Beranda / Pernikahan / Suamiku Tidak Memiliki Gaji / Suamiku Bukan Pengangguran

Share

Suamiku Tidak Memiliki Gaji
Suamiku Tidak Memiliki Gaji
Penulis: Ayu_Kusuma20

Suamiku Bukan Pengangguran

Suamiku tidak memiliki gaji.

Part 1

"Duh saya senang banget kalau udah akhir tahun gini," Ucap Bu Narti saat kami sedang berkumpul menunggu jam pelajaran anak selesai.

"Emang kenapa Bu?" Bu Yomi menimpali ucapan Bu Narti.

"Ya senang lah, akhir tahun kan suamiku dapat bonus, gaji ke 13, lumayan, terus bulan depannya gajinya naik kan."

"Oh gitu, kalau di pabrik suami saya gak ada tuh namanya bonus akhir tahun, tapi gak apa-apalah yang penting punya kerjaan."

"Makanya suruh kerja di pabrik yang bonafide kayak suami saya, jangan kerja dipabrik kecil gitu, tahun depan juga kayaknya pabriknya bangkrut hahaha," Ucap Bu Narti dengan tawa terbahak-bahak, padahal menurutku tidak ada yang lucu dari ucapannya itu.

Aku hanya diam tidak ikut berbicara apapun.

"Ehhh tapi ada yang lebih kasian loh dari Bu Yomi," Bu Narti kembali berbicara.

"Siapa?"

"Tuh Bu Sofi, suaminya kan cuma pengangguran gak punya gaji hahaha," Bu Narti kembali tertawa.

Karena namaku sudah disebut jadi aku tidak bisa diam saja.

"Maaf Bu, kasian kenapa ya sama saya?"

"Ya kasian aja, Bu Sofi kok betah sih punya suami nganggur kayak Pak Dirman, kalau saya ya gaji suami ada potongan dikit aja karena dia sakit atau apa, suami saya sudah saya marahin habis-habisan."

"Tidak semua orang punya gaji tapi semua orang pasti punya rezeki, alhamdulilah meskipun suami saya tidak punya gaji tapi alhamdulilah selama ini saya sekeluarga tidak pernah kelaparan, semua kebutuhan tercukupi dan alhamdulilah kami juga tidak memiliki hutang!"

"Emmm ya iyalah gak berani ngutang kan gak punya gaji, jadi siapa yang mau percaya ngasih hutang sama Bu Sofi," ucap Bu Narti sambil mendelikkan matanya.

"Emang Bu Sofi gak punya keinginan kayak kami kah? kali-kali suaminya tuntut, jangan pasrah aja jadi Istri biar suami ada keinginan nyari uang, kalau Bu Sofi pasrah aja enak suaminya gak akan mikir, liat diantara kita semua cuma Bu Sofi yang antar jemput anak sekolah naik angkot, beliin motor buat Istri aja suami Bu Sofi gak sanggup, padahal cicilan motor kan murah yang 700 ribu juga ada, kecuali motornya kayak punya saya NMAX sampai lebaran kuda juga gak bakal dapat cicilan segitu hahahaha," Bu Narti kembali tertawa.

"Gak apa-apa naik angkot juga, malah enak tinggal duduk tahu-tahu nyampe," Ucapku sambil tersenyum

"Ih dibilangin ngeyel, bilang aja bucin, meskipun suaminya m~k 0 n~o tetap aja mau di kelonin."

"Suami saya gak m~k 0 n~o, dia laki-laki yang bertanggung jawab terhadap Istri dan anak-anaknya Bu," Ucapku membela Mas Dirman, aku tidak terima laki-laki yang menurutku sangat bertanggung jawab disebut m~k 0 n~o oleh Bu Narti.

Tidak lama kemudian terdengar suara anak-anak mengucap salam secara bersamaan itu artinya jam pelajaran telah selesai.

Akhirnya aku bisa bebas dari obrolan yang benar-benar tidak sehat ini.

"Mari Bu, saya duluan ya, maklum naik angkot jadi harus buru-buru takut gak kebagian tempat duduk," Ucapku pamit.

Suamiku memang bukanlah seorang pegawai negeri atauapun karyawan swasta, orang-orang mungkin memandang suamiku hanya seorang pengangguran.

Tidak ada yang tahu jika suamiku bisa mencari nafkah untuk keluarganya tanpa harus meninggalkan rumah.

Aku sendiri tidak mengerti bagaimana cara suamiku bekerja dan apa nama pekerjaan suamiku, "Desain grafis" dan "Editor" itulah jawaban suami setiap kali kutanya apa nama pekerjaannya.

Suamiku memiliki ruangan khusus dirumah, yang isinya hanya laptop, komputer dan alat-alat lain, dia bisa menghabiskan waktu berjam-jam didalam ruangan itu.

"Mah mau belajar gak?" tawar suamiku saat itu.

Aku yang memang ingin seperti suami yang bisa menghasilkan uang tanpa harus memeras keringat langsung kuterima tawarannya.

"Mau. . . mau," Jawabku girang.

Namun baru setengah jam belajar kepalaku pusing, mual rasanya, tak kuat menatap monitor dengan waktu yang begitu lama.

"Udah Mama nyerah, pusing, apalagi dengar istilah-istilahnya, Mama gak ngerti blas."

"Loh kok pusing sih, katanya mau bisa."

"Enggak, Mama nyerah!" Ucapku sambil meninggalkan ruangan pribadi milik suamiku itu.

***

Sebenarnya aku malas setiap hari harus menghabiskan waktu menunggu anakku belajar disekolah, namun jika aku pergi anakku pun tidak akan mau masuk kelas, pernah kucoba meninggalkannya secara diam-diam namun baru 10 menit sampai dirumah anakku sudah menyusulku ada dirumah.

"Bu Narti kenapa cemberut gitu pagi-pagi? kan ini masih tanggal muda," Goda Bu Yomi pada Bu Narti.

"Pusing saya Bu, gaji suami bulan ini cuma pas-pasan karena hampir gak ada lembur, bonus akhir tahun cuma dapat setengah itu juga gak tahu cairnya kapan, karena produksi lagi kurang katanya."

"Gaji pokoknya juga kan gede hampir 8 juta kenapa harus pusing?"

"Gak cukup Bu Yomi, bayar cicilan rumah 2 juta, motor 2 juta, arisan 1 juta saya ngambil dua nama jadi dua juta, paylater, lisrtrik, wifi, air dan kebutuhan dapur, pusing saya, baru tanggal segini uang tinggal 700 ribu lagi, suami juga udah uring-uringan nyalahin saya," Ucap Bu Narti dengan wajah kusutnya.

Masih jelas diingatan saat Bu Narti membangkan gaji suaminya dan merendahkan Mas Dirman suamiku, lantas mengapa saat ini Bu Narti mengeluh? beban pikirannya seperti jauh lebih berat dariku yang seorang Istri dari suami yang tidak memiliki gaji.

Aku hanya diam menyimak dan tidak mau ikut berbicara, selama mereka tidak menyingung dan menyebut namaku aku tidak akan peduli tentang apa yang mereka bicarakan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status