Share

Bab 6. Pernikahan

last update Huling Na-update: 2024-11-07 13:55:03

Sebulan kemudian, tepat hari minggu biasanya untuk bersantai bersama keluarga. Berbeda dengan aku yang harus bangun pagi hanya untuk berhias. Waktu tidurku terganggu!

Aku menguap, selagi orang rias memberi bedak di wajahku, sedikit lagi selesai dan aku benar-benar membenci hari ini.

Pernikahan yang tidak pernah aku harapkan! Sialnya aku menikah dengan seorang berandal sekolah.

“Mbak, udah selesai?” Mama Cahaya menghampiriku, mengusap kepalaku dengan lembut. Tukang rias itu mengangguk pergi dari hadapanku.

Aku menghindari tatapan Mama Cahaya, aku tau jika ini semua untuk perusahaan. Tapi kenapa harus aku jadi korban yang diinginkan keluarga Andres?

Mama Cahaya menyadari aku yang berbeda, mencangkup pipiku. “Sayang, maafin Mama. Nggak bisa bantu apa-apa,” ucap Mama Cahaya sendu.

Aku geleng-geleng, tidak mau terlihat rapuh.

“Ranesya? Kamu kenapa?” Mama Cahaya panik, melihat tetesan air mataku jatuh.

Aku tidak menjawab, mulutku terasa kelu untuk berucap. Perasaanku tidak karuan, tidak menyangka akan secepat ini, kehidupan baru yang aku jalani.

Tanpa sadar, aku dipeluk erat oleh Mama Cahaya. “Sayang, jangan marah sama Mama.”

Tiba-tiba Papa Guntur datang, melihat apa yang terjadi kepadaku. “Ayo kita harus pergi sekarang,” perintah Papa Guntur, membuat Mama Cahaya menghela napas panjang.

“Ayo sayang,” kata Mama Cahaya, aku digandeng menuju rombongan mobil.

Aku hanya diam selama diperjalanan, semua ini seakan mimpi.

Cukup 30 menit sampai ke rumah keluarga Andres, aku menarik napas dalam-dalam melirik sekeliling ramai, hanya orang dari pihak keluarga besar yang datang.

Aku disambut dengan senyum oleh Ayah Liam dan Bunda Delyna. Aku masuk ke rumah, terlihat Adelio berpakaian rapi dan peci tertempel di kepalanya.

Aku digandeng Mama Cahaya untuk duduk berdampingan dengan Adelio, aku melirik Adelio yang tegang.

Tangan Adelio dan Papa Guntur berjabatan. “Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Adelio Andres dengan anak saya Ranesya Adipurna binti Guntur Adipurna dengan mas kawin uang tunai sebesar 20 juta 50 ribu rupiah dibayar tunai,” ucap Papa Guntur menatap tegas Adelio.

Sejujurnya, aku deg-degan berada di sini. Namun, aku hanya bisa diam mendengarkan.

Adelio menarik napas panjang. “Saya terima nikahnya dan kawinnya Ranesya Adipurna binti Guntur Adipurna dengan mas kawin yang tersebut dibayar tunai,” kata Adelio satu tarikan.

“Sah,” ucap saksi dan penghulu mengangguk.

“Sah.” Semua orang berteriak bahagia.

Aku merasa napasku berhenti saat itu juga. Kehidupanku akan bersama Adelio, aku tidak kuat Tuhan.

“Sayang, salam suamimu,” kata Bunda Delyna, memberi instruksi yang berada di belakangku.

Aku berhadapan dengan Adelio, mencium punggung tangannya.

“Nah, ini baru Istriku yang baik,” seru Adelio, disoraki orang-orang.

“Aduh yang udah nikah, romantis banget sama Istrinya,” goda Bunda Delyna terkekeh kecil.

Mama Cahaya menyahut, “Iya dong, kita udah besan.” Terlihat Mama Cahaya dan Bunda Delyna saling berpelukan, aku hanya bisa menatap datar apa yang terjadi.

Tanpa aku izinkan, Adelio menggenggam tanganku biar terlihat pasangan romantis di depan orang. Tapi aku enggan bersandiwara.

“Jangan berharap bisa sentuh gue lagi!” kesalku melepaskan genggaman, pergi dari tempat itu tanpa memedulikan, orang-orang memperhatikanku.

***

“Astaga! Kapan selesainya!” gerutuku, memijit kepala yang menyut.

Selama seharian full, aku memilih tidur, tanpa peduli acara masih berjalan. Sehingga malamnya aku harus stay untuk acara dansa.

Bahkan, aku dinasehati oleh Mama Cahaya karena meninggalkan Adelio sendiri di acara salam-salaman. Bodo amat, emang gue pikirin?!

Adelio menghampiriku. “Cepetan turun, enak ya yang tidur siang,” sindir Adelio menatapku kesal.

“Enaklah, gue juga ogah kali mau nikah sama lo!” Aku membalas tatapannya lebih tajam.

“Apalagi gue! Nggak banget sama otak udang,” timpal Adelio mengejekku.

Aku menggeram ingin memukul wajah sok tampan itu, keadaan dalam kamar juga sepi hanya kami berdua.

Terpaksa aku turun bersama Adelio, aku juga muak dengan acara pernikahan ini.

Semua tertuju kepada aku dan Adelio. Turun perlahan sesuai tujuan kami ditengah kerumunan.

“Baiklah, karena mempelai sudah ada di sini. Kita mulai sekarang.” Suara Mc menggema, aku menghela napas berat.

Tangan Adelio menyodorkan ke arahku, tapi aku hanya melihat dan mengabaikan. Suara alunan lagu terdengar, aku berdansa dengan caraku, tanpa memedulikan Adelio akan malu.

“Sialan,” umpat Adelio mengikutiku, setiap kali Adelio ingin memegang aku selalu menghindar.

“Nggak sudi gue dipegang lo,” ucapku menatap sinis Adelio berdecak kesal.

Aku tertawa dalam hati bisa membuatnya kesal. Tidak hanya kami, semua orang ikut berdansa dengan pasangan.

Sampailah, semua orang sibuk sendiri. Aku diam-diam pergi masuk kembali dalam kamar, sementara Adelio mengikutiku.

“Ngapain lo ngikutin gue?!” ketusku berkacak pinggang menatap dirinya.

Adelio mengangkat satu alisnya. “Gue mau tidur kali,” seru Adelio, langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur.

Aku yang tidak terima menariknya. “Turun nggak lo?! Gue mau tidur!” tukasku hingga Adelio terjatuh.

“Gue tidur di mana,” kata Adelio berusaha berdiri.

“Itu bukan urusan gue!” sergah mendorong Adelio keluar dari kamar. Pokoknya, aku harus tidur nyenyak tanpa ada gangguan Adelio!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 7. Menghukum Adelio

    “Tante, Om aku pergi dulu,” pamitku mencium punggung tangan mereka. Bunda Delyna menatapku dalam. “Sayang, panggil Ayah sama Bunda aja. Kita udah jadi keluarga kamu,” pintanya, tersenyum lembut mengusap kepalaku. Aku membalas senyumannya sambil menggaruk tengkukku. “Iya Bunda,” balasku berhadapan keduanya di meja makan. “Kamu nggak bareng Adelio?” Ayah Liam bersuara, mencari-cari keberadaan Adelio.Aku berdeham pelan. “Adelio susah dibangunin,” kilaku padahal aslinya. Aku sama sekali tidak membangunkannya. Pagi sekali, aku bangun begitu kaget karena ada Adelio di sampingku. Untungnya aku tidak berteriak, sehingga aku langsung mempersiapkan diri ke sekolah. Aku marah sekali dengan mereka, karena sudah menikahkan aku dengan berandalan seperti Adelio. Aku mengingat saat surat panggilan itu, aku tidak sama sekali ke BK menemui orang tuaku. Aku pergi menggunakan mobil bersama Pak Danang, sopir pribadi keluarga Andres. Diperjalanan aku hanya diam tanpa menyahuti ocehan Pak Danang, se

    Huling Na-update : 2024-11-07
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 8. Pindah Rumah

    Saat pulang sekolah, tiba-tiba saja Adelio menghampiriku ke kelas. Padahal kelas masih ramai. Aku menatap tajam dari kejauhan. Adelio di depan pintu, bersedekap dada sok keren. Hingga orang-orang menebak. Jika Adelio memiliki seorang pacar, Adelio tahan menunggu lama. "Woy otak udang, cepetan!" teriak Adelio, menghela napas berat. Aku yang diteriakin diam, aku takut anak sekolah. Banyak yang tau hubunganku dengan Adelio. Bahkan, mereka yang masih ada di kelas, mengedarkan pandangan. Siapa yang dicari oleh Adelio. "Keluar lo pada!" usir Adelio, sehingga semuanya kocar-kacir kecuali aku. Aku memasuki buku dalam tas, aku tidak peduli apa yang terjadi. Dipertanyakan adalah, Adelio ngapain ke kelasku? Adelio menghampiriku menggebrak meja. "Cepetan! Gue ke sini cuma disuruh Bunda, ogah banget jemput lo!" sergah Adelio dengan wajah datar. Aku terkejut menatap sinis. "Nggak usah jemput, gue juga ogah kali!" jawabku, meninggalkan Adelio sendiri. Aku menghentakkan kaki dengan kesal.

    Huling Na-update : 2024-11-15
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 9. Balap Liar

    Tepat jam 9 malam. Aku duduk di depan televisi, menonton film kusukai. Tapi yang aku heran adalah Adelio. Adelio berpakaian rapi dengan jaket kulit, tertempel di tubuhnya. Aku berpikir, Adelio mau pergi kemana? "Dih, udah malem juga," sindirku, tidak direspon Adelio. Aku berdecak kesal, di mana Adelio langsung keluar tanpa menyahutiku. Wajahku tidak tenang, sungguh kepo. Adelio akan kemana sebenarnya. Daripada aku jadi hantu penasaran. Aku langsung gerak cepat, mengganti baju dan mengambil mobil ke garasi. Selain rumah, aku dan Adelio dikasih juga sebuah mobil. Aku langsung tancap gas, mengikuti Adelio secara diam-diam. "Mau kemana dia?" kesalku, sekitar 35 menit. Ada sebuah keramaian, di sana terlihat orang balap liar. Aku mengerti sekarang. Aku turun dari mobil, bersembunyi di kerumunan, biar tidak ketauan Adelio. Tidak lama datang seseorang menggodaku, aku menepis tangan jelek itu. "Nggak usah sentuh gue!" sergahku, melotot ke arah 3 orang itu. "Cewek cantik kek lo, ngap

    Huling Na-update : 2024-11-15
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 10. Menuduh Tanpa Bukti

    Aku menoleh dengan ekspresi terkejut. "Woy, lo bawa buku gue ya?!"Aku deg-degan, ternyata yang berteriak itu adalah Adelio.Wajahku sudah pucat, sementara kedua sahabatku melirik Adelio. "Jangan bilang lo buang buku gue?" tanya Adelio, menatapku sinis. Aku memejamkan mata sejenak. "Haha, lo bercanda kan? Kita beda angkatan," ucapku, cengengesan menepuk bahu Adelio. Adelio menaikkan satu alisnya. "Lo kenapa sih?" tanya Adelio bingung. "Aduh, bentar ya. Gue ada urusan sama nih berandalan," pamitku, menarik Adelio pergi dari parkiran. "Iya, lo hati-hati Ranesya," teriak Gita, melirik Vivian. Sementara Vivian mengangguk saja. Membuatku kesal, ternyata Gita dan Vivian saling berbisik. Saat aku menoleh ke belakang. "Lepasin! Lo apaan sih nyeret gue gini!" teriak Adelio, menarik tangannya. Hingga terlepas dari cengkraman ku. Aku bersedekap dada, dan mendengus. "Lo lupa? Kita itu di sekolah!" kataku, berhadapan dengan Adelio. "Terus kenapa?" Adelio bertanya, sok polos di depanku. T

    Huling Na-update : 2024-11-15
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 11. Gue Suka sama Lo

    "Eh, maaf. Lo gapapa?" tanyaku panik, sudah menabrak Fatih anak kelas 3 MIPA 4. Fatih membenarkan kacamatanya, memperhatikanku secara seksama. "Gue gapapa, santai aja," balas Fatih tersenyum tipis. "Tapi gue yang salah, gimana kalo kita bareng aja?" tawarku, tanpa aku sadari penggemarku, membicarakan Fatih dari belakang. Fatih langsung menoleh cepat, dan mengangguk. "Boleh."Aku sempat, terpesona dengan senyum culun itu. Selain pintar, Fatih murid berprestasi. Aku dan Fatih duduk dipojok, menghindari orang-orang. Tidak disangka Fatih, menarik kursi untukku. Aku sedikit kaget, sifatnya yang begitu gentleman. Aku kikuk karena banyak orang melihat. "Duduk aja, gue pesen dulu," kata Fatih, meminta izin dengan senyuman manisnya. Aku mengangguk patuh. "Oke makasih," balasku, dari kejauhan aku memperhatikan Fatih. "Culun-culun romantis," celetukku, mengecek hp-ku penuh notifikasi penggemar. Biasalah, aku memang secantik ini. Siapa yang tidak tergoda. Tidak lama, Fatih datang deng

    Huling Na-update : 2024-11-15
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 12. Dasar Rakus

    "Untung osis," kataku, jujur saja aku malas selalu bertemu Adelio. Sekolah ketemu Adelio, apalagi di rumah. Aku seolah diikuti makhluk halus. Saat aku keluar bersama Frans untuk ke ruangan guru, sebuah bola basket menimpa kepalaku. Aku terduduk meringis. "Gila, siapa sih yang sengaja?!" sungutku. Sementara Frans, melirik kesana-kemari tidak ada siapapun. Serius! Rasa pusing aku rasakan, benar-benar luar biasa. Aku berusaha berdiri dibantu Frans. "Hati-hati, apa mau ke UKS aja?" Frans menoleh ke arahku khawatir, kali ini dia berkata, "Gue gendong aja, ya?" Seketika mataku, melototi Frans yang cengengesan. "Gue bisa sendiri kok," balasku, memegang dinding mengatur keseimbangan. Frans menatap polos. "Serius? Lo kalo kenapa-kenapa, kita bisa ke UKS," kata Frans, memegang tanganku. Aku hanya menggeleng, melanjutkan perjalanan ke ruang guru. Untungnya, Frans berbaik hati memegang aku. "Makasih ya," ucapku, tersenyum tipis.Frans mengangguk, membuang wajah salah tingkah. Di ruan

    Huling Na-update : 2024-11-16
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 13. Joging Pagi

    Pagi sekali, aku sudah bersiap-siap untuk joging! Iya, aku sangat bersemangat. Di tanggal merah yang cerah ini. Aku mencuci tanganku 6 langkah seperti biasa, aku sarapan dengan hikmat. Setelah selesai, aku ingin pergi sekarang. Namun, jalanku terhenti oleh Adelio yang menghadang di depan pintu. "Minggir! Ngapain juga lo hadang gue," kesalku, memancarkan permusuhan. Adelio seperti biasa mengangguku. Entah mengapa, sekarang suka sekali cari gara-gara. "Mau kemana nyonya, rapi bener," goda Adelio, bersiul ke arahku. Aku berdecak kesal. "Bukan, urusan lo!" sergahku, berkacak pinggang hingga mengalihkan pandang malas. Kembali aku melihatnya. Baru aku menyadari kalo Adelio, memakai baju lengan pendek, dan celana training. "Ikut dong," rengek Adelio, bak anak kecil. Aku ketawa renyah, memijit pelipisku. "Dih. Nggak banget, mau ngajak lo. Geser nggak!" teriakku, memberikan isyarat untuk minggir Adelio bukannya minggir, dia menghalangiku dengan dua tangan. "Adelio! Gue mau joging, k

    Huling Na-update : 2024-11-16
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 14. Push up 10 kali!

    "Woam, udah pagi aja," ujarku mengucek mata. Aku mengambil hp, berbunyi memekakkan telingaku. Alisku berkerut, mendapatkan telepon Papaku. Dia tidak tau saja, aku sedang marah dengan mereka. Pernikahan yang hanya menguntungkan mereka! Aku jadi korban semata, aku mendengus lebih memilih untuk mandi saja. Sekitar 25 menit, aku sudah tertampil begitu cantik. Dengan rambut sebahu, pita pink yang unyu-unyu. "Perfect!" seruku, di depan kaca. Aku juga langsung pergi ke sekolah, tanpa sarapan. Kali ini aku memilih menaiki taksi."Atas nama Mbak Ranesya?" tanya seorang supir taksi, mobilnya berhenti tepat di depanku. Aku mengangguk. "Iya Pak," jawabku, menaiki taksinya. Aku sudah memesannya saat di rumah tadi, biar tidak terlalu lama. "Mbak cantik, gimana kalo jadi pacar saya?" ucap Pak supir, aku yang sedang bermain hp. Mendongak kaget, mataku terasa mau keluar. Aku tertawa karir. "Aku udah punya pacar, Pak," kilahku, cengengesan mengusap kening berkeringat. "Padahal gue ada suami,"

    Huling Na-update : 2024-11-17

Pinakabagong kabanata

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 172. Akhir yang Bahagia

    Akhirnya tidak ada gangguan ketiga manusia itu, malam ini kami rencananya ingin makan bakso di tempat langganan. Di mana waktu itu ada banci, semoga sekarang nggak ada. Takutnya Adelio risih dengannya. "Baksonya satu Mang!" seru Adelio dengan mengangkat tangannya berbentuk V. Mamang bakso itu hanya mengangguk, aku sangat senang berada di sini. Walaupun capek siang tadi, kan malamnya bisa berduaan kembali. Dalam suasana malam yang dingin dengan bintang bertaburan. "Baksonya enak?" tanya Adelio mendongak menatapku. Aku mengangguk dengan senyum manis. "Enak banget! Juaranya bakso ini mah.""Iya atuh Neng! Palinh enak bakso saya pastinya," sahut Mamang bakso itu dengan senang. Aku dan Adelio hanya terkekeh kecil, tapi memang seenak itu. Apalagi aku jarang ke sini, jadinya sangat rindu ya. "Kalo gitu gratisin kita dong, kan udah dipuji," goda Adelio ke Mamang bakso. Seketika gelengan Mamang bakso terlihat, aku hanya terkekeh. Orang jualan kok minta gratisan dasar Adelio. "Nggak u

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 171. Telinga Memerah

    Perjalanan kali ini tidak ada halangan sama sekali dari tiga orang gila itu, bahkan ini di bandara dijemput oleh keluarga kami. Aku merasa senang, mereka semua berada sini termasuk Jean. Walau hanya beberapa hari, setidaknya lebih baik cepat pulang daripada semua akan terbongkar seiring waktu. "Kalian ini!" kesal Jean menabok Adelio. Sementara hidungku ditariknya, ihh kenapa dia ini. Sok jadi Kakak pula yang jahil idih. "Sakit dodol," balas Adelio menatap sinis Jean hanya terkekeh. "Elah men gitu doang mah nggak sakit," kata Jean cengengesan. Pada akhirnya, Adelio membalasnya lebih kuat. Di mana kami menertawakan Jean terkena getahnya. "Gue pelan loh, lo balasnya kayak mau bunuh gue," kesal Jean menjauhi Adelio memilih mendekati Mama Cahaya. "Makanya, lo jadi Abang tuh waras dikit. Gue baru pulang nyari perkara lo," sahutku menatapnya sinis. Tidak merasa bersalah, Jean hanya tersenyum lebar. Dih apaan banget nih orang, untung gue sabar ya. Sementara Bunda Delyna memberi kode

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 170. Pulang

    Malamnya aku merenung, apa besok pulang saja? Daripada mereka bertiga mengira melakukan hal lebih dari ini. Bagaimanapun, Zara dan Gracia mengetahui. Jika kami memesan satu ruang, walau satu kamar aku pasti sedikit menjauh tidurnya dari Adelio. "Setuju nggak, kalo kita pulang aja besok?" tanyaku ke Adelio yang sedang makan dengan tenang. Yap, setelah seharian mengobrol dan tidur. Kami tidak kemana-mana lagi, karena mengetahui ketiga manusia itu akan merusuh. Adelio mendongak dan tatapan kami bertemu. "Gue ngikut aja," balas Adelio tersenyum. Aku menghela napas panjang mengingat beberapa hari ini bukannya bahagia. Tapi banyak hal yang tidak diduga aku rasakan, belum lagi Ghifari bisa-bisanya menghampiriku ke Bali. "Yaudah, gue mau besok pulang. Nggak betah di sini," balasku kembali memakan udang goreng tepung. Enak banget asli, kayak masakan Mamaku hehe. Jadi rindu mereka apalagi Jean huhu. Setelah selesai makan, kami ke ruang santai untuk menonton televisi. Sebenarnya sangat

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 169. Berdua denganmu

    Pada akhirnya kami berada di pantai, menikmati hari berdua. Namun, itu tidak berjalan semestinya. Karena gangguan dari ketiga gila itu masih berlanjut, inipun aku ditarik Ghifari untuk pergi berdua."Gue bakal ngajak lo ke tempat yang indah di sini," paksa Ghifari dengan wajah memelas. Aku melirik Adelio yang kini dipegang dua orang sekaligus, siapa lagi kalo Zara dan Gracia. Mereka ini, astaga! Aku dan Adelio ingin berlibur saja susah, pasti ada masalah datang. "Lepasin nggak! Gue nggak mau Ghifari," kataku mengamuk di depan banyak orang melintas. "Ini lagi kalian berdua, apa nggak sadar? Gue tuh mau berdua sama Ranesya," ucap Adelio terdengar dingin. Aku menatap Adelio menarik paksa tangannya sampai jeratan dari dua manusia itu terlepas. Adelio mendekatiku berusaha melepaskan aku dari Ghifari yang tidak mau mengalah. "Seharusnya lo jangan deketin Ranesya, dia bakal jadi milik gue." Ghifari berkata percaya diri. Aku tertawa karena menyadari, jika Ghifari terlalu berlebihan.

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 168. Couple Pink Strawberry

    Aku menguak sangat lebar merasakan kehangatan luar biasa, saat aku membuka mata terdapat Adelio terlelap. Aku tersenyum lembut mengelus pipinya, mataku melotot karena menyadari kami tidur bersama. "Eh? Kok bisa sih," gumamku memperhatikan sekitar. Menyadari jika kami berada di kamarku, kejadian malam tadi hanya dikejar Adelio dan saling bercanda. Oh ya! Tidak sengaja tertidur berdua. Huh, syukurlah kukira kami melakukan hal berlebihan. "Duh, jangan bangun ya," kataku melepaskan diri dari Adelio perlahan. Aku berdiri menatap wajah Adelio yang begitu menawan, apa tidak salah Tuhan memberikan Adelio kepadaku?Bahkan, banyak dari cewek-cewek mengejarnya. Walaupun tingkah nakalnya membuat guru kesal, tapi dia adalah suami terbaik untukku. "Masak apa ya?" gumamku menuju dapur. Apa aku masak nasi goreng saja ya? Pasti enak banget, tapikan nggak ada peralatannya. Huh! Yasudahlah, aku memilih menonton tv di mana suara teleponku begitu nyaring di kamar. "Ganggu banget, ini jam 7 loh,"

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 167. Salah Bicara

    Khusus hari ini, aku tidak ingin keluar karena takut bermasalah lagi dengan kedua makhluk gila itu. Membayangkan saja kejadian kemarin membuatku naik darah, huh! Apa aku buang saja ke lubang buaya sehingga tidak ingin merebut Adelio. "Lo kenapa sih remas remote itu kuat banget?" tanya Adelio menatapku bingung. Aku menggigit bibir bawah, saat melihatnya. Ya gimana lagi, aku masih sangat kesal tau!"Gapapa kok," jawabku seadanya dengan senyuman kecil. Kami berada di ruang santai menonton sebuah film romantis, adegannya begitu manis membuatku melayang. Tapi sesaat membayangkan tadi, moodku hancur seketika. Untungnya Adelio menyuapiku seperti sekarang. "Suka nggak?" tanya Adelio memberikanmu sebuah susu kotak. Aww, pagi-pagi sekali Adelio membawakan beberapa makanan entah dari mana. Aku yang baru bangun melihat Adelio tersenyum saat aku membuka mata, romantis bukan? "Ngelamun lagi?" kata Adelio membuatku tersadar. Aku hanya tersenyum kecil, memakan beberapa cemilan di atas meja.

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 166. Kacau

    Malam harinya, aku dan Adelio ingin pergi kencan berdua. Namun, hal tidak diduga terjadi. Di mana Zara dan Gracia, berada di tempat yang sama dengan kami. Jujur aku kadang bingung, mereka ada di mana-mana. "Kenapa Ranesya?" tanya Adelio melihatku. Aku mendengus menatap lulus, di mana Adelio mengikuti mataku. "Loh, kenapa mereka ada di sini ya?" balas Adelio begitu bingung. Pake nanya lagi, ya aku juga nggak tau loh. Mereka seolah tau, kami akan pergi kemana sampai ke restoran ini sekalipun. Berusaha mengabaikan keduanya, aku menarik Adelio ke dalam. Duduk di meja yang cukup jauh dari Zara dan Gracia. "Bentar, kita pesan dulu," kata Adelio mengangkat tangan seketika pelayan datang menghampiri kami. Sebuah buku menu, aku memilih beberapa dan sebaliknya dilakukan hal sama dengan Adelio. Pelayan itu pergi, hanya kami berdua di sini yang lain sibuk dengan urusan mereka. "Gimana rasanya liburan sekarang? Seru nggak?" tanya Adelio menatapku begitu dalam. Aku mendongak memperhatika

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 165. Curiga

    Berusaha melupakan Zara dan Gracia, kami lebih memilih kepantai kembali berjemur di sana. Siapa sangka, orang yang tidak aku harapkan mendekati kami mana bajunya kurang bahan. "Adelio, lo makin ganteng aja," kata Gracia melirik tubuh Adelio tanpa baju. Dih, aku menaikkan satu alis merasa aneh dengan pemandangan di mana wajah Gracia memerah. Jijik sekali, apalagi tidak lepas matanya ke Adelio. Heh! Jangan gitu please, aku sangat cemburu sialan. "Gue emang ganteng, sekarang lo berdua pergi sana," usir Adelio menurunkan kacamata lalu menaikkan kembali. "Lo berdua mau jadi lonte atau apa? Bahannya terlalu kurang, mau godain siapa?" hina Adelio tanpa menoleh ke arah mereka berdua. Aku menahan tawa, siapa mengira. Jika Adelio akan berkata begitu tanpa peduli perasaan Zara maupun Gracia. "Buat godain lo," sahut Zara mendekati Adelio. Jujur menjijikan sekali, mereka tanpa malu tersenyum amat manis dan menggoda. Iuhh, untung aku berusaha kalem ya. "Najis tau nggak!" umpat Adelio mene

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 164. Keberadaan Zara dan Gracia

    Di pagi hari, berbeda dari biasanya. Saat aku terbangun, Adelio sudah berada di depanku. Siapa sangka, aku melotot tidak percaya. Bahkan, Adelio mengelus puncak kepalaku. "Lo udah bangun?" tanya Adelio mengecup keningku penuh perhatian. Aku yang masih tidak menyangka hanya bisa berkedip-kedip, yaa aku kan masih terkejut. Dengan tubuhku mundur membuat Adelio terlihat bingung. "Kenapa?" Aku menggeleng cepat, berusaha berdiri dan melirik sekitaran. Asli, aku sangat malu. "Nggak kok," jawabku sedikit gugup. "Seriusan? Kenapa wajah lo langsung tegang gitu," sahut Adelio terkekeh pelan. Yah, siapa coba tidak kaget dengan tingkahnya. Kan aku sangat terkejut, dahal dia sangat jarang begini kepadaku. Paling sesuatu hal penting, atau pergi suatu tempat dia akan menghampiriku terlebih dahulu. "Eh, nggak kok cuma tadi," balasku bingung mengigit bibir bawah. Aku mendorong tubuh Adelio. "Sana gih, lo pesen aja makanan gue laper soalnya," kataku mengalihkan pembicaraan. "Lo laper? Bentar

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status