Waktu menunjukkan pukul tiga sore, Aruna membangunkan Valda karena mereka akan pulang satu jam lagi.
“Hmmm ... liburan yang tidak terlalu menyenangkan!” ujar Valda berbisik.“Ya nanti kita atur lagi liburan-liburan selanjutnya!” jawab Aruna.Kemudian pandangannya teralihkan pada bunga mawar di atas meja.Valda mengambilnya dan mempersembahkannya pada Aruna. “Mawar merah untuk istriku tersayang ....”“iiiih makasih loh, aku suka banget ...” ucap Aruna seraya mencium mawar itu.Wanginya begitu segar karena itu adalah mawar fresh yang langsung di petik di hari itu juga oleh petani.Sebelum pulang, Valda memanggil penjaga villa Aruna untuk datang ke villanya. Ia memberikannya uang bayaran selama tiga tahun.Setelah semua urusannya selesai, mereka pulang kembali ke kota. Perjalanan yang lumayan panjang di gunakan Valda untuk mengecek pekerjaannya. Sedangkan Aruna melanjutkan tidurnya kembali.Sesampainya di depan gerbang rumah ....ArunaChand, Valda, Delova, Defria dan Aruna. Mereka pergi ke kantor polisi, Nanda dan Hadi juga ikut.Sampai di kantor polisi, mereka menemui Karin dan menginterogasinya mengungkapkan kebenaran yang sudah terbongkar.“Kalian semua tidak adil padaku! Mas Chand, Nanda anakmu, anakmu! Jangan dengarkan omongan pria miskin itu. Nanda anakmu,” cetus Karin histeris.“Karin, kau jangan mengelak lagi. Bertobatlah!” timpal Hadi.“Hehhh kau pria miskin sialan! Pasti kau yang mengatakan kalau Nanda itu anakmu, kan? Lihatlah, ayah kandungnya jadi tidak percaya,” tunjuk Karin pada Chand."Kau jangan menuduh sembarangan! suami sudah membuktikannya dengan tes DNA dan hasilnya terbukti kalau Nanda bukan anak suamiku!" jelas Defria seraya menunjukkan hasil tes DNA itu."Kau bohong, pasti itu rekayasa!" Karin histeris."Terimalah kenyataannya dan hukamanmu akan semakin bertambah," ujar Defria."Hahaa ... hahaa ... aku dan suamimu pernah berhubungan karena dirimu tidaklah
Aruna mendapatkan panggilan telepon, ternyata itu adalah pelayan di restoran waktu itu. Meminta Aruna untuk mengisi acara malam nanti karena pianisnya tidak bisa datang.“Valda, pelayan di restoran waktu itu memintaku untuk bermain piano lagi disana. Bagaimana?” tanya Aruna meminta pendapat Valda.“Terserah padamu saja! Kalau kamu mau ya ambil saja, aku mendukungmu ...” ujar Valda seraya mengelus kepala Aruna.“Baiklah, aku akan mengirimkan pesan setuju padanya!” Aruna semringah.“Aku akan datang kesana untuk melihatmu bermain, berpenampilan lah yang cantik ...” bisik Valda.“Tentu saja, aku tidak ingin mempermalukan suamiku kalau aku berpenampilan tidak cantik,” jawab Aruna.Valda menarik pinggul Aruna ke dalam pelukannya dan ingin menciuminya lagi.“Valda iiiih, kan udah. Lanjut nanti malam saja, aku mau pulang ...” ujar Aruna melepaskan pelukan Valda.“Bye ...” Aruna berlalu pergi dengan berjingkrak seperti anak kecil.“Hati-hati ...”
Saat Cindy akan pergi, Valda dan Haris datang. Ia menghadang Cindy agar tidak pergi dan membawanya menghadap manager restoran itu!“Aku ingin kau memberikan pelajaran pada wanita ini!” ujarnya.“Hehhh siapa kau berani-beraninya padaku?” cetus Cindy.Valda melihat kondisi Aruna yang tidak sadarkan diri dalam pangkuan Delova. Ia menghampirinya kemudian memberikan nafas buatan sampai Aruna tersadar.Uhuuuk ... uhuuuk ....“Kau tidak apa-apa, sayang?” tanya Valda khawatir.Cindy terkejut menatap Delova, orang yang di kira pacarnya ternyata bukanlah pacarnya.“Aku akan membawamu ke kantor polisi karena telah mencelakai Aruna. Ayo ikut!” paksa Delova.“Lepaskan! Itu bukanlah salahku, dia jatuh sendiri ke kolam. Kau tidak bisa membawaku ke kantor polisi,” ujar Cindy membela diri.“Betul, Cindy tidak melakukan kejahatan apa pun,” bela pacarnya itu.Karena kesal dengan pasangan itu, Delova tidak bisa mengontrol emosinya lagi. Ia menghajar pac
Valda pulang tepat waktu hari ini, ia menemui Aruna yang sedang di kamar Delova bersama Defria.“Bagaimana keadaan Delova?” tanya Valda.“Kau sudah pulang?” Aruna berpindah berdiri di samping Valda.“Baru sampai,” jawabnya.“Delova masih demam, dia ngeyel sekali tidak mau di bawa ke rumah sakit. Kalau parah gimana?” jelas Defria.“Aku baik-baik saja, Ma,” lirih Delova.Valda mendekat pada Delova dan mengecek suhu tubuhnya dengan menempelkan tangannya.“Delova, sepertinya kau harus ke rumah sakit,” ujar Valda.“Aku baik-baik saja, kak. Tolong bantu aku ingin ke kamar mandi,” ucap Delova.Valda membantu membangunkannya dan memapahnya ke kamar mandi. Saat keluar dari kamar mandi, Delova jatuh pingsan.“Delova ...” Defria histeris.“Kita bawa saja dia ke rumah sakit, tolong naikkan dia ke punggungku!” pinta Valda.Aruna dan Defria membantu menaikan Delova pada punggung Valda. Kemudian mereka membawanya pergi ke rumah sakit.
Aruna kembali keruangan Delova. Ia terduduk dan memikirkan ibu tirinya itu.“Kau kenapa?” tanya Delova.“Ibu tiriku, dia harus masuk rumah sakit jiwa!” ungkap Aruna.“Separah itu ternyata,” ujar Delova.“Eh bagaimana kata dokter?” tanyanya.“Kalo hari ini tidak demam lagi, besok aku boleh pulang,” jawab Delova.“Syukurlah ....”“Kalau kau mau mengurusi ibu tirimu dulu, tidak apa-apa kau pergi saja. Aku baik-baik saja kok,” suruh Delova.“Aku akan menunggu mama kembali dan Aku juga sudah menghubungi Valda dan dia akan kemari menjemputku. Mungkin satu jaman lagi karena ada meeting dulu,” jelas Aruna.Karena telah di beri obat oleh dokter, Delova tertidur pulas. Sementara Aruna hanya duduk diam di sofa sembari memainkan ponselnya.“Mami Karin memang membuat kepalaku pusing saja!” batinnya.Tidak lama kemudian, Valda datang bersamaan dengan Defria.“Delova tidur?” tanya Defria.“Iya, Ma. Setelah di beri obat oleh dokter, d
“Sepertinya tidak mungkin!” Elak Aruna.“Tidak mungkin Valda yang tampan ini adalah kakak gendut yang hitam itu!” batin Aruna.“Tidak mungkin Aruna yang cantik ini adalah bocah ingusan yang rewel!” batin Valda.Apakah mereka ada hubungan di masa lalu?Malam semakin larut, mereka memutuskan untuk kembali ke tempat tidur karena semakin malam udara semakin dingin.Valda menggendong Aruna dan menidurkannya di tempat tidur. Mulai melepaskan hasratnya yang satu hari kemarin terlewatkan.Keesokan harinya ....Seperti biasa Valda bersiap pergi ke kantor dan mengantarkan Aruna terlebih dahulu ke rumah sakit karena akan menjemput Delova di ikuti oleh sopir dengan mobil lainnya.“Hmmm padahal aku kesini bersama sopir, tapi kau ingin sekali mengantarku!” ujar Aruna.“Agar rinduku padamu tidak terlalu lama,” jawab Valda.“Iiiih gombal deh. Kamu hati-hati di jalan,” Aruna pamit sembari mengecup pipi Valda kemudian turun dari mobil dan masuk ke rum
Delova sampai di kediaman Elisha. Ia tahu kalau dia tidak pergi bekerja. Ia berjalan dengan hati-hati karena kepalanya masih sedikit terasa pusing.Mengetuk pintu beberapa kali dan akhirnya Elisha membuka pintunya.“De–delova?” Elisha cukup terkejut karena ia tidak memikirkan sebelumnya kalau Delova akan datang menemuinya.Delova memaksa masuk dan mendorong tubuh Elisha sampai ke tembok. Menahannya bahunya dengan cukup kuat.“A–ada apa ini, Delova?” gugup Elisha.“Kenapa kau fitnah aku dan Aruna? Kenapa kau mengambil foto-foto kami dan membuat orang lain salah paham? Kenapa? Jawab!!!” teriak Delova.“Fo–foto apa? Aku tidak tahu. Tolong lepaskan tanganmu, bahuku sangat sakit!” ujar Elisha.Ia masih saja mengelak.“Apa tujuanmu?” tanya Delova menatapnya dengan tajam.“Baiklah, kau terlanjur tahu akan hal ini. Tujuanku hanya satu, mengusir Aruna! aku benci pada Aruna, aku tidak ingin Aruna ada dalam keluarga Mallory!" ungkap Elisha.“Ak
Setelah satu Minggu berlalu. Mereka menyelesaikan liburannya, kembali ke tanah air dengan bahagia. “Aruna, setelah aku pikirkan semuanya. Sepertinya kau tidak perlu belajar bisnis, pengetahuanmu tentang piano itu luar biasa. Tidak akan ada orang yang mempelajari sampai detail sepertimu,” ujar Valda. “Kau serius?” tanya Aruna. “Serius! Menekuni yang tidak kita suka hanya akan menimbulkan masalah dan stres tentunya. Jadi, bagaimana kalau kau buka kelas les piano?” Valda menawari. Aruna menganga terkejut. “Kau serius?” Aruna meyakinkannya. “Sangat serius!” “Aaaaghhh terima kasih ... aku senang!” Aruna berjingkrak bahagia. Mereka kembali ke rumah dan mendapatkan sambutan yang baik dari semua orang. “Lalu kapan cucuku akan datang?” celetuk Defria. “Sabar, Ma. Kami masih berusaha,” jawab Valda. “Papa senang melihat kalian senang, semoga kalian selalu bahagia!” ujar Chand.