Perlahan? Kira-kira selama apa? Sejam? Sehari? Sebulan? Atau setahun?Syifa tidak tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan Billy untuk melupakan masalah ini. Wanita yang dicintai Billy selama 20-an tahun akhirnya kembali ke sisinya. Pria ini seharusnya akan pulih dengan cepat karena keinginannya akhirnya terkabulkan.Ada banyak macam kebahagiaan di dunia ini. Sementara itu, Billy seharusnya berbahagia karena bisa berkumpul kembali bersama kekasihnya. Perjalanan karier dan cinta Billy berjalan mulus. Jadi, anak mereka ....Anak mereka bahkan belum terbentuk. Mungkin, itu hanya akan menjadi sebuah cacat kecil dalam hidup Billy.Kini, Billy telah bersama wanita yang dicintainya, bahkan kelak mereka akan punya anak. Pemerintah mendorong kebijakan 1 keluarga 3 anak, jadi Keluarga Aditama seharusnya akan punya banyak keturunan. Ketika saat itu tiba, kehidupan Billy akan sempurna.Prilly tidak mengizinkan Syifa tinggal di hotel. Dia membawa Syifa ke rumahnya. Orang tua Prilly memang telah menyi
Syifa merasa yang dikatakan Prilly masuk akal. Di usia 26 tahun ini, pikirannya sudah lebih dewasa. Dia bisa menggunakan cara yang dewasa untuk melewati kesedihannya ini.Sementara itu, Prilly hanya berusia 17 tahun waktu itu. Remaja seperti itu mudah bertindak gegabah. Saat itu, Prilly benar-benar ingin mati untuk memulai kehidupan baru.Syifa bertanya, "Jadi, kapan kamu melupakan kesedihanmu waktu itu?"Prilly merentangkan tangannya sambil membalas, "Entahlah, berlalu begitu saja. Lagian, memangnya bumi berhenti berputar kalau nggak ada dia? Waktu akan memulihkan semuanya."Syifa mengangguk. Semua hanya masalah waktu. Dia tidak takut sedih, hanya berharap kesedihan ini bisa lebih singkat.Prilly tiba-tiba mengedipkan matanya dengan nakal dan berkata, "Kata orang, cara untuk melupakan kisah cinta sebelumnya adalah dengan mencari cinta yang baru. Gimana kalau aku memperkenalkan pria baru untukmu?"Syifa menggeleng dan bertanya, "Kamu rasa aku punya minat seperti itu sekarang?"Syifa bu
Syifa membuka WhatsApp-nya untuk memeriksa. Ternyata Billy benar-benar mengganti fotonya. Awalnya hanya foto pemandangan, tetapi sekarang menjadi foto kartun anak laki-laki yang memanyunkan bibirnya ke kanan.Sepertinya, foto profil Shifa adalah foto kartun anak perempuan yang memanyunkan bibirnya ke kiri. Foto profil ini sebenarnya tidak sesuai dengan gaya Billy. Selain itu, ini jelas adalah foto pasangan. Pantas saja, Prilly marah-marah.Prilly membuka pintu balkon dan kembali ke ruang tamu. Syifa menyimpan ponselnya ke kantong. Begitu masuk, Prilly langsung memandang ke sekeliling dengan penuh waspada.Syifa merasa lucu. Dia bertanya, "Cari apa?""Mana ponselmu? Kenapa aku nggak melihatnya?" tanya Prilly."Oh, tadi aku berdiri di samping jendela. Aku takut ponselku jatuh, jadi kusimpan di kantongku. Ada apa?" tanya Syifa.Prilly merasa lega mendengarnya. Dia merangkul bahu Syifa, lalu berkata sambil tersenyum, "Nggak apa-apa. Aku khawatir ponselmu jatuh. Apartemenku di lantai 16. Ka
Prilly agak kebingungan. Dia ditarik oleh pria itu ke meja samping untuk memakan buah, lalu kursinya diduduki oleh pria itu.Pria itu duduk tepat di samping Syifa. Namun, dia menjaga jarak supaya Syifa tidak merasa tidak nyaman ataupun tidak bisa mendengar suaranya.Terdengar alunan musik. Di layar, terlihat wajah penyanyi saat masih muda. Wajahnya agak bulat, matanya besar dan hidup.Sebenarnya Syifa tidak termasuk wanita yang sangat cantik. Namun, wajahnya enak dipandang. Dia lembut dan berkarisma."Lagunya sudah mau mulai. Lima, empat, tiga, dua ...," instruksi pria itu.Syifa memegang mikrofon dan mengikuti iramanya. Suaranya tidak sehalus penyanyi hebat, tetapi membuat siapa pun yang mendengarnya merasa nyaman.Teman Prilly tiba-tiba menyenggol lengan Prilly dan berujar, "Dasar penipu. Temanmu pintar nyanyi kok. Masa kamu bilang dia nggak bisa nyanyi?"Prilly sedang memakan semangka. Dia termangu sesaat, lalu membalas, "Aku juga nggak tahu. Dia nggak pernah ke KTV. Aku nggak perna
Syifa tersenyum canggung dan menerimanya. "Terima kasih.""Lirik lagunya sangat menyentuh, 'kan?" tanya Dylan."Ya." Syifa mengiakan."Lagu lama memang seperti itu. Liriknya selalu bisa menyentuh hati kita, membuat kita menangis tanpa sadar," ucap Dylan.Hati Syifa terasa hangat. Dia tahu Dylan hanya membantunya supaya tidak merasa canggung. Pria ini mengaitkan tangisannya yang pecah dengan lirik lagu."Omong-omong, namaku Dylan Winarto. Keluargaku dan keluarga Prilly berteman," ujar Dylan."Oh, halo, namaku Syifa Perdana," ucap Syifa."Aku pernah mendengar tentangmu. Kamu dokter kandungan termuda di Rumah Sakit Sentosa dan terkenal di Kota Hamda," kata Dylan.Syifa agak terkejut mendengarnya. Dia bertanya, "Jangan-jangan kamu juga seorang dokter?""Benar. Tapi, aku kuliah di luar negeri dan baru pulang tahun ini," timpal Dylan.Syifa mengangguk, lalu tersenyum dan berkata, "Ternyata profesi kita sama.""Nyanyianmu sangat merdu lho. Aku serius. Suaramu sangat cocok dengan lagu tadi," p
Dylan mengedikkan bahunya dan membalas, "Sayang sekali, koperku hilang waktu aku pulang. Jadinya, surat itu juga hilang."Prilly buru-buru bertanya, "Kamu masih ingat isinya nggak?""Sudah bertahun-tahun berlalu, mana mungkin ingat lagi. Lagian, surat cinta cuma berisi beberapa pengakuan atau mungkin puisi, 'kan?" sela Syifa."Dylan, kamu saja yang jawab," ujar Prilly. Gosip ini tentu lebih seru daripada bernyanyi.Semua teman yang diundang oleh Prilly awalnya sibuk makan, minum, dan bernyanyi. Akan tetapi, sekarang semuanya berkerumun untuk mendengar gosip. Syifa merasa dirinya bak hewan di kebun binatang.Dylan berujar dengan tenang, "Aku ingat persis isi surat cinta itu. Kalimat pertamanya adalah ...."Dylan berjeda sebelum meneruskan, "Ritsleting celanamu lupa ditarik."Suasana menjadi sunyi senyap. Dylan berkata lagi, "Kelihatannya sangat besar."Saat berikutnya, suasana sontak menjadi gempar. Piring buah terhempas, gelas bir pecah, buah-buahan berjatuhan.Setelah tersadar dari ke
Syifa tidak tahu bagaimana merespons. Dia memang kurang berpengalaman dalam hal ini. Syifa hanya tersenyum canggung dan berucap, "Um, nggak apa-apa.""Jadi?" tanya Dylan.Syifa bertanya balik, "Kenapa?"Dylan bertanya, "Kamu suka tipe pria seperti apa?"Syifa tertegun. Prilly yang membantu Syifa menjawab, "Dia suka pria yang lembut, pengertian, latar belakang keluarganya bagus, punya karier sendiri, dan tampan."Prilly menyebutkan semua itu sesuai standar Billy. Dylan tersenyum dan menimpali, "Setiap orang punya kelebihan masing-masing. Selain tampan, seharusnya aku cukup memenuhi syarat."Prilly memiringkan kepalanya sambil memandangi Dylan. Dia berdecak dan membalas, "Nggak terlalu mirip. Tapi, kamu lumayan tampan. Kamu punya pesona yang berbeda."Dylan yang paham bertanya kepada Syifa, "Kamu ... sudah punya gebetan?"Tiba-tiba, seseorang menjulurkan kepalanya dan menceletuk, "Dia baru patah hati."Syifa melihat Prilly, lalu Prilly mengangkat kedua tangannya dan berujar, "Bukan aku y
Syifa berkata, "Billy juga nggak pernah."Billy terus-menerus ditekan oleh Shifa dengan status sebagai "teman terbaik" dan tidak pernah berpacaran sekali pun."Dia berbeda dengan Billy. Dia nggak punya kekasih masa lalu. Dylan benar-benar nggak peduli dengan masalah lain, hanya fokus untuk belajar. Di luar negeri yang dipenuhi dengan banyak godaan, dia tetap saja nggak tergoda.""Prilly.""Hm?""Waktu kamu putus cinta saat kelas 3 SMA, apa kamu akan terima kalau keesokan harinya ada yang menyatakan cinta padamu?"Prilly terdiam. Setelah beberapa menit, dia baru menghela napas. "Benar juga. Siapa juga yang bisa keluar dari kesedihan secepat itu.""Ya ....""Tapi, nggak masalah. Dylan bisa menunggu tujuh sampai delapan tahun, menunggu sebentar lagi juga nggak masalah. Pokoknya aku sangat mendukungnya. Kamu pertimbangkan dengan baik," balas Prilly.Syifa memejamkan matanya untuk berpura-pura istirahat. Pertimbangkan? Apa yang bisa dipertimbangkan?Jika keluarganya bisa berteman dengan ke