Share

Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar
Suamiku Ternyata Pewaris yang Tertukar
Penulis: Setia_AM

1 Baby yang Berbeda

“Anak saya ... mana, Suster?”

Seorang wanita paruh baya yang baru siuman setelah persalinan, bertanya lirih ketika melihat suster muncul di ruangannya.

“Sebentar ya, Bu?” sahut suster sambil tersenyum. “Saya cek dulu.”

Wanita bernama Virnie itu hanya mampu terbaring lemah dan nyaris tidak memperhatikan apa yang sedang dilakukan suster itu kepadanya.

Beberapa saat setelah menyelesaikan pekerjaannya, suster itu permisi keluar dan meninggalkan Virnie sendiri di ruangannya.

“Selamat pagi,” Tidak berapa lama kemudian, salah seorang suster masuk sambil menggendong seorang malaikat kecil yang tertidur pulas.

“Ini anak saya, Suster?” tanya Virnie dengan raut wajah seakan tidak sabar untuk segera menimang buah hatinya.

“Betul, Bu. Mari, saya bantu pelekatannya agar bisa menyusui dengan nyaman.” Suster itu meletakkan bayi Virnie dalam gendongannya dengan posisi senyaman mungkin.

“Saya tinggal dulu ya, Bu?” kata suster. “Kalau butuh apa-apa, silakan pencet belnya.”

“Terima kasih Suster,” angguk Virnie sambil memangku buah hatinya dengan bahagia.

Setelah beberapa saat menyusui anaknya, Virnie baru ingat bahwa dia belum menanyakan tentang jenis sang bayi.

“Perempuan apa laki-laki, Ma?” tanya Sony, suami Virnie begitu dia memasuki ruangan istrinya.

Saat awal kehamilan, mereka berdua memang sepakat untuk tidak menanyakan jenis anak mereka setiap kali pemeriksaan kehamilan.

“Biarlah ini jadi kejutan di hari kelahirannya nanti,” kata Virnie saat itu.

Namun, sekarang ini Virnie justru menyesal karena lupa menanyakannya. Ditambah lagi dia sempat pingsan setelah bayinya lahir.

“Maaf ya, papa terlambat datang?” ucap Sony yang sedang berada di luar kota saat mendapat telepon dari istrinya.

“Nggak apa-apa, ayo kita cek sendiri, Pa?” ajak Virnie yang mendadak jadi bersemangat untuk mengungkap jenis anaknya.

“Iya,” angguk Sony sambil membongkar selimut yang membungkus tubuh mungil buah hatinya. Dia hanya perlu melihat sekilas keseluruhan tubuh bayi itu untuk memastikan jenisnya.

“Anak kita perempuan,” kata Sony memberi tahu istrinya. “Lihat Ma, benar-benar bayi perempuan yang cantik.”

Virnie tersenyum begitu mendengar ucapan suaminya.

“Siapa namanya, Pa?” tanya Virnie ingin tahu.

Sony tersenyum sembari memandangi putri mungilnya yang sedang tertidur.

“Sebenarnya papa sudah siapkan nama cowok, Babyanz Avinskie.” Sony menjawab pelan. “Tapi karena ternyata lahir cewek, aku ganti jadi Babyolla Zavinska.”

Virnie tersenyum dengan mata berbinar-binar mendengar nama putri pertamanya.

“Babyolla ... nama yang cantik,” ucapnya sambil mengecup kening sang malaikat kecil.

Dua puluh lima tahun kemudian ....

Babyolla tumbuh dengan limpahan kasih sayang dan materi dari kedua orang tuanya, hingga menjadikannya orang yang manja dan semena-mena.

“Yolla?” panggil Virnie begitu dia tiba di rumah dan tidak melihat putrinya.

“Apa sih, Ma?” Yolla muncul dengan wajah malas. Dia baru saja membersihkan kuku-kuku di jemari tangannya saat sang ibu memanggil.

“Kamu nggak bantu papa di kantor?” tanya Virnie sambil menatap Yolla. “Papa belum dapat pegawai baru, setidaknya bantulah dulu.”

Yolla menarik napas, dia memang pernah diminta ayahnya untuk membantu pekerjaan di kantor. Namun, euforia setelah dia diwisuda masih terasa efeknya sampai sekarang.

“Malas ah Ma, kalau Cuma jadi pegawai.” Yolla berkomentar sambil duduk di sofa.

“Kan enak dapat gaji dari papa,” sahut Virnie. “Kamu juga masih dapat uang bulanan dari mama. Kurang apa lagi, coba?”

Yolla meniup-niup kukunya sebelum menjawab.

“Gaji karyawan paling berapa sih, Ma?” katanya. “Aku itu mau pegang posisi yang bergengsi dong, apa gunanya aku jadi anak pemilik perusahaan?”

“Yol, semua itu kan ada prosesnya.” Virnie menarik napas. “Semua jabatan tinggi pasti berawal dari bawah dulu ...”

“Ma, kalau begitu mendingan aku cari kerja di luar.” Yolla menukas. “Masa aku jadi karyawan di perusahaan papa aku sendiri. Malu aku, Ma.”

Virnie tidak menjawab, percuma. Yolla terkenal dengan sikap keras kepalanya, semakin dikerasi maka dia akan semakin membantah.

Awalnya, keinginan Sony sangatlah sederhana. Dia tidak mau melihat putrinya jadi pengangguran setelah lulus sarjana. Untuk itulah dia mengarahkan Yola untuk membantunya di kantor.

“Aku mau kerja di kantor papa,” kata Yolla setelah dibujuk berkali-kali oleh orang tuanya. “asalkan aku dikasih jabatan bagus.”

“Contohnya?” tanya Sony sambil lalu.

“Manajer atau apa,” jawab Yolla seenaknya. “CEO, apalah ... yang penting jangan pegawai bawah Pa, malu.”

Sony menarik napas, sementara Virnie mengusap bahunya sebagai isyarat agar dia memaklumi sikap putri semata wayang mereka.

Seminggu setelah itu, Yolla muncul di perusahaan ayahnya dengan rok sepan dan kemeja kerja serta riasan di wajahnya. Satu tas bermerek menggantung di lengannya dan sesekali berayun kala wanita muda itu melangkah anggun ke dalam ruangannya.

Seharian itu Yolla hanya sibuk bermain gawai sambil duduk di kursi kebesarannya karena dia akan mengusir siapa saja yang berani masuk untuk mengantar pekerjaan ke ruangannya.

Di bagian belakang, para petugas kebersihan terkadang membicarakan kelakuan putri bos mereka.

“... kamu saja yang membersihkan ruangannya ...”

“... aku aja malas, galak banget dia ...”

Seorang pria muda muncul dengan seragam office boy sambil menenteng ember dan sebuah alat pel di tangannya.

“Ada yang belum dibersihkan?” tanyanya dengan suara yang sangat santun.

“Ruangan CEO baru kita,” sahut salah seorang petugas kebersihan yang tadi ngobrol.

“Oke, aku akan ke sana.” Pria muda itu mengangguk dan berbalik.

Yolla menoleh ketika seorang pemuda memasuki ruangannya yang terbuka.

“Permisi Bu,” ucap pria itu sopan sambil mengangguk sungkan ke arah Yolla yang sedang asyik bermain gawai.

Yolla tidak menjawab dan hanya menganggukkan kepalanya.

Office boy itu lantas mulai menyapu dan mengepel lantai di ruangan Yolla.

“Bu, tolong jangan berdiri dulu ya?” kata office boy itu sopan sebelum berlalu. “Lantainya masih licin, takutnya nanti Ibu jatuh.”

“Ya,” sahut Yolla pendek.

Office boy itupun berlalu karena merasa tugasnya sudah selesai.

Tak lama kemudian, Yolla berdiri dengan ponsel di tangan. Dia baru melangkah sebentar ketika sepatunya tergelincir dan membuatnya jatuh seketika.

“Aduhh!” pekik Yolla. “Siapa sih office boy yang bersihin?”

Sambil menggerutu, Yolla berjalan hati-hati dan mencari office boy yang tadi membersihkan ruangannya.

Beberapa petugas kebersihan langsung berdiri saat Yolla mendatangi mereka.

“Siapa yang tadi bersihin ruangan saya?” hardik Yolla dengan mata melotot.

Beberapa pasang mata saling lirik sebentar.

“Baby ... kalau nggak salah tadi ...”

“Mana, panggil Baby cepet ...”

Mendengar mereka menyebut ‘baby,’ Yolla pikir dia adalah cewek.

“Nah, itu Baby!”

Yolla menoleh dan melihat office boy yang tadi membersihkan ruangannya, seketika dia tertawa meremehkan.

“Cowok kok namanya Baby,” ejeknya sambil memandang si office boy.

“Byanz, kamu kan yang tadi bersihin ruangan Bu Yolla?”

“Masih kotor tuh, Bu Yolla sampai ke sini ...”

Office boy itu memandang Yolla dengan tatapan sungkan sementara Yolla balas menatapnya dengan mata yang berapi-api.

Bersambung—

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status