“Kau berani juga membuat ibu tirimu marah?” ujar Delova dengan tertawa kecil.
“Sekali-kali memang harus di beri pelajaran!” jawab Aruna.Delova melihat tangannya yang tidak Aruna lepaskan. Kemudian Aruna menyadari itu dan dengan cepat melepaskan tangannya.“Maaf ....”Delova tersenyum. “Kau mau kemana lagi? Apa mau langsung pulang?” tanyanya. “Ayo aku antar pulang.”Delova menyodorkan helm-nya pada Aruna.“Tidak perlu, kau pasti sibuk. Aku bisa pulang dengan taxi kok,” tolak Aruna.“Sudah, aku antar kamu dulu!” Delova kembali memakaikan Aruna helm dan Aruna tidak bisa menolaknya.Saat hendak menaiki motor, ponsel Aruna berdering dan itu adalah Valda. Ia menjawabnya terlebih dahulu sebelum pergi.Ternyata Valda mengatakan untuk pergi ke mall di antar sopir karena dirinya sibuk tidak bisa menemaninya. Aruna menjelaskan kalau sopir tidak ada dan ia memberitahu kalau sedang berada di rumah ibu tirinya bersama Delova.“Valda ingin bicaraKarin berbalik badan melihat ke sumber suara. Ia terkejut karena Valda ada disana, melihat ke sisi Valda dan Nanda bersama mereka.“Dasar kau anak bodoh! Kenapa membawanya kemari,” cerca Karin.“A–aku tidak tahu apa-apa!” jawab Nanda.“Kau jangan menjawab! Dasar anak tidak berguna.”“Lepaskan Aruna, ini sudah melewati batas. Apa yang kau lakukan sudah termasuk tindakan kriminal!” ujar Valda.“Kau jangan ikut campur urusan keluargaku, ikut campur terus!” jawab Karin dengan berteriak.“Terima kasih, Tuhan. Telah mengirimkan Valda untuk menyelamatkanku,” batin Aruna sedikit lebih tenang.Nanda bergegas lari ke samping Karin dan meminta maaf padanya.“Kalian semua diam, jangan ikut campur kalau mau Aruna selamat!” ancam Karin.Valda menatap Aruna yang terlihat begitu menyedihkan, ia juga melihat luka-luka lebam di lengan dan pipinya.“Cepat tanda tangani!” suruhnya.“Hentikan. Kau sudah keterlaluan.” Valda mendekati mereka dan menar
“Aduuuh kasihan sekali kalian ini!” cetus Karin mengejek. “Ada apa ini, Ma?” tanya Delova. “Perempuan ini datang-datang membuat masalah,” jawab Defria. “Kau berani datang kemari?” tatap Delova tajam. “Hehhh anak pungut, gak usah banyak omong. Panggil Aruna cepat,” suruhnya. Defria dan Delova saling melihat, apa yang Karin katakan membuat mereka terkejut. “Ada apa kau kemari mencari Aruna? Sudah bagus aku tidak membawamu ke polisi!” tiba-tiba Valda muncul dan menghampiri mereka. “Valda, panggil Aruna kemari. Aku datang untuk meminta maaf padanya, aku terlalu egois dan tidak memikirkan yang lainnya. Aku menyesal,” ujar Karin memohon. Sikap yang berubah drastis. Padahal sebelumnya ia begitu berani dengan dagu yang terangkat. “Ya bagus kalau kau menyesalinya, tapi jangan harap kau mendapatkan warisan itu!” cetus Valda. “pergi dari sini
Keesokan harinya ....Valda bersiap pergi ke kantor, ia menitipkan Aruna pada pelayan karena ada meeting yang sangat penting.Bergegas pergi tanpa pamit pada Aruna karena masih terlelap tidur.Sampai di kantor ia menerima laporan-laporan penting dari Haris yang harus di tanda tanganinya.“Tuan, perihal aset Aruna, perkebunan, pabrik dan villa-villa yang ada di kota B dan perusahaan minuman teh itu semuanya terbengkalai tidak beroperasi, tapi masih aman tidak tergadaikan. Dua rumah dan tiga ruko sudah tergadaikan dengan nilai yang cukup fantastis semuanya sekitar dua puluh milyar!” tutur Haris.Valda mengangguk mengerti.“Untuk menyelesaikan itu semua, mungkin harus menjual sedikit aset untuk menebus yang tergadaikan itu maka semuanya akan beres!” jelas Haris.“Sepertinya aku akan mendiskusikan ini dengan Aruna terlebih dahulu, bagaimana pun dia yang harus mengambil keputusan,” ujar Valda.Haris mengerti, kemudian ia mengajak Valda untuk segera
Valda bersama Haris bekerja dari rumah, mereka tidak kembali ke kantor karena khawatir pada Aruna.“Bagaimana dengan akhir pekan nanti? Apa akan tetap berangkat?” Tanya Haris.“Eh iya, bukannya perkebunan dan pabrik milik Aruna juga di kota B? Apa aku ajak Aruna kesana saja sekalian liburan?” tanya Valda.“Saya akan mengeceknya dulu.”Valda tersenyum tipis, ia berniat untuk membawa Aruna liburan agar pikirannya lebih fresh dan memberitahunya soal aset miliknya disana.Di sore hari saat pulang dari kantor, Elisha datang ke rumah Valda. Akan tetapi, Defria belum pulang dan tidak sengaja ia melihat Aruna dan menghampirinya dengan riang.“Haiii ... Aruna ...” sapanya ramah tidak seperti biasanya.“Haiii ...” jawab Aruna dengan penuh keheranan.“Bibi belum pulang, ya? Terus kak Valda kemana?” tanyanya.“Belum, kalau Valda ada di ruang kerjanya,” jawab Aruna.Merupakan kesempatan bagus bagi dirinya bisa bicara dengan Aruna dengan begitu ia
“Menurutku sudah saatnya kita menerima Aruna. Memangnya Papa rela kalau sampai Valda kembali dengan perempuan yang tidak benar itu?” ujar Defria.“Kau benar! Dengan dulu dia mengambil lima ratus juta saja sudah menunjukkan kelasnya, jangan sampai mereka kembali lagi,” ucap Chand.Agar semuanya lebih baik lagi, Chand menemui Valda di ruangan kerjanya dan bicara agar membatalkan kerja sama dengan perusahaan dimana Melisa bekerja.“Apa yang Papa khawatirkan? Itu perusahaan yang lumayan mumpuni dan kita membutuhkan bahan baku dari sana. Produksi kita bisa terhambat jika membatalkan dan mencari lagi perusahaan besar seperti mereka,” jelas Valda.“Tapi Papa tidak ingin sampai kau kembali lagi dengan perempuan itu!” ungkap Chand. “Kau tahu sendiri bagaimana sikapnya di masa lalu! Perempuan tidak benar,” sambungnya.Valda bangkit dari duduknya dan menghela nafas panjang. Mendengar papanya bicara seperti itu tentang Melisa, Valda merasa biasa saja. Sangat berbeda den
“A–aku tidak siap!” cetus Aruna. Valda melepaskan pelukannya, kemudian berlalu pergi keluar dari kamar. Aruna terdiam sejenak menatap kepergian Valda. “Apa aku salah bicara?” Kemudian ia duduk di sofa. “Valda sudah bertemu kembali dengan mantan kekasih yang sangat di cintainya. Mana mungkin dia menyukaiku. Lebih baik jangan terlalu jauh akan hal itu, walau pun keperawananku sudah dia ambil olehnya, bukan berarti itu akan terjadi lagi!” batin Aruna. Sementara itu, Nanda ada di kamar tamu. Ia mondar mandir di dalam kamar dengan gelisah. Kemudian dirinya mengendap-endap keluar dari kamar seperti mencari seseorang. Valda menuruni tangga dan melihat Nanda, ia mendekatinya. “Apa yang kau lakukan?” Nanda terkejut dan seketika berbalik badan menatap Valda. “A–aku lapar!” jawabnya. “Hmmm ...” Valda mendengus. “Pergi saja ke dapur dan minta makan pada pelayan!” suruh Valda lalu ia pergi ke ruangan kerjanya. Nanda bergegas pergi, kemudian tidak sengaja menabrak seseo
Defria membawa Aruna ke salon miliknya. Ia bersikap begitu baik dan Aruna pun merasa nyaman.“Kau mau perawatan apa?” tanya Defria.Aruna teringat kalau nanti malam akan pergi makan malam bersama Valda, ia berpikir untuk berpenampilan sedikit lebih cantik.“Kau coba saja perawatan semua yang ada disini, bagaimana?” hanya Defria.“Boleh, Ma. Emmmh apa bisa membuatku sedikit lebih cantik, Valda mengajakku dinner malam ini,” ungkapnya.“Oooh begitu ... bagus dong! Tenang saja, salon Mama bisa membuatmu berubah menjadi cantik dan manglingi!” ujar Defria.Ia memanggil pegawainya dan menyuruhnya untuk make over Aruna agar semakin cantik.Ia juga dengan bangga memperkenalkan Aruna kepada tamu-tamunya yang datang. Yang notabene-nya adalah teman-teman sosialitanya.Di sisi lain, Melisa di panggil oleh atasannya. Ia di beritahu kalau dirinya di pecat dari pekerjaannya.“Pak, ada apa ini? Kerja sama dengan perusahaan Mallory sudah terjalin, kenapa a
Aruna duduk di meja yang sudah Valda pesan. Ia melihat ada empat kursi, mungkin dugaannya benar kalau Valda akan datang bersama Melisa.Melihat sekitar restoran itu, suasana yang romantis dengan lampu-lampu dan bunga-bunga indah.“Ini sangat romantis sangat cocok untuk pasangan,” gumam Aruna.Waktu masih menunjukkan pukul tujuh malam, Aruna datang lebih awal. Ia menunggu Valda yang akan datang terlambat. Memesan air minum terlebih dahulu agar tidak terlalu tegang.“Hmmm ... aku harus menerima apa pun yang terjadi nantinya,” batin Aruna.“Pokoknya saya tidak mau tahu! Dalam waktu sepuluh menit kau harus mendapatkan gantinya, kalau tidak kau akan aku pecat!”Aruna mendengar dua orang bicara tidak jauh di belakangnya.“Maaf bos ... saya tidak tahu kenapa pianis itu tidak datang. Jangan pecat saya bos!” ujarnya memohon.Mendengar kata pianis, Aruna beranjak dari duduknya menghampiri mereka berdua.“Maaf, apa kalian membicarakan pianis?” tanya