Beranda / Fiksi Remaja / Suamiku Berandalan Sekolah / Bab 1. Suamiku Berandalan Sekolah

Share

Suamiku Berandalan Sekolah
Suamiku Berandalan Sekolah
Penulis: Azella Andarika

Bab 1. Suamiku Berandalan Sekolah

"Dasar berandalan! Lihat nih, baju gue basah gara-gara lo!"

Aku, Ranesya Adipurna, kelas 11 MIPA 1 di SMA Angkasa Jaya Aku siswi teladan dan tercantik di sekolah.

Usiaku 17 tahun. Rambutku lurus sebahu dan berwarna hitam kemilau. Kata orang, penampilan yang rapi dapat memberikan kesan positif dan meningkatkan rasa percaya diri. Makanya, aku kesal saat bajuku basah gara-gara siswa berandalan itu menumpahkan minumannya.

Siswa berandalan itu namanya Adelio Andres. Dia hobi membuat masalah. Dia tidak tahu aturan dan tidak punya tata krama. Pokoknya, Adelio adalah cowok menyebalkan yang pernah aku temui di sekolah.

Adelio menatapku tanpa ekspresi. Sepertinya, dia ingin mengatakan sesuatu padaku. Aku yakin, dia pasti mau minta maaf. Aku pun menyeringai. Terlintas ide di benakku. Aku berniat untuk tidak akan memaafkannya dengan mudah.

"Siapa suruh lo jalan nggak pake mata?!"

Aku berhenti memainkan poni, lalu melototi Adelio. Suasana kantin kembali memanas.

Siswa dan siswi berdiri mengelilingi kami. Vivian Fransiska dan Gita Wardana berdiri di belakangku. Mereka berdua sahabatku.

Aku menyipitkan mata. "Apa lo bilang?! Bukannya minta maaf, kenapa lo malah salahin gue?!"

Jelas saja aku marah. Bukannya minta maaf, dia justru menyalahkan aku.

Adelio nyengir. "Gue bilang, siapa suruh lo jalan nggak pake mata?!"

Adelio berkata sambil menunjukku. Aku ingin membalasnya, tapi dia mulai bicara lagi.

Adelio menyentil dahiku. "Gue udah berdiri di pinggir. Lo yang sibuk jalan sambil main HP dan nabrak gue. Harusnya lo yang minta maaf ke gue. Paham lo?!"

Adelio berusia 18 tahun. Dia kelas 12 MIPA 2 sekelas dengan JeanーKakakku satu-satunya. Gilanya lagi, mereka berdua adalah sahabat.

Wajahku memerah menahan amarah sekaligus malu. Sampai kapanpun, Adelio adalah cowok yang sangat aku benci.

Beberapa siswa mulai memprovokasiku. "Ayo, Ranesya! Bales Adelio!"

"Jangan mau kalah sama dia!

"Cantik, jangan takut sama berandalan kayak dia!"

Aku berkacak pinggang saat mendapatkan dukungan dari beberapa siswa. Jujur saja, mereka yang mendukung itu adalah para penggemarku. Mereka selalu memberikan hadiah ataupun coklat setiap hari untukku.

Adelio menyeringai saat menatap orang-orang di sekeliling kami. Dia membungkukkan badannya ke arahku.

Adelio berbisik, "Percuma cantik kalo otak lo nggak dipake!"

"Aarrghh!" Aku mengerang kesakitan saat Adelio dengan sengaja menabrak bahuku.

Selesai berbisik, Adelio pergi meninggalkan aku dengan santai seolah tidak terjadi apa-apa. Aku melihat dia melangkah sambil memasukkan kedua tangan ke saku celana.

Tanpa ingin membiarkan dia pergi, aku langsung mengambil paksa satu cup kopi capucino dari tangan Vivian. Kemudian, menyiramkannya ke punggung Adelio.

Suasana kantin mendadak hening. Tapi, aku menyeringai puas melihat seragam Adelio kotor.

Adelio berhenti. Aku menunggu reaksinya.

Adelio berbalik dengan wajah datar. "Maksud lo apa siram kopi ke punggung gue?!"

Aku tahu, dia marah. Tapi itu justru membuatku senang.

"Biar impas aja," jawabku, santai.

Adelio rupanya marah. Dia kembali menghampiriku.

Aku dan dia saling bertatapan.

Aku, Ranesya Adipurna, si Ratu Bar-bar Sekolah. Aku tidak akan takut dengan berandalan itu!

Adelio berteriak, "Otak lo kenapa nggak dipake, hah?! Lo itu salah. Akui ajalah!"

Aku menyipitkan mata. "Gue salah?! Oi, sadar dong! Yang salah itu lo, gueー"

Dia memotong kata-kataku. "Cantik-cantik kok, otak udang!" ledek Adelio.

Aku tersinggung dengan perkataannya. Emosiku meledak. Aku langsung menarik rambutnya.

"Hello! Gue pinter gini dibilang otak udang?! Mikir, dong!" sungutku, menggebu-gebu.

Adelio meringis kesakitan. "Lepasin tangan lo dari rambut gue, Kunti!"

Vivian dan Gita begitu kaget ingin meleraikan kami. Namun, aku menepis tangan mereka.

Orang yang berkerumunan tidak membantu memisahkan kami berdua. Mereka justru semua memprovokasi situasi.

"Ranesya, semangat cantik!"

Aku melihat salah satu siswi berseru, "Sayang Adelio, ayo semangat! Kalahin Ranesya!"

Tiba-tiba, suara yang tidak asing terdengar di telingaku.

"Ada apa ini?!" teriak seorang guru. Dia Ibu Aini.

Aku mengabaikan teriakan Bu Aini. Aku melihat satu-persatu orang pergi. Tinggallah aku dan Adelio.

"Kenapa sih gue bisa ketemu berandalan kayak lo?! Nyesel gue sumpah, pasti sial tujuh turunan," sungutku menarik rambut Adelio lebih kencang.

"Yang ada gue yang nyesel bisa ketemu otak udang kayak lo, lepasin nggak! Sakit," teriak Adelio berusaha melepaskan, namun sulit.

"Ranesya! Lepasin tangan kamu dari rambut Adelio," bentak Ibu Aini menarik tanganku.

Aku terkejut mendapati Ibu Aini berada di dekatku, pandanganku beralih ke Adelio meringis.

"Bu, Adelio duluan nyari gara-gara. Masa dia nyirami bajuku," kataku menatap kesal wajah berandalan itu.

Adelio hanya diam menjadi pendengar, terlihat seperti korban tidak berani mengadu.

"Adelio juga yang udah buat keributan— "

Ibu Aini memotong perkataanku. "Nggak usah cari alasan! Tuh liat aja! Kamu ngapain jambak rambut Adelio?"

"Tapi dia duluan Bu," sahutku tidak terima.

"Nggak ada tapi-tapian Ranesya, hormat di lapangan upacara, sekarang!" perintah Ibu Aini kepadaku, diapun pergi diikuti Adelio.

Adelio menoleh ke belakang menjulurkan lidahnya. "Mampus lo," ejek Adelio tersenyum miring.

"Adelio!" teriakku kesal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status