Valda menatap Aruna, ia merasa bersalah saat mendengar ucapan Aruna itu.
“Perawaanku sudah terlanjur hilang. Yang tadinya aku pertahankan untuk orang yang mencintaiku. Apalagi yang akan aku pertahankan? Kau tidak perlu menambahkan bayaran karena aku bukanlah Pela*cur!” cetusnya.Rasa bersalahnya semakin besar. Valda bangkit dan berlalu pergi ke kamar mandi tanpa bicara lagi.“Kenapa dia? Apa aku bicara terlalu keras?” gumam Aruna. Ia bangkit dan kembali ke sofa merapikan bantal dan berbaring.Valda berdiri di depan cermin, menatap dirinya sendiri. Kemudian ia mencuci wajahnya.“Apa aku salah melakukannya pada Aruna? Jika dia tidak bersedia, kenapa tidak menolak dan berontak? Kemarin dia juga menikmatinya. Tetapi, ucapan Aruna membuatku merasa bersalah! Hmmm ...” gumamnya.Setelah beberapa saat kemudian, Valda keluar dari kamar mandi seraya berkata. “Aruna ... aku minta maaf—“ ia berhenti bicara saat melihat Aruna sudah terlelap tidur di sofa.“KebiKarin pulang dengan tangan hampa. Tidak mendapatkan tanda tangan dan tidak mendapatkan apa-apa juga dari Chand.Di sisi lain, Aruna dan yang lainnya sudah berada di tribun. Mereka memilih menonton di premium grandstand agar tidak kepanasan dan menonton lebih jelas.Elisha menggeser Aruna dari kursinya sehingga ia duduk di paling pinggir.“Aiissh!!!” Aruna mendelik.Itu membuat Valda terkejut karena Elisha ada di sampingnya. Ia melihat pada Aruna kemudian berpindah di sampingnya.“Kak Valda mau kemana iiih?” rengek Elisha.Valda mendelik pada Elisha dan menggesernya bertukar tempat duduk.“Elisha ngebet ingin dekat denganmu!” bisik Aruna.“Malas sekali!” jawab Valda.Aruna tertawa kecil karena melihat ekspresinya yang menurutnya lucu.Valda menatapnya lalu mendelik.Balap sudah di mulai, fokus mereka beralih pada Delova di sirkuit. Aruna berkali-kali menutup wajahnya karena terlihat menyeramkan, terlihat seperti akan jatuh atau a
Mereka menghabiskan hari terakhir dengan berjalan-jalan di pantai. Defria mengikuti mereka tidak semangat, duduk menunggu melihat mereka yang berkuda di pinggir pantai.“Menyebalkan sekali! Liburan kali ini tidak menyenangkan,” gerutu Defria.Aruna, Valda dan Delova menyusuri pantai dengan menaiki kuda. Aruna dan Valda menaiki satu kuda berdua karena Aruna tidak berani sendirian.“Eh pelan-pelan dong,” ujar Aruna seraya mengeratkan tangannya pada tali kuda.“Diamlah, jangan banyak bergerak!” cetus Valda. “Pamandu di depan memegangi talinya juga, tidak akan terjadi apa-apa.” Sambungnya.“Aku takut iiii ...” kata Aruna.“Apa-apa takut!” cetus Valda.Defria benar-benar kesal melihat mereka menikmati liburannya. Kemudian terbersit dalam pikirannya untuk mencelakai Aruna. Ia bangkit dari duduknya mendekat ke jalur kuda.“Ma, ayo berkuda juga. Ini sangat seru ...” ajak Delova.“Mama melihat saja dari sini,” jawab Defria sembari mengambil video
Karin dengan sengaja mendekat pada Chand dan bersikap agresif. “Mau menemui anak tiriku! Apa kau berharap kalau aku ingin menemuimu?” ucapnya. Chand menghindar dari Karin dengan mundur beberapa langkah. “Uuughh maaf, di rumah ini pasti ada istrimu dan kau takut ketahuan, kan?” cetus Karin. Chand mengontrol dirinya, ia tidak boleh terlihat takut. “Sudah aku peringatkan jangan datang kemari lagi!” ujar Chand. “Jangan takut seperti itu, aku kesini untuk menemui putri tiriku. Bukan untuk menemuimu,” jawabnya santai. “Eh iya, anak kita butuh pekerjaan. Apa kau bisa memasukkannya ke perusahaanmu?” sambung Karin. Chand mendorong Karin menjauhi rumah. Ia tidak ingin orang lain mendengar apa yang di katakannya. “Heh ... kau jangan semakin berani padaku, ya? Tidak ada bukti kalau itu anakku, jadi jangan kau coba-coba untuk mengancam atau memerasku! Atau kau akan tahu sendiri akibatnya,” ancam Chand. Karin mengatur nafasnya, ia harus santai dan jangan terbawa emosi agar
Valda mengusir Melisa keluar dari ruangannya.“Tunggu, pak Valda yang terhormat. Maaf, saya harus tahu apa yang membuat anda menolak untuk kerja sama? Apakah karena saya? Apakah karena masa lalu kita?” cetus Melisa.Ia tidak ingin di keluarkan dari tempatnya bekerja dan membayar denda hanya karena masa lalu yang sudah lama terkubur.“Saya berhak memutuskan! Terima saja,” ujar Valda.Di sisi lain, Elisha melihat Valda yang bicara dengan Melisa di depan pintu. Ia buru-buru merogoh ponselnya dan mengambil beberapa gambar mereka sembari tersenyum.“Ini bisa jadi bahan untuk aku memanasi Aruna!” gumamnya. Setelah mendapatkan beberapa foto, Elisha berlalu pergi.“Maaf, pak. Saya mohon, jangan sangkut pautkan tentang masa lalu dengan pekerjaan. Itu sudah lama dan pasti anda juga sudah melupakannya, kan?” tutur Melisa.“Kau pikir saya masih mengharapkan pengkhianat sepertimu? Ciiih ...” tegas Valda.Melisa mengatur nafasnya agar tetap tenang dan tidak
Sesampainya di rumah, Aruna sudah di sambut oleh Karin dan Nanda. Ia bergegas menghampirinya dan menyuruh mereka untuk masuk. “Kalian disini? Masuklah,” ajaknya. “Keterlaluan sekali ya keluarga suamimu! Sampai-sampai aku di larang menunggumu di dalam,” cetus Karin. “Aku tidak tahu,” jawab Aruna. Karin mendorong tubuh Aruna dan masuk lebih dulu ke dalam rumah di susul oleh Nanda lalu mereka duduk dengan santainya. “Mau ngapain sih mereka?” gumam Aruna. “Minumnya mana minumnya?” ujar Karin. Aruna berlalu ke dapur dan meminta pelayan untuk membawakan minuman dan sedikit makanan ringan. Sekesal apa pun Aruna, ia tidak ingin membuat situasi menjadi lebih buruk. “Kau ini lama sekali, aku haus dari tadi menunggu di luar, panas!” cetus Nanda sembari mengambil minuman yang pelayan bawa. “Kalian ada apa datang kemari?” tanya Aruna seraya duduk di sofa di hadapan Karin. “Sombong sekali kau bertanya seperti itu padaku? Hehhh ... Valda sudah berjanji akan mengembalikan
Valda pulang dan masuk ke kamar. Ia melihat Aruna terlelap di sofa.“Kebiasaan, tidur melupakan selimut!” gumam Valda kemudian menyelimutinya.Ia berlalu ke kamar mandi membersihkan diri.Aruna terbangun dan menyadari kalau sudah berselimut. Ia melihat tempat tidur dan tidak mendapati Valda.“Siapa yang menyelimutiku, Valda tidak ada. Apa dia di kamar mandi?” gumam Aruna lalu ia bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Ia tidak mendengar suara air kemudian menempelkan daun telinganya pada pintu kamar mandi.Tiba-tiba kamar mandi terbuka dan membuat keseimbangan tubuhnya goyah hampir terjatuh, tapi Valda menangkapnya.Aruna mendongak menatap Valda yang bertelanjang dada. Tetesan air dari rambut Valda membasahi wajah Aruna, membuatnya tersadar dan menjauhi Valda.“A–aku mau masuk ke kamar mandi!” Aruna bergegas masuk dan mendorong Valda keluar.“Kenapa dia?” Valda bingung. Kemudian ia memakai pakaiannya dan berdiri di depan cermin mengeringkan rambu
“Kau berani juga membuat ibu tirimu marah?” ujar Delova dengan tertawa kecil.“Sekali-kali memang harus di beri pelajaran!” jawab Aruna.Delova melihat tangannya yang tidak Aruna lepaskan. Kemudian Aruna menyadari itu dan dengan cepat melepaskan tangannya.“Maaf ....”Delova tersenyum. “Kau mau kemana lagi? Apa mau langsung pulang?” tanyanya. “Ayo aku antar pulang.” Delova menyodorkan helm-nya pada Aruna.“Tidak perlu, kau pasti sibuk. Aku bisa pulang dengan taxi kok,” tolak Aruna.“Sudah, aku antar kamu dulu!” Delova kembali memakaikan Aruna helm dan Aruna tidak bisa menolaknya.Saat hendak menaiki motor, ponsel Aruna berdering dan itu adalah Valda. Ia menjawabnya terlebih dahulu sebelum pergi.Ternyata Valda mengatakan untuk pergi ke mall di antar sopir karena dirinya sibuk tidak bisa menemaninya. Aruna menjelaskan kalau sopir tidak ada dan ia memberitahu kalau sedang berada di rumah ibu tirinya bersama Delova.“Valda ingin bicara
Karin berbalik badan melihat ke sumber suara. Ia terkejut karena Valda ada disana, melihat ke sisi Valda dan Nanda bersama mereka.“Dasar kau anak bodoh! Kenapa membawanya kemari,” cerca Karin.“A–aku tidak tahu apa-apa!” jawab Nanda.“Kau jangan menjawab! Dasar anak tidak berguna.”“Lepaskan Aruna, ini sudah melewati batas. Apa yang kau lakukan sudah termasuk tindakan kriminal!” ujar Valda.“Kau jangan ikut campur urusan keluargaku, ikut campur terus!” jawab Karin dengan berteriak.“Terima kasih, Tuhan. Telah mengirimkan Valda untuk menyelamatkanku,” batin Aruna sedikit lebih tenang.Nanda bergegas lari ke samping Karin dan meminta maaf padanya.“Kalian semua diam, jangan ikut campur kalau mau Aruna selamat!” ancam Karin.Valda menatap Aruna yang terlihat begitu menyedihkan, ia juga melihat luka-luka lebam di lengan dan pipinya.“Cepat tanda tangani!” suruhnya.“Hentikan. Kau sudah keterlaluan.” Valda mendekati mereka dan menar