Share

Bab 2. Pertunangan

Aku pulang dengan perasaan jengkel, mengingat aku dihukum karena ulah Adelio!

"Nggak akan lagi gue ketemu dia! Nggak akan pernah!" gerutuku memasuki rumah, namun ada kedua orang tuaku di depan pintu.

Kedua orang tuaku bernama Guntur Adipurna dan Cahaya Amerta. Aku menghampiri mereka terlihat wajah tegang.

"Kalian kenapa, kok keliatan ada sesuatu disembunyikan?" tanyaku memeluk Papa Guntur dari samping.

Papa Guntur mengelus rambutku lembut. "Nggak ada kok sayang, kenapa berpikir seperti itu?"

Aku menggeleng saja tanpa mau menjawab.

"Kebetulan Papa mau bilang sesuatu," ucap Papa Guntur menghela napas panjang.

Sementara aku melirik Mama Cahaya yang tidak berkata-kata tapi raut wajahnya sendu.

"Sebelumnya Papa minta maaf sama kamu, apakah kamu mau menikah dengan Adelio Andres?" ucap Papa Guntur, beda denganku langsung melepaskan pelukan Papaku.

Aku menganga tidak percaya kejadian ini. "Maksud Papa apa?"

"Perusahaan kita tertimpa masalah sayang, Papa minta bantuan dengan keluarga Andres tapi persyaratannya kamu harus menjadi menantu keluarga Andres," jawab Papa Guntur menjelaskan.

Mimpi apa aku malam tadi? Masa aku harus menikah di usiaku 17 tahun, aku juga masih kelas 2 SMA!

"Aku nggak mau nikah! Aku masih kecil Pa," rengekku cemberut dengan perasaan campur aduk.

Mama memelukku erat, berkata lembut. "Sayang, jika kamu nggak nerima pernikahan ini kita nggak tau nantinya masalah perusahaan kelar apa nggak."

"Ma, kenapa harus aku?" balasku memelas menahan tangis.

"Karena kamu yang mereka mau Ranesya," sahut Jean Adipurna, Kakakku turun dari tangga.

"Kamu nggak mau bantu keluarga?" Jean menatap sendu aku, akupun terdiam.

Aduh bagaimana ini? Aku bingung dengan masalahnya, kenapa harus aku jadi korban di sini.

"Bayangkan kalo kita tinggal di bawah jembatan," ungkap Jean membuatku kaget.

"Nggak mauu!" Aku berteriak takut, jika itu terjadi mungkin saja aku sudah seperti pemulung.

Akupun terdiam, daripada impianku masuk universitas hancur, apa aku terima saja pernikahan itu?

Aku memejamkan mata sejenak. "Aku mau menikah dengan Adelio Andres."

"Makasih sayang, maafkan Papa," ucap Papa Guntur menatap anak keduanya merasa sedih.

Mereka semua memelukku, aku hanya bisa menerima kenyataan yang pahit ini.

***

Malamnya, aku sekeluarga di undang untuk menghadiri acara dari keluarga Andres. Terlihat orang-orang sangat bahagia kecuali aku.

Aku digandeng Mama Cahaya ke ruangan makan, di sana terdapat Papa Guntur, Jean dan keluarga Andres.

Mataku tertuju ke Adelio Andres yang menatap jutek kepadaku, aku juga tidak akan melakukan ini kalo bukan karena masalah perusahaan.

Adelio Andres adalah anak tunggal dari Liam Andres, dan Delyna Anathia. Kemungkinan besar harta warisan hanya jatuh kepada Adelio.

"Aduh sayang, duduk sebelahan sama Adelio ya," titah Bunda Delyna tersenyum lebar.

Aku hanya mengangguk kaku, duduk dengan terpaksa.

"Karena sudah berkumpul semua, maka kita lakukan pertunangan sekarang," ucap Ayah Liam melirik aku yang menganga tidak percaya.

Tidak menyangka secepat itu, padahal aku kira dilakukan nanti.

"Adelio, cincinnya kamu bawakan, sayang?" tanya Bunda Delyna mengalihkan pandangan kepadaku dan Adelio.

"Lupa Bunda," jawab Adelio enteng.

"Kamu jangan main-main di sini," sahut Ayah Liam Andres menatap tegas.

Adelio memasukkan tangannya ke saku, aku berharap sekali jika cincin itu hilang saja.

Keluarlah sebuah wadah cincin berwarna merah, Adelio membukanya dua cincin sangat indah, tidak dengan perasaanku yang kacau.

"Ranesya, coba kamu berhadapan dengan Adelio," perintah Papa Guntur. Aku menghela napas panjang, ini terpaksa ya!

Aku mengangguk.

"Cepetan Ranesya, semua orang nungguin," ucap Jean tidak sabaran.

Mama Cahaya menabok lengan Jean. "Sabar, ini lagi mau dipasang Kakak."

Jean cengengesan, aku mengalihkan pandangan saat Adelio memasang cincin itu di jari manisku.

Kepala Adelio mendekat ke telingaku. "Terpaksa doang ini, mana mau gue sama otak udang, " bisik Adelio tersenyum miring.

Aku menatapnya tajam. "Gue juga nggak mau kali sama berandalan kayak lo," jawabku berbisik untung tidak terdengar orang-orang.

"Kalian kenapa bisik-bisik? Udah akur aja," kata Ayah Liam tersenyum tipis.

Aku melirik Adelio tersenyum manis, seolah tidak terjadi apa-apa.

"Iya akur nih, Yah. Mau membangun rumah tangga bahagia," balas Adelio menyodorkan tangan suka rela.

"Bisa aja kamu sayang, sekarang giliran Ranesya." Bunda Delyna mengalihkan perhatian kepadaku, sementara aku mengangguk cepat.

Aku mengambil cincin di wadah itu, memasukkannya dengan kurang minat.

Mimpi apa aku, bermasalah dengan berandalan dan sekarang bertunangan!

"Alhamdulillah, acara kita lanjutkan dengan makan bersama," seru Ayah Liam memulainya terlebih dahulu.

Mereka mengucapkan syukur, kecuali aku dan Adelio. Wajah kami berubah seratus persen masam, takdir apa yang akan terjadi kepadaku? Tolong aku!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status