Aruna menyalakan flash di ponselnya dan memberanikan diri membuka mata. Kemudian ia mendengar barang jatuh dari luar kamar. Itu semakin membuatnya takut.
“Apa itu? Apa pak penjaga?” gumamnya.Aruna berjalan perlahan ke dekat pintu, ingin membukanya, tetapi ia ragu dan takut. “Valda juga kemana sih?”Karena penasaran, Aruna memberanikan diri membuka pintu kamar dan berjalan perlahan-lahan. Membuka setiap pintu yang ada di lantai dua itu dan tidak menemukan apa pun.“Tidak ada apa-apa!” gumamnya.Ia berjalan menuruni anak tangga, pergi ke dapur dan tidak menemukan penjaga Villa.“Dimana pak penjaga?” gumamnya.Bayangan hitam melewati jendela membuat Aruna terkejut. Ia melangkah mundur kemudian berlari dengan cepat lalu menabrak seseorang yang membuatnya semakin takut.“Aaaaghhhh ... jangan ganggu aku, jangan ... pergi ... pergi ...” Teriak Aruna.“Aruna ... Aruna ... kau kenapa? Aku Valda.” Ia menggoyahkan tubuh Aruna yang terduduk dengan kAruna tersadar jika pernikahan mereka adalah kontrak. Ia benar-benar melupakannya. Menatap Valda begitu dalam ada rasa sedih karena akhirnya pernikahan akan berakhir dan dirinya tidak perawaan lagi.“Kau ingin tambah berapa?” cetus Valda.Aruna bangkit dari tidurnya seraya berkata tanpa melihat Valda, “Aku bukan Pela*cur!” cetusnya lalu berlalu ke kamar mandi dengan tubuh terbalut selimut.Valda menatap kepergian Aruna, jawabannya membuat dirinya merasa tertampar dan tidak enak padanya.Ia bangkit dari tidurnya dan kembali mengenakan celana menunggu Aruna selesai.Bersandar pada sofa sembari merentangkan tangannya dengan mata terpejam. Senyuman tersungging di bibirnya, kenikmatan yang Aruna berikan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Bahkan ia menginginkannya lagi.“Aruna ... Aruna ... kepalaku isinya jadi kau!” gumamnya.Tidak lama kemudian Aruna keluar dari kamar mandi. Hanya dengan menggunakan bathrobe dan rambut basahnya. Valda tidak melepaskan
“Kau mengenalnya?” kata Client itu pada Melisa.“I–iya, pak.” Melisa menjawabnya gagap.“Lalu kenapa dia pergi begitu saja setelah melihatmu? Kau bermasalah dengannya?” tanyanya tegas.“Ti–tidak seperti itu, pak. Hanya kesalah pahaman kecil di masa lalu,” jawab Melisa.“Kau membuat masalah saja, dia tidak ingin bekerja sama dengan perusahaan kita. Rugi dong saya ... saya tidak mau tahu pokoknya kau harus temui dia dan buat kesepakatan dengan perusahaannya. Kesempatan besar bisa bekerja sama dengannya! Jika tidak berhasil, maka kau akan aku pecat dengan membayar denda!” jelasnya.“Tapi, pak. Bapak tidak bisa seperti itu, bapak sering memuji pekerjaan saya dan sekarang karena hanya gagal dengan satu perusahaan, bapak seperti ini pada saya. Ini tidak adil, pak ...” ujar Melisa.“Kau Berani bicara? Saya bosmu, lakukan atau saya pecat dengan denda?” tegasnya.“Hmmm ... apa yang harus saya lakukan, pak?” tanya Melisa.“Ya terserah! Yang terpenting k
Aruna menghapus air matanya. Kemudian ia mengatur nafas tenang dan tidak terbawa perasaan. “Seperti apa yang Valda minta– ya, jangan ikut campur. Baiklah!” gumamnya. Ia masuk ke kamar dan tidak mendapatkan keberadaan Valda. Mencarinya ke kamar mandi dan keruangan pakaian, tetap tidak ada. “Kemana dia? Ngapain juga sih aku memikirkannya? Dia juga tidak ingin kalau aku tahu tentang apa yang terjadi pada dirinya!” batin Aruna tidak tenang. Bagaimana pun mulut berbicara, tapi perasaan tidak bisa di bohongi. Ada rasa sedih dan khawatir. Aruna hanya diam di dalam kamar sampai waktu menunjukkan pukul empat sore. Melihat cuaca cerah, ia berpikir untuk menikmati sore di bibir pantai. Akan sayang sekali jika keindahan pantai ia lewatkan begitu saja. “Hmmm mungkin Valda akan kembali malam lagi!” gumamnya seraya keluar dari kamar dan berjalan menuju pantai. Dari sisi lain, Defria, Delova dan juga Elisha kembali ke vill
Valda berjalan sendirian di pantai, menikmati angin malam sembari menghisap rokoknya. Penerangan dari sekitaran villa membuat pantai sedikit ada pencahayaan.“Kenapa Melisa muncul kembali di hadapanku? Tapi sekarang aku biasa saja setelah bertemu dengannya kemarin. Rasa cinta, rasa marah, sudah tidak ada lagi berbeda pada saat awal berpisah dulu. Itu bagus, tapi tetap aku tidak akan kerjasama dengan perusahaannya. Bertemu dengannya hanya akan membuka luka lama!” gumamnya.Defria dan Elisha memperhatikan Valda dari kejauhan.“Tadi sore Aruna, sekarang Valda. Aku yakin kalau mereka sedang tidak baik-baik saja!” cetus Elisha.“Menurutmu mereka kenapa? Baguslah kalau mereka tidak baik-baik saja!” jawab Defria.“Aku juga tidak tahu sih!”Defria tersenyum lalu berbisik pada Elisha kemudian mereka pergi ke dalam villa. Mereka pergi mengendap-endap menemui penjaga villa dan mereka bicara berbisik-bisik.Sementara itu, Aruna hanya diam di kamar. Berbaring d
Valda menatap Aruna, ia merasa bersalah saat mendengar ucapan Aruna itu.“Perawaanku sudah terlanjur hilang. Yang tadinya aku pertahankan untuk orang yang mencintaiku. Apalagi yang akan aku pertahankan? Kau tidak perlu menambahkan bayaran karena aku bukanlah Pela*cur!” cetusnya.Rasa bersalahnya semakin besar. Valda bangkit dan berlalu pergi ke kamar mandi tanpa bicara lagi.“Kenapa dia? Apa aku bicara terlalu keras?” gumam Aruna. Ia bangkit dan kembali ke sofa merapikan bantal dan berbaring.Valda berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri. Kemudian ia mencuci wajahnya.“Apa aku salah melakukannya pada Aruna? Jika dia tidak bersedia, kenapa tidak menolak dan berontak? Kemarin dia juga menikmatinya. Tetapi, ucapan Aruna membuatku merasa bersalah! Hmmm ...” gumamnya.Setelah beberapa saat kemudian, Valda keluar dari kamar mandi seraya berkata. “Aruna ... aku minta maaf—“ ia berhenti bicara saat melihat Aruna sudah terlelap tidur di sofa.“Kebi
Karin pulang dengan tangan hampa. Tidak mendapatkan tanda tangan dan tidak mendapatkan apa-apa juga dari Chand.Di sisi lain, Aruna dan yang lainnya sudah berada di tribun. Mereka memilih menonton di premium grandstand agar tidak kepanasan dan menonton lebih jelas.Elisha menggeser Aruna dari kursinya sehingga ia duduk di paling pinggir.“Aiissh!!!” Aruna mendelik.Itu membuat Valda terkejut karena Elisha ada di sampingnya. Ia melihat pada Aruna kemudian berpindah di sampingnya.“Kak Valda mau kemana iiih?” rengek Elisha.Valda mendelik pada Elisha dan menggesernya bertukar tempat duduk.“Elisha ngebet ingin dekat denganmu!” bisik Aruna.“Malas sekali!” jawab Valda.Aruna tertawa kecil karena melihat ekspresinya yang menurutnya lucu.Valda menatapnya lalu mendelik.Balap sudah di mulai, fokus mereka beralih pada Delova di sirkuit. Aruna berkali-kali menutup wajahnya karena terlihat menyeramkan, terlihat seperti akan jatuh atau a
Mereka menghabiskan hari terakhir dengan berjalan-jalan di pantai. Defria mengikuti mereka tidak semangat, duduk menunggu melihat mereka yang berkuda di pinggir pantai.“Menyebalkan sekali! Liburan kali ini tidak menyenangkan,” gerutu Defria.Aruna, Valda dan Delova menyusuri pantai dengan menaiki kuda. Aruna dan Valda menaiki satu kuda berdua karena Aruna tidak berani sendirian.“Eh pelan-pelan dong,” ujar Aruna seraya mengeratkan tangannya pada tali kuda.“Diamlah, jangan banyak bergerak!” cetus Valda. “Pamandu di depan memegangi talinya juga, tidak akan terjadi apa-apa.” Sambungnya.“Aku takut iiii ...” kata Aruna.“Apa-apa takut!” cetus Valda.Defria benar-benar kesal melihat mereka menikmati liburannya. Kemudian terbersit dalam pikirannya untuk mencelakai Aruna. Ia bangkit dari duduknya mendekat ke jalur kuda.“Ma, ayo berkuda juga. Ini sangat seru ...” ajak Delova.“Mama melihat saja dari sini,” jawab Defria sembari mengambil video
Karin dengan sengaja mendekat pada Chand dan bersikap agresif. “Mau menemui anak tiriku! Apa kau berharap kalau aku ingin menemuimu?” ucapnya. Chand menghindar dari Karin dengan mundur beberapa langkah. “Uuughh maaf, di rumah ini pasti ada istrimu dan kau takut ketahuan, kan?” cetus Karin. Chand mengontrol dirinya, ia tidak boleh terlihat takut. “Sudah aku peringatkan jangan datang kemari lagi!” ujar Chand. “Jangan takut seperti itu, aku kesini untuk menemui putri tiriku. Bukan untuk menemuimu,” jawabnya santai. “Eh iya, anak kita butuh pekerjaan. Apa kau bisa memasukkannya ke perusahaanmu?” sambung Karin. Chand mendorong Karin menjauhi rumah. Ia tidak ingin orang lain mendengar apa yang di katakannya. “Heh ... kau jangan semakin berani padaku, ya? Tidak ada bukti kalau itu anakku, jadi jangan kau coba-coba untuk mengancam atau memerasku! Atau kau akan tahu sendiri akibatnya,” ancam Chand. Karin mengatur nafasnya, ia harus santai dan jangan terbawa emosi agar
“Delova ...” panggil Valda.“Ada apa?” tatap Delova heran.Valda mencoba mengontrol emosinya, bagaimana pun dengan keadaan Delova seperti ini membuat hatinya terenyuh dan merasa kasihan.“Hmmm ... aku tahu kau menemui Aruna. Katakan jujur padaku, apa yang kau katakan padanya? Aku memang mengikhlaskannya untukmu, tapi kau tidak bisa sembarangan memfitnahku!” ungkap Valda.Chand dan Defria menghampiri mereka berdua. Berdiri diantara mereka dan mencoba menghentikan Valda agar tidak melakukan hal yang tidak-tidak.“Jangan sakiti adikmu lagi!” cetus Defria.“Papa tahu ini semua salah perempuan itu!” tunjuk Chand pada Aruna yang berdiri di pintu kamar.Aruna menatap semua orang bergantian, apa yang sekarang terjadi memang salah dirinya.“Apa maksud Papa? Jangan salahkan Aruna seperti itu!” timpal Delova membela Aruna.Valda menatap Delova dengan penuh amarah. Aruna tahu kemarahan itu dan harus menghentikannya.“Tu–tunggu ... emmmh Valda, k
Aruna melangkah dengan sembarang, sesekali wajahnya menengadah menatap langit yang mulai meredup. Lampu-lampu jalanan cukup terang menyinari langkahnya.“Apakah Elisha benar-benar serius dengan apa yang di katakannya? Tapi Valda mengatakan hal lainnya,” gumamnya.“Aruna ....”Sebuah mobil hitam berhenti dan terdengar suara tidak asing memanggilnya.Aruna menoleh ke arah sumber suara dan senyuman tersungging di bibirnya.“Delova ...” mendekati mobil itu dengan antusias.“Kau mau kemana?” tanya Delova. Ia bicara dari dalam mobil dan hanya membuka kaca mobilnya.“Aku mau pulang, barusan habis ngajar les piano,” jawabnya.Delova membuka pintu mobil dan meminta Aruna untuk masuk. Ia akan mengantarnya pulang.Awalnya Aruna menolak karena merasa tidak enak, tapi Delova memaksanya. Terpaksa ia masuk dan di antar pulang oleh Delova.“Kau sudah lebih baik?” tanya Aruna penasaran. Bagaimana pun ia sangat khawatir pada keadaan Delova.“Aku
Saat makan malam, Elisha datang menghampiri semua orang tanpa rasa malu. Sekarang ia berani kembali datang setelah tahu Aruna pergi.Defria dan Chand menyambutnya dengan ramah sama seperti sebelumnya. Sementara Valda merasa risih dan tidak nyaman.“Kenapa dia datang lagi kemari?” ujar Delova.Karena selesai makan, Valda beranjak pergi meninggalkan meja makan tanpa bicara dengan siapa pun.Elisha menatap kepergian Valda dan ia harus mengerti mendekatinya pelan-pelan membiarkannya pergi begitu saja.Keesokan harinya ....Di sore hari Aruna pergi ke rumah Grace untuk mengajari Briel bermain piano. Ia memulai pekerjaannya dengan semangat dan riang.Grace menyambutnya dengan hangat dan membawanya ke ruangan musik.“Hallo kakak cantik ...” sambut Briel.“Haiii cantik ... apa kau siap? Wah pianomu sangat bagus. Aku juga punya piano–“ cetusnya lalu bicara terhenti karena teringat dengan piano yang Valda belikan.“Cepatlah kakak, aku tidak sa
Wajah Aruna berubah menjadi tersenyum berbinar, senang akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan.“Kakak serius?”Grace mengangguk seraya tersenyum.“Wah aku senang kalau kakak cantik akan menjadi guru les pianoku. Dari pada pak tua yang ketus itu!” cetus Briel.“Terima kasih, ya, kak.” Aruna menundukkan badannya hormat.“Kau bisa datang ke rumahku setiap sore mulai besok,” ucap Grace.Kemudian Grace meminta nomor ponsel Aruna agar mudah untuk di hubungi.Aruna sangat senang dan cukup antusias. Berbincang sebentar lalu ia berlalu pulang.Berdiri di pinggir jalan melihat kepergian Grace dan Briel. Dirinya di tawari untuk di antar pulang, tapi Aruna menolaknya.“Semoga hidupku berjalan baik ke depannya dan di pertemukan dengan orang-orang baik. Perlahan harus melupakan tentang Valda! ya harus ...” Aruna berdoa.Karena tidak perlu mencari kerja lagi, ia memutuskan untuk kembali pulang ke rumah dengan menaiki taxi online yang di pesannya.
Valda menghentikan mobilnya di tengah perjalanan. Memendamkan wajahnya pada setir mobil. Menyesali kenapa terlambat mencari Aruna?“Aruna pergi kemana? Aku harus mencarinya kemana lagi?” pikirnya.Setelah terdiam beberapa saat, Valda kembali melajukan mobilnya. Sepertinya ia sudah tahu akan pergi kemana.Ia pergi ke rumah kedua, menemui pelayan yang menjaga rumah itu dan bertanya apakah Aruna datang ke rumah itu atau tidak. Ternyata pelayan mengatakan kalau Aruna tidak ada datang.Valda kembali melajukan mobilnya menuju ke makam orang tua Aruna. Ia sedikit bernafas lega, melihat kelopak bunga di atas makam. Memegangnya dan kelopak bunga itu baru.“Sepertinya Aruna baru saja dari sini.” Melihat sekitar berharap Aruna masih ada disana.“Hmmm ... Aruna sudah pergi!”Saat hendak berlalu pergi, Valda menghentikan langkahnya. Ia berjongkok diantara nisan kedua orang tua Aruna.“Maafkan aku ... aku tidak bisa menjaga Aruna dengan baik dan malah membi
Sampai di rumah dengan cepat, ia mencari keberadaan Aruna. Pergi ke kamar dan tidak mendapati keberadaan Aruna. Mencoba menghubungi beberapa kali, tapi nihil masih tetap tidak bisa di hubungi. Saat akan keluar dari kamar, matanya terhenti pada meja samping tempat tidur. Ia menemukan catatan yang Aruna tinggalkan. Sebelum membacanya, ia melihat sebuah cek dan uang tunai. “Cek satu milyar dan uang. Apa ini?” gumamnya. Membaca catatan yang Aruna tulis itu. “Valda, mungkin saat kau membaca ini aku sudah pergi. Maafkan aku telah membuat Delova menderita. Ini semua salahku membuatmu marah pada Delova. Mungkin memang lebih baik aku pergi, aku tidak ingin menjadi penyebab kau bertengkar dengan Delova. Satu hal yang harus kau tahu kalau antara aku dan Delova tidak ada hubungan apa-apa. Aku menganggapnya hanya sebagai kakak yang baik padaku. Kau jangan salah paham dan marah pada Delova, dia tidak salah. Untuk cek dan uang ini, aku tidak bisa menerimanya. Tolong sampaikan pad
Aruna bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan mendekati ruangan rawat Delova. Menatapnya dari kaca pada pintu. Melihat kalau Delova sudah bangun dengan keadaannya yang memprihatinkan, kepala, tangan dan kaki terbalut perban.“Hmmm syukurlah kau baik-baik saja, ini semua gara-gara aku!” lirih Aruna bergumam.“Hmm ....”Suara seseorang di belakang Aruna yang tidak asing. Aruna membalikkan badannya melihat kepada orang itu.“Papa ....”“Apa kau bisa ikut papa pulang ke rumah?” tanya Chand.Aruna melirik semua orang di dalam ruangan.“Delova baik-baik saja dan sudah ada yang menjaganya!” cetus Chand.Aruna berganti melirik Chand dan tersenyum getir. Ia mengangguk setuju untuk ikut pulang, perasaan tidak enak menggelayut di hatinya.Di perjalanan pulang, tidak ada obrolan di dalam mobil. Hening ....Sampai di rumah, sebelum turun dari mobil Chand berkata padanya. “Temui papa di ruangan kerja papa!”Ia turun lebih dulu dan Aruna t
“Semuanya, mohon maaf. Jangan membuat keributan, itu akan mengganggu pasien! Saat ini pasien membutuhkan banyak darah. Siapa diantara kalian yang memiliki golongan darah AB negatif?” ujar dokter. “AB negatif?” gumam Chand. “Itu cukup langka dan kami di rumah sakit kehabisan stok. Kami baru menghubungi bank darah pusat dan itu butuh waktu lama,” jelas Dokter. Defria terkulai lemas terduduk di kursi. Ia menangis tersedu. “Dokter, aku dan istriku memiliki golongan darah yang berbeda. Ba–bagaimana?” cetus Chand. “Kalau bisa cari saudara atau kerabat dekat, biasanya akan ada yang sama. Tolong secepatnya sebelum darah dari bank pusat tersedia,” ucap dokter lalu melengos pergi. Chand tertegun sejenak. Ia berpikir harus mencari darah kemana? “Ma, darahku juga tidak sama. Siapa yang bisa kita hubungi?” tanya Valda seraya menenangkan Defria. Ia merasa bersalah dengan apa yang telah di lakukan. Penyesalan tidak ada gu
Setelah beberapa saat menunggu, Valda kembali ke rumah sakit. Ia akan mengantarkan Aruna kembali ke apartemen, tapi Defria menahannya dan mengatakan kalau Chand ingin bicara penting.“Delova, tolong antarkan Aruna kembali ke apartemen. Setelah selesai bicara dengan papa, aku akan menyusul kalian.” Valda bicara pada Delova.“Baiklah, tidak perlu khawatir!” Delova setuju.“Aruna, pulanglah dulu dengan Delova. Aku masih harus ada yang di bicarakan,” ujar Valda pada Aruna kemudian mengecup keningnya.Aruna mengangguk dan bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi dengan Delova.Valda masuk ke ruangan Chand dan mereka bicara.“Papa minta kau bisa segera ceraikan Aruna, dengan begitu papa akan kembali mencari teman papa dan kau menikah dengan jodoh yang seharusnya, papa sudah pikirkan ini!” tutur Chand.Valda terlihat begitu kecewa, ia bangkit dari duduknya dan menentang apa yang Chand katakan.“Aku mencintai Aruna dan tidak akan pernah berpisah d