Aruna kembali ke meja makan dengan gugup. Apa yang ia dengar itu tidaklah salah, kini pertanyaan-pertanyaan muncul di kepalanya.Ia duduk di kursi makan, kemudian meneguk air putih.“Mungkin ini jawaban kenapa Papa memberinya uang yang banyak untuk belanja dan mengizinkannya untuk tinggal disini? Semua orang di rumah ini pasti tidak mengetahui akan hal ini. Bagaimana ini? Apa aku harus diam saja?” batinnya.Karena memikirkan hal itu, Aruna sampai tidak menyadari kalau Valda sudah berdiri di hadapannya.“Heyyy ... Aruna ... apa yang kau pikirkan?” tanya Valda kemudian memetikkan jarinya pada Aruna.“E–eh ... kau sudah turun.”“Apa yang kau pikirkan?” tanya Valda.“Ti–tidak ada,” jawab Aruna dengan tersenyum.“Apa aku ceritakan yang aku dengar pada Valda?” batin Aruna.“Malam semuanya ...” ujar Delova.“Kau terlihat tidak semangat,” ujar Valda.Kedatangan Delova mengalihkan pikiran Aruna. “Apakah yang di katakan Mami Karin tentang
Aruna dan Valda memilih makan siang di restoran dekat kantor. Memesan beberapa makanan dan minuman yang Aruna inginkan. “Kau akan menghabiskan semuanya?” tanya Valda. “Aku lapar, tadi habis dari makan orangtuaku ...” jawab Aruna. "Emmmh hari ini kau terlihat berbeda memakai jas dan kemeja warna itu. semakina tampan!" pujinya. "Hmmm bisa juga kau gombal!" seru Valda. "Aku serius iiiiih ...." “Eh iya, bagaimana soal aset Papimu? Ibu tirimu berhutang sebanyak dua puluh milyar. Karena sudah tidak ada perusahaan yang berjalan, mungkin kau harus menjual sedikit aset untuk menutupi hutang itu,” jelas Valda. “Dua puluh milyar? Hutang apa sebanyak itu?” ujar Aruna terkejut. “Dua puluh milyar itu termasuk rumah-rumah dan ruko-ruko yang tergadaikan. Belum lagi perusahaan yang tidak berjalan itu juga menyisakan hutang gaji karyawan yang belum di bayarkan sekitar tiga bulan,” jelas Valda. “Hmmm ... aku tidak me
Aruna menghela nafas panjang, ia duduk di sofa di hadapan Chand. Ia merasa tegang, tapi berbeda halnya dengan Chand yang santai dan tenang.“Apa kau mau menanyakan kalau Nanda itu anakku?” tanya Chand tiba-tiba.Aruna terkejut seakan mertuanya itu bisa membaca pikirannya.“Maaf sebelumnya, Pa. Aku hanya ingin menjawab rasa penasaranku apalagi Nanda dan mami Karin ngotot kalau antara kalian ada hubungan,” jelas Aruna.Tidak ada rasa getir sedikit pun dari raut wajahnya itu. Membuat Aruna yakin kalau itu adalah akal-akalan Karin untuk mendapatkan keuntungan.“Papa sudah melakukan tes DNA dan akan keluar sekitar lima hari lagi. Kalau bisa kau menyimpan ini sampai lima hari ke depan. Bagaimana?” cetus Chand.Aruna terkejut, dengan kata lain berarti memang benar di masa lalu mereka mempunyai hubungan spesial.“Antara kami tidak ada hubungan apa-apa, itu hanya sebuah kesalahan di masa lalu. Aku bertemu dengannya hanya satu kali di malam itu kami berbuat
“Itu sudah berlalu, sekarang kau mulai semuanya dari awal lagi. Nanti kau bisa pergi ke perusahaan dan belajar perlahan,” ujar Valda. “Terima kasih,” tatap Aruna. Haris menghentikan mobilnya, mereka sampai di villa milik Valda. Saat survey berlangsung mereka akan menginap disini. “Villa milik keluargamu sepertinya tidak jauh dari sini, nanti kalau pekerjaanku sudah selesai, kita pergi kesana!” ujar Valda. Aruna mengangguk setuju. Disana sudah ada Melisa dan atasannya yang sudah sampai lebih dulu. Mereka menyambutnya dengan baik. “Selamat datang di kota B,” ucap Melisa. “Untung saja pak Valda punya Villa di dekat perkebunan kapas, jadi tidak perlu menginap di hotel,” cetus atasan Melisa. “Mungkin sekarang kalian harus istirahat dulu, untuk surveynya bisa di lakukan besok. Bagaimana?” ujar Melisa. “Besok lebih baik,” Valda setuju. Tidak lama, mobil yang Delova dan Elisha tumpangi sampai.
“Valda, aku akan menunjukkan sesuatu padamu. Ayo kita ke belakang villa ini!” Aruna bangkit dari duduknya dan menarik tangan Valda. Pergi ke belakang villa dengan pemandangan pepohonan pinus yang indah. Tidak jauh dari villa ada sebuah pohon besar di tengah bukit. “Kemarilah, ini adalah tempat aku bermain. Pohon ini masih tetap kokoh berdiri, tapi ayunannya sudah tidak ada!” ujar Aruna. Valda terdiam mengamati tempat itu, ada sebersit ingatan saat dirinya remaja. “Apa aku dan Aruna saling mengenal saat dulu?” batin Valda. “Aku merasa nostalgia dan mengobati rasa rinduku pada orang tuaku,” Aruna begitu senang. “Aku senang melihatmu bahagia, selamanya harus tetap bahagia,” ucap Valda seraya mengecup kening Aruna. Dari dalam villa, Elisha memperhatikan Valda dan Aruna. Ia merasa kesal melihat mereka sangat mesra, apalagi sekarang Defria mendukung hubungan mereka. “Kayaknya harus buat drama baru nih, pasti seru. Aku butuh hiburan!” gumam Elisha. “Dorrrr ...” Delo
Valda membawa Aruna ke rumah sakit kecil yang ada disana. Awalnya Valda akan membawanya pulang agar Aruna bisa di rawat di rumah sakit kota yang lengkap, tapi Aruna menolaknya karena kondisinya baik-baik saja.“Bagaimana dokter?” tanya Valda.“Dia baik-baik saja, hanya terkilir. Mungkin tiga hari ke depan kakinya akan kembali membaik. Ini resep obat untuknya dan bisa di ambil di apotek rumah sakit. Saya permisi ...” Dokter itu berlalu pergi.“Tuh, kan. Aku baik-baik saja. Sudahlah, besok kau masih harus mengurusi pekerjaan disini. Selesaikan pekerjaanmu baru setelah itu kita pulang.” Aruna membujuknya.“Aku takut kau kenapa-kenapa,” ucap Valda.“Aku baik-baik saja!” Aruna meyakinkannya.“Ini semua gara-gara kau!” tunjuk Valda pada Elisha yang sedari tadi hanya diam.“Kak, biar aku ambil obatnya,” pinta Delova.Valda memberikan resep obat pada Delova dan membiarkannya pergi.“Ke–kenapa menyalahkan ku?” cetus Elisha menjawab dengan wajah te
Waktu menunjukkan pukul tiga sore, Aruna membangunkan Valda karena mereka akan pulang satu jam lagi.“Hmmm ... liburan yang tidak terlalu menyenangkan!” ujar Valda berbisik.“Ya nanti kita atur lagi liburan-liburan selanjutnya!” jawab Aruna.Kemudian pandangannya teralihkan pada bunga mawar di atas meja.Valda mengambilnya dan mempersembahkannya pada Aruna. “Mawar merah untuk istriku tersayang ....”“iiiih makasih loh, aku suka banget ...” ucap Aruna seraya mencium mawar itu.Wanginya begitu segar karena itu adalah mawar fresh yang langsung di petik di hari itu juga oleh petani.Sebelum pulang, Valda memanggil penjaga villa Aruna untuk datang ke villanya. Ia memberikannya uang bayaran selama tiga tahun.Setelah semua urusannya selesai, mereka pulang kembali ke kota. Perjalanan yang lumayan panjang di gunakan Valda untuk mengecek pekerjaannya. Sedangkan Aruna melanjutkan tidurnya kembali.Sesampainya di depan gerbang rumah ....Aruna
Chand, Valda, Delova, Defria dan Aruna. Mereka pergi ke kantor polisi, Nanda dan Hadi juga ikut.Sampai di kantor polisi, mereka menemui Karin dan menginterogasinya mengungkapkan kebenaran yang sudah terbongkar.“Kalian semua tidak adil padaku! Mas Chand, Nanda anakmu, anakmu! Jangan dengarkan omongan pria miskin itu. Nanda anakmu,” cetus Karin histeris.“Karin, kau jangan mengelak lagi. Bertobatlah!” timpal Hadi.“Hehhh kau pria miskin sialan! Pasti kau yang mengatakan kalau Nanda itu anakmu, kan? Lihatlah, ayah kandungnya jadi tidak percaya,” tunjuk Karin pada Chand."Kau jangan menuduh sembarangan! suami sudah membuktikannya dengan tes DNA dan hasilnya terbukti kalau Nanda bukan anak suamiku!" jelas Defria seraya menunjukkan hasil tes DNA itu."Kau bohong, pasti itu rekayasa!" Karin histeris."Terimalah kenyataannya dan hukamanmu akan semakin bertambah," ujar Defria."Hahaa ... hahaa ... aku dan suamimu pernah berhubungan karena dirimu tidaklah
“Delova ...” panggil Valda.“Ada apa?” tatap Delova heran.Valda mencoba mengontrol emosinya, bagaimana pun dengan keadaan Delova seperti ini membuat hatinya terenyuh dan merasa kasihan.“Hmmm ... aku tahu kau menemui Aruna. Katakan jujur padaku, apa yang kau katakan padanya? Aku memang mengikhlaskannya untukmu, tapi kau tidak bisa sembarangan memfitnahku!” ungkap Valda.Chand dan Defria menghampiri mereka berdua. Berdiri diantara mereka dan mencoba menghentikan Valda agar tidak melakukan hal yang tidak-tidak.“Jangan sakiti adikmu lagi!” cetus Defria.“Papa tahu ini semua salah perempuan itu!” tunjuk Chand pada Aruna yang berdiri di pintu kamar.Aruna menatap semua orang bergantian, apa yang sekarang terjadi memang salah dirinya.“Apa maksud Papa? Jangan salahkan Aruna seperti itu!” timpal Delova membela Aruna.Valda menatap Delova dengan penuh amarah. Aruna tahu kemarahan itu dan harus menghentikannya.“Tu–tunggu ... emmmh Valda, k
Aruna melangkah dengan sembarang, sesekali wajahnya menengadah menatap langit yang mulai meredup. Lampu-lampu jalanan cukup terang menyinari langkahnya.“Apakah Elisha benar-benar serius dengan apa yang di katakannya? Tapi Valda mengatakan hal lainnya,” gumamnya.“Aruna ....”Sebuah mobil hitam berhenti dan terdengar suara tidak asing memanggilnya.Aruna menoleh ke arah sumber suara dan senyuman tersungging di bibirnya.“Delova ...” mendekati mobil itu dengan antusias.“Kau mau kemana?” tanya Delova. Ia bicara dari dalam mobil dan hanya membuka kaca mobilnya.“Aku mau pulang, barusan habis ngajar les piano,” jawabnya.Delova membuka pintu mobil dan meminta Aruna untuk masuk. Ia akan mengantarnya pulang.Awalnya Aruna menolak karena merasa tidak enak, tapi Delova memaksanya. Terpaksa ia masuk dan di antar pulang oleh Delova.“Kau sudah lebih baik?” tanya Aruna penasaran. Bagaimana pun ia sangat khawatir pada keadaan Delova.“Aku
Saat makan malam, Elisha datang menghampiri semua orang tanpa rasa malu. Sekarang ia berani kembali datang setelah tahu Aruna pergi.Defria dan Chand menyambutnya dengan ramah sama seperti sebelumnya. Sementara Valda merasa risih dan tidak nyaman.“Kenapa dia datang lagi kemari?” ujar Delova.Karena selesai makan, Valda beranjak pergi meninggalkan meja makan tanpa bicara dengan siapa pun.Elisha menatap kepergian Valda dan ia harus mengerti mendekatinya pelan-pelan membiarkannya pergi begitu saja.Keesokan harinya ....Di sore hari Aruna pergi ke rumah Grace untuk mengajari Briel bermain piano. Ia memulai pekerjaannya dengan semangat dan riang.Grace menyambutnya dengan hangat dan membawanya ke ruangan musik.“Hallo kakak cantik ...” sambut Briel.“Haiii cantik ... apa kau siap? Wah pianomu sangat bagus. Aku juga punya piano–“ cetusnya lalu bicara terhenti karena teringat dengan piano yang Valda belikan.“Cepatlah kakak, aku tidak sa
Wajah Aruna berubah menjadi tersenyum berbinar, senang akhirnya bisa mendapatkan pekerjaan.“Kakak serius?”Grace mengangguk seraya tersenyum.“Wah aku senang kalau kakak cantik akan menjadi guru les pianoku. Dari pada pak tua yang ketus itu!” cetus Briel.“Terima kasih, ya, kak.” Aruna menundukkan badannya hormat.“Kau bisa datang ke rumahku setiap sore mulai besok,” ucap Grace.Kemudian Grace meminta nomor ponsel Aruna agar mudah untuk di hubungi.Aruna sangat senang dan cukup antusias. Berbincang sebentar lalu ia berlalu pulang.Berdiri di pinggir jalan melihat kepergian Grace dan Briel. Dirinya di tawari untuk di antar pulang, tapi Aruna menolaknya.“Semoga hidupku berjalan baik ke depannya dan di pertemukan dengan orang-orang baik. Perlahan harus melupakan tentang Valda! ya harus ...” Aruna berdoa.Karena tidak perlu mencari kerja lagi, ia memutuskan untuk kembali pulang ke rumah dengan menaiki taxi online yang di pesannya.
Valda menghentikan mobilnya di tengah perjalanan. Memendamkan wajahnya pada setir mobil. Menyesali kenapa terlambat mencari Aruna?“Aruna pergi kemana? Aku harus mencarinya kemana lagi?” pikirnya.Setelah terdiam beberapa saat, Valda kembali melajukan mobilnya. Sepertinya ia sudah tahu akan pergi kemana.Ia pergi ke rumah kedua, menemui pelayan yang menjaga rumah itu dan bertanya apakah Aruna datang ke rumah itu atau tidak. Ternyata pelayan mengatakan kalau Aruna tidak ada datang.Valda kembali melajukan mobilnya menuju ke makam orang tua Aruna. Ia sedikit bernafas lega, melihat kelopak bunga di atas makam. Memegangnya dan kelopak bunga itu baru.“Sepertinya Aruna baru saja dari sini.” Melihat sekitar berharap Aruna masih ada disana.“Hmmm ... Aruna sudah pergi!”Saat hendak berlalu pergi, Valda menghentikan langkahnya. Ia berjongkok diantara nisan kedua orang tua Aruna.“Maafkan aku ... aku tidak bisa menjaga Aruna dengan baik dan malah membi
Sampai di rumah dengan cepat, ia mencari keberadaan Aruna. Pergi ke kamar dan tidak mendapati keberadaan Aruna. Mencoba menghubungi beberapa kali, tapi nihil masih tetap tidak bisa di hubungi. Saat akan keluar dari kamar, matanya terhenti pada meja samping tempat tidur. Ia menemukan catatan yang Aruna tinggalkan. Sebelum membacanya, ia melihat sebuah cek dan uang tunai. “Cek satu milyar dan uang. Apa ini?” gumamnya. Membaca catatan yang Aruna tulis itu. “Valda, mungkin saat kau membaca ini aku sudah pergi. Maafkan aku telah membuat Delova menderita. Ini semua salahku membuatmu marah pada Delova. Mungkin memang lebih baik aku pergi, aku tidak ingin menjadi penyebab kau bertengkar dengan Delova. Satu hal yang harus kau tahu kalau antara aku dan Delova tidak ada hubungan apa-apa. Aku menganggapnya hanya sebagai kakak yang baik padaku. Kau jangan salah paham dan marah pada Delova, dia tidak salah. Untuk cek dan uang ini, aku tidak bisa menerimanya. Tolong sampaikan pad
Aruna bangkit dari duduknya dan berjalan perlahan mendekati ruangan rawat Delova. Menatapnya dari kaca pada pintu. Melihat kalau Delova sudah bangun dengan keadaannya yang memprihatinkan, kepala, tangan dan kaki terbalut perban.“Hmmm syukurlah kau baik-baik saja, ini semua gara-gara aku!” lirih Aruna bergumam.“Hmm ....”Suara seseorang di belakang Aruna yang tidak asing. Aruna membalikkan badannya melihat kepada orang itu.“Papa ....”“Apa kau bisa ikut papa pulang ke rumah?” tanya Chand.Aruna melirik semua orang di dalam ruangan.“Delova baik-baik saja dan sudah ada yang menjaganya!” cetus Chand.Aruna berganti melirik Chand dan tersenyum getir. Ia mengangguk setuju untuk ikut pulang, perasaan tidak enak menggelayut di hatinya.Di perjalanan pulang, tidak ada obrolan di dalam mobil. Hening ....Sampai di rumah, sebelum turun dari mobil Chand berkata padanya. “Temui papa di ruangan kerja papa!”Ia turun lebih dulu dan Aruna t
“Semuanya, mohon maaf. Jangan membuat keributan, itu akan mengganggu pasien! Saat ini pasien membutuhkan banyak darah. Siapa diantara kalian yang memiliki golongan darah AB negatif?” ujar dokter. “AB negatif?” gumam Chand. “Itu cukup langka dan kami di rumah sakit kehabisan stok. Kami baru menghubungi bank darah pusat dan itu butuh waktu lama,” jelas Dokter. Defria terkulai lemas terduduk di kursi. Ia menangis tersedu. “Dokter, aku dan istriku memiliki golongan darah yang berbeda. Ba–bagaimana?” cetus Chand. “Kalau bisa cari saudara atau kerabat dekat, biasanya akan ada yang sama. Tolong secepatnya sebelum darah dari bank pusat tersedia,” ucap dokter lalu melengos pergi. Chand tertegun sejenak. Ia berpikir harus mencari darah kemana? “Ma, darahku juga tidak sama. Siapa yang bisa kita hubungi?” tanya Valda seraya menenangkan Defria. Ia merasa bersalah dengan apa yang telah di lakukan. Penyesalan tidak ada gu
Setelah beberapa saat menunggu, Valda kembali ke rumah sakit. Ia akan mengantarkan Aruna kembali ke apartemen, tapi Defria menahannya dan mengatakan kalau Chand ingin bicara penting.“Delova, tolong antarkan Aruna kembali ke apartemen. Setelah selesai bicara dengan papa, aku akan menyusul kalian.” Valda bicara pada Delova.“Baiklah, tidak perlu khawatir!” Delova setuju.“Aruna, pulanglah dulu dengan Delova. Aku masih harus ada yang di bicarakan,” ujar Valda pada Aruna kemudian mengecup keningnya.Aruna mengangguk dan bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi dengan Delova.Valda masuk ke ruangan Chand dan mereka bicara.“Papa minta kau bisa segera ceraikan Aruna, dengan begitu papa akan kembali mencari teman papa dan kau menikah dengan jodoh yang seharusnya, papa sudah pikirkan ini!” tutur Chand.Valda terlihat begitu kecewa, ia bangkit dari duduknya dan menentang apa yang Chand katakan.“Aku mencintai Aruna dan tidak akan pernah berpisah d