Kemal mengangguk. Ia memastikan tak ada barang yang tertinggal, lalu berjalan keluar ruangannya bersama Ines."Kapan potong rambut lo?"Mendengar itu Ines menoleh, "kenapa? Ngebet banget mau lihat penampilan gue fresh?" candanya. Kemal hanya diam, tak membalas satu katapun."Mal, Tatiana cantik,kok. Kenapa sih, lo kayak nggak seneng di deketin dia?" Keduanya sudah di dalam lift."Cantik bukan hal utama.""Halah. Cowok di mana-mana pasti menomor satukan penampilan. Logika cowok kan gitu. Itu natural.""Cant
Met baca š__________Segelas kopi panas dari merek kedai kopi ternama berdiri tegak di depan Ines hingga membuatnya seketika mendongakkan kepala."Hai," sapa lembut Tatiana dengan senyum mengembang."Hai," balas Ines lantas berdiri dari duduknya. Tatiana menoleh ke arah ruang kerja Kemal lalu kembali menatap Ines."Aku mau ketemu Kemal, bisa?" lirihnya masih menyunggingkan senyuman. Ines melirik gelas kopi di mejanya."Nyogok?" Ia menunjuk pada gelas kopi. Tatiana mengangguk tapi tetap sumringah. "Kemal baru selesai rapat, dia lagi cek hasil rapat tadi. Sepuluh menit aja nggak apa-apa, kan?"Tatiana mengangguk cepat. "Lima menit lebih dari cukup.""Oke. Eh tapi ada keperluan apa?""Cuma mau nyapa. Kebetulan aku habis ketemu Pak Reynan tadi, mampir sebentar mau ketemu Kemal. Wish me luck, Nes!" cicit Tatiana girang. Ines hanya bisa tersenyum sambil mengacungkan ibu jari. Tatiana melangkah masuk, Ines kembali duduk lalu fokus mengatur jadwal Kemal untuk satu pekan ke depan.Di dalam r
Met baca š__________"Yakin kamu?" Keira mencoba kembali bertanya untuk kesekian kalinya kepada Ines saat ia sedang merapikan pakaiannya untuk segera pindah dari sana. Kemal sudah keluar dari rumah sakit dan pulang ke apartemennya lebih dulu."Yakin. Mbak tenang aja, kalau Kemal macam-macam aku udah siap semprotan lada. Aman ...." Ines menutup koper kedua miliknya lalu bersiap menyeret keluar karena pak Darmo sudah menunggu di garasi."Yaudah. Kabarin kalau ada apa-apa, ya. Orang tua kamu tau?""Nanti aku bilang. Sekarang aku masih ngehindar mereka, karena setiap telepon bahas perjodohan itu. Awalnya aku, sih, yang tanya apa bener mereka ada niat begitu. Ternyata ya bener." Ines memakai tas selempang lalu pamit ke Keira yang ikut mengantar ke garasi.Reynan sudah di teras, duduk menunggu. Saat Ines pamit, Reynan berpesan untuk tetap jaga diri, bagaimana juga sebenarnya tak boleh tinggal bersama tanpa ikatan sah. Tak baik dicontoh, ya."Hati-hati, Nes," pesan Reynan. Ines mengangguk.
Met baca š__________"You freaking me out, Kemal!" geram Ines. Kemal tertawa pelan lalu meringis karena sakit di kepalanya."Sorry, i just try to make a joke karena lo terlalu ... drama.""Drama lo bilang!" teriak Ines. Kemal memejamkan mata dengan kening mengkerut. "Lo pikir omongan lo berkualitas. Kita saling membutuhkan? Kalimat apaan itu!" Ines berjalan ke arah meja kecil kemudian membuka makanan yang ia beli. "Mendingan lo tidur dari pada keluarin kalimat nggak penting."Kemal menghela napas panjang, ide Ines benar juga toh efek obat membuatnya mengantuk.Pukul lima sore, Ines pamit pulang setelah Kemal bangun tidur. Tetapi pria itu melarang, justru meminta Ines menemaninya. Perdebatan alot kembali terjadi, Ines tidak bawa baju ganti juga peralatan mandi."Dompet gue lo pegang, kan? Beli baju dan yang lo butuh di mal, black card gue pake aja."Seketika Ines tersenyum lebar. "Boleh beli apapun?""Hm. Asal jangan lo minta dibeliin mobil atau rumah. Gue siksa lo seumur hidup jadi