Home / Fiksi Remaja / Suamiku Berandalan Sekolah / Bab 4. Telat ke Sekolah

Share

Bab 4. Telat ke Sekolah

Aku menutupi telingaku dengan bantal, suara ketukan pintu berkali-kali menganggu tidurku.

“Berisik!” teriakku menghela napas berat.

Suara pintu terdengar kembali, Mama Cahaya berteriak, “Sayang, bangun mau sekolah. Nanti kamu telat.”

Mataku yang tadi terpejam langsung melotot melirik jam di nakas masih 06.20, astaga Mama! Aku kira sudah 07.40 pasti aku akan dihukum Ibu Aini jika telat.

“Iya Ma!” seruku dengan langkah malas-malasan ke kamar mandi.

Sekitar 20 menit, aku keluar dengan seragam sekolah. Aku mengambil kaca melihat mataku yang bengkak.

“Jelek banget lagi,” kataku khawatir, takut jika penggemarku melihat kecantikan bidadari ini pudar.

Aku memberi bedak biar tidak terlalu kentara, jika malam tadi aku menangis.

Setelah selesai, aku mengambil tas keluar dari kamar dengan bahagia. Melupakan kejadian malam tadi sesaat. Namun, saat sampai di meja makan mataku melotot tidak percaya.

Apa-apaan ini kenapa ketemu dia lagi? Adelio?!

“Lo ngapain ke rumah gue!” sesalku menatap Adelio yang asik makan roti tawar isi coklat kesukaanku.

Mana itu tempat duduk favoritku di samping Papa, keluargaku melihat perilakuku ke Adelio terheran.

“Pergi nggak lo!” usirku menarik lengan Adelio, namun Adelio masih tidak bergerak sama sekali.

“Ranesya, nggak boleh kayak gitu ke Adelio, dia mau jemput kamu,” tegur Papa Guntur, aku mendengar itu melirik tajam ke Adelio.

“Gue jenguk karena suruhan Bunda, atau lo mau gue aduin ke Ayah?” ancam Adelio tersenyum manis.

Aku ingin berteriak rasanya.

Mama Cahaya memijit pelipisnya karena tingkahku dan Adelio. “Sayang, udah lebih baik kamu sama Adelio aja ya. Nanti Kakak Jean dibelakang kalian.”

“Nggak mau?! Kenapa harus sama dia?” tunjukku ke Adelio memakan roti dengan lahap.

Arghhh! Menyebalkan sekali hari ini seperti Adelio!

“Karena dia calon suamimu,” jawab Jean tersenyum menggoda ke arahku.

Wajahku sudah memerah menahan emosi, aku memilih tidak menjawab perkataan Jean. Aku duduk disamping Adelio, bahkan Mama Cahaya lebih perhatian ke Adelio.

“Kamu mau nambah, Adelio?” tanya Mama Cahaya tersenyum lembut.

Sebuah air putih diberikan ke Adelio, aku melahap roti tawar itu kurang minat. Sekali-kali aku meremasnya tanpa mereka sadari.

“Nggak Tante,” balas Adelio menerima pemberian Mama Cahaya.

Aku yang sudah tidak tahan menaruh rotinya, dan menggebrak meja.

“Aku kenyang,” ucapku bergegas pergi, tanpa bersalaman dengan kedua orang tuaku.

Aku tidak peduli lagi! Aku muak, aku menoleh kebelakang melihat Adelio mengejarku.

“Tunggu!” teriaknya menarik tanganku.

“Nggak usah sentuh gue!” Aku meronta-ronta minta dilepaskan, namun Adelio tidak mau mendengar teriakanku.

Sampai dekat motornya aku ditarik untuk naik, terpaksa karena tidak mungkin aku membuang waktu. Bagaimana jika telat?

“Diem! Nurut aja jadi cewek!” perintahnya, aku terdiam karena dibentak Adelio.

***

“Pak! Jangan ditutup dulu!” teriakku turun dari motor, namun terlambat Pak Aldo menutup pagarnya.

Pak Aldo adalah seorang satpam yang sudah lama bekerja di sekolahku. Aku memelas di depannya.

“Bukain dong, Pak! Ini telat 15 menit doang loh,” ucapku memohon, sementara Adelio masa bodo.

Aku tidak heran karena dia memang hobinya membolos, berbanding terbalik denganku.

“Nggak bisa, Mbak,” tolak Pak Aldo walau merasa kasihan, Pak Aldo tidak mau melanggar peraturan.

“Gue telat gara-gara lo Adelio Andres,” tukasku menatap sinis Adelio yang hanya tersenyum miring.

“Kenapa lo salahin gue? Nggak ingat tadi lo narik rambut gue di jalan, gila aja lo! Mau nyari mati emang!” balas Adelio emosi karena merasa tidak bersalah.

Aku juga tidak peduli Adelio! Aku hanya kesal, kenapa harus telat! Bagaimana nasibku menjadi anak baik-baik, turun menjadi nakal karena Adelio.

“Gue nggak mau tau! Lo harus bujuk Pak Aldo, gue nggak mau di cap anak berandalan kayak lo?!” sungutku menggebrak pagar tidak peduli lagi rasa sakit yang aku rasakan.

“Pak, bukain ya? Nanti saya beliin rokok,” bujuk Adelio mengeluarkan uang berwarna merah, hampir mau diambil tiba-tiba saja Ibu Aini datang.

“Kalian mau ngapain!” teriak Ibu Aini mengagetkan aku yang menghadap belakang.

Ibu Aini melotot ke arah Adelio. “Ini apa-apaan Adelio! Kamu mau sogok Pak Aldo karena ingin masuk?” tanya Ibu Aini menyelisik Adelio, aku hanya tersenyum jahat karena mengakui menyukai Adelio dimarahi.

“Kamu juga Ranesya! Kamu ini sudah menjadi kebanggaan sekolah, kenapa bisa telat?!” bentak Ibu Aini ke arahku dengan bengis.

“Maaf Bu,” balasku menunduk takut.

Aku melirik Adelio terlihat biasa saja, aku yakin dia sudah kebal dengan hal ini.

“Sekarang kalian berdua bersihkan seluruh wc di sekolah!” perintah Ibu Aini sambil mengode Pak Aldo membuka gerbang.

“Tapi Bu, aku baru pertama kali,” ucapku menolak secara halus.

“Sekarang Ranesya!” Ibu Aini menatap sinis, dan pergi meninggalkan aku dan Adelio.

Aku menoleh ke arah Adelio.  

“Lo sih!” Sambil berjalan, aku mendorong tubuh Adelio menggunakan bahu.

Adelio mengangkat satu alisnya ikut mendorongku. “Salah lo!”

“Lo Adelio!” teriakku berlari menuju wc siswa siswi, di ikuti Adelio menggeleng kepala dengan tingkahku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status