Share

Bab 2. Pertunangan

last update Last Updated: 2024-11-07 13:29:00

Aku pulang dengan perasaan jengkel, mengingat aku dihukum karena ulah Adelio!

"Nggak akan lagi gue ketemu dia! Nggak akan pernah!" gerutuku memasuki rumah, namun ada kedua orang tuaku di depan pintu.

Kedua orang tuaku bernama Guntur Adipurna dan Cahaya Amerta. Aku menghampiri mereka terlihat wajah tegang.

"Kalian kenapa, kok keliatan ada sesuatu disembunyikan?" tanyaku memeluk Papa Guntur dari samping.

Papa Guntur mengelus rambutku lembut. "Nggak ada kok sayang, kenapa berpikir seperti itu?"

Aku menggeleng saja tanpa mau menjawab.

"Kebetulan Papa mau bilang sesuatu," ucap Papa Guntur menghela napas panjang.

Sementara aku melirik Mama Cahaya yang tidak berkata-kata tapi raut wajahnya sendu.

"Sebelumnya Papa minta maaf sama kamu, apakah kamu mau menikah dengan Adelio Andres?" ucap Papa Guntur, beda denganku langsung melepaskan pelukan Papaku.

Aku menganga tidak percaya kejadian ini. "Maksud Papa apa?"

"Perusahaan kita tertimpa masalah sayang, Papa minta bantuan dengan keluarga Andres tapi persyaratannya kamu harus menjadi menantu keluarga Andres," jawab Papa Guntur menjelaskan.

Mimpi apa aku malam tadi? Masa aku harus menikah di usiaku 17 tahun, aku juga masih kelas 2 SMA!

"Aku nggak mau nikah! Aku masih kecil Pa," rengekku cemberut dengan perasaan campur aduk.

Mama memelukku erat, berkata lembut. "Sayang, jika kamu nggak nerima pernikahan ini kita nggak tau nantinya masalah perusahaan kelar apa nggak."

"Ma, kenapa harus aku?" balasku memelas menahan tangis.

"Karena kamu yang mereka mau Ranesya," sahut Jean Adipurna, Kakakku turun dari tangga.

"Kamu nggak mau bantu keluarga?" Jean menatap sendu aku, akupun terdiam.

Aduh bagaimana ini? Aku bingung dengan masalahnya, kenapa harus aku jadi korban di sini.

"Bayangkan kalo kita tinggal di bawah jembatan," ungkap Jean membuatku kaget.

"Nggak mauu!" Aku berteriak takut, jika itu terjadi mungkin saja aku sudah seperti pemulung.

Akupun terdiam, daripada impianku masuk universitas hancur, apa aku terima saja pernikahan itu?

Aku memejamkan mata sejenak. "Aku mau menikah dengan Adelio Andres."

"Makasih sayang, maafkan Papa," ucap Papa Guntur menatap anak keduanya merasa sedih.

Mereka semua memelukku, aku hanya bisa menerima kenyataan yang pahit ini.

***

Malamnya, aku sekeluarga di undang untuk menghadiri acara dari keluarga Andres. Terlihat orang-orang sangat bahagia kecuali aku.

Aku digandeng Mama Cahaya ke ruangan makan, di sana terdapat Papa Guntur, Jean dan keluarga Andres.

Mataku tertuju ke Adelio Andres yang menatap jutek kepadaku, aku juga tidak akan melakukan ini kalo bukan karena masalah perusahaan.

Adelio Andres adalah anak tunggal dari Liam Andres, dan Delyna Anathia. Kemungkinan besar harta warisan hanya jatuh kepada Adelio.

"Aduh sayang, duduk sebelahan sama Adelio ya," titah Bunda Delyna tersenyum lebar.

Aku hanya mengangguk kaku, duduk dengan terpaksa.

"Karena sudah berkumpul semua, maka kita lakukan pertunangan sekarang," ucap Ayah Liam melirik aku yang menganga tidak percaya.

Tidak menyangka secepat itu, padahal aku kira dilakukan nanti.

"Adelio, cincinnya kamu bawakan, sayang?" tanya Bunda Delyna mengalihkan pandangan kepadaku dan Adelio.

"Lupa Bunda," jawab Adelio enteng.

"Kamu jangan main-main di sini," sahut Ayah Liam Andres menatap tegas.

Adelio memasukkan tangannya ke saku, aku berharap sekali jika cincin itu hilang saja.

Keluarlah sebuah wadah cincin berwarna merah, Adelio membukanya dua cincin sangat indah, tidak dengan perasaanku yang kacau.

"Ranesya, coba kamu berhadapan dengan Adelio," perintah Papa Guntur. Aku menghela napas panjang, ini terpaksa ya!

Aku mengangguk.

"Cepetan Ranesya, semua orang nungguin," ucap Jean tidak sabaran.

Mama Cahaya menabok lengan Jean. "Sabar, ini lagi mau dipasang Kakak."

Jean cengengesan, aku mengalihkan pandangan saat Adelio memasang cincin itu di jari manisku.

Kepala Adelio mendekat ke telingaku. "Terpaksa doang ini, mana mau gue sama otak udang, " bisik Adelio tersenyum miring.

Aku menatapnya tajam. "Gue juga nggak mau kali sama berandalan kayak lo," jawabku berbisik untung tidak terdengar orang-orang.

"Kalian kenapa bisik-bisik? Udah akur aja," kata Ayah Liam tersenyum tipis.

Aku melirik Adelio tersenyum manis, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Iya akur nih, Yah. Mau membangun rumah tangga bahagia," balas Adelio menyodorkan tangan suka rela.

"Bisa aja kamu sayang, sekarang giliran Ranesya." Bunda Delyna mengalihkan perhatian kepadaku, sementara aku mengangguk cepat.

Aku mengambil cincin di wadah itu, memasukkannya dengan kurang minat.

Mimpi apa aku, bermasalah dengan berandalan dan sekarang bertunangan!

"Alhamdulillah, acara kita lanjutkan dengan makan bersama," seru Ayah Liam memulainya terlebih dahulu.

Mereka mengucapkan syukur, kecuali aku dan Adelio. Wajah kami berubah seratus persen masam, takdir apa yang akan terjadi kepadaku? Tolong aku!

Related chapters

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 3. Tanggal Pernikahan

    Selesai makan, bukannya pulang berlanjut membahas pernikahan. Aku hanya tersenyum terpaksa karena selalu di tanya-tanya tentang Adelio. Aaaa, aku tidak kuat di sini. Di ruang tamu, aku duduk bersebelahan dengan Adelio. Orang tua masih mencocokkan tanggal yang pas. Aku dibuat kesal karena Adelio selalu jahil kepadaku. Adelio mengangkat kakinya mengarah ke diriku. Aku melirik tajam Adelio, bukan diturunkan Adelio mengenai Dress ku. Kepalaku mendekat ke telinganya. "Seumur hidup, gue paling benci sama lo." Adelio sedikit mengundurkan tubuhnya. "Dan seumur hidup lo, bakal selalu sama gue," jawabnya tersenyum manis. Kepalaku mendidih sampai aku menggertakkan gigi karena geram. Orang tua tanpa sengaja melirik aku dan Adelio terlihat romantis. "Aduh, belum nikah udah akrab aja," kata Bunda Delyna tersenyum lebar melihat keharmonisan kami. Mama Cahaya mengangguk setuju. "Ini namanya menjalin hubungan bersama."Aku dan Adelio menoleh, semua orang menatap kami dengan kondisi minim. Aku

    Last Updated : 2024-11-07
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 4. Telat ke Sekolah

    Aku menutupi telingaku dengan bantal, suara ketukan pintu berkali-kali menganggu tidurku. “Berisik!” teriakku menghela napas berat. Suara pintu terdengar kembali, Mama Cahaya berteriak, “Sayang, bangun mau sekolah. Nanti kamu telat.”Mataku yang tadi terpejam langsung melotot melirik jam di nakas masih 06.20, astaga Mama! Aku kira sudah 07.40 pasti aku akan dihukum Ibu Aini jika telat. “Iya Ma!” seruku dengan langkah malas-malasan ke kamar mandi. Sekitar 20 menit, aku keluar dengan seragam sekolah. Aku mengambil kaca melihat mataku yang bengkak. “Jelek banget lagi,” kataku khawatir, takut jika penggemarku melihat kecantikan bidadari ini pudar. Aku memberi bedak biar tidak terlalu kentara, jika malam tadi aku menangis. Setelah selesai, aku mengambil tas keluar dari kamar dengan bahagia. Melupakan kejadian malam tadi sesaat. Namun, saat sampai di meja makan mataku melotot tidak percaya. Apa-apaan ini kenapa ketemu dia lagi? Adelio?!“Lo ngapain ke rumah gue!” sesalku menatap Ade

    Last Updated : 2024-11-07
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 5. Surat Panggilan

    “Duh, bau banget lagi,” gerutuku membersihkan wc perempuan. Sebelumnya, aku dan Adelio sudah berlomba memasuki wc siswa siswi. Aku sudah menasehati, supaya tidak membersihkan wc perempuan. Namun, Adelio enggan mendengarkan aku. Tidak lama terdengar, suara keributan dari luar.“Aaaaa, ihh mesum banget sih!”“Ngapain di siniii!”Aku pun membuka pintu wc yang aku bersihkan. Aku menganga lebar, terdapat Adelio dipukul-pukul dua siswi. Aku tertawa terbahak-bahak, karena Adelio menderita di sana, namun Adelio berhenti di depanku. “Udah dong, gue Cuma disuruh doang sama Ranesya,” tunjuk Adelio ke arahku. Dua siswi itu berhenti memukuli Adelio, beralih mendekatiku. Sementara Adelio menjulurkan lidahnya, hendak pergi meninggalkan aku sendiri. “Adelio, lo mau kemana!” Aku ingin mengejar, namun ditarik dua siswi itu. “Ranesya, ini ternyata sifat asli lo yang suka cari perhatian ke guru,” kata Hani menghalangiku. Anggita memberi tatapan sinis kepadaku. “Siswi pintar katanya, tapi bersihin

    Last Updated : 2024-11-07
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 6. Pernikahan

    Sebulan kemudian, tepat hari minggu biasanya untuk bersantai bersama keluarga. Berbeda dengan aku yang harus bangun pagi hanya untuk berhias. Waktu tidurku terganggu!Aku menguap, selagi orang rias memberi bedak di wajahku, sedikit lagi selesai dan aku benar-benar membenci hari ini. Pernikahan yang tidak pernah aku harapkan! Sialnya aku menikah dengan seorang berandal sekolah. “Mbak, udah selesai?” Mama Cahaya menghampiriku, mengusap kepalaku dengan lembut. Tukang rias itu mengangguk pergi dari hadapanku. Aku menghindari tatapan Mama Cahaya, aku tau jika ini semua untuk perusahaan. Tapi kenapa harus aku jadi korban yang diinginkan keluarga Andres? Mama Cahaya menyadari aku yang berbeda, mencangkup pipiku. “Sayang, maafin Mama. Nggak bisa bantu apa-apa,” ucap Mama Cahaya sendu. Aku geleng-geleng, tidak mau terlihat rapuh. “Ranesya? Kamu kenapa?” Mama Cahaya panik, melihat tetesan air mataku jatuh.Aku tidak menjawab, mulutku terasa kelu untuk berucap. Perasaanku tidak karuan, tid

    Last Updated : 2024-11-07
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 7. Menghukum Adelio

    “Tante, Om aku pergi dulu,” pamitku mencium punggung tangan mereka. Bunda Delyna menatapku dalam. “Sayang, panggil Ayah sama Bunda aja. Kita udah jadi keluarga kamu,” pintanya, tersenyum lembut mengusap kepalaku. Aku membalas senyumannya sambil menggaruk tengkukku. “Iya Bunda,” balasku berhadapan keduanya di meja makan. “Kamu nggak bareng Adelio?” Ayah Liam bersuara, mencari-cari keberadaan Adelio.Aku berdeham pelan. “Adelio susah dibangunin,” kilaku padahal aslinya. Aku sama sekali tidak membangunkannya. Pagi sekali, aku bangun begitu kaget karena ada Adelio di sampingku. Untungnya aku tidak berteriak, sehingga aku langsung mempersiapkan diri ke sekolah. Aku marah sekali dengan mereka, karena sudah menikahkan aku dengan berandalan seperti Adelio. Aku mengingat saat surat panggilan itu, aku tidak sama sekali ke BK menemui orang tuaku. Aku pergi menggunakan mobil bersama Pak Danang, sopir pribadi keluarga Andres. Diperjalanan aku hanya diam tanpa menyahuti ocehan Pak Danang, se

    Last Updated : 2024-11-07
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 8. Pindah Rumah

    Saat pulang sekolah, tiba-tiba saja Adelio menghampiriku ke kelas. Padahal kelas masih ramai. Aku menatap tajam dari kejauhan. Adelio di depan pintu, bersedekap dada sok keren. Hingga orang-orang menebak. Jika Adelio memiliki seorang pacar, Adelio tahan menunggu lama. "Woy otak udang, cepetan!" teriak Adelio, menghela napas berat. Aku yang diteriakin diam, aku takut anak sekolah. Banyak yang tau hubunganku dengan Adelio. Bahkan, mereka yang masih ada di kelas, mengedarkan pandangan. Siapa yang dicari oleh Adelio. "Keluar lo pada!" usir Adelio, sehingga semuanya kocar-kacir kecuali aku. Aku memasuki buku dalam tas, aku tidak peduli apa yang terjadi. Dipertanyakan adalah, Adelio ngapain ke kelasku? Adelio menghampiriku menggebrak meja. "Cepetan! Gue ke sini cuma disuruh Bunda, ogah banget jemput lo!" sergah Adelio dengan wajah datar. Aku terkejut menatap sinis. "Nggak usah jemput, gue juga ogah kali!" jawabku, meninggalkan Adelio sendiri. Aku menghentakkan kaki dengan kesal.

    Last Updated : 2024-11-15
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 9. Balap Liar

    Tepat jam 9 malam. Aku duduk di depan televisi, menonton film kusukai. Tapi yang aku heran adalah Adelio. Adelio berpakaian rapi dengan jaket kulit, tertempel di tubuhnya. Aku berpikir, Adelio mau pergi kemana? "Dih, udah malem juga," sindirku, tidak direspon Adelio. Aku berdecak kesal, di mana Adelio langsung keluar tanpa menyahutiku. Wajahku tidak tenang, sungguh kepo. Adelio akan kemana sebenarnya. Daripada aku jadi hantu penasaran. Aku langsung gerak cepat, mengganti baju dan mengambil mobil ke garasi. Selain rumah, aku dan Adelio dikasih juga sebuah mobil. Aku langsung tancap gas, mengikuti Adelio secara diam-diam. "Mau kemana dia?" kesalku, sekitar 35 menit. Ada sebuah keramaian, di sana terlihat orang balap liar. Aku mengerti sekarang. Aku turun dari mobil, bersembunyi di kerumunan, biar tidak ketauan Adelio. Tidak lama datang seseorang menggodaku, aku menepis tangan jelek itu. "Nggak usah sentuh gue!" sergahku, melotot ke arah 3 orang itu. "Cewek cantik kek lo, ngap

    Last Updated : 2024-11-15
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 10. Menuduh Tanpa Bukti

    Aku menoleh dengan ekspresi terkejut. "Woy, lo bawa buku gue ya?!"Aku deg-degan, ternyata yang berteriak itu adalah Adelio.Wajahku sudah pucat, sementara kedua sahabatku melirik Adelio. "Jangan bilang lo buang buku gue?" tanya Adelio, menatapku sinis. Aku memejamkan mata sejenak. "Haha, lo bercanda kan? Kita beda angkatan," ucapku, cengengesan menepuk bahu Adelio. Adelio menaikkan satu alisnya. "Lo kenapa sih?" tanya Adelio bingung. "Aduh, bentar ya. Gue ada urusan sama nih berandalan," pamitku, menarik Adelio pergi dari parkiran. "Iya, lo hati-hati Ranesya," teriak Gita, melirik Vivian. Sementara Vivian mengangguk saja. Membuatku kesal, ternyata Gita dan Vivian saling berbisik. Saat aku menoleh ke belakang. "Lepasin! Lo apaan sih nyeret gue gini!" teriak Adelio, menarik tangannya. Hingga terlepas dari cengkraman ku. Aku bersedekap dada, dan mendengus. "Lo lupa? Kita itu di sekolah!" kataku, berhadapan dengan Adelio. "Terus kenapa?" Adelio bertanya, sok polos di depanku. T

    Last Updated : 2024-11-15

Latest chapter

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 96. Terbully

    Di kantin aku sendiri, karena enggan duduk bersama kedua sahabatku. Ada yang mengajak hanya aku malas. Ingin merasakan kesendirian, aku hanya ingin tenang sesaat. Sampai ada dua orang, sangat aku tidak suka duduk. "Keliatan nggak punya temen ya," ejek Tasya, diangguki Trisya. Aku diam saja, menyeruput es teh ku, dan bakso yang sedang aku makan. Abaikan saja orang gila ini. Anggap mereka tidak ada, aku sedang malas bertengkar dengan siapapun. "Biasa mah, dia kan emang mulai dijauhi terus ya? Karena pacaran sama Adelio," balas Trisya, tersenyum miring. Apalah mereka ini, aku merasa keduanya saling menyahut dengan kebencian. "Biasa itu mah, nggak cocok sama Adelio. Tapi dipaksakan bersama," timpal Tasya, terkekeh pelan. Aku berhenti memakan bakso, menatap tajam Tasya. Apa yang dia katakan barusan? Aku tidak cocok dengan Adelio?Nggak cocok dari mana? Aku cocok saja dengannya, bahkan kami saling melengkapi. "Terus cocok sama lo yang pemales? Jadi apa Adelio nanti," sahutku, terta

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 95. Zara Taubat

    Aku terbangun di pagi hari, langsung ke dapur menguncir rambut asal. Aku akan memasak mie instan saja. Rasanya ingin memakan itu bersama Adelio, aku dengan lihai memasukkan semua ke dalam wajan. "Masak apa tuh," celetuk Adelio mendekat, mendusel leherku. Aku menoleh dengan kesal. "Nggak usah ngeselin deh, ini masih pagi Adelio.""Kenapa sih? Nggak boleh manja sama lo?" tanya Adelio cemberut, melepaskan pelukannya. Aku memutarkan tubu, menangkup pipi tirusnya, dan tersenyum manis. Mencubit pelan, sambil memainkannya. "Lo udah gede, mending lo mandi aja. Bentar lagi kita pergi sekolah," usirku secara halus. Adelio menggelengkan kepala, menolak mempersiapkan diri. Terus Adelio maunya apa?"Eh, bentar bau apa ini?" Mataku melotot, melihat masakanku yang gosong. Aku menatap tajam Adelio, sudah mengangguku masak mie. Padahal itu mie sisa 2 doang, dan liat sudah tidak bisa dimakan. "Kok gosong?" tanya Adelio sok polos. "Dahlah gue males," kesalku, sudah tidak mood lagi. Memilih unt

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 94. Balap Liar 2

    "Lo nggak bosen culik gue?" tanyaku ke Ghazi sedang merokok. Hari sudah malam, bisa aku liat karena berada di luar. Lebih tepatnya arena balap. Aku juga tidak tau, apa yang mau Ghazi lakukan. Sampai Ghazi keluarkan hp-nya. "Halo, sini lo selamatin pacar lo ini." Ghazi video call, terdapat Adelio yang kaget. "Woyy! Sialan, dasar pecundang mainnya culik terus," umpat Adelio melototi Ghazi. Ghazi mendekat, memegang daguku. Adelio menatapku lekat. "Cepat bilang sesuatu cantik," kata Ghazi menarik daguku, biar melihatnya. Aku meneguk ludah. "Tolongin gue Adelio," lirihku cemberut. Adelio mengepalkan tangan tidak terima, apalagi aku terlihat sedih begitu. "Gue laper, nggak dikasih makan dari siang. Cuma minum doang," aduku membuat Adelio makin marah. "Hahaha, datang ke sini ke arena balapan biasa lo tanding," ucap Ghazi tersenyum miring. "Woyy, lo culik jangan pacar gue— "Ghazi langsung mematikan video call, aku hanya menghela napas panjang, dipegang tanganku oleh kedua bawahan

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 93. Sandera

    Rambutku dijambak oleh Zara, sesuai prediksi. Seketika kelasku ramai, bahkan anak kelas lain ikut melihat kejadian ini. "Lo kurang kerjaan banget, teror gue?!" ketusku, menarik rambutnya juga. Zara menatap tajam ke arahku. "Gue benci sama lo, emang cocok diteror! Biar lo jauh-jauh dari Adelio!" "Gila lo, makanya kalo kurang belaian ke Om lo itu," sindirku, saling beradu kepala. Mana kepalaku sakit ditarik-tarik begini, apa tidak ada yang mau menolongku?Sampai suara teriakan sangat aku kenal mendekat, sepertinya ada yang mengadu jika aku bertengkar dengan Zara. "Berhenti Zara, lepasin sekarang Ranesya!" perintah Adelio, tidak di respon Zara. "Ingat, lo mau gue bongkar rahasia lo di sini, atau lepasin sekarang Ranesya?" ancam Adelio, ditengah-tengah kami berdua. Seketika Zara melepaskan tarikannya, dan dadanya naik turun. Melirik Adelio yang sedang membantuku. "Lo gapapa? Ada yang sakit?" panik Adelio, memeriksa keadaanku. "Gue gapapa kok," balasku tersenyum kecil. Aku meliha

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 92. Bocah Ngeyel

    Pagi ini aku diam-diam mengintip dari pintu kamar, berharap tidak ada Adelio. Aku mengelus dada merasa lega, kali ini aku akan pergi sendiri ke sekolah. "Kerjain Zara ahh, bakal aku kasih tau siapa neror dirinya. Jika itu aku haha," kataku tertawa jahat. Sebelum Adelio bangun, aku mau pergi ke sekolah. Takutnya, Adelio akan tau rencana yang aku lakukan. Karena aku sempat di teror bukan? Setelah, kejadian perselingkuhan itu. Zara tidak melakukan lagi. "Takut kali," cibirku, meluncur menuju sekolah menggunakan mobil. Perjalanan pagi hari ini tidak macet, aku langsung turun saat sudah sampai. Terdapat Elgar tersenyum manis kepadaku. Ini Elgar nggak ada kapoknya ya?!"Halo Kakak cantik," sapa Elgar melambaikan tangan mendekat. "Bareng gue yuk."Aku berdecak, menghela napas berat. Elgar ini, suka sekali nyari masalah. Aku saja sudah muak dengannya. Apa Elgar tidak mendengar apa yang Adelio katakan? "Nggak dulu, Adelio lebih menggoda," ucapku, menatapnya tersenyum miring. Setelah

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 91. Si Manja

    "Bunda, ini taruh di mana bolunya?" Aku memegang bolu yang kami buat, ternyata Bunda Delyna. Ingin memintaku ke sini untuk menemaninya bikin bolu. "Biasa sayang," sahut Bunda Delyna tersenyum lembut. Aku menuju meja makan, di mana ada Adelio menopang dagunya. Ngapain Adelio di situ?"Kiw, cewek cantik," goda Adelio ke arahku. Sebenarnya, aku ingin ketawa. Kenapa Adelio melakukan itu. Biar apa coba? Adelio mendekat, mencium keningku dengan romantis. Ada apa dengannya? Tiba-tiba saja begini, aku merasa jika Adelio tidak mau melepaskan aku sedikitpun. "Lo kenapa sih," kataku mendorong pelan dengan siku. Adelio menggeleng. "Nggak boleh? Romantis sama Istri sendiri?""Bukan gitu, lo kayak lebih manja aja," sahutku pelan, takut kedengaran orang lain. "Lo kan Istri gue, wajar aja sih. Kecuali gue sama yang lain," ucap Adelio, membuatku melotot. "Dih, enak aja lo bilang gitu." Aku memutarkan tubuh, menatapnya dalam. Aku terdiam sesaat memikirkan apa Adelio maksud, jadi kalo semisal

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 90. Punya Saingan

    Hari ini, aku tidak melihat Zara masuk sekolah. Sepi tidak ada yang mengajakku berantem. Sekarang aja aku melihat orang bermain futsal, ada Adelio selalu aku nantikan. "Adelio, semangat ya!" teriakku, berdiri heboh. Pada akhirnya, para fans menatap sinis diriku. Why? Adelio punyaku, bahkan aku sudah menikah dengannya. "Ganjen banget jadi cewek.""Iya ihh, Adelio punya kita ya.""Nggak ada malu sih."Masalahnya, mereka berbicara seperti itu di depan diriku. Aku mengerutkan kening, merasa heran. Siapa mereka? Ngatur! Apa diriku, tidak boleh mendukung Adelio. "Sayang, semangat ya," pekikku, melirik mereka makin memanas. Maaf ya say, aku emang sengaja memanggil sayang di depan mereka. Hahaa, liatlah matanya ingin keluar. Bikin aku tidak ekspetasi, di mana Adelio melambaikan tangan ke arahku, makin menggila saja di lapangan. "Iya sayangku!" teriak Adelio, berlari kembali. Apa katanya tadi? Aku menganga tidak percaya. Hingga tubuhku di goyangkan Gita, karena tidak terbayang jika d

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 89. Tukang Ngadu

    Aku terbangun di pagi hari, di rumah kami berdua. Aku sangat senang, karena masalah itu selesai. Pintuku diketuk, aku berdiri membuka pintu tersebut. "Selamat pagi cantik," sapa Adelio, tersenyum amat manis. Aduh, bentar. Aku meleleh nih, kenapa Adelio seromantis ini sekarang? Aku menggigit bibir bawah menahan salting. "Nyenyak tidurnya?" tanya Adelio, mengusap kepalaku. Aku mengangguk pelan, tiba-tiba aku ditarik dalam pelukannya. "Gemes banget sih, padahal baru tidur," ucap Adelio, melepaskan pelukan. Adelio mendorong diriku untuk mandi, aku hanya tersenyum mengingat kejadian ini. Waktu Adelio, ingin meminta maaf di pagi hari dengan romantis. "Gue tunggu di meja makan!" seru Adelio, pergi dari kamarku. Aku langsung masuk ke kamar mandi, membersihkan diri. Sebelum itu, aku mempersiapkan baju sekolah untuk di pakai hari ini. Setelah selesai, aku merias wajahku dengan cantik. Tinggal dipoles liptint. "Perfect!" seruku, tersenyum lebar. Saat berada di ruang makan, Adelio me

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 88. Surat Ancaman

    Tidak hilang akal, selepas pulang sekolah. Aku memesan taksi, langsung pergi meninggalkan Jean. Aku sempat ditelepon berkali-kali, hingga aku blokir dirinya. Aku memberitahu Mama Cahaya jika aku ingin ke mall sebentar. "Akhirnya! Baiklah, gue harus rencanain teror balik," ucapku tersenyum misterius. Bahkan, Pak sopir hanya diam. Pasti dia mengira aku gila, karena bicara sendiri. "Pak, ke toko sebentar ya. Tenang aja, nanti aku kasih tip," ucapku, turun dari taksi. Membeli beberapa barang diperlukan, di dalam taksi. Aku menyuruh, Pak sopir menuliskan surat ancaman. Berisi 'Aku mengintaimu, hati-hati Zara. Aku tidak akan melepaskanmu.' Aku tersenyum mengembang, saat sudah beres. Setelah itu, menuju rumah kemarin. Semoga Zara ada di sana, saat sampai. Kebetulan sekali, Zara bersama Om tua. "Pak, bisa minta tolong kasih ke orang itu?" tunjukku ke arah dua orang itu. "Bilang aja gini. 'Permisi, paket atas nama Zara', nah gitu Pak. Semisal ditanya dari siapa, bilang aja nggak tau.

DMCA.com Protection Status