Defria membawa Aruna ke salon miliknya. Ia bersikap begitu baik dan Aruna pun merasa nyaman.
“Kau mau perawatan apa?” tanya Defria.Aruna teringat kalau nanti malam akan pergi makan malam bersama Valda, ia berpikir untuk berpenampilan sedikit lebih cantik.“Kau coba saja perawatan semua yang ada disini, bagaimana?” hanya Defria.“Boleh, Ma. Emmmh apa bisa membuatku sedikit lebih cantik, Valda mengajakku dinner malam ini,” ungkapnya.“Oooh begitu ... bagus dong! Tenang saja, salon Mama bisa membuatmu berubah menjadi cantik dan manglingi!” ujar Defria.Ia memanggil pegawainya dan menyuruhnya untuk make over Aruna agar semakin cantik.Ia juga dengan bangga memperkenalkan Aruna kepada tamu-tamunya yang datang. Yang notabene-nya adalah teman-teman sosialitanya.Di sisi lain, Melisa di panggil oleh atasannya. Ia di beritahu kalau dirinya di pecat dari pekerjaannya.“Pak, ada apa ini? Kerja sama dengan perusahaan Mallory sudah terjalin, kenapa aAruna duduk di meja yang sudah Valda pesan. Ia melihat ada empat kursi, mungkin dugaannya benar kalau Valda akan datang bersama Melisa.Melihat sekitar restoran itu, suasana yang romantis dengan lampu-lampu dan bunga-bunga indah.“Ini sangat romantis sangat cocok untuk pasangan,” gumam Aruna.Waktu masih menunjukkan pukul tujuh malam, Aruna datang lebih awal. Ia menunggu Valda yang akan datang terlambat. Memesan air minum terlebih dahulu agar tidak terlalu tegang.“Hmmm ... aku harus menerima apa pun yang terjadi nantinya,” batin Aruna.“Pokoknya saya tidak mau tahu! Dalam waktu sepuluh menit kau harus mendapatkan gantinya, kalau tidak kau akan aku pecat!”Aruna mendengar dua orang bicara tidak jauh di belakangnya.“Maaf bos ... saya tidak tahu kenapa pianis itu tidak datang. Jangan pecat saya bos!” ujarnya memohon.Mendengar kata pianis, Aruna beranjak dari duduknya menghampiri mereka berdua.“Maaf, apa kalian membicarakan pianis?” tanya
Aruna mengatur nafasnya, bagaimana pun dirinya akan menerima apa pun keputusan Valda.“Kalian tenang dulu. Duduklah ...” pinta Aruna.Semua orang duduk sesuai permintaan Aruna.“A–aku mungkin datang dalam kehidupan Valda memang belum lama dan kami memutuskan langsung menikah. Jika memang Valda ingin kembali pada kak Mel, a–aku tidak masalah. Aku juga tidak ingin jadi penghalang dalam cinta kalian,” tutur Aruna.Apa yang Aruna katakan membuat semua orang terkejut terlebih Valda. Ia bingung kenapa Aruna malah berpikiran seperti itu.“Aruna ... kau jangan pasrah seperti itu, perjuangkan cintamu!” ujar Delova pada Aruna.“Kak Valda, aku harap kau tidak salah dalam mengambil keputusan! Kau sudah menikah dan Aruna sangat mencintaimu. Jika sampai kau memilih mantanmu ini, aku tidak akan tinggal diam!” ujar Delova pada Valda.“Sudah Delova!” Aruna menghentikannya bicara.“Kalian itu apa-apaan? Siapa yang akan kembali pada Melisa? Tidak akan pernah!” t
“Pernikahan kontrak kita?” cetus Aruna.Valda mengeratkan genggamannya. “Aruna, aku tidak peduli dengan kontrak itu kita bisa membatalkannya. Aku mencintaimu, bagaimana denganmu?” tanyanya.“Aku juga mencintaimu ...” jawab Aruna tersipu malu.Valda begitu berbinar. Perasaan cintanya terbalaskan. Ia menyematkan cincinnya pada jari manis Aruna kemudian bangkit dan memeluknya dengan erat.“Terima kasih sudah membalas cintaku. Aku sangat bahagia ...” ujarnya.“Sebenarnya cukup lama aku menyukaimu, tapi aku selalu menepisnya karena takut ekspetasiku terlalu tinggi apalagi saat aku tahu kak Mel kembali dan kalian bertemu. Aku sudah pasrah ...” ungkap Aruna.Valda melepaskan pelukannya dan menatap Aruna dengan tersenyum kemudian mendudukkannya kembali.“Kita lupakan kontrak nikah itu dan kita mulai semuanya dari awal lagi dan jangan bahas Melisa lagi. Anggap saja cincin ini sebagai lamaran dariku,” ujar Valda.Aruna menatap cincin yang melingkar di j
Di dalam mobil ....“Aruna, sebelum pulang aku ingin membawamu ke suatu tempat. Pasti kau akan sangat menyukainya,” ujar Valda.“Kemana?” tanya Aruna penasaran.“Surprise!”“Iiiihhh jadi penasaran deh,” ujar Aruna.Valda melajukan mobilnya ke sebuah bukit dengan hamparan rumput yang hijau.“Ini dimana?” tanya Aruna seraya turun dari mobil.“Ini adalah tempat yang paling tenang. Jika ada masalah aku akan datang kemari, melepaskan semua penat dan segala pikiran negatif,” jela Valda.Aruna berdiri di tengah-tengah bukit merentangkan kedua tangan dan memejamkan matanya. Merasakan angin sepoy-sepoy yang begitu sejuk menyapu kulitnya.“Bagaimana? Membuat tenang, bukan?” ujar Valda seraya memeluk Aruna dari belakang.“Kau benar, suasana seperti ini membuat pikiran tenang.”“Jika kau mencariku dan tidak menemukannya, pasti aku ada disini. Kau pun jika merasa pusing dan banyak pikiran, datanglah kemari,” ujar Valda.Aruna berbalik b
Delova mendatangi kantor polisi dimana Karin di tahan, ia menunggu Karin muncul. Perasaannya sedikit gelisah was-was. “Ada apa kau kemari? Kau mau membantuku bebas?” ujar Karin seraya tertawa. “Ada hal yang ingin aku tanyakan!” jawab Delova. Karin duduk di bangku di hadapan Delova dan menatapnya dengan serius. “Kau mengatakan kalau aku adalah anak pungut, dari mana kau tahu akan hal itu? Pastinya kau tidak akan mengatakan itu jika tidak tahu sesuatu,” tanya Delova. “Hahaa ... hahaa ... kau mau informasi dariku?” ujar Karin dengan tertawa. “Tidak gratis!” sambungnya. “Memangnya kau yakin kalau apa yang kau katakan itu benar?” tanya Delova. “Kau yang butuh padaku, terserah kalau tidak mau tahu!” cetus Karin seraya bangkit dari duduknya. “Tunggu ...” Delova menahannya. “Mau apa kau dariku?” Karin menyeringai merasa menang. “Bebaskan aku dari penjara, maka aku akan memberitahumu
Merasa tidak enak hati, Delova menghampiri Chand di ruangan kerjanya. Mengetuk pintu dengan perlahan kemudian Chand mengizinkannya masuk.“Papa, maafkan aku.”Chand menatap Delova. “Ada apa?”“aku ingin meminta maaf padamu karena sudah berani bicara seperti tadi,” ucap Delova.“Minta maaf pada mamamu, dialah yang sedih!” ujarnya tanpa melihat Delova.Delova menghela nafas panjang, ia memang menyesali apa yang telah di lakukannya.“Mama sudah memaafkanku dan aku menyesali kesalahanku, mohon papa juga memaafkan. Aku hanya sedikit tidak bisa mengontrol emosi,” jelas Delova.Chand tidak menyukainya hanya karena Delova tidak seperti apa yang di harapkan. Mengurus bisnis seperti Valda dan penurut seperti Valda.“Kau mengatakan kalau Papa tidak adil padamu karena membedakan perlakuan antara kau dan Valda? Sekarang papa tanya padamu, apa kau sama dengan Valda menurut pada Papa? Tidak! Lalu kau berharap ingin di perlakukan sama?” tutur Chand.“Tap
Selesai sarapan, Aruna mengantar Valda sampai ke mobil.“Tolong nanti antarkan makan siang untukku,” bisik Valda.“Tumben?” Aruna heran.“Aku tidak ingin lama-lama berpisah denganmu, belum berangkat saja aku sudah merasa rindu ...” cetus Valda.“Iiiihhh gombal! Kau tidak pantas gombal,” ujar Aruna. “Oke nanti aku antarkan makan siang untukmu.”“Terima kasih, sayang. Baik-baik di rumah,” ucap Valda seraya mengecup pipi Aruna.“Muaaachhh ...” Aruna membalas kepucan Valda.“Aku berangkat kak, doakan aku,” timpal Delova.“Semangat untukmu!” ujar Aruna.Delova pergi bersama dengan Valda. Ia mengatakan niatnya itu pada Valda dan bertekad akan sungguh-sungguh membantunya.“Aku harap kau serius dan bisa menggantikanku di anak perusahaan ini,” ujar Valda.“Dengan bimbinganmu aku yakin aku bisa,” cetus Delova.“Ada angin apa kau tiba-tiba mau membantuku di perusahaan?” tanya Valda penasaran.“Hmmm ... aku mengaku kalau aku meman
“A–aruna ....” Tanpa bicara lagi, pria bernama Hadi itu berlalu pergi dengan berlari meninggalkan Aruna. “Paman Hadi kenapa lari melihatku? Sudah sangat lama aku tidak melihatnya,” gumamnya. Tidak ingin memikirkan hal itu, Aruna berlalu pulang. Setelah sampai, ia merapikan barang belanjaannya di ruangan musiknya yang baru. Setiap melihat piano hadiah dari Valda itu, ia selalu tersenyum merasa bahagia. “Eh iya, aku sampai lupa harus bicara dengan Nanda.” Aruna pergi ke kamarnya. “Nanda ...” panggil Aruna. Tidak lama kemudian, Nanda membuka pintu kamarnya. “Apa?” “Aku mau bicara.” Aruna masuk ke dalam kamar dan duduk di ujung tempat tidur. “Kapan kau akan kembali pulang ke rumah? Kau tidak mungkin tinggal disini terlalu lama lagi, aku tidak enak pada semua orang!” ujarnya. “Hemmm ... kau mengusirku? Yang punya rumah ini saja, papa mertuamu mengizinkanku tinggal disini. Apa hakmu mengusirku seperti ini?” cetus Nanda. “Nanda, semua orang tahu kau adalah adik tiri