“Siapa dia, Mas?” cicit Arum.
Arum tidak kenal dan bingung dengan maksud ucapan pria paruh baya ini. Ia melihat ke arah Danu berharap Danu memberinya jawaban. Namun, Danu tidak menjawab, hanya melirik Arum sekilas. Kemudian dia kembali membalas tatapan pria paruh baya itu.
“Maaf, Tuan. Sudah malam, kami harus pulang,” jawab Danu.
Pria paruh baya itu yang tak lain Tuan Rafael, ayah Nadia terlihat marah. Danu dan Arum bersiap pergi. Namun, Tuan Rafael sudah menyambar tangan Danu.
“DENGAR!! AKU PUNYA BUKTI SEMUANYA!! Aku bisa melakukan apa saja padamu, DANU!!!”
Danu menarik napas panjang sambil melepas cekalan tangan Tuan Rafael. Ia menatap tajam ke pria paruh baya itu.
“Saya pikir Anda bijaksana dalam bersikap, tapi ternyata Anda sama dengan Nadia, Tuan.”
Tuan Rafael tampak marah dan semakin menatap Danu dengan penuh kebencian.
“Aku baru tahu kalau kamu orang yang tidak tahu t
“Obat asam lambung?” Kembali Danu bergumam.Ternyata dia penasaran dan membaca satu persatu obat yang ada di dalam kantong itu. Danu menarik napas panjang sambil menggelengkan kepala.“Kenapa dia tidak bilang kalau sakit?”Ia melirik ke arah pintu kamar mandi. Pintunya masih tertutup rapat dan suara gemericik air masih terdengar dari sana. Danu meletakkan kantong obat kembali ke tempatnya bersamaan dengan pintu kamar mandi yang terbuka.Arum keluar dari sana. Wajahnya terlihat segar, rambutnya setengah basah dan kini hanya mengenakan bathrobe saja. Arum tersenyum sambil berjalan menghampiri sofa tempat Danu berada. Arum langsung duduk di samping Danu.“Mas … gak mandi?” tanya Arum. Entah mengapa gestur tubuh Arum terlihat menggoda. Dia juga menggeser posisi duduknya mendekat ke Danu sambil bergelayut di lengannya.Danu tersenyum, meliriknya sekilas. “Iya, habis ini.”Arum manggut-
“Apa? Nasi Padang? Malam-malam begini?” seru Danu.Danu terkejut usai mendengar permintaan aneh Arum. Ia menatap Arum tanpa kedip, sementara Arum hanya diam tak bersuara. Kemudian Danu tiba-tiba tersenyum.“Apa gara-gara sakit asam lambung, jadi sekarang kamu kelaparan?”Arum berdecak sambil mengendikkan bahu. “Gak tahu, Mas. Namun, yang pasti aku laper banget pengen makan nasi Padang.”Danu kini yang diam dan menatapnya dengan aneh.“Emang harus nasi Padang? Gak mau yang lain? Yang ada di rumah atau masakan bibi misalnya?”Arum diam dan menggeleng. “Maaf, Mas. Takutnya aku nanti malah muntah kalau gak makan sesuai yang aku inginkan.”Danu menghela napas panjang, menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian tak lama ia sudah bangkit dari kasur. Danu mengambil ponsel dan tampak sedang melakukan panggilan. Samar, Arum mendengar Danu meminta salah satu asisten rumah tangganya
“Ngidam? Maksudmu Arum hamil?” tebak Danu.Budi tersenyum sambil menganggukkan kepala. Danu terdiam untuk beberapa saat. Sekali lagi ia mencoba mengingat apa yang terjadi pada istrinya belakangan ini. Danu tidak melihat banyak perubahan terjadi. Hanya saja kini Arum semakin manja padanya, bahkan terlalu sering menggoda Danu. Ujung-ujungnya akan berakhir dengan aktivitas panas mereka di ranjang.Tanpa sebab wajah Danu merona merah. Dia buru-buru meraup wajahnya dan menjauh dari tatapan Budi.“Orang hamil dan orang sakit asam lambung mempunyai gejala yang mirip, Tuan. Mual, muntah, pusing, rasa enek. Saya rasa tidak ada salahnya Tuan memeriksakan Nyonya lebih lanjut.”Budi kembali menambahkan kalimatnya. Sementara Danu masih terdiam. Memang hubungannya dengan Arum jauh lebih baik dari pada lima tahun yang lalu. Namun, Danu sedikit ragu untuk melakukan apa yang dikatakan Budi.Saat sakit asam lambung kemarin saja Arum tidak mem
“Jadi, kita cari bubur ayam sekarang, Tuan?” tanya Budi.Danu tersenyum lebar sambil menganggukkan kepala. Selang beberapa saat, Lisa bergegas masuk ke ruangan Arum sambil membawa paper bag.“Nona, ada kiriman dari Tuan Danu,” ujar Lisa.Arum mendongak, menatap Lisa kemudian langsung tersenyum lebar usai mengingat apa yang dikatakan Danu di telepon tadi.“Apa ini bubur ayam, Nona?” tebak Lisa.Arum mengulum senyum sambil menganggukkan kepala. Lisa menghela napas panjang sambil menggelengkan kepala.“Kenapa Nona tidak bilang jika sedang ingin bubur ayam. Tahu gitu tadi saya bagi punya saya.”Arum langsung menggelengkan kepala.“Udah gak papa. Lagian pemberian suami itu lebih enak rasanya.”Lisa langsung tergelak mendengar ucapan Arum.“Astaga!! Sejak kapan Nona bisa ngelawak seperti ini?”Arum tidak menjawab dan kini sudah mulai sibuk meni
“Dia baik-baik saja. Dia hanya kelelahan. Cepat ambilkan minyak angin untuk membuatnya sadar!” pinta Dokter Sandy.Lisa mengangguk. Ia berhambur keluar kemudian kembali dengan benda yang diminta Dokter Sandy. Selang beberapa saat, Arum membuka mata. Ia terkejut saat melihat Dokter Sandy ada di sampingnya. Arum bergegas menggeser tubuh dan Dokter Sandy menyadari.“Kamu pingsan tadi dan kebetulan aku datang ke sini. Jadi aku yang memeriksamu,” jelas Dokter Sandy. Ia tidak mau Arum salah sangka padanya.Arum hanya mengangguk sambil tersenyum menatap Dokter Sandy.“Iya, terima kasih, Dok.”Dokter Sandy terdiam sambil melirik Arum sekilas. Lisa sudah tidak berada di ruangan. Ia sudah dijemput pacarnya, hari ini Lisa ada keperluan mendesak yang tidak bisa ia tinggal. Jadi hanya Dokter Sandy dan Arum saja yang berada di ruangan itu.“Kapan kamu terakhir halangan?” Tiba-tiba Dokter Sandy bertanya seper
“Tidak. Sama sekali tidak. Saya minta maaf jika kehadiran saya mengganggu di sini,” ujar Dokter Sandy.Danu hanya manggut-manggut, ia terlihat lebih tenang dari tadi. Namun, tatapannya sangat tajam menghujam Arum dan Dokter Sandy. Arum hanya diam, menarik napas panjang. Sementara Dokter Sandy melirik ke arah Arum.“Aku pulang dulu, Arum. Mungkin ajakan makan malamku lain kali saja.” Dokter Sandy berpamitan dan Arum menjawab dengan anggukkan kepala.Pria berkacamata itu sudah berlalu pergi meninggalkan Arum dan Danu. Perlahan Danu mendekat hingga berdiri tak berjarak di hadapan Arum. Tangan Danu langsung terulur menyentuh baju Arum dan mengancingkannya.“Lain kali aku tidak mau melihat pria lain menyentuhmu. INGAT ITU!!”Arum menghela napas sambil memejamkan mata sekilas.“Kami tidak melakukan apa-apa, Mas. Kamu jangan salah sangka. Malah dia yang menolongku.”Danu mengangguk. “Iya,
“Aku beneran hamil. Anak Mas Danu,” gumam Arum.Dia masih tidak percaya dengan hasil test pack yang baru saja dilakukan. Namun, semuanya jelas terlihat jika dia memang positif hamil. Arum tercenung cukup lama menatap alat test pack itu. Kemudian tak lama sebuah senyuman terukir dengan indah di rautnya.“Aku akan buat kejutan untuknya.”Arum bergegas mandi, kemudian tak lama ia sudah bersiap untuk keluar rumah. Kepalanya memang masih sedikit pusing dan ia sudah tahu penyebabnya. Arum kini tampak sedang menikmati sarapan di sebuah kafe dekat dengan rumahnya.Kini Arum tahu kenapa selera makannya tiba-tiba berubah drastis belakangan ini. Tak lain dan tak bukan karena kehamilan ini penyebabnya. Lagi-lagi sebuah senyuman terlihat di wajah cantiknya. Arum memang memutuskan untuk tidak ke kantor. Dia ingin menikmati kebahagiaannya lebih awal.Arum tampak memainkan ponselnya dan kini sedang menghubungi sebuah nomor. Cukup lama dia m
“Artis sekaligus model papan atas Nadia Amalia tertangkap basah sedang menghabiskan waktu sepanjang malam bersama seorang pria tampan di sebuah hotel. Pria tampan yang disinyalir seorang pengusaha kaya raya berinisial DN itu ternyata sudah lama menjalin hubungan dengannya. Menurut kabar yang terdengar, mereka akan segera melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius.”Suara berita gosip yang sedang tayang di salah satu stasiun televisi itu sudah mendominasi atmosfer ruang tunggu salah satu rumah sakit pagi ini.Seorang wanita berwajah teduh hanya terdiam sambil sesekali menghela napas panjang memperhatikan tayangan yang terus diulang di televisi 40 inchi itu. Hatinya bergetar saat melihat sosok pria yang ditayangkan dalam berita gosip tersebut. Tidak bisa dipungkiri kalau sosok itu memang mirip dengan suaminya, Danu Nagendra.Enggak. Gak mungkin itu Mas Danu, batin Arum.Wanita cantik berwajah teduh dengan rambut hitam legam itu bernama Arum Bisanti. Ia sengaja datang ke rumah sak