Adik Dinar tiba-tiba mengaku hamil dengan calon suaminya tepat tiga hari sebelum pernikahan mereka di gelar. Atas persetujuan anggota keluarga, mereka memutuskan membatalkan pernikahan Dinar dan menggantinya menjadi pernikahan adiknya. Bahkan memaksa Dinar menikah dengan kakak dari calon suaminya. Seorang tukang parkir yang di pandang sebelah mata oleh anggota keluarga mereka. Tapi bagaimana kalau tukang parkir yang mereka sebut-sebut hina itu tiba-tiba menampakkan kekuasaan yang tidak pernah di bayangkan sebelumnya?
View More"Aku hamil anak Mas Danu!"
Seruan itu tiba-tiba menghentikan perbincangan anggota besar keluarga.Keluarga yang terlibat dalam acara pernikahan Dinar dan Danu seketika terkejut dengan penuturan adik mempelai h apa-apa."Aku harus nikah sama mas Danu, Mbak," ujarnya berkata dalam linangan air mata.Danu yang tiba-tiba datang membuat orang-orang makin memfokuskan tatapan pada mereka. Bak sudah tau apa permasalahan mereka, Danu mendekat dengan ekspresi marah."Sudah kubilang jangan bicara!" bentaknya pada Sania tak peduli keluarga besar di sana."Mas?" panggil Dinar menatap calon suaminya itu mencari kejujuran dari matanya."Mas Danu! Aku hamil," jerit Sania lagi pada lelaki yang kini terlihat pucat.Danu memalingkan wajah acuh pada Sania. Ia menghadap Dinar dengan tatapan memohon."Ini semua gak sepenuhnya salahku, Dinar. Pernikahan kita akan tetap berlanjut," ucap Danu berusaha mempertahankan pernikahan mereka."Gak bisa! Aku hamil, Mas! Kamu yang hamilin aku!" jerit Sania lagi makin histeris.Aktifitas yang tadinya hangat, kini berubah menjadi tegang. Keluarga besar yang hadir, nampak kebingungan sekaligus terkejut dengan pengakuan Sania."Mbak Dinar! Aku dihamili calon suami, Mbak!""Gak Dinar! Ini semua karena dia yang menyerahkan tubuhnya. Aku..., aku dijebak olehnya," bantah Danu berusaha berkilah kalau ini tak sepenuhnya salahnya.Dua argumen yang mendesak Dinar untuk memilih satu kepercayaan. Namun secara sadar otaknya menganalisa."Jadi benar kamu meniduri Sania?" tanya Dinar dengan suara serak.Tatapan Dinar yang selalu teduh pada Danu, kini menatapnya murka."Aku tidak sepenuhnya sadar saat itu, Sayang," ucap Danu sambil meraih tangan calon istrinya itu memohon."Bohong! Mas Danu bahkan melakukan itu berulang kali! Mas masih gak ngaku?!" teriak Sania tanpa rasa malu.Dengan suara bergetar, Dinar menghadap Sania. "Jadi kamu benar-benar menggoda Danu, Sania?" tanya Dinar mencoba mencari kejelasan.Walau hatinya sakit bahkan alam bawah sadarnya masih harus mencerna keadaan yang ia terima saat ini."Aku cinta sama mas Danu, Mbak! Kami melakukannya suka sama suka," ungkap Sania tanpa rasa bersalah."Teganya kamu sama Mbak, Sania!" desis DinarTiba-tiba suara lantang terdengar. "Danu dan Sania akan menikah!""Mama?" Lirih Danu."Kami memutuskan Danu dan Sania akan menikah. Kamu harus mundur, Dinar.""Maksud, Mama?" Dinar menatap tak percaya dengan ucapan calon mertuanya itu."Kalau Sania sudah hamil anak Danu, maka dia akan menikah dengan Danu. Itu jalan keluar terbaik," ujar Halimah, mama dari Danu.Beliau berjalan mendekati Sania dan merangkulnya."Kamu yang akan menjadi menantu mama. Kamu tenang ya?" ucapnya dengan nada tenang.Ia kemudian menatap Dinar yang masih syok dengan keputusan tiba-tiba ini."Ini Yuda. Dia putra sulung suami saya yang tinggal di Bali. Pekerjaannya tukang parkir. Ya terima ajalah ya, Dinar. Gimana juga ini demi menjaga nama baik keluarga."****Semua berjalan dengan sangat cepat. Bahkan Dinar tidak di berikan kesempatan untuk menolak ataupun membantah aturan keluarga. Walau ada beberapa dari keluarganya, terlihat masih keberatan dengan keputusan sepihak itu.Pernikahan yang di susun untuk dirinya dan Danu, kini berubah menjadi pernikahan adiknya.Gaun, pelaminan, dan semua perlengkapan yang dipilih dan dipersiapkan untuk dirinya, di gunakan oleh Sania.Bahkan gaun impian Dinar, dikenakan oleh sang adik.Tak ada kata yang bisa mengutarakan rasa yang saat ini menerkam hati Dinar selain sakit. Bahkan ia tak berdaya untuk hanya sekedar menentang atau bahkan memaki Sania yang merebut posisinya."Senangnya melihat kamu yang mendampingi Danu.""Makasih ya, Mama. Udah kasih keadilan untuk Sania."Obrolan dari luar terdengar jelas oleh Dinar. Bak sengaja di nyaringkan agar ia mendengar itu dengan jelas.Dinar yang memilih mengurung diri di kamar tersenyum miris mendengar percakapan dari ruang tamu itu.Keadilan untuk Sania?Apa hanya tentang keadaan untuk Sania?Apa hanya Sania yang di anggap terzolimi di sini?"Sama-sama, Sayang. Memang yang paling tepat untuk Danu itu hanya kamu."Lagi-lagi percakapan itu terdengar.Dinar hanya mampu meringis mendengarnya.Jadi selama ini Bu Halimah tak menginginkan ia menjadi menantunya? Melihat betapa bahagianya beliau dengan kenyataan bahwa Sania lah yang kini menjadi istri Danu.Percakapan di luar sana terus berlanjut. Bahkan tak ada satupun orang yang mempedulikan dirinya. Seolah pernikahan ini di susun memang untuk Sania.Bahkan tidak ada yang mengungkit kejadian ini. Di mana pernikahannya di rampas oleh Sania.Semua orang menganggap seolah itu adalah hal yang benar dan adil untuk Sania.Tak ada yang mempedulikan keadilan untuk dirinya.Tiba-tiba pintu terbuka. "Dinar. Ada yang harus kami bicarakan dengan kamu." Ibu masuk dengan senyuman samar menatap Dinar yang duduk di pojok kamar."Ayo keluar, Nak," ajak beliau.Dinar menatap ibunya beberapa saat. Tak adakah rasa ingin membela atau merengkuh dirinya? Ia sedang terluka setelah melambung tinggi dengan harapan akan menjadi pengantin. Namun di hempaskan dengan dzolimnya oleh keadaan.Bukan!Bukan dengan keadaan. Tapi dengan keputusan sepihak!Namun rasanya tak kuat untuk membantah. Bahkan Dinar tidak bisa mengucapkan satu katapun. Ia hanya berdiri dan mengikuti langkah sang ibu ke ruang tamu."Nak. Kami ingin kamu tidak mempermasalahkan pernikahan ini ya?" kata mantan calon papa mertuanya yang kini duduk bersama keluarga besar.Entah kemana Danu dan Sania yang tadi terdengar heboh bercerita."Benar, Dinar. Ini sudah takdir!" ketus Bu Halimah."Takdir?" Dinar mengulang kata yang di ucapkan Bu Halimah dengan mudahnya."Iyalah. Takdirnya bagus sih menurut saya. Danu harus nikah sama yang calon PNS kayak Sania itu loh.""Ibu!" Pak Anwar menegur.Beliau kembali menatap Dinar. "Maafkan kami, Dinar. Tapi kami harus menjaga kehormatan keluarga besar kedua belah pihak," tutur beliau lagi."Kami juga sudah mewanti-wanti keluarga yang mengetahui akan hal ini agar tidak menyebarkan beritanya.""Kamu tidak akan bicara apapun di luar sanakan, Dinar? Itu bisa mengganggu karir Sania dan Danu untuk menjadi PNS nantinya," kata ibunya nampak cemas.Hanya itu rupanya kecemasan yang melintas di benaknya. Tak ada rasa cemas tentang perasaan Dinar dan kemungkinan kejiwaannya terguncang.Dinar menatap sang ibu yang telah berucap barusan. "Apa cuma itu yang ibu pikirkan?" tanya Dinar untuk kali ini tak mampu lagi diam.Sedari tadi yang dibicarakan adalah kehormatan dan karir. Tak ada yang mengkhawatirkan tentang perasaannya."Itu yang paling penting! Orang yang gak berpendidikan kayak kamu mah gak ngerti!" hardik Bu Halimah.Dinar mengepalkan kedua tangannya merasakan sakit yang tiba-tiba menjalari aliran darahnya."Dinar. Bapak tidak bisa mengatakan apa-apa selain mendukung hal ini. Bagaimanapun, ini menyangkut kehormatan dan masa depan Sania dan Danu."Dinar menatap bapaknya yang juga tidak membela dirinya."Lagian sih ini kita punya rencana kalau ada yang nanya kenapa mempelai perempuannya ganti itu gara-gara kamu yang batalin." Bu Halimah mengendus."Bilang aja gitu kalau kamu gak mau nikah sama Danu dan udah kepincut sama Yuda nih. Anak sulung suami saya," jelasnya sambil menunjuk lelaki yang duduk di sampingnya.Cukup! Ini sudah sangat keterlaluan.Kenapa semua harus selalu di atur oleh Bu Halimah?"Enggak!" teriak Dinar. "Tega anda! Setelah menghancurkan perasaan saya! Anda juga ingin mengkambing hitamkan saya!"Dinar menatap Bu Halimah dengan mata menyala-nyala."Dinar. Ibu pikir juga gitu. Ini demi kebaikan karir Sania. Dia satu-satunya harapan ibu untuk masa tua nanti.""Memangnya Dinar tidak bisa di harapkan? Dinar juga kerja sebelum ini!"Benar-benar! Apa itu saja yang ada di kepala ibunya! Sejak dulu selalu mengatakan hanya Sania yang bisa menjamin masa tuanya. Hanya karena Sania bisa bekerja di instansi pemerintahan.Betapa kejam mereka ingin memperlakukannya. Ia tidak akan pernah melakukan itu! Tidak akan pernah!Setelah ia di sakiti, mereka ingin ia juga di lihat sebagai perempuan yang jahat! Bahkan mereka ingin melimpahkan kesalahan pada dirinya!"Pokoknya ibu mau kamu nurut! Kalau nggak, kamu bisa cari tempat tinggal lain!" ancam Bu Tiara."Ibu kelewatan! Setelah kalian merenggut hari bahagia Dinar, kalian mau mengkambing hitamkan Dinar. Lalu mau mengusir juga?!"Dinar terbakar amarah."Dinar. Tenang dulu. Toh kamu tidak akan tinggal di sini. Kamu akan ikut dengan Yuda ke Bali. Jadi tidak akan dengar apa yang orang-orang bicarakan," bujuk Bapak dengan tenang.Dinar terperangah dengan ucapan bapaknya barusan. "Kalian semua lebih hina daripada binatang!"Bersambung....follow i* @kn_author19“Jaga diri kamu,” ujar Daneen. “Jangan sampai kenapa-napa di sana.”Fahrian tersenyum lebar sembari mengangguk. Dirinya mendapat restu setelah bicara baik-baik dengan Yuda. Jika ia akan kembali setelah bertaruh nasib di negri orang. Bahwa dirinya, akan mengusahakan kehidupan yang lebih baik untuk Daneen.“Ini memang tidak berharga. Tapi hanya ini yang aku punya untuk mengikat kamu.”Fahrian memberikan sebuah cincin perak putih. Namun tak berani menyematkannya di jemari Daneen. Takut jika mungkin Daneen tidak suka dengan pemberiannya.Tapi mengerti dengan ketakutan Fahrian, Daneen mengambil cincin itu dan menyematkannya di jemarinya. “Aku janji ini tidak akan hilang sampai kamu pulang.”****Sementara di lantai atas, sepasang suami istri memandangi dua insan yang akan berpisah itu. “Aku sedih, Mas. Kenapa gak di kasih kerjaan di sini aja? Mas punya banyak cabang usaha.”“Itu Namanya perjuangan. Biarkan dia memandang anak kit aitu mahal dan berharga. Agar dia tidak menyia-nyiakannya. B
Yuda sedang kesal dengan Dinar karena perbedaan pendapat mereka. Apalagi Dinar kuekeh dengan keinginannya bertemu dengan pacar Daneen yang pernah bertemu dengannya. Walau Daneen tidak mengaku, tapi ia yakin itu adalah pacar Daneen.Ia tidak suka.Putrinya tidak mungkin bersama laki-laki seperti itu. Culun, lemah, dan cuma tukang ngepel di sekolah. Mau jadi apa anaknya di nikahkan dengan laki-laki tanpa masa depan begitu. Apalagi mengingat laki-laki itulah yang memukul Daneen di malamsepi itu.Meski sih dalam tekanan dan ancaman. Tapi masa di ancam begitu langsung memukuli perempuan. Di lawan dulu atau gimana lah. Masa diam aja. Pengecut.Tapi biarpun sudah 1001 cerita ketidak sukaan dirinya dengan lelaki itu, masih saja Dinar memberikan pembelaan. Dari yang masuk akal, sampai yang penting di bela, masa bodo gak masuk logika.Dinar bilang seorang laki-laki memang mengutamakan ibunya. Dan salah bila menyudutkan pacar Daneen itu hanya karena ia tak berani melawan. Semua orang punya level
Liburan yang di harapkan bisa membuat mereka tenang dan senang justru malah menjadi kejadian paling menyebalkan untuk Satria. Ia juga harus membawa pulang bekas pukulan di sudut bibirnya hasil pukul balas dari Aji. Tapi bisa di bilang juga Satria dan Ana puas dengan bulan madu mereka ini. Setidaknya ada beberapa moment mereka habiskan Bersama. Juga pengutaraan rasa cinta mereka. Sebelum menemui Ana kemarin, setelah masalah di selesaikan secara damai, Satria sempat menasehati Aji untuk berhenti mendekati istrinya, dan jangan membuat konten tidak mutu seperti prank-prank-an lagi. Lebih baik cari kerjaan tetap, sembari mengerjakan hobi membuat konten, tapi konten yang bermanfaat. Ana turun dari mobil mendahului Satria. Pastinya sudah tidak sabar menemui anak mereka yang tercinta. Ini kali pertama Tasya mereka tinggalkan berhari-hari. Ia menyusul Ana yang sudah duduk di samping Syafira. Ibu dari Ana itu tampak sibuk merajut. Entah apa yang mau di buatnya dari hasil rajutan itu. “Mana
Udara segar berembus menerpa kulit Ana. Secara alami ia tersenyum merasakan betapa nyaman lingkungan seperti ini. Bebas dari kebisingan dan polusi.“Ana?”Me timenya serasa terganggu begitu melihat seseorang di sampingnya. Entah kenapa Ana jadi merasa harus menoleh ke kamarnya. Dan ia jadi lega melihat sang suami yang masih tertidur.“Aku mau minta maaf dan berterima kasih sekali lagi sama kamu.”Ana mengangguk kecil. Ia mengerti Aji tak bermaksud jahat. Cuma tetap saja yang kemarin itu sangat tidak sopan dan mengganggu.Untungnya Satria mau menyelesaikannya dengan memaafkan Aji dan teman-temannya.“Aku, gak nyangka,” ujarnya dengan terjeda. Seolah yakin atau tidak untuk bicara.“Nyangka apa?”“Kalau berita kamu udah nikah itu bener.”Setelah lulus, inilah kali pertama mereka bertemu lagi. Banyak kabar yang sempat bersimpang siur tentang pernikahan Ana dari para teman-temannya. Terutama tentang Ana yang menikah dengan laki-laki seumuran dengan orang tuanya.“Iya. Aku udah nikah. Malah
Dinar hendak beranjak dari tempatnya melihat seseorang yang diam-diam di rindukannya selama ini. Namun tangan Yuda menahannya. Dinar mendongak dengan tatapan memohon pada Yuda.“Diam di sini. Di mana-mana yang nengokin orang sakit yang mendekat. Bukannya kamu yang turun dari tempat tidur.”Mendengar perkataan Yuda, Daneen menghela nafas sembari mengarahkan tantenya Sania untuk mendekati bangsal Dinar.Sania memilih ujung bajunya. Tampak sangat ragu dan kikuk berdiri di samping sang kakak. Otaknya bekerja keras menyatukan kata apa untuk menyapa atau sekedar membuka pembicaraan.“Mbak?”Sania tertegun dengan pelukan erat Dinar. Butuh beberapa saat untuk dirinya merespon pelukan itu.“Maafin Mbak, Sania. Maaf,” lirih Dinar.Sania melepaskan pelukan kakaknya. “Jangan meminta maaf, Mbak. Gimanapun Mbak gak salah. Harusnya bahkan aku yang bilang maaf dan terima kasih.”Dinar menggeleng. “Mbak rasanya udah jahat banget sama kamu. Pura-pura gak peduli. Bahkan gak mau tau gimana kehidupan kamu
Yuda memicingkan matanya seolah mencoba mempediksi apa yang sedang di pikirkan putrinya.“Kita balik lagi ke Rumah sakit, Pa?” tanya Daneen tampak mencoba menghindari sesuatu.Seolah dia bisa tau kalau akan di tanyai masalah yang tadi.“Ya,” balas Yuda singkat.“Dia itu, bukan pacarmukan?” tanya Yuda tidak tahan untuk tidak bertanya.“Dia siapa?” tanya Daneen balik tampak tidak paham.Papanya mendecak . “Gak usah pura-pura gak ngerti. Papa tau loh ekspresi kamu kalau lagi suka sesuatu.”“Papa ngomong apa sih?”“Kerja di mana dia? Terus gimana bisa dia mukul kamu?”“Kenapa bahas dia sih, Pa? Kita fokus mikirin mama aja.”****Bagi Yuda, Daneen sedang menghindari pertanyaannya seputar laki-laki yang di lindunginya tadi. Yang pada akhirnya Yuda lepaskan karena permintaan putrinya. Tapi tentu saja Yuda masih merasa ingin tau. Ralat, ia perlu tau dan sungguh harus tau tentang laki-laki itu.Cuma Daneen cukup keras kepala untuk tidak mau membicarakan pria itu. Greget juga waktu Yuda terpaks
Yuda dan Daneen mendatangi kediaman Sania. Sebelum itu ia menelpon Bulan untuk segera menyusul ke sini. Di mobil, Daneen dan Yuda sama-sama hanya diam. Namun, diamnya seorang ayah, tidak bisa melepaskan sepenuhnya tentang kecemasannya saat putri kesayangannya ini rasanya belum makan apa-apaIa memesan makanan drive-thru tanpa banyak bicara lalu memberikannya pada Daneen. Dirinya Kembali fokus melihat jalan dan mengalihkan mobil ke jalur alamat yang mereka tuju.“Makasih, Pa.” Suara Daneen terdengar penuh dengan makanan.“Mmm.”Sebuah rumah yang taka sing bagi Yuda terpampang di hadapan mereka. Butuh beberapa saat untuk Yuda sehingga dirinya bisa melangkahkan kakinya.Rumah ini, jadi lebih mengerikan dari terakhir kali dirinya ke sini dulu. Tampak sangat tidak terawatt dan banyak bagian rumah yang butuh renovasi.Ia mengikuti Daneen yang mengetuk pintu dan memanggil si pemilik rumah. Lalu seseorang dengan wajah lelah dan tampaknya baru habis menangis, membukakan pintu.“Tante, gimana k
Yuda harusnya menyadari ini sejak awal. Bahwa kembali ke kampung halaman istrinya, hanya akan membawa petaka. Tapi di sinilah jawaban atas kebingungan dan keputusasaan dirinya dan istrinya. Tapi bagaikan pertukaran yang tak mungkin bisa di pilih. Karena pada akhirnya Yuda juga harus menerima istrinya terbaring di rumah sakit dengan balutan perban di kepala Dinar. Kecemasan tak kunjung reda, dengan pemandangan wajah istrinya yang tak kunjung membuka mata.“Papa?”Panggilan itu membuat Yuda menoleh singkat. Harusnya saat ini ia memeluk gadis kecilnya yang sudah menjadi dewasa ini. Yang menghilang tanpa kabar bahkan tak memberikan alasan jelas. Mungkin tak berselang puluhan tahun kepergian putrinya. Tapi sudah cukup membuat banyak perubahan.“Mama masih belum sadar?” Suara itu berpindah ke samping istrinya. Jemari Dinar diraih. Kini kedua tangan Dinar di remas hangat. Andaikan tidak dalam kondisi seperti sekarang, mungkin ini adalah moment membahagiakan. Tapi sayangnya yang terasa han
Yuda memasukan koper ke dalam mobil. Dirinya melirik Dinar yang mengipasi wajahnya seperti orang kepanasan. Cuaca memang sedang terik saat mereka tiba mendarat beberapa menit lalu."Loh. Kok mobilnya jalan, Mas?"Yuda tersenyum dengan keterkejutan Dinar, karena mobil jemputan yang berjalan tanpa mereka."Kita naik motor, " ujar Yuda.Dinar membulatkan mata. "Panas, Mas," keluhnya dengan wajah cemberut.Motor yang akan mereka naiki di antarkan seseorang. Untungnya bukan motor lama Yuda yang 20 tahunan lalu. Motor itu pasti sudah tidak bisa di gunakan. Setau Dinar motor itu sudah di museumkan oleh Yuda.Masih dengan wajah cemberutnya, Dinar mengenakan jaket dan helm yang di berikan Yuda."Kita udah gak muda lagi loh, Mas," gumam Dinar.Yuda meraih jemari Dinar agar erat memeluk pinggangnya. "Ini buat mengingatkan kita kalau kita pernah melewati hari-hari dengan cinta kayak gini."Ban motor berjalan seiring dengan tarikan gas. Jemari Yuda terus mengelus jemari yang sejak dulu menemaninya
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments